Anda di halaman 1dari 30

Nutritional Status Issue 1

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS TUTORIAL VII

DISUSUN OLEH:
Kelompok XIX:
Theresa Sugiarti Oetji (0810024)
Christian Kurniawan (0810054)
Shiela Stefani (0810056)
Febby Felita Harsono (0810098)
Dea Tantiara (0810130)
I Kadek Ariarta (0810140)
Chandra Dewantara (0810195)
Lucia Fuji (0810200)
Nina Ratu Nur Kharima (0810209)

TUTOR:
drg. Lindawati Susanti

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BANDUNG - 2008

PERMASALAHAN UTAMA DAN JAWABAN (5 JUMPS)


Langkah I
Daftar istilah
1.

Analisis komposisi = proses pembuatan susunan


(penataan susunan) yang dimulai dengan dugaan akan
kebenarannya
Analisis
= proses pemecahan masalah yang dimulai dengan dugaan
akan kebenarannya; telaah terhadap suatu masalah
Komposisi
= susunan; tata susunan
2.
Demografi
= ilmu pengetahuan tentang susunan,
jumlah, dan pengembangan penduduk ; ilmu yang
memberikan uraian atau lukisan statistik mengenai suatu
bangsa dilihat dari sudut sosial politik; ilmu kependudukan
3.
Diare = frekuensi pengeluaran dan kekentalan feses yang
tidak normal yang diakhibatkan oleh air atau makanan yang
terkontaminasi oleh bakteri
4.
Diversifikasi pangan = usaha penganekaragaman pangan
pokok untuk menghindarkan ketergantungan pada satu
ketunggalan pangan(beras)
5. Diversifikasi kultur = keanekaragaman budaya
6. Eksotik
= mengagumkan
7.
Hepatitis A = penyakit peradangan hati dengan distribusi
diseluruh dunia yang disebabkan oleh virus, sering
ditemukan di daerah dengen tingkat kebersihan rendah dan
keadaan sosial ekonomi rendah, ditularkan terutama
melalui jalur oral-fekal, meskipun transmisi parental
mungkin.
8.
Interpretasi = pemberian kesan, pendapat, dan
pandangan toritis terhadap sesuatu; tafsiran
9.
KH (karbohidrat) = senyawa organik karbon, hidrogen dan
oksigen, yang terdiri atas satu molekul gula sederhana atau
lebih yang merupakan bahan makanan penting dan sumber
tenaga, banyak terdapat dalam tumbuhan dan hewan.
10.
Nasi aking
= makanan yang berasal dari sisa-sisa nasi
yang tak termakan yang dibersihkan dan dikeringkan di
terik matahari, biasa digunakan sebagai pangan ternak.
11.
Plural heterogen = menunjukan jumlah yang banyak dan
beranekaragaman jenisnya
12.
Pneumonia
= radang paru-paru dengan konsolidasi
(penggabungan) yang sering digolongkan menurut
organisme penyebabnya atau lokasinya.

Langkah II
Identifikasi Masalah
Warga kampung
LA

Ekonomi lemah

Musim paceklik

Mengonsumsi
nasi aking

Diare

Hepatitis A

Pneumonia

Diare

Rice Oriented Diversifikasi pangan (pengembangan sumber pangan


local, eksotik, bernilai ekonomi tinggi, mengandung protein, vitamin dan
bergizi baik.
Kendala mengubah kultur /pola makan dari beras ke non beras.
Hubungan antara konsumsi nasi aking dengan diare, hepatitis A, dan
pneumonia.

Langkah III
Analisis Masalah
1. Kendala mengubah rice oriented
a. Paradigma yang ada di masyarakat bila belum makan nasi dianggap
belum makan.
b. Kurangnya pengetahuan gizi bahan pokok lain lain nasi aking.
c. Ketidaktahuan dalam cara pengolahan.
d. Keadaaan SDA yang homogen.
2. Hubungan antara konsumsi nasi aking dengan diare
a. Nasi telah basi sehingga banyak mengandung bakteri
3. Musim paceklik menyebabkan penyebaran wabah penyakit :
a. Diare
b. Hepatitis A
c. Pneumonia

Langkah IV
Pemecahan Masalah
1. Sosialisasi terhadap makanan pokok lain yang disesuaikan dengan kondisi
SDA dan iklim
Aspek gizi
Cara pengolahan
Cara penanaman
Langkah V
Tujuan pembelajaran
1. Mengetahui apa arti dari diversifikasi pangan
2. Mengetahui apa itu nasi aking
3. Mengetahui perbandingan komposisi zat gizi beras dan beberapa jenis
pangan non beras (jagung, kasava, sagu, terigu, kentang, tapioka/gaplek)
4. Mengetahui kandungan zat gizi lain yang menguntungkan dari jagung dan
kasava
5. Memahami permasalahan berasnisasi / Rice-Oriented
6. Mengetahui permasalahan dan kendala-kendala mengubah kultur/pola
makan dari beras ke non beras
7. Mengetahui prospek tepung kasava sebagai bahan pangan alternatif dari
segi kemungkinan menjadi bahan pangan olahan dan subtitusi bahan
pangan lain
8. Memahami persepsi masyarakat dimana realitasnya tepung kasava masih
inferior di mata masyarakat
9. Mengetahui hubungan antara konsumsi nasi aking dengan diare
10. Kriteria GaKin (keluarga miskin) dari berbagai sumber
11. Mampu
menerangkan
mengenai
Angka
Kecuckupan
Gizi
(RDA=Recommended Dietary Allowance) yang dianjurkan untuk orang
Indonesia
12. Memiliki solusi agar pengalihan kultur makanan dari beras ke non beras
mencapai hasil yang memuaskan,sehingga rakyat tak perlu lagi makan nasi
Aking
13. Mengetahui masalah pangan yang tidak terlepas dari masalah kemiskinan
dan bisa memaparkan jumlah penduduk miskin di Indonesia, dari beberapa
(kriteria)
14. Mengetahui peta pohon-kondisi rawan pangan (food insecurity) yang
bersifat kronis di indonesia

PERMASALAHAN UTAMA DAN JAWABAN (7 JUMPS)

