Soedarwoto Hadhisiswoyo
Soedarwoto Hadhisiswoyo
Dalam menganalisis prediksi debit banjir rencana untuk memperoleh debit aliran di atas mercu bendung, pada umumnya menggunakan periode ulang 50 dan 100 tahun, tanpa menyertakan analisis risiko hidrologi dan hidraulika, yang terkait dengan periode ulang dan umur layanan. Digunakan empat metode distribusi frekuensi terhadap, data debit aliran sungai, untuk memprediksi debit banjir rencana dengan periode ulang 25, 50, dan 100 tahun. Analisis risiko hidrologi dan hidraulika untuk mendapatkan gambaran keandalannya. Tinggi mercu bendung dianalisis menggunakan kriteria pelimpah tinggi menurut Rozgar Baban, P/h1 > 1,33. Diperoleh empat hasil analisis dengan periode ulang 25,50, dan 100 tahun yang menunjukkan pada periode ulang 25 tahun P= 2,223 m. Hasil analisis risiko hidrologi dan hidraulika, risiko = 64 % dengan keandalan R = 36 %, dengan perbedaan P= 0,012 dan 0,022 m. Ditelaah pula apa, mengapa dan bagaimana bentuk partisipasi masyarakat berpedoman kepada UU no.7 tahun 2004, dimulai sejak adanya rencana untuk membangun bendung. Kata Kunci : data debit, analisis distribusi, analisis risiko, pelimpah tinggi, tinggi mercu signifikan.
Abstrak
1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perilaku alam selalu tidak dapat diprediksi dengan tepat, oleh karena itu dalam berbagai pemanfaatannya akan memberikan dampak yang tidak dapat dengan tepat diprediksi. Akan diberikan gambaran tentang penentuan kriteria pelimpah tinggi dari suatu bendung, dan pengaruhnya terhadap periode ulang yang diterapkan. 1.2. Maksud dan Tujuan Maksud penulisan adalah untuk membahas studi yang terkait dengan analisis besaran debit aliran yang diperoleh dari empat metode analisis debit banjir rencana, dengan 3 periode ulang. Tujuan penulisan adalah memberikan gambaran risiko dari telaah Hidrologi dan Hidraulika, dengan kriteria pelimpah tinggi, dan bagaimana partisipasi masyarakat dapat diwujudkan terkait dengan UU no.7 tahun 2004 tentang Sumberdaya air. 1.3. Ruang Lingkup Ruang lingkup dalam studi ini meliputi analisis data debit aliran sungai, menggunakan tiga periode ulang. Berdasarkan hasil analisis tersebut dirancang penampang hidraulik bendung, di dalamnya termasuk menetapkan ukuran lebar efektif, tinggi mercu, dan aliran di atas mercu bendung. Berdasarkan penetapan periode ulang dan umur layanan dianalisis risiko hidrologi dan
keandalannya dan selanjutnya di bahas risiko dari hasil analisis bagian dari penampang hidraulik, khususnya adalah tinggi mercu bendung terhadap elevasi sawah tertinggi yang dapat diberi air. Bagaimana peran serta masyarakat dalam menindak lanjuti amanat Undang-Undang no.7 yang disebutkan di atas, untuk itu akan dikutipkan beberapa pasal dan ayatnya yang terkait dengan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya air termasuk di dalamnya salah satu prasarana sumberdaya air ialah bendung . 2. Metodologi 2.1 Metodologi yang digunakan Metode yang digunakan adalah pengumpulan, pemilihan dan validasi data. Menganalisis data debit sungai, menggunakan tiga periode ulang, dengan empat metode analisis debit rencana. Menganalisis aliran di atas mercu dengan kriteria pelimpah tinggi. 2.2 Metodologi yang dilaksanakan Analisis debit banjir rencana menggunakan metode, distribusi normal, distribusi log normal, distribusi Pearson Tipe III dan distribusi log Pearson tipe III periode ulang 25, 50, dan 100 tahun. Besaran aliran di atas mercu dianalisis menggunakan teori Rozgar Baban, dengan kriteria pelimpah tinggi, P/ h1 > 1,33. (1) Berdasarkan hasil distribusi empat analisis dilakukan telaah terhadap tinggi mercu bendung, dan dianalisis risiko hidrologi terhadap penggunaan periode ulang, serta prediksi umur layanan bendung.