NBMP

KVB KV KCa KF KFe


KPB KLB KAB KSB KBB KVA KVB1
KKBMP
2BM CB BM BM BM
MP MP MP MP MP BMP BMP
P
MP P
P P

Barley

321

6,0

1,0

35

Beras /Nasi 248

8,0

1,2

40

0,02

22 0,5

Beras
Ketan

362

6,7

0,7

12,0 -

0,16

0,30 0

12

148 0,8

Beras
Ketan
Hitam

356

7,0

0,7

13,0 3,1

3,85 0

0,2

10

148 0,8

Beras
Merah

359

7,5

0,9

13,0 2,9

0,21

16

163 0,3

Beras
Paboilet

364

6,8

0,6

12,0 1,9

0,3

2,1

0,22

142 0,8

Bihun

360

4,7

0,1

12,9 1,4

0,5

35 1,8

Biscuit

458

6,9

14,4 -

0,09

62

87 2,7

Cantel

332

11

3,3

11

1,7

28

4,6

Gadung

101

2,1

0,2

73,5 1,3

Gandum

356

10,4 1,68 13,88 1,91 1,41 8

3,1

2,3 -

0.9

Ganyong

95

1.0

0,1

75,0 -

Gaplek

338

1,5

0,7

43

0,6

80

60 1,9

Garut

355

0,7

0,2

13,60 -

170,5 0,96 -

0,8

57

Gembili

95

1,5

0,1

75,0 -

0,6

53

405 4,5

Havermout 390

14,2 7,4

8,3

Jagung

362

10

13,5 -

1,5

0,12 -

12

0,8

Jagung
Bubur

72

2,0

0,8

80

2,1

0,03 -

0,5

Jagung
giling
Kuning

361

8,7

4,5

13,1 2,8

1,9

350 0,27

380 4,6

Jagung
Giling
Putih

361

8,7

4,5

13,1 2,6

1,9

0,27

380 4,6

Jali

289

11,1 4,0

23,0 -

2,0

0,14

213 117 11,0

Jawawut

334

9,7

3,5

12

1,6

0,51

0,07 0

28

Kacang
Gede

336

20,9 1,4

12

2,8

0,21 5

125 -

Kacang
Hijau

345

22,2 1,2

10

3,0

157 0,64

0,20 6

125 320 6,7

Kacang
Kedelai

331

34,9 18,1 8,0

3,2

0,30 -

227 -

8,0

Kacang
Tanah

559

26,9 44,0 3

1,9

1,3

0,15 -

74

1,9

Kacang
Tunggak

342

22,9 1,4

2,0

0,15 2

77

6,5

Katul
Beras

275

12,6 14,8 10,8 1,2

0,31 0

0,82

32

200 14,0
0

Katul
Jagung

356

9,0

0,29 0

1,2

200 500 10

8,5

11

1,3

2,9

12,0 1,3

311 4,0
4,0

Komposisi Gizi Beras


Komposisi kimia beras berbeda-beda tergantung pada varietas dan cara
pengolahannya. Selain sebagai sumber energi dan protein, beras juga
mengandung berbagai unsur mineral dan vitamin (lihat tabel). Sebagian besar
karbohidrat beras adalah pati (85-90 persen), sebagian kecil pentosan, selulosa,
hemiselulosa dan gula. Dengan demikian sifat fisikokimia beras terutama
ditentukan oleh sifat fisikokimia patinya.
Protein adalah komponen kedua terbesar beras setelah pati. Sebagian besar (80
persen) protein beras merupakan fraksi tidak larut dalam air, yang disebut protein
glutelin. Sebagai bahan makanan pokok di Indonesia, beras dalam menu makanan
masyarakat menyumbang sedikitnya 45 persen protein.
Beras pecah kulit rata-rata mengandung 8 persen protein, sedangkan beras giling
mengandung 7 persen. Dibanding biji-bijian lainnya, kualitas protein beras lebih
baik karena kandungan lisinnya lebih tinggi. Walaupun demikian lisin tetap
merupakan asam amino pembatas yang utama (terkecil jumlahnya) dalam beras.
Kandungan lemak beras pecah kulit adalah 1,9 persen, sedangkan pada beras
giling hanya 0,7 persen. Itu berarti sekitar 80 persen lemak terdapat dalam dedak
dan bekatul, yang terpisah dari beras giling saat penyosohan. Ditinjau dari segi
keawetan beras, hal ini menguntungkan karena lemak mudah teroksidasi dan
mengakibatkan timbulnya bau tengik.
Proses penyosohan juga mengurangi kadar mineral pada beras giling. Sebagian
besar mineral terdapat pada bagian dedak dan hanya sekitar 28 persen yang
tertinggal pada beras giling. Komposisi mineral bervariasi tergantung dari kondisi
tanah dimana padi ditanam. Unsur mineral utama adalah fosfor, kalsium,
magnesium dan besi.
Beras pecah kulit mengandung vitamin lebih besar daripada beras giling. Vitamin
terkonsentrasi pada lapisan bekatul dan lembaga. Penyosohan menurunkan
dengan drastis kadar vitamin B kompleks sampai 50 persen atau lebih. Beras
mengandung vitamin C dan D dalam jumlah yang sangat kecil atau tidak sama
sekali.
Pulen dan Pera
Sebagian besar butir beras terdiri dari karbohidrat jenis pati. Hampir 90 persen
berat kering beras adalah pati yang terdapat dalam bentuk granula. Pati beras
terbentuk oleh dua jenis molekul polisakarida, yang masing-masing merupakan
polimer dari glukosa. Kedua molekul pembentuk pati tersebut adalah amilosa dan
amilopektin.
Citarasa dan mutu masak beras terutama ditentukan oleh kadar amilosa dan
amilopektinnya. Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dibagi menjadi empat
golongan, yaitu ketan (2-9 persen), beras beramilosa rendah (9-20 persen), beras
beramilosa sedang (20-25 persen) dan beras beramilosa tinggi (25-33 persen).
Kadar amilosa berpengaruh terhadap rasa nasi. Beras dengan kadar amilosa tinggi
bila dimasak, pengembangan volumenya dan tidak mudah pecah, nasinya kering
dan kurang empuk, serta menjadi keras bila didinginkan.

Beras dengan kadar amilosa rendah bila dimasak menghasilkan nasi yang basah
dan lengket, sedangkan beras dengan kadar amilosa menengah menghasilkan nasi
yang agak basah dan tidak menjadi keras bila didinginkan.
Perbandingan antara amilosa dan amilopektin dapat menentukan tekstur, pera atau
tidaknya nasi, cepat atau tidaknya mengeras dan lengket atau tidaknya nasi. Beras
berkadar amilosa sedang disukai oleh bangsa Filipina dan Indonesia. Beras
dengan kadar amilosa rendah (amilopektin tinggi) sangat disukai masyarakat
Jepang.
Makin tinggi kadar amilosa dalam beras, bertambah keras dan pera nasi yang
dihasilkan. Sebaliknya, makin tinggi kadar amilopektin beras maka makin pulen
dan lengket nasi yang dihasilkan. Itulah sebabnya orang Jepang bisa makan nasi
menggunakan sumpit, sedang kita harus makan dengan sendok atau tangan. @
Prof. DR. Ir. Made Astawan, Dosen Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, IPB.
Komposisi Gizi jagung
Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga merupakan sumber protein yang
penting dalam menu masyarakat Indonesia. Kandungan gizi utama jagung adalah
pati (72-73%), dengan nisbah amilosa dan amilopektin 25-30% : 70-75%, namun
pada jagung pulut (waxy maize) 0-7% : 93-100%. Kadar gula sederhana jagung
(glukosa, fruktosa, dan sukrosa) berkisar antara 1-3%. Protein jagung (8-11%)
terdiri atas lima fraksi, yaitu: albumin, globulin, prolamin, glutelin, dan nitrogen
nonprotein.
Perbedaan quality protein maize (QPM) dengan jagung biasa terletak pada
proporsi fraksi proteinnya. Fraksi globulin (merupakan zein II) pada jagung biasa
(31%) jauh lebih tinggi dibanding QPM (6%). Zein miskin akan lisin dan
triptofan, yang merupakan asam amino pembatas pada jagung. Oleh karena itu,
mutu protein QPM (82%) jauh lebih tinggi dibanding dengan jagung biasa (32%),
bahkan lebih tinggi dari mutu protein beras (79%) dan gandum (39%). Varietas
Srikandi Putih dan Srikandi Kuning adalah jagung QPM unggul, baik untuk
pangan maupun pakan. Asam lemak pada jagung meliputi asam lemak jenuh
(palmitat dan stearat) serta asam lemak tidak jenuh, yaitu oleat (omega 9) dan
linoleat (omega-6). Pada QPM terkandung linolenat (omega-3). Linoleat dan
linolenat merupakan asam lemak esensial. Lemak jagung terkonsentrasi pada
lembaga, sehingga dari sudut pandang gizi dan sifat fungsionalnya, jagung utuh
lebih baik daripada jagung yang lembaganya telah dihilangkan. Vitamin A atau
karotenoid dan vitamin E terdapat dalam komoditas ini, terutama pada jagung
kuning. Selain fungsinya sebagai zat gizi mikro, vitamin tersebut berperan
sebagai antioksidan alami yang dapat meningkatkan imunitas tubuh dan
menghambat kerusakan degeneratif sel.
Jagung juga mengandung berbagai mineral esensial, seperti K, Na, P, Ca, dan Fe.
Faktor genetik sangat berpengaruh terhadap komposisi kimia dan sifat fungsional.
Data karakteristik terinci gizi varietas jagung Indonesia masih sangat terbatas. Hal
ini perlu diperhatikan oleh para peneliti jagung, praktisi industri pangan, dan
pemangku kepentingan (stakeholder) untuk mengangkat jagung tidak hanya dari
segi produksi tetapi juga mutu gizi dan pemanfaatannya

KANDUNGAN ZAT GIZI LAIN YANG MENGUNTUNGKAN DARI


JAGUNG DAN CASSAVA
Pada jagung, kandungan kalori, protein, dan kalsium lebih tinggi daripada pada
beras. Selain itu, jagung juga mengandung vitamin B2 sedangkan pada beras tidak
ada.
Pada cassava, kandungan yang lebih tinggi daripada beras adalah kalori, vitamin
B1, zat besi, dan fosfor. Selain itu juga, pada cassava terkandung vitamin C dan
serat yang tidak ada pada beras.
PROSPEK TEPUNG CASSAVA SEBAGAI BAHAN PANGAN
ALTERNATIF DARI SEGI KEMUNGKINAN MENJADI BAHAN
PANGAN OLAHAN DAN SUBSTITUSI BAHAN LAIN
Untuk mengangkat status singkong agar menjadi bahan pangan yang mempunyai
prestise cukup baik, Badan Litbang Pertanian akan menyelenggarakan Talk Show
Singkong Sumber Pangan Sehat : Kupas Tuntas Manfaat Singkong. Acara ini
akan digelar pada 12 Mei 2007, jam 10.00 di Gedung Semanggi Expo, Jakarta.
Talk Show tersebut akan diselenggarakan di sela-sela acara pameran Agro &
Food Expo yang berlangsung pada tanggal 10 13 Mei 2007, di Panggung Utama
gedung Semanggi Expo Jakarta. Talk Show akan menghadirkan pembicara antara
lain para praktisi, peneliti, pengusaha tepung kasava dan industri makanan, serta
perwakilan masyarakat yang menjadikan singkong sebagai makanan pokok.
Acara akan dipandu oleh salah seorang selebriti ternama yang peduli akan
sumber-sumber pangan sehat yaitu Dik Doank.
Beberapa penelitian telah mengungkapkan bahwa singkong setelah diproses
menjadi tepung kasava merupakan salah satu tepung yang paling cocok sebagai
pengganti terigu. Ketiadaan gluten pada tepung kasava perlu dilihat sebagai
keunggulan, sehingga secara kesehatan dapat digunakan untuk diet bagi penderita
autis.
Penganan seperti mie dan roti menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari,
yang menandakan bahwa penggunaan terigu untuk dua produk tersebut sangatlah
tinggi. Penelitian juga mengungkapkan bahwa kemampuan substitusi tepung
kasava pada mie dan kue kering/biskuit dapat mencapai 50%, untuk roti 25%
sedangkan untuk cake dapat mengganti 100% terigu. Dengan demikian, peluang
tepung kasava sebagai sumber pangan sangat besar.
Persepsi Masyarakat bahwa Singkong Masih Inferior di Mata Masyarakat
Singkong adalah salah satu sumber karbohidrat yang kita kenal sebagai
bangsa Indonesia selain sagu, jagung dan ubi jalar. Namun singkong dengan
kandungan gizi yang tidak kalah dengan beras masih dipandang sebelah mata oleh
para masyarakat sebagai pangan berkelas rendah.

Ini tidak terlepas dari konstruksi budaya warisan kolonial yang sudah
berlangsung ratusan tahun yang membentuk persepsi salah dengan menyudutkan
singkong sebagai pangan inferior. Oleh Belanda, singkong yang menjadi bahan
dasar gaplek (singkong yang telah dikupas dan dijemur) atau tapioka
diperkenalkan sebagai makanan kuli kontrak. Karena itu, singkong dan pangan
jenis pangan umbi-umbian lain dianggap sebagai pangan berkelas rendah.
Bagi orang Jawa, terutama di pedesaan, tiwul (makanan yang dibuat dari
tepung gaplek diberi gula sedikit kemudian dikukus, dapat dimakan bersama
kelapa parut yang telah diberi sedikit garam) itu merupakan warisan budaya, dan
sejak dahulu merupakan makanan pokok. Ketika gaya hidup masyarakat berubah
dan budaya makan nasi lebih dominan, budaya makan tiwul pun terpinggirkan.
Gaplek, tiwul, dan masakan olahan yang menggunakan bahan singkong menjadi
makanan "kelas dua", kehilangan gengsi. Tiwul lalu identik dengan makanan
orang miskin, inferior, bahkan sebagian untuk pakan ternak.
Nyatanya, realita bahwa singkong menjadi makanan inferior pun
merupakan salah satu masalah pangan di Indonesia dewasa ini, hal ini tampak saat
diadakannya pameran Agro and Food Expo yang merupakan agenda rutin promosi
yang diselenggarakan Direktorat P2HP Departemen Pertanian. Acara tersebut
diselenggarakan pada tanggal 10-13 Mei 2007, dan bertempat di Semanggi Expo,
Jakarta.
Pada saat mengunjungi stand Departemen Pertanian, Menteri Pertanian
menekankan pentingnya diversifikasi pangan serta mengharapkan bahwa
singkong bukanlah komoditas inferior, tetapi juga mampu bersaing dengan beras
sebagai bahan pangan pokok.
Publikasi BB Pascapanen mengenai teknologi pengolahan singkong
menarik banyak minat pengunjung pameran. Selama empat hari pameran tercatat
jumlah pengunjung stand Badan Litbang termasuk stand BB Pascapanen
mencapai 200 orang per hari. Pengunjung umumnya berasal dari perwakilan
pemda, beberapa perusahaan serta peminat teknologi pangan.
Berbagai produk olahan dan komposisi zat gizi dari singkong
menunjukkan, inferioritas singkong bisa didongkrak menjadi makanan bergengsi
dan bermanfaat bagi kesehatan. Bukan hal yang mustahil bahwa kelak singkong
akan menjadi makanan yang tidak "memalukan" dikonsumsi kelas atas, sekaligus
"terjangkau" oleh kelas bawah.
Ada sebuah tajuk rencana di Suara Pembaruan yang justru malah
memberikan persepsi yang salah pada masyarakat pertama, tiwul bukan makanan
yang layak dikonsumsi, kedua, tiwul makanan orang miskin, ketiga, tiwul
makanan yang dikonsumsi karena terpaksa akibat persediaan beras habis.
Pandangan seperti itu justru memperlemah ketahanan pangan kita, dan
menghambat diversifikasi pangan untuk memperoleh gizi seimbang. Masyarakat
akan malu kalau tidak makan nasi (beras), malu makan singkong, ubi jalar dan
banyak lagi sumber karbohidrat negeri ini yang layak dikonsumsi.
PERMASALAHAN
DAN
KENDALA-KENDALA
KULTUR/POLA MAKAN DARI BERAS KE NON BERAS
Permasalahan
Tabel: Perkembangan Konsumsi Pangan Pokok (Kg/kap)

MENGUBAH

Tahun Beras Jagung Ubi


kayu
2002 115,5 3,4
12,8
2003 109,7 2,8
12,0
2004 107,0 3,2
15,1
2005 105,2 3,3
15,0
2006 104,0 3,0
12,6

Ubi
jalar
2,8
3,3
5,4
4,0
3,2

Sagu Umbi
lainnya
0,3
0,5
0,3
0,6
0,4
0,7
0,5
0,6
0,5
0,6

Sumber : Susenas, BPS, diolah Badan Ketahanan Pangan.


Pemenuhan kebutuhan karbohidrat masyarakat kita saat ini memang masih
didominasi oleh beras. Indonesia merupakan salah satu negara pemakan beras
tertinggi di dunia. Tidak mengherankan bahwa hampir 60 persen konsumsi
karbohidrat kita, didominasi oleh padi-padian. Padahal menurut ahli gizi,
harusnya seimbang antara padi-padian dan umbi-umbian dan lainnya. Hal inilah
yang harus dikoreksi agar tercipta sumber daya manusia yang sehat.
Secara sederhana apabila dalam 1 hari kita makan nasi (beras) 2 kali, dan
makan umbi-umbian 1 kali, dengan asumsi per orang 0,1 kg beras sekali makan,
maka untuk 220 juta rakyat Indonesia kita bisa meng- hemat konsumsi beras 220
x 365x 0,1 juta kg atau setara 8 juta ton per tahun.
Diversifikasi sebenarnya sudah dapat dilakukan sejak dahulu karena alam
raya Indonesia ini sangat subur sehingga dapat ditanami bermacam-macam
tanaman. Singkong contohnya, singkong mampu menghasilkan 30-60 ton/ha.
Bandingkan dengan beras yang hanya 4-6 ton/ha. Singkong dapat beradaptasi
secara luas di daerah yang beriklim tropis. Di Indonesia, tanaman singkong dapat
tumbuh dan berproduksi di daerah dataran rendah sampai dataran tinggi, dari
ketinggian 10.000 sampai 1.500 meter di atas permukaan laut. Singkong sangat
cocok dikembangkan di lahan- lahan marginal, kurang subur, dan kurang sumber
air.
Setiap tahun soal perberasan selalu menjadi topik diskusi yang menarik di
negeri ini. Berbagai faktor yang mempengaruhi komoditas satu ini pasti disorot
oleh berbagai kalangan: pengamat, birokrat, politisi, dan masyarakat dari berbagai
lapisan. Kekurangan stok pemerintah misalnya memicu kenaikan harga konsumen
yang memaksa kita harus mengimpor.
Sebaliknya kelebihan stok akibat panen yang membaik cenderung memicu
jebloknya harga gabah yang mengharuskan Bulog sibuk menyerap surplus guna
mengisi stok nasional.
Maklumlah, beras sampai saat ini masih dinomorsatukan sebagai pangan
pokok sehingga pemerintah akan selalu mengintervensi urusan beras ini. Indikator
utama yang sering menjadi debat publik adalah produksi, harga, stok, dan impor.
Ini yang mendominasi pemberitaan di media kita. Hal yang amat penting yaitu sisi
konsumsi amat sering terlupakan.
Tingkat konsumsi kita adalah 139.15 kg/kap/thn menurut Dewan
Ketahanan Pangan. Konsumsi ini termasuk pangan, kebutuhan industri, dan pakan
ternak. Tingkat konsumsi ini sangat tinggi untuk ukuran internasional.
Bandingkan konsumsi negara lain, seperti Jepang 45 kg/kap/th, Malaysia 80