85
Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006
ISBN: 978-979-15616-4-8
Soedarwoto Hadhisiswoyo
2.3 Pelaksanaan Kegiatan. Elevasi mercu bendung dibatasi, jarak dasar lantai muka sampai muka air banjir rencana di hulu bendung dengan tinggi 3 m atau besaran yang lain, dan aliran di atas mercu diatur sehingga memenuhi kriteria pelimpah tinggi. Hasil analisis penampang hidraulik bendung diasumsikan memenuhi 4 kriteria stabilitas , terhadap guling, geser, daya dukung dasar, dan eksentrisitas gaya yang bekerja pada bendung berada di daerah kern atau galih. 3. Data, Analisis dan Pembahasan Data debit yang digunakan adalah debit sungai Progo stasiun Borobudur dari tahun 1991 s.d. tahun 2001 setelah dilakukan seleksi data, dan validasi data. Menurut tes Low Outliers, Cs = 0,689< -0,40 tidak ada debit yang berada di batas bawah, semua data debit dapat digunakan . 3.1 Teori dan Analisis debit rencana: Dalam kaitannya dengan besaran debit rencana ditetapkan dengan tiga periode ulang 25, 50, dan 100 tahun yang diterapkan untuk menganalis debit rencana ke empat metode distribusi yang disebut di bawah ini. 3.1.1 Distribusi Normal Distribusi normal merupakan distribusi probabilitas dengan peubah acak hidrologi, X = x1,x2,x3,., xn (2), dengan dua parameter dan nilai mean dinyatakan dalam simbol dan varian 2.. Distribusi normal berbentuk lonceng simetrik dengan koefisien kemencengan(Cs) besarnya nol. Dalam perhitungan peubah acak normal dibentuk dari transformasi pertama dalam variate standar, Z = (X- )/ (3) dan Z mempunyai nilai mean nol dan varian satuan. Karena Z berupa fungsi linier dari peubah acak X, maka Z juga berupa distribusi normal. 3.1.2 Distribusi Log normal Apabila peubah acak Y = log X terdistribusi normal, nilai X selanjutnya disebut distribusi log normal. Chow (1954) menyatakan bahwa distribusi dibutuhkan dalam bentuk peubah hidrologi, karena sebagai produk peubah lain kalau X = x1,x2,x3,.........................,xn (4) dan nilai
Kalau n menjadi besar maka distribusi normal ke depan mempunyai kecenderungan nilai mean n dan varian n2. Distribusi probabilitas dari sample mean, X = 1
( n )
i =1
kecenderungan terdistribusi normal bila n besar dan x1 terdistribusi bebas. Log normal merupakan produk dari distribusi normal, yang berasal dari teorema limit terpusat dari urutan peubah acak x1 yang terdistribusi dengan nilai mean dan varian 2 dengan jumlah distribusi n peubah acak dinyatakan dalam Y =
i =1
X 1 (6).