kg/kap/th dan Thailand 90 kg/kap/th. Konsumsi rata-rata dunia saat ini adalah
56,9 kg/kap/th.
Jika tingkat konsumsi beras ini tidak menurun, dipastikan akan
mengancam ketahanan pangan kita karena keterbatasan lahan, laju kenaikan
penduduk, dan terobosan teknologi menaikkan produktivitas.
Kendala
1. Kendala Internal
paradigma yang telah mendarah daging di masyarakat umum
bahwa bila belum makan nasi maka belum dianggap makan.
Minimnya pengetahuan masyarakat akan kandungan gizi
makanan pokok lain selain beras sehingga menciptakan rasa
enggan.
Minimnya pengetahuan dalam cara pengolahan makanan pokok
lain non beras.
Minimnya pengetahuan akan cara penanaman yang baik dan
benar guna mendapatkan hasil yang optimal.
Anggapan bahwa makan nasi = modern sehingga masyarakat
berlomba-lomba untuk menjadi seperti itu.
Keinginan masyarakat untuk sejajar dengan masyarakat lain
sehingga menimbulkan usaha untuk setara.
2. Kendala Eksternal
Ketersediaan makanan pokok lain yang masih minim.
Walau harga relatif lebih murah, tetapi masyarakat masih awam
akan kualitas.
Kesesuaian iklim tanam makanan pokok lain dengan daerah
setempat.
Kurangnya dukungan dari sektor industri.
Adanya kebijakan berasnisasi pada masa yang lalu.
Keuntungan usaha tani makanan pokok ini kecil, sehingga
menghambat motivasi petani untuk meningkatkan produksinya.
Daya tahan / keawetan makanan.
Pemerintah kurang memberikan antusiasme pada usaha
pengalihan kultur ini.
Semakin meningkatnya impor beras menandakan bahwa
kebutuhan masyarakat akan beras semakin meningkat.

Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan merupakan masalah global, sering dihubungkan dengan kebutuhan,
kesulitan dan kekurangan di berbagai keadaan hidup. Sebagian orang memahami
istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya
dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut

ilmiah yang telah mapan. Istilah "negara berkembang" biasanya digunakan untuk
merujuk kepada negara-negara yang "miskin".
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan absolut,
kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural.

Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya


berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan,
pendidikan.
Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas
garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat
sekitarnya.
Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau
sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat
kehidupannya sekalipun ada usaha dari fihak lain yang membantunya.

Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:

Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan


sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan
dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan
pelayanan dasar.
Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial,
ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam
masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan
sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup
masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang
ekonomi.
Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai.
Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian
politik dan ekonomi di seluruh dunia.

Lebih lanjut, garis kemiskinan merupakan ukuran rata-rata kemampuan


masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum. Melalui
pendekatan sosial masih sulit mengukur garis kemiskinan masyarakat, tetapi dari
indikator ekonomi secara teoritis dapat dihitung dengan menggunakan tiga
pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendapatan, dan pengeluaran. Sementara
ini yang dilakukan Biro Pusat Statistik (BPS) untuk menarik garis kemiskinan
adalah pendekatan pengeluaran.
Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya mempunyai 49,5
juta jiwa penduduk yang tergolong miskin (Survai Sosial Ekonomi Nasional /

Susenas 1998). Jumlah penduduk miskin tersebut terdiri dari 17,6 juta jiwa di
perkotaan dan 31,9 juta jiwa di perdesaan. Angka tersebut lebih dari dua kali lipat
banyaknya dibanding angka tahun 1996 (sebelum krisis ekonomi) yang hanya
mencatat jumlah penduduk miskin sebanyak 7,2 juta jiwa di Perkotaan dan 15,3
juta jiwa perdesaan. Akibat krisis jumlah penduduk miskin diperkirakan makin
bertambah.
Berbagai persoalan kemiskinan penduduk memang menarik untuk disimak dari
berbagai aspek, sosial, ekonomi, psikologi dan politik.
Aspek sosial terutama akibat terbatasnya interaksi sosial dan penguasaan
informasi.
Aspek ekonomi akan tampak pada terbatasnya pemilikan alat produksi,
upah kecil, daya tawar rendah, tabungan nihil, lemah mengantisipasi
peluang.
Aspek psikologi terutama akibat rasa rendah diri, fatalisme, malas, dan
rasa terisolir.
Aspek politik berkaitan dengan kecilnya akses terhadap berbagai fasilitas
dan kesempatan, diskriminatif, posisi lemah dalam proses pengambil
keputusan.

Penyebab kemiskinan
Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yakni kemiskinan
alamiah dan karena buatan.
Kemiskinan alamiah terjadi antara lain akibat sumber daya alam yang
terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam.
Kemiskinan "buatan" terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di
masyarakat membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu
menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia,
hingga mereka tetap miskin. Maka itulah sebabnya para pakar ekonomi
sering mengkritik kebijakan pembangunan yang melulu terfokus pada
pertumbuhan ketimbang pemerataan.
Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:
penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai
akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan
keluarga;

penyebab sub-budaya ("subcultural"), yang menghubungkan kemiskinan


dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan
sekitar;

penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang
lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi;

penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan


merupakan hasil dari struktur sosial.

Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai


akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negera terkaya per kapita di
dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja
miskin; yaitu, orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun
masih gagal melewati atas garis kemiskinan
Kriteria Keluarga Miskin
Gakin = Keluarga Miskin = Poor family:
Kriteria Gakin menurut BKKBN :
keluarga yang tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih dari enam indikator
penentu kerniskinan alasan ekonomi.
Enam indikator penentu kemiskinan tersebut adalah:
1. Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih
2. Anggota keluarga memiliki pakaian berbeda untuk dirumah, bekerja/
sekolah dan bepergian
3. Bagian lantai yang terluas bukan dari tanah
4. Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging/ikan/telor
5. Setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu
stel pakaian baru
6. Luas lantai rumah paling kurang delapan meter persegi untuk tiap
penghuni
Kriteria Gakin menurut BPS:
menggunakan pendekatan basic needs
1. kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk
memenuhi kebutuhan makanan maupun non makanan yang bersifat
mendasar.
2. Batas kecukupan pangan dihitung dari besarnya rupiah yang dikeluarkan
untuk makanan yang memenuhi kebutuhan minimum energi 2100 kalori
perkapita perhari.
3. Batas kecukupan non makanan dihitung dari besarnya rupiah yang
dikeluarkan untuk non makanan yang memenuhi kebutuhan minimum
seperti perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan & transportasi.
Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia

Dari beberapa kriteria (BPS, LIPI, Bank Dunia)


Jumlah penduduk miskin di indonesia menurut BPS (Biro Pusat Statistik)
Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan standar penghasilan masyarakat
miskin yang moderat, yakni US$1,55 per hari.
Menurut data BPS, jumlah penduduk miskin pada Maret 2007 menurun
menjadi 37,2 juta jiwa (16,6%) dari 39,3 juta jiwa (17,7%) pada Maret 2006
Pada tanggal 2 Juli 2007 yang lalu, pemerintah Indonesia melalui Badan
Pusat Statistik (BPS) secara resmi mengumumkan jumlah penduduk miskin turun
menjadi 37,17 juta orang atau 16,58 persen dari total penduduk Indonesia selama
periode bulan Maret 2006 sampai dengan Maret 2007. Pada periode sebelumnya,
bulan Maret 2006, jumlah penduduk miskin Indonesia sebanyak 39,30 juta atau
sebesar 17,75 persen dari total jumlah penduduk Indonesia tahun tersebut.
Lebih rinci, jumlah penduduk miskin di perdesaan turun lebih tajam dari pada di
perkotaan sebanyak 1,20 juta orang miskin yaitu dari 24,81 juta pada tahun 2006
menjadi 23,61 juta pada tahun 2007, sementara di perkotaan turun sebanyak 0,93
juta orang yaitu 14,49 juta pada tahun 2006 menjadi 13,56 juta pada tahun 2007.
Seseorang dikategorikan miskin jika memiliki rata-rata penghasilan per kapita per
bulan di bawah Garis Kemiskinan yang ditentukan oleh BPS. Garis Kemiskinan
adalah jumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk memenuhi
kebutuhan makanan setara 2.100 kilo kalori per orang per hari serta untuk
memenuhi kebutuhan non-makanan berupa perumahan, pakaian, kesehatan,
pendidikan, transportasi, dan aneka barang/jasa lainnya.
Selama Maret 2006 sampai dengan Maret 2007, Garis Kemiskinan naik
sebesar 9,67 persen, yaitu dari Rp.151.997 per kapita per bulan pada Maret 2006
menjadi Rp.166.697 per kapita per bulan pada Maret 2007. Dengan memerhatikan
komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan
(GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan
komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan
makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan) dalam mempengaruhi
nilai Garis Kemiskinan. Pada bulan Maret 2006, sumbangan GKM terhadap GK
sebesar 75,08 persen, tetapi pada bulan Maret 2007, peranannya hanya turun
sedikit menjadi 74,38 persen.
Perhitungan jumlah penduduk miskin tersebut didasarkan atas data Survei
Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel Modul Konsumsi bulan Maret 2007 dan
didukung oleh data hasil Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKD),
yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing
komoditi pokok bukan makanan. Turunnya jumlah penduduk miskin yang
disampaikan oleh BPS tersebut banyak mendapat respon dari berbagai kalangan.
Sebagian ada yang bisa menerima hal tersebut dengan alasan bahwa kebijakan
tentang upaya penanggulangan kemiskinan yang dikeluarkan oleh pemerintah
selama kurun waktu satu tahun ini telah berhasil mengentaskan orang miskin.
Sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Deputi Kepala BPS Bidang
Statistik Sosial Arizal Ahnaf, bahwa penduduk miskin telah berhasil

memanfaatkan peluang meningkatnya uang beredar di masyarakat dengan adanya


BLT (bantuan langsung tunai) tahun 2006 untuk kegiatan produktif sehingga
dapat mencapai kondisi dimana tidak masuk dalam golongan miskin lagi.
Meskipun pendapat ini tidak di dukung dengan data yang mencerminkan
peningkatan pendapatan tersebut, pendapatan tersebut tentunya beralasan jika
melihat fakta bahwa penurunan jumlah penduduk miskin terjadi di saat Garis
Kemiskinan mengalami kenaikan. Kenaikan Garis Kemiskinan menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan konsumsi masyarakat yang didasari asumsi akibat dari
adanya peningkatan pendapatan

Jumlah penduduk miskin di indonesia berdasarkan LIPI (Lembaga Ilmu


Pengetahuan Indonesia)
Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi akan menyebabkan
jumlah penduduk miskin dan penganggur melonjak. Berdasarkan analisis
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),jumlah penduduk miskin pada akhir
2008 akanmencapai41,1jutajiwa(21,92%), naik 4,7 juta jiwa dibandingkan Maret
2007 yang sebesar 37,2 juta jiwa (16,58%). Kenaikan harga BBM meningkatkan
garis kemiskinan menjadi Rp195.000/orang/bulan sehingga semakin banyak
masyarakat yang menjadi miskin, kata peneliti ekonomi Pusat Penelitian
Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2E LIPI) Maxensius Tri
Sambodo di Jakarta kemarin. Simulasi dampak sosial ekonomi kenaikan harga
BBM yang dirilis P2E LIPI menunjukkan,program bantuan langsung tunai (BLT)
hanya mampu menahan 12 juta orang untuk tidak jatuh miskin. Bila tanpa BLT,
jumlah orang miskin diperkirakan mencapai 53,7 juta jiwa (28,64%).

Jumlah penduduk miskin di indonesia berdasarkan Bank Dunia


Bank Dunia menyebutkan lebih dari 110 juta jiwa penduduk Indonesia
tergolong miskin karena masih hidup dengan penghasilan di bawah 2 dollar AS
atau Rp 18.310 per hari. Jumlah penduduk miskin itu setara dengan gabungan dari
jumlah penduduk Malaysia, Vietnam, dan Kamboja sehingga sebagian besar
penduduk miskin di Asia Tenggara berada di Indonesia. (Jakarta, Kompas).
Kerentanan untuk jatuh miskin sangat tinggi di Indonesia. Bank Dunia
menyebutkan, ada tiga ciri menonjol dari kemiskinan di Indonesia.
Pertama, banyak rumah tangga yang berada di sekitar garis kemiskinan
yang setara dengan pendapatan perkapita US$ 1,55 per hari. Sehingga
banyak penduduk yang meskipun tergolong tidak miskin, rentan terhadap
kemiskinan.

Kedua, ukuran kemiskinan didasarkan pada pendapatan sehingga tidak


menggambarkan batas kemiskinan yang sebenarnya. Banyak orang yang
mungkin tidak tergolong miskin dari segi pendapatan, tapi dikategorikan
sebagai miskin atas dasar kurangnya akses terhadap pelayanan dasar. Serta
rendahnya indikator-indikator pembangunan manusia.

Ketiga, mengingat sangat luas dan beragamnya wilayah Indonesia,


perbedaan antar daerah merupakan ciri mendasar dari kemiskinan di
Indonesia.

Sedangkan dana yang dikucurkan untuk program kemiskinan, dinilai tidak


menyentuh langsung ke permasalahan kemiskinan. Anggaran kemiskinan sebesar
Rp 54 triliun di 2007 dan Rp 62 triliun di 2008, menurut Imam Sugema, dari nilai
Rp 54 triliun itu yang langsung bersentuhan dengan kemiskinan hanya Rp 5
triliun.
Penanggulangan Kemiskinan
Menghilangkan kemiskinan
Tanggapan utama terhadap kemiskinan adalah:

Bantuan kemiskinan, atau membantu secara langsung kepada orang


miskin. Ini telah menjadi bagian pendekatan dari masyarakat Eropa sejak
jaman pertengahan.
Bantuan terhadap keadaan individu. Banyak macam kebijakan yang
dijalankan untuk mengubah situasi orang miskin berdasarkan perorangan,
termasuk hukuman, pendidikan, kerja sosial, pencarian kerja, dan lain-lain.
Persiapan bagi yang lemah. Daripada memberikan bantuan secara
langsung kepada orang miskin, banyak negara sejahtera menyediakan
bantuan untuk orang yang dikategorikan sebagai orang yang lebih
mungkin miskin, seperti orang tua atau orang dengan ketidakmampuan,
atau keadaan yang membuat orang miskin, seperti kebutuhan akan
perawatan kesehatan.

Teori ekonomi mengatakan bahwa untuk memutus mata rantai lingkaran


kemiskinan dapat dilakukan peningkatan keterampilan sumber daya manusianya,
penambahan modal investasi, dan mengembangkan teknologi. Melalui berbagai
suntikan maka diharapkan produktifitas akan meningkat.
Program-program kemiskinan sudah banyak dilaksanakan di berbagai negara.
Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat program penanggulangan kemiskinan
diarahkan untuk:

meningkatkan kerja sama ekonomi antar negara bagian


memperbaiki kondisi permukiman perkotaan dan perdesaan

perluasan kesempatan pendidikan dan kerja untuk para pemuda

penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi orang dewasa

pemberian bantuan kepada kaum miskin usia lanjut

Selain program pemerintah, juga kalangan masyarakat ikut terlibat


membantu kaum miskin melalui organisasi kemasyarakatan, gereja, dan
lain sebagainya.

Di Indonesia program-program penanggulangan kemiskinan sudah banyak pula


dilaksanakan, seperti :

pengembangan desa tertinggal,


perbaikan kampong

gerakan terpadu pengentasan kemiskinan

Sekarang pemerintah menangani program tersebut secara menyeluruh, terutama


sejak krisis moneter dan ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan
tahun 1997, melalui program-program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Dalam JPS
ini masyarakat sasaran ikut terlibat dalam berbagai kegiatan.

Hubungan antara Konsumsi Nasi Aking dengan Diare


Nasi aking adalah nasi basi yang dikeringkan. Pada saat proses
pengeringan dari nasi basi, dibutuhkan sinar matahari yang benar-benar terik.
Musim hujan menjadi persoalan saat mengeringkan nasi aking. Biasanya nasi
aking dimanfaatkan untuk makanan ternak, seperti bebek dan ayam. Dalam
keadaan terpaksa, nasi aking juga menjadi makanan untuk manusia. Namun, nasi
aking yang akan dimakan itu harus diolah dan dimasak terlebih dulu. Seperti
beras, sebelum dimasak nasi aking dicuci. Perlu diingat, pencucian yang kurang
bersih mengakibatkan kuman-kuman menempel pada nasi aking. Untuk
menghilangkan bau, nasi aking dipisahkan dari kotoran yang menempelnya.
Untuk mengurangi rasa asam akibat jamur, nasi aking diberi kunyit. Bagi orang
yang baru menyantapnya, bisa muntah karena bau basi yang menyengat.
Dalam prosesnya memang nasi aking adalah nasi basi yang kotor karena
sudah terkena debu, jamur serta kerikil/pasir. Nasi aking juga tidak ada
kandungan gizi, seperti mineral, dan protein. Basi itu terjadi karena sudah ada
pembusukan dari bakteri pengurai terhadap makanan tersebut. Hasilnya
menimbulkan bau tidak sedap, dan racun yang kalo dalam skala besar bisa
membahayakan tubuh kita. Ketika dijemur, kadang ada lalat yang hinggap dan
bila kondisinya lembab bisa menyebabkan munculnya jamur. Nasi aking yang
terkontaminasi jamur bisa yang mengakibatkan orang keracunan. Nasi aking yang
sudah kering bisa digoreng. Memakannya bisa bersama lauk, bisa pula sekadar
jadi camilan.
Nasi aking sebetulnya tidak terlampau berbahaya jika dikonsumsi. Hanya,
kandungan vitaminnya berkurang. Salah satunya vitamin B12. Vitamin hilang
lantaran nasi dicuci berulang-ulang. Vitamin B12 memiliki sifat larut dalam air.
Selain itu, vitamin B12 rusak jika dipanaskan. Meski begitu, kandungan
karbohidratnya masih ada. Disarankan, agar mengonsumsi nasi aking bersama
sayuran atau ditambah buah-buahan. Keduanya berfungsi mengganti kandungan
vitamin yang hilang.