normal dengan mean dan varian (1/n) n22 = 2/n. 3.1.3 Distribusi Pearson Tipe III Distribusi probabilitas Pearson Tipe III dikenal pula sebagai distribusi Gamma tiga parameter, batas bawah , dengan metode momen, tiga momen sampel(mean, deviasi standar, dan koefisien kemencengan) dapat ditransformasi kedalam tiga parameter distribusi probabilitas , , dan (Bobee and Robitaille,1977). Pearson Tipe III digunakan untuk analisis hidrologi oleh Foster(1924) dalam menentukan distribusi puncak banjir maksimum tahunan. 3.1.4 Distribusi Log Pearson Tipe III Apabila log X mengikuti distribusi Pearson Tipe III, selanjutnya X disebut terdistribusi menurut log Pearson Tipe III. Distribusi ini merupakan distribusi standar untuk analisis frekuensi banjir tahunan maksimum(Benson, 1968). Apabila data sangat menceng, logaritma transformasi digunakan untuk mengurangi kemencengan. 3.2 Teori dan Analisis aliran Banyak teori yang beragam untuk menganalisis aliran di atas mercu bendung, mulai dari rumus Bundchu dan Kregten sampai teori dari WES. Penulis menggunakan teori WES yang dikembangkan oleh Rozgar Baban. 3.2.1 Aliran air di atas mercu Aliran di atas mercu bendung dituliskan sebaga berikut: Q = C.L.H 13 / 2 (8) dengan pengertian: Q = debit aliran melalui mercu (m3/s) C = koefisien yang didasarkan kepada Rozgar Baban = 2,225 H1 = tinggi air di atas mercu bendung (9) = h1 + V 2 / 2 g Ditetapkan beberapa pembatasan tinggi genangan air di hulu bendung, bagian pertama yang di analisis adalah 3 m, sebagai konsekuensinya adalah akan memberikan batasan pula terhadap elevasi sawah tertinggi yang dapat diberi air. Selain itu akan membawa dampak terhadap tinggi tanggul banjir yang akan dibangun setelah proses rencana dan rancangan bendung selesai. 3.2.2 Aliran di hilir mercu Untuk mendapatkan gambaran kondisi dan kedalaman aliran di hilir mercu, di lokasi peredam energi diterapkan teori atau rumusan Bernoulli, yang terkait dengan tinggi tekan, kerapatan air, tinggi energi,
86
Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006
ISBN: 978-979-15616-4-8
Soedarwoto Hadhisiswoyo
di arah hulu dan arah hilir aliran. Telaah aliran di bagian hilir mercu tidak dimuat dalam makalah ini. 3.3 Teori dan Analisis Risiko Analisis risiko didasarkan kepada konsep teori probabilitas, secara hidrologis telah dikenal periode ulang(Tr) dalam rancangan beban aliran yang digunakan dalam merancang bangunan air dalam studi ini, adalah bendung(weir). Penulis menggunakan tiga periode ulang dalam analisis Tr = 25, 50 dan 100 tahun. Terkait dengan analisis terhadap risiko( ), umur layanan bendung (n) digunakan n = 25, 50, dan 100 tahun, dan prediksi keandalan ( R ) . Dalam exceedance probability, apabila Tr = 25, 50 dan 100 tahun, maka probabilitas p= 0,04; 0,02 dan 0,01 dan kalau dilibatkan umur layanan, maka risiko yang terjadi n R = 1 (1 P ( X < xT )) (10) yang selanjutnya dapat di prediksi keandalan dari bendung tersebut dalam hubungannya dengan risiko, R = 1 R (11). 3.4 Hasil Analisis 3.4.1 Analisis Risiko Hidrologi Hasil analisis debit aliran dengan periode ulang 25 tahun berturut-turut adalah, R25= 41,473; 43,292; 40,125; 40,640 m3/s. Menggunakan analisis keseragaman(Cu) Christiansen diperoleh koefisien keseragaman adalah 100 %. Didasarkan kepada analisis keandalan diperoleh risiko =0,64 keandalan R = 0,36 atau 36,0 % dan periode ulang setengah dari umur layanan, risiko = 0,87 keandalan R = 13% apabila periode ulang seperempat dari umur layanan risiko = 0,983 dengan keandalan R =1,7 %. 