Makanan sekalipun diperlukan untuk hidup dapat mengakibatkan sakit bila


mengandung bakteri atau parasit berbahaya atau mengandung bahan kimia
beracun.
Diare
Diare adalah suatu keadaan dimana defekasi encer lebih dari tiga kali
sehari, dengan atau tanpa darah dan / atau lendir dalam tinja. Penyakit ini
ditularkan secara fecal-oral melalui makanan dan minuman yang tercemar.
Kebanyakan penyebab diare merupakan kombinasi dari sumber air yang tercemar,
kekurangan protein dan kalori yang dapat menyebabkan menurunnya daya tahan
badan.
70-90% penyebab diare saat ini sudah dapat diketahui dengan pasti.
Penyebab diare salah satunya adalah infeksi oleh bakteri (Shigella, Salmonella, E.
coli, golongan vibrio Vibrio cholera), virus (rotavirus, adenovirus), parasit
(protozoa, cacing perut, jamur). Selain itu juga dapat karena keracunan bahanbahan kimia dan keracunan racun yang dikandung atau diproduksi.
Kuman penyebab diare:
1. Kolera

mengeluarkan toksin

kuman tetap berada di luar dan tidak masuk ke dalam


dinding usus maupun pembuluh darah atau jaringan

toksin yang dikeluarkan merangsang adenyl cyclase


mempengaruhi ATP menjadi cyclic AMP mengubah
fungsi sel epitel mengeluarkan air serta elektrolit yang
banyak diare

2. Escherichia coli

Dibagi tiga:
o Enteropathogenic (EPEC) tipe klasik
o Enterotoksigeuic (ETEC) seperti kolera
o Enteroinvasive (EIEC) seperti disentri

3. Shigella

Dikeluarkan melalui tinja

Menyebar melalui makanan, air, lalat

4. Salmonella

Dapat berada dalam tinja selama berbulan-bulan

Macam-macam diare:
1. Diare sekresi

Infeksi virus, kuman pathogen dan apatogen

Hiperperistaltik usus halus yang dapat disebabkan oleh


bahan kimia, makanan (keracunan makanan, makanan
yang pedas, makanan yang terlalu asam), gangguan psikis
(ketakutan, gugup, gangguan syaraf, hawa dingin, alergi)

Defisiensi imun terutama SIgA (secretory immunoglobulinA) yang mengakibatkan terjadinya berlipatgandanya bakteri
atau flora usus, dan jamur.

2. Diare osmotic

Malabsorpsi makanan

Kekurangan kalori protein

Berbagai macam makanan penyebab diare

Peta Rawan Pangan di Indonesia

Data Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (SDA) Departemen Pekerjaan


Umum menyebutkan, lebih dari 83 persen ketersediaan air dari aliran permukaan
di negeri ini terkonsentrasi di Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Sekitar 17
persen lainnya tersedia di Jawa, Bali, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Padahal, 60
persen kebutuhan air untuk rumah tangga, pertanian, industri, dan keperluan lain
terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Bali.
Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara jelas terhitung sebagai daerah yang defisit
air. Kebutuhan air pada musim kemarau 2003 di Jawa dan Bali, misalnya,
terhitung sebesar 38,4 miliar meter kubik, sedangkan ketersediaan air permukaan
pada periode waktu itu hanyalah 25,3 miliar meter kubik. Sementara di Nusa
Tenggara, kebutuhan air mencapai 4,3 miliar meter kubik, sedangkan ketersediaan
air 4,2 miliar meter kubik.
Berdasarkan indeks komposit, kabupaten Jayawijaya menempati peringkat
pertama dengan derajat kerawanan paling parah di Indonesia. Akan tetapi
berdasarkan indikator tunggal, bobot terbesar yang menyebabkan kabupaten
Jayawijaya berada pada posisi tersebut adalah indikator penduduk miskin, wanita
buta huruf, akses penduduk terhadap listrik, akses jalan yang memadai, dan akses
penduduk terhadap air bersih.
Penyebab kerawanan pangan dan rawan gizi kronis di Kabupaten
Jayawijaya sangat komplek mencakup berbagai aspek sosial, budaya, ekonomi,
dan perhatian pemerintah. Secara terperinci penyebabnya adalah:
a) Topografi wilayah yang bergunung/berbukit-bukit

b) Musim yang tidak menentu


c) Keterisolasian wilayah dan sarana transportasi terbatas
d) Pola pertanian yang masih tradisional dan ketersediaan pangan
yang tergantung pada alam
e) Pemasaran hasil pertanian terbatas di ibukota kabupaten saja
f) Proses pemekaran wilayah di era otonomi daerah
g) Penyimpangan dana APBN dan otonomi khusus tahun 2004 dan
2005
h) Pola paternalistik dan ikatan klien yang kuat
i) Pendidikan dan pengetahuan masih rendah
j) Konsumsi pangan tergantung pada komoditas yang ditanam dan
dihutan
k) Pengelolaan lahan komunal dan tergantung pada kepala klien/adat
l) Peran gender yang tidak seimbang
Selanjutnya dari 29 kabupaten di Jawa Timur, 40 persen atau sebanyak 12
kabupaten termasuk rawan pangan. Sementara itu, Nusa Tenggara Barat, yang
terdiri atas enam kabupaten, seluruhnya dinyatakan rawan pangan. Kedua belas
kabupaten di Jatim yang dinyatakan rawan pangan adalah Bangkalan, Sampang,
Sumenep, Pamekasan, Tuban, Bojonegoro, Probolinggo, Situbondo, Bondowoso,
Lumajang, Malang, dan Pacitan. Di NTB, kabupaten yang rawan pangan itu
adalah Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa, Dompu, dan
Bima.
Ini memang mengejutkan. Menurut data ketersediaan pangan, dari 29
kabupaten di Jawa Timur hanya Kabupaten Sidoarjo yang mengalami defisit
pangan. Selebihnya merupakan daerah surplus pangan. Begitu juga di NTB,
keenam kabupatennya adalah daerah surplus pangan.
Ketersediaan pangan pada suatu daerah tidak dapat menjadi penentu
daerah tersebut bebas dari rawan pangan. Bisa jadi daerah tersebut kaya akan
bahan pangan, tetapi kesadaran penduduknya sangat kurang untuk mengonsumsi
sesuai dengan nilai gizi atau penduduknya sangat miskin sehingga tidak mampu
membeli bahan pangan. Kerawanan pangan juga disebabkan kesulitan
aksesibilitas dan ketersediaan lahan yang semakin berkurang.
Penilaian kerawanan pangan merupakan manifestasi dari empat faktor
utama, yaitu ketersediaan pangan, akses terhadap pangan dan penghasilan,
pemanfaatan atau penyerapan pangan, serta kerentanan pangan. Untuk hasil yang
lebih akurat, penentuan penilaian rawan pangan didasarkan pada 15 indikator
yang merupakan turunan dari keempat faktor utama tersebut.
Indikator penilaian pertama adalah berdasarkan faktor ketersediaan
pangan, yaitu konsumsi per kapita normatif dibandingkan dengan ketersediaan
bersih beras dan jagung.
Empat indikator lainnya didasarkan pada faktor akses terhadap pangan dan
penghasilan, yaitu persentase orang miskin, persentase orang yang bekerja kurang
dari 15 jam per minggu, persentase orang yang tidak tamat sekolah dasar, serta
persentase rumah tangga dengan akses listrik.
Tujuh indikator berikutnya didasarkan pada faktor penyerapan pangan,
yaitu harapan hidup anak berumur satu tahun, balita bergizi kurang, persentase
perempuan buta huruf, persentase anak yang tidak diimunisasi, persentase orang

dengan akses air bersih, persentase orang yang bertempat tinggal lebih dari lima
kilometer dari puskesmas, dan rasio jumlah orang per dokter terhadap kepadatan
jumlah penduduk.
Tiga indikator terakhir merupakan turunan dari faktor kerentanan pangan,
yaitu persentase areal hutan per kabupaten, areal lahan degradasi, dan areal
penanaman padi yang mengalami puso. Persentase area yang mengalami
pengurangan vegetasi alamiah berkepanjangan dan penanaman padi yang
mengalami kerusakan total akan semakin menambah tingkat kerawanan pangan.
Tinggi rendahnya tingkat persentase dan skala penilaian keempat faktor itu
di setiap daerah akan menentukan apakah daerah tersebut termasuk dalam
kategori rawan pangan atau tahan pangan. Masing-masing kategori dibedakan lagi
menjadi kerawanan/ ketahanan pangan sangat tinggi, tinggi, atau cukup.
Dari dua provinsi yang dipetakan tingkat kerawanan pangannya, terdapat
enam kabupaten yang dinyatakan mempunyai tingkat kerawanan pangan paling
tinggi. Keenam kabupaten tersebut adalah Bangkalan, Sampang, Sumenep,
Lombok Barat, Lombok Tengah, dan Dompu.
Penilaian terhadap keenam kabupaten tersebut antara lain menunjukkan
tingginya tingkat penduduk miskin, sebagian besar penduduk tidak tamat sekolah
dasar (SD) dan buta huruf, banyak kasus balita kurang gizi, serta areal hutan dan
lahan yang terdegradasi sangat luas dibandingkan dengan luas kabupaten.
Kabupaten Sampang, misalnya, dari total penduduk sekitar 750.000 jiwa,
40 persennya adalah penduduk miskin, sama seperti Kabupaten Lombok Barat,
Lombok Tengah, dan Dompu yang masing-masing berpenduduk sekitar 670.000
jiwa, 750.000 jiwa, dan 181.000 jiwa. Kabupaten Bangkalan yang berpenduduk
sekitar 800.000 jiwa, hampir 30 persen penduduk miskin.
Peta kerawanan pangan ini juga menunjukkan 50 persen penduduk
Kabupaten Sampang tidak tamat SD, lebih kurang 50 persennya tidak mampu
mengakses air bersih dan listrik. Selain itu, hampir 25 persen anak berusia di
bawah lima tahun kurang gizi. Hal yang kurang lebih sama terjadi di lima
kabupaten lain yang paling rawan pangan di Jawa Timur dan NTB.
Selain itu, Kabupaten Sampang, Bangkalan, dan Sumenep hampir tidak
lagi memiliki areal hutan. Sedangkan Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah,
dan Dompu memiliki tingkat kerusakan lahan hingga 25 persen dari total luas
daerahnya.
Alternatif kebijakan penanggulangan rawan pangan dan gizi kronis adalah
dengan meningkatkan aksesibilitas terhadap pangan dan mendorong tumbuhnya
aktifitas perekonomian di tingkat wilayah dan rumah tangga.
Secara terinci, kebijakan tersebut untuk jangka pendek:
a) Pemberian bantuan pangan kepada rumah tangga rawan pangan
beresiko tinggi
b) Pengembangan paket bantuan sarana produksi pertanian, ternak
dan pembiayaan
c) Pengembangan usaha industri yang dapat memanfaatkan potensi
sumberdaya lokal khususnya hasil-hasil pertanian
d) Pemberdayaan kelembagaan pangan dan gizi yang sudah ada di
lingkungan masyarakat
Kebijakan untuk jangka menengah:

a) Peningkatan kapasitas lahan pertanian melalui upaya perluasan


areal dan atau peningkatan intensitas tanam
b) Mendorong berkembangnya divesifikasi pertanian dan diversifikasi
sumber usaha
c) Pembatasan luas absentee land
d) Peningkatan ketersediaan dan kualitas sarana dan prasarana untuk
meningkatkan aksesibilitas wilayah
e) Mengembangkan kesadaran sosial masyarakat dalam kegiatan
penanggulangan masalah pangan dan gizi
Kebijakan untuk jangka panjang:
a) Konservasi dan rehabilitasi daerah tangkapan air dan resapan air
b) Pengendalian laju pertambahan penduduk.
Adanya peta rawan pangan ini direkomendasikan kepada masing-masing
daerah guna meningkatkan produksi pertanian secara berkelanjutan, pengentasan
orang miskin, perubahan kerawanan pangan menuju ketahanan pangan, dan
peningkatan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana.
Menurut Menteri Kesehatan
Angka kecukupan gizi yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia disebut AKG
adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut
golongan umur,jenis kelamin,ukuran tubuh, aktivitas tubuh untuk mencapai
derajat kesehatan yang optimal
Kegunaan AKG diutamakan untuk :
1. Acuan dalam menilai kecukupan gizi
2. Acuan dalam menyusun makanan sehari-hari trmasuk perencanaan
makanan di intitusi
3. Acuan perhitungan dalam perencanaan penyediaan pangan tingkat regional
maupun nasional
4. Acuan pendidikan gizi
5. Acuan lebel pangan yang mencantumkan informasi nilai gizi
Besarnya AKG rata-rata per orang per hari menurut kelompok umur,jenis
kelamin, berat badan, dan tinggi badan

Kebutuhan gizi setiap individu berbeda, dipengaruhi oleh faktor-faktor dibawah


ini:
1. Umur: masa pertumbuhan dari janin, bayi, balita, usia remaja sampai dewasa
muda membutuhkan zat gizi cukup. Kekurangan zat gizi pada masa tersebut
akan mempengaruhi proses tumbuh kembang. Contoh: kurang yodium pada ibu
hamil menyebabkan anak kretin.

2. Jenis Kelamin: pada umumnya laki-laki memerlukan zat gizi lebih


dibandingkan
wanita karena luas permukaan tubuh maupun otot pada laki-laki lebih besar
daripada wanita. Namun kebutuhan Fe pada wanita cenderung lebih tinggi
karena wanita mengalami menstruasi.
dari sakit umumnya memerlukan zat
gizi yang lebih banyak. Namun pada penderita penyakit-penyakit tertentut seperti
jantung, diabetes mellitus, hipertensi dan penyakit degeneratif lain memerlukan
diet khusus dimana ada unsur zat gizi dengan jumlah tertentu yang harus
dibatasi.
3. Aktifitas: kegiatan atau pekerjaan sehari-hari yang lebih aktif baik fisik
maupun
mental memerlukan energi/kalori yang lebih banyak.
4. Wanita hamil dan orang yang baru sembuh
5. Lingkungan yang dingin membutuhkan kalori dan protein yang lebih.
Demikian
pula orang yang berada di lingkungan bahan nuklir harus mendapatkan suplemen
khusus (vitamin dan mineral) untuk melindungi sel-sel tambahan dari efek
radiasi.
Sehingga Angka Kecukupan Gizi (AKG) setiap individu akan berbeda sesuai
dengan
kondisi masing-masing.

No

Kelompok Umur

Berat Badan
(kg)

Tinggi
Badan (cm)

Energi
(Kkal)

Protein
(g)

Vit.A
(RE)

Vit.D
(ug)

Vit.E
(mg)

Vit.K
(ug)

Vit.B12
(ug)

Vit.C
(mg)

1
2
3
4
5

Anak
0-6 bln
7-12 bln
1-3 thn
4-6 thn
7-9 thn

6
8,5
12
17
25

60
71
90
110
120

550
650
1000
1550
1800

10
16
25
39
45

375
400
400
450
500

5
5
5
5
5

4
5
6
7
7

5
10
15
20
25

0.4
0,5
0,9
5
1,5

40
40
40
45
45

6
7
8
9
10
11
12

Laki-Laki
10-12 thn
13-15 thn
16-18 thn
19-29 thn
30-49 thn
50-64 thn
60+ thn

35
46
55
56
62
62
62

138
150
160
165
165
165
165

2050
2400
2600
2550
2350
2250
2050

50
60
65
60
60
60
60

600
600
600
600
600
600
600

5
5
5
5
5
10
15

11
15
15
15
15
15
15

35
55
55
65
65
65
65

1,8
2,4
2,4
2,4
2,4
2,4
2,4

50
75
90
90
90
90
90

13
14
15
16
17
18
19

Wanita
10-12 thn
13-15 thn
16-18 thn
19-29 thn
30-49 thn
50-64 thn
60+ thn

37
48
50
52
55
55
55

145
153
154
156
156
156
156

2050
2350
2200
1900
1800
1750
1600

50
57
50
50
50
50
50

600
600
600
500
500
500
500

5
5
5
5
5
10
15

11
15
15
15
15
15
15

35
55
55
55
55
55
55

1,8
2,4
2,4
2,4
2,4
2,4
2,4

50
65
75
75
75
75
75

20
21
22

Hamil (+an)
Timester 1
Timester2
Timester 3

+180
+300
+300

+17
+17
+17

+300
+300
+300

+0
+0
+0

+0
+0
+0

+0
+0
+0

+0,2
+0,2
+0,2

+10
+10
+10

23
24

Menyusui(+an)
6 bln pertama
6 bln kedua

+500
+550

+17
+17

+350
+350

+0
+0

+4
+4

+0
+0

+0,4
+0,4

+45
+45

No

Kelompok Umur

1
2
3
4
5

6
7
8
9
10
11
12

Berat Badan
(kg)