3.4.2 Analisis Risiko Hidraulika. Berdasarkan kepada besaran empat debit aliran yang diperoleh dari keempat teori diperoleh untuk lebar rencana bendung L= 25 m dan tinggi dasar lantai muka bendung sampai dengan banjir rencana 25 tahun, pada batas 3 m. menghasilkan tinggi mercu berturut-turut adalah, P= 2,206; 2,183; 2,223; 2,216 m. dan h1= 0,794; 0,817; 0,777; 0,784 m dengan nilai C = 2,225 dan P/h1 berturut-turut adalah 2,778; 2,673; 2,861; 2,829. Analisis menggunakan kriteria pelimpah tinggi dengan pembatasan jarak dasar lantai muka(upstream apron) dan muka air banjir rencana periode 25 tahun, memberikan angka terbesar. Berdasarkan kajian yang telah dilakukan diperoleh secara berurutan mercu bendung pada periode ulang 25, 50, dan 100 ditabelkan pada Tabel 1., di bawah, dan Tabel 2. di Lampiran, Tabel
3., Tabel 4., Tabel 5, dan Tabel 6. tidak disertakan(ada pada penulis). Dengan pemilihan berbagai lebar bendung dan berbagai jarak dasar lantai muka ke muka air banjir, terlihat jelas bahwa analisis dengan periode ulang Tr= 25 tahun memberikan tinggi mercu bendung(=P), pada keempat hasil analisis adalah terbesar, dan tinggi mercu terbesar diperoleh dari distribusi Pearson Tipe III. Penulis menyebutnya sebagai risiko hidraulika pada analisis yang telah dilakukan, dengan perbedaan tinggi mercu bendung sebesar P = 0,017; 0,004; dan 0,007 m dan ternyata tidak berbeda jauh. 4. Partisipasi Masyarakat Berdasarkan hak dan kewajiban seperti yang tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumberdaya Air. Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengelolaan sumberdaya air. Secara partisipatif peran serta masyarakat adalah melakukan pengawasan, kontrol terhadap perkembangan sejak awal sampai dengan akhir pelaksanaan, masa pengoperasian, dan masa pemeliharaan. UU no 7 tahun 2004 tentang sumberdaya air menegaskan bahwa sejalan dengan semangat demokratisasi, desentralisasi dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, masyarakat perlu diberi peran dalam pengelolaan sumberdaya air. Pasal 62 ayat (2) Instansi yang berwenang sesuai dengan bidang tugasnya mengumumkan secara terbuka rancangan rencana pengelolaan sumberdaya air kepada masyarakat. Ayat(3) Masyarakat berhak menyatakan keberatan terhadap rancangan rencana pengelolaan sumberdaya air yang sudah diumumkan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kondisi setempat. Ayat(4) Instansi yang berwenang dapat melakukan peninjauan kembali terhadap rancangan rencana pengelolaan sumberdaya air atas keberatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Ayat(6) menjelaskan rencana pengelolaan sumberdaya air pada setiap wilayah sungai dirinci ke dalam program yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya air oleh instansi pemerintah, swasta, dan masyarakat. Seperti diketahui dari pembahasan tersebut di atas diperoleh hasil analisis dengan pembatasan dasar dan tinggi air banjir 3 m adalah sebagai berikut:
Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006
87
ISBN: 978-979-15616-4-8
Soedarwoto Hadhisiswoyo
1.
Distribusi Normal Tr =25 Tr =50 Tr =100 Distribusi Log Normal Tr =25 Tr =50 Tr =100 Distribusi Pearson III Tr =25 Tr =50 Tr =100 Distribusi Log Pearson III Tr =25 Tr =50 Tr =100 41,473 43,1 44,561 43,292 45,71 47,995 40,125 41,092 41.892 40,640 41,659 42,474 Q m3/s
2.
3.
4.
mercu bendung, lebar =25 m, dasar ke muka air banjir =2,0m h1 P P/h1 Tinggi air di atas mercu 0,780 0,800 0,817 0,802 0,831 0,857 0,763 0,775 0,785 0,770 0,782 0,792 Tinggi mercu 1,220 1,200 1,183 1,198 1,169 1,143 1,237 1,225 1,215 1,230 1,218 1,208 >1,33 1,564 1,501 1,448 1,494 1,408 1,333 1,620 1,580 1,548 1,598 1,557 1,525
1.
Distribusi Normal Tr =25 Tr =50 Tr =100 Distribusi Log Normal Tr =25 Tr =50 Tr =100 Distribusi Pearson III Tr =25 Tr =50 Tr =100 Distribusi Log Pearson III Tr =25 Tr =50 Tr =100 41,473 43,1 44,561 43,292 45,71 47,995 40,125 41,092 41.892 40,64 41,659 42,474
2.
3.
4.
Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006
88
ISBN: 978-979-15616-4-8
Soedarwoto Hadhisiswoyo
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, masyarakat perlu mendapatkan informasi awal selengkap-lengkapnya tentang rencana pembangunan bendung, termasuk didalamnya informasi dari hasil analisis dengan segala aspeknya terhadap rencana lokasi pembangunan. Dilengkapi pula dengan informasi analisis mengenai dampak lingkungan dan analisis dampak lingkungan akibat dibangunnya bendung tersebut. Informasi tentang penentuan pemilihan hasil analisis yang telah ditetapkan dengan segala pengaruhnya terhadap lokasi di sekitarnya, perlu disertakannya masyarakat dalam mengambil keputusan. Problema dalam pengambilan keputusan memerlukan waktu yang cepat dan tepat oleh karena itu perlu dilakukan koordinasi yang baik apabila proses melibatkan masyarakat dijadikan sebagai pedoman dalam memenuhi amanat dari UU no.7 tahun 2004. 5. Pembahasan Evaluasi Telah di analisis dengan debit yang berbedabeda dan nampak bahwa pada periode ulang 25 tahun dengan nilai C= 2,225 dan kriteria pelimpah tinggi, P/h1 > 1,33 tinggi mercu bendung yang diperoleh adalah terbesar dan distribusi Pearson tipe III ternyata memberikan hasil analisis berupa tinggi mercu yang terbesar. Hasil debit aliran dengan periode ulang 50 tahun berturut-turut adalah, R50= 43,10; 45,71; 41,092; 41,659 m3/s. Menggunakan analisis keseragaman(Cu) Christiansen diperoleh koefisien keseragaman adalah 100 %. Didasarkan kepada analisis keandalan diperoleh nilai =0,397 keandalan R = 0,603 atau 60,3 % dan periode ulang sama dengan umur layanan, = 0,636 keandalan R = 0,364 atau 36,4 % apabila periode ulang setengah dari umur layanan = 0,867 dengan keandalan R = 13,3 %. Hasil debit aliran dengan periode ulang 100 tahun berturut-turut adalah, R100= 44,561; 47,995; 41,892; 42,474 m3/s. Menggunakan analisis keseragaman(Cu) Christiansen diperoleh koefisien keseragaman adalah 100 %. Didasarkan kepada analisis keandalan diperoleh nilai =0,222 keandalan R = 0,778 atau 77,8 % dan periode dua kali dari umur layanan, = 0,395 keandalan R = 0,605 atau 60,5 % apabila periode ulang sama dengan umur layanan = 0,634 dengan keandalan R = 0,366 atau 36,6 %. Aliran melewati mercu bendung masih cukup untuk memberikan kontribusi aliran ke arah hilir lokasi bendung dan besaran terkecil pada periode ulang 25 tahun berdasarkan analisis dari keempat distribusi berturut-turut menurut Tabel 1. adalah 0,794 m., 0,817
m., 0,777 m., dan 0,784 m., dan menurut Tabel 2. adalah 0,78 m., 0,802 m., 0,763 m., dan 0,77 m. Penulis menggunakan penentuan pembatasan jarak dasar lantai muka dengan muka air banjir rencana pada setiap hasil empat distribusi analisis dengan tiga periode ulang, pada Tabel 2. sampai dengan Tabel 6. supaya salah satu perbandingan P/h1 memiliki nilai lebih besar yang mendekati 1,33. Berdasarkan pemikiran yang disampaikan maka diperoleh tinggi mercu bendung pada periode ulang 25 tahun, dengan lebar bendung L = 25,0 m. dan pembatasan jarak 3 dan 2 m., Tabel 1. P= 2,223 m., Tabel 2. P = 1,237 m. dengan lebar bendung L = 20 m. dan pembatasan jarak 2,4 m., Tabel 3. P = 1,509 m., dengan lebar bendung L = 17 m. dan pembatasan jarak 2,61 m., Tabel 4. P = 1,616 m., dengan lebar bendung 15 m. dan pembatasan jarak 2,9 m., Tabel 5. P = 1,816 m. dengan lebar bendung 15 m. dan pembatasan jarak 2 m., Tabel 6. P = 1,237 m. Prosedur penentuan lebar efektip bendung telah dikenal dengan menetapkan penampang ekivalen yang didasarkan kepada lebar dasar sungai yang dilalui oleh aliran dengan berbagai hasil analisis debit banjir rencana yang telah diuraikan di atas, dan maksimum lebar bersih bendung ditetapkan maksimum sebesar 1,2 kali lebar dasar sungai dalam bentuk trapesium. Penulis dalam telaah ini tidak menyampaikan mana yang disarankan untuk ditetapkan, tetapi memberikan suatu alternatif supaya dapat dikembangkan diskusi terhadap penentuan rencana tinggi mercu bendung, seperti tersebut di atas, mana yang paling memungkinkan disesuaikan dengan kondisi lapangan. Demikian pula dalam kaitannya dengan penentuan sawah tertinggi yang dapat diberi air, perlu dilakukan telaah lebih lanjut terkait dengan jarak, kemiringan dasar saluran, kehilangan tinggi tekan di intake, dan di pintu bangunan bagi sadap atau pintu sadap dari sistem irigasinya. 6. Kesimpulan dan Saran 6.1 Kesimpulan 1. Hasil tes low outliers terhadap data K.Progo semua debit memenuhi, dan berdasarkan hasil analisis keseragaman terhadap keempat metode, diperoleh nilai Cu =1 2. Hasil analisis empat besaran debit rencana dengan periode ulang 25 tahun, memberikan tinggi yang lebih besar dibandingkan pada periode ulang 50 dan 100 tahun, dan distribusi Pearson tipe III memberikan tinggi mercu bendung dengan hasil terbesar.
89
Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006
ISBN: 978-979-15616-4-8
Soedarwoto Hadhisiswoyo
3. Hasil telaah terhadap risiko hidrologi, pada periode ulang yang besarnya sama dengan umur layanan mempunyai risk tinggi dan keandalan rendah, pada periode ulang 100 tahun dan umur layanan 25 tahun mempunyai risiko = 22,20 % dengan keandalan tinggi R = 77,80 %. 4. Dalam telaah risiko hidraulika terhadap tinggi mercu pada periode ulang 50 dan 100 tahun, berturut-turut lebih rendah dari distribusi normal P = 0,094 m; 0,173 m.; distribusi log normal P = 0,085 m.; 0,239 m.; distribusi Pearson III P = 0,06 m.; 0,108 m. dan pada distribusi log.Pearson P = 0,159 m.; 0,109 m. terhadap tinggi mercu pada periode ulang 25 tahun. 6.2 Saran 1. Periode ulang 25 tahun memberikan tinggi mercu yang signifikan, apabila aliran di atas bendung mempunyai kriteria pelimpah tinggi, karena itu disarankan untuk menggunakan periode ulang 25 tahun dalam menganalisis bendung. 2. Pembahasan yang disampaikan berupa preleminary desain, karena itu disarankan untuk melakukan Uji Model Hidraulik Fisik(UMHF) agar
mendapatkan gambaran lebih jelas dari pemikiran yang disampaikan. Daftar Pustaka 1. Chow, ven Te. David Maidment. Larry W. Mays(1988). Applied Hydrology. pp.371-376. 2. Hadhisiswoyo, S.(2004) The Effect Inaccurate Setting of Weir Crest Elevation using Simple Approach.(p.359-361) Proceeding of an International Conference on Bridge Engineering and Hydraulics Structures.University Putra Malaysia. pp.359-366. 3. Hadhisiswoyo, S.(2004). Effect of Weir Types on Dischagre Flow Above the Weir Crest(p.368-370). Proceeding of an International Conference on Bridge Engineering and Hydraulics Structures.University Putra Malaysia. pp.367-375. 4. Mays, L. W. (2005).Water Resources Engineering. Wiley Sudent edition. Arizona. pp.309-341 5. Pemerintah Republik Indonesia(2004). UndangUndang Nomor 7 Tahun 2004.pp.1,20,56-67. 6. Rozgar Baban, (1995). Small Diversion Weir, on Hot Climate, England. pp.47-63
Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006
90
ISBN: 978-979-15616-4-8
Abstrak Kawasan Suaka Margasatwa Danau Sentarum, selain merupakan satu-satunya primary freshwater swamp forest yang tersisa di Kalimantan Barat, juga berfungsi sebagai daerah resapan dan pengendalian tata air secara alami pada SWS Kapuas. Sehingga diperlukan upaya penelitian dalam rangka peningkatan fungsi danau terhadap pengembangan wilayah Sungai Kapuas. Hasil penelitian mennunjukkan bahwa, kearifan lokal masyarakat di kawasan Danau Sentarum yang tercermin dari hukum adat sangat efektif berfungsi meningkatkan fungsi hidrologis Suaka Margasatwa Danau Sentarum. Demikian juga dengan hutan rawa bergambut, kelestariannya harus dijaga, dan tidak boleh dikonversika. Hutan tersebut harus tetap seperti adanya sekarang karena kemampuan tanah gambut untuk menahan air yang sangat tinggi dan pada waktu kemarau kandungan airnya dilepas sedikit demi sedikit, membuat peran hutan gambut ini terhadap aliran dasar ( base flow ) cukup besarrawa yang ada tidak boleh dikonservasi dan perlu dibangun bendung pengendali banjir di Batu Puja dekat Semitau. Untuk menghindari banjir, perlu dilakukan normalisasi Sungai Kapuas sehingga kemampuan mengalirkan air pada waktu banjir dapat ditingkatkan. Ruas Sungai Kapuas yang perlu dinormalisasikan adalah sekitar Batu Puja dekat Semitau. Namun dampak normalisasi ini terhadap ketersediaan air di musim kemarau sangat berbahaya karena air yang ada semakin cepat kering. Untuk itu perlu dibuat bendung pengendali banjir. Kata Kunci : Kearifan Lokal, Danau Sentarum, Fungsi Hidrologis, Normalisasi Sungai, Bendung Pengendali banjir, Hutan rawa bergambut.
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang. Kawasan Suaka Margasatwa Danau Sentarum merupakan satu-satunya primary freshwater swamp forest yang tersisa di Kalimantan Barat, bahkan di kawasan Asia Tenggara. Bagi Kalimantan Barat Danau Sentarum berfungsi sebagai daerah resapan dan pengendalian tata air secara alami pada SWS Kapuas. Bagaimana fungsi tersebut dapat dirtingkatkan, merupakan pokok bahasan dalam makalah ini. 2. Ruang Lingkup. Ruang Lingkup pembahasan mencakup kawasan Suaka Margasatwa Danau Sentarum yang berada di bagian hulu Sungai Kapuas sebagai bagian dari SWS Kapuas. Kawasan tersebut terletak di Kabupaten Kapuas Hulu Propinsi Kalimantan Barat. 3. Maksud dan Tujuan. Maksud dari penulisan makalah ini adalah membahas fungsi Danau Sentarum terhadap pengembangan Wilayah Sungai Kapuas, serta upaya peningkatannya. Tujuan dari penulisan ini adalah mengungkapkan upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk meningkatkan fungsi Danau Sentarum
Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006
II. METODOLOGI YANG DIGUNAKAN. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode diskripsi yaitu metode penulisan yang menjelaskan atau menerangkan suatu peritiwa. Data yang digunakan dalam penulisan ini diambil dari data sekunder yang berasal dari beberapa sumber kepustakaan. III. PEMBAHASAN
1. Kondisi Kawasan Suaka Margastwa Danau Sentarum. a. Luas kawasan. Luas kawasan Suaka Margasatwa Danau Sentarum berdasar Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 757/KPTS/Um/10/10/1992 mempunyai luas 80.000 Ha atau 800 km2. Sedang dalam TRRWP Kalimantan Barat ( Perda No.1 tahun 1995 ) kawasan ini dinyatakan sebagai Taman Nasional dengan luas 134.000 Ha atau 1.340 km2. Dan berdasar Perda ini Ditjen PHPA mengusulkan luas 132.000 Ha atau 1.320 km2 sebagai Suaka Margasatwa. Seluruh kawasan berada di wilayah Kabupaten Kapuas Hulu Propinsi Kalimantan Barat. Luas kawasan ini hanya 1,4 % dari luas SWS Kapuas yang 95.427,00 km2, nasmun pengaruhnya cukup besar karena pada saat musim hujan 25 % aliran dari sungai Kapuas
91
ISBN: 978-979-15616-4-8
masuk ke danau dan musim kemarau 50 % air danau keluar memasuki aliran Sungai Kapuas. 4) b. Luas perairan. Luas perairan pada kawasan Suaka Margasatwa Danau Sentarum, sekitar 26 % dari luas wilayah. Untuk luas wilayah menurut Keputusan Menteri Pertanian dimana luas kawasan adalah 80.721 Ha, luas perairan adalah 21.727 ha atau 26.92 %. Untuk luas kawasan menurut Perda yang seluas 134.000 Ha, luas perairan adalah 30.094 ha. Danau danau yang ada di kawasan ini antara lain : Danau Luar, Danau Genali, Danau Belida, Danau Pengembung dan Danau Bekuan. Selain berupa danau, perairan yang ada juga berupa sungai-sungai. Yang menarik, disebelah selatan kawasan ini, disepanjang Sungai Kapus terdapat bekas sungai yang membentuk danau yang umumnya berbentuk tapal kuda. Namun Suyngai Kapuas agak kehilir, tidak berkelok-kelok dan terjadi penyempitan disekitar Semitau yang pada waktu kemarau airnya deras karena sungai berdasar batu, sehingga masyarakat menyebutnya sebagai Batu Puja. c. Kondisi lahan. Berdasar data RePPProt, 1990 system lahan disekitar kawasan ini terdiri dari 8 system lahan : 1) Satuan peta/sistim lahan : SBG ( Sebangau ) Type lahan : jalur meander Sungai Kapuas. Tanah : Alluvial sungai, gambut 11-25 cm. Tanah minimum > 150 cm Resiko banjir : Tinggi Genangan : berkala Drainase : jelek Resiko asam sulfat : 100 150 cm Kemasaman tanah : 5,1 5,5 K dan P : K rendah dan P sedang 2) Satuan peta/sistim lahan : BKN ( Bakunan ) Type lahan : Lembah anak sungai. Tanah : Alluvial sungai, gambut 0 - 10 cm. Tanah minimum > 150 cm Resiko banjir : Tinggi Genangan : berkala Drainase : jelek Resiko asam sulfat : Kemasaman tanah : 4,0 4,5 lapisan atas 5,1 5,5 lapisan bawahnya K dan P : K - dan P sangat rendah 3) Satuan peta/sistim lahan : KLR ( Klaru ) Type lahan : Dataran banjir pada dasar danau yang terendam. Tanah : Alluvial danau,gambut < 50 cm. Tanah minimum > 100-150 cm Resiko banjir : Tinggi Genangan : permanen Drainase : sangat jelek Resiko asam sulfat : Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006
5)
6)
7)
8)
Kemasaman tanah : K dan P : Satuan peta/sistim lahan : GBT ( Gambut ) Type lahan : Teras rawa gambut dalam. Tanah : Gambut > 200 cm Resiko banjir : Rendah Genangan : Tidak terjadi