Tinggi
Badan (cm)

Energi
(Kkal)

Protein
(g)

Vit.A
(RE)

Vit.D
(ug)

Vit.E
(mg)

Vit.K
(ug)

Vit.B12
(ug)

Vit.C
(mg)

Anak
0-6 bln
7-12 bln
1-3 thn
4-6 thn
7-9 thn

6
8,5
12
17
25

60
71
90
110
120

550
650
1000
1550
1800

10
16
25
39
45

375
400
400
450
500

5
5
5
5
5

4
5
6
7
7

5
10
15
20
25

0.4
0,5
0,9
5
1,5

40
40
40
45
45

Laki-Laki
10-12 thn
13-15 thn
16-18 thn
19-29 thn
30-49 thn
50-64 thn
60+ thn

35
46
55
56
62
62
6

138
150
160
165
165
165
165

2050
2400
2600
2550
2350
2250
2050

50
60
65
60
60
60
60

600
600
600
600
600
600
600

5
5
5
5
5
10
15

11
15
15
15
15
15
15

35
55
55
65
65
65
65

1,8
2,4
2,4
2,4
2,4
2,4
2,4

50
75
90
90
90
90
90

No

Kelompok
Umur

Berat Badan
(kg)

Tinggi
Badan (cm)

Tiamin (mg)

Riboflavin
(mg)

Niasin (mg)

Asam Folat
(ug)

Piridoksin
(mg)

1
2
3
4
5

Anak
0-6 bln
7-12 bln
1-3 thn
4-6 thn
7-9 thn

6
8,5
12
17
25

60
71
90
110
120

0,3
0,4
0,5
0,6
0,9

0,3
0,4
0,5
0,6
0,9

2
4
6
8
10

65
80
150
200
200

0,1
0,3
0,5
0,6
1

6
7
8
9
10
11
12

Laki-Laki
10-12 thn
13-15 thn
16-18 thn
19-29 thn
30-49 thn
50-64 thn
60+ thn

35
46
55
56
62
62
62

138
150
160
165
165
165
165

1
1,2
1,3
1,2
1,2
1,2
1

1
1,2
1,3
1,3
1,3
1,3
1,3

12
14
16
16
16
16
16

300
400
400
400
400
400
400

1,3
1,3
1,3
1,3
1,3
1,7
1,7

13
14
15
16
17
18
19

Wanita
10-12 thn
13-15 thn
16-18 thn
19-29 thn
30-49 thn
50-64 thn
60+ thn

37
48
50
52
55
55
55

145
153
154
156
156
156
156

1
1,1
1,1
1
1
1
1

1
1
1
1,1
1,1
1,1
1,1

12
13
14
14
14
14
14

300
400
400
400
400
400
400

1,2
1,2
1,2
1,3
1,3
1,5
1,5

20
21
22

Hamil (+an)
Timester 1
Timester2
Timester 3

+0,3
+0,3
+0,3

+0,3
+0,3
+0,3

+4
+4
+4

+200
+200
+200

+0,4
+0,4
+0,4

23
24

Menyusui(+an)
6 bln pertama
6 bln kedua

+0,3
+0,3

+0,4
+0,4

+3
+3

+100
+100

+0,5
+0,5

No

Kelompok
Umur

Berat
Badan
(kg)

Tinggi
Badan
(cm)

Kalsium
(mg)

Fosfor
(mg)

Magnesium
(mg)

Besi
(mg)

Yodium
(ug)

Seng
(mg)

Selenium
(ug)

Mangan
(mg)

Flou
r
(mg)

1
2
3
4
5

Anak
0-6 bln
7-12 bln
1-3 thn
4-6 thn
7-9 thn

6
8,5
12
17
25

60
71
90
110
120

200
400
500
500
600

100
225
400
400
400

25
55
60
80
120

0,5
7
8
9
10

90
90
90
120
120

1,3
7,5
82
9,7
11,2

5
10
17
20
20

0,03
0,6
1,2
1,5
1,7

0,01
0,4
0,6
0,8
1,2

6
7
8
9
10
11
12

Laki-Laki
10-12 thn
13-15 thn
16-18 thn
19-29 thn
30-49 thn
50-64 thn
60+ thn

35
46
55
56
62
62
62

138
150
160
165
165
165
165

1000
1000
1000
800
800
800
800

1000
1000
1000
600
600
600
600

170
220
270
270
300
300
300

13
19
15
13
13
13
13

120
150
150
150
150
150
150

14
17,4
17
12,1
13,4
13,4
13,4

20
30
30
30
30
30
30

1,9
2,2
2,3
2,3
2,3
2,3
2,3

1,7
2,3
2,7
3
3
3
3

13
14
15
16
17
18
19

Wanita
10-12 thn
13-15 thn
16-18 thn
19-29 thn
30-49 thn
50-64 thn
60+ thn

37
48
50
52
55
55
55

145
153
154
156
156
156
156

1000
1000
1000
800
800
800
800

1000
1000
1000
600
600
600
600

180
230
240
240
270
270
270

20
26
26
26
26
12
12

120
150
150
150
150
150
150

12,6
15,4
14
9,3
9,8
9,8
9,8

20
30
30
30
30
30
30

1,6
1,6
1,6
1,8
1,8
1,8
1,8

1,8
2,4
2,5
2,5
2,7
2,7
2,7

20
21
22

Hamil (+an)
Timester 1
Timester2
Timester 3

+150
+150
+150

+0
+0
+0

+30
+30
+30

+0
+0
+0

+50
+50
+50

+1,7
+1,7
+1,7

+5
+5
+5

+0,2
+0,2
+0,2

+0,2
+0,2
+0,2

23
24

Menyusui(+an
6 bln pertama
6 bln kedua

+150
+150

+0
+0

+30
+30

+6
+6

+50
+50

+4,6
+4,6

+10
+10

+0,8
+0,8

+0,2
+0,2

Anda mungkin juga menyukai

  • Brica SC
    Brica SC
    Dokumen1 halaman
    Brica SC
    lusenhp
    Belum ada peringkat
  • Fitness
    Fitness
    Dokumen2 halaman
    Fitness
    lusenhp
    Belum ada peringkat
  • Latitude
    Latitude
    Dokumen1 halaman
    Latitude
    lusenhp
    Belum ada peringkat
  • Makan
    Makan
    Dokumen4 halaman
    Makan
    lusenhp
    Belum ada peringkat
  • Brica SC
    Brica SC
    Dokumen1 halaman
    Brica SC
    lusenhp
    Belum ada peringkat
  • Fitness
    Fitness
    Dokumen2 halaman
    Fitness
    lusenhp
    Belum ada peringkat
  • New Text Document
    New Text Document
    Dokumen3 halaman
    New Text Document
    lusenhp
    Belum ada peringkat
  • New Text Document
    New Text Document
    Dokumen6 halaman
    New Text Document
    lusenhp
    Belum ada peringkat
  • Surat Kunjungan
    Surat Kunjungan
    Dokumen1 halaman
    Surat Kunjungan
    lusenhp
    Belum ada peringkat
  • New Text Document
    New Text Document
    Dokumen3 halaman
    New Text Document
    lusenhp
    Belum ada peringkat
  • New Text Document
    New Text Document
    Dokumen6 halaman
    New Text Document
    lusenhp
    Belum ada peringkat
  • OLX
    OLX
    Dokumen1 halaman
    OLX
    lusenhp
    Belum ada peringkat
  • Compiled
    Compiled
    Dokumen6 halaman
    Compiled
    lusenhp
    Belum ada peringkat
  • OLX
    OLX
    Dokumen1 halaman
    OLX
    lusenhp
    Belum ada peringkat
  • PK
    PK
    Dokumen1 halaman
    PK
    lusenhp
    Belum ada peringkat
  • Mata Merah Tanpa Penurunan Visus
    Mata Merah Tanpa Penurunan Visus
    Dokumen111 halaman
    Mata Merah Tanpa Penurunan Visus
    Harry Pribadi
    0% (1)
  • PK
    PK
    Dokumen1 halaman
    PK
    lusenhp
    Belum ada peringkat
  • History of Medicine
    History of Medicine
    Dokumen19 halaman
    History of Medicine
    lusenhp
    100% (1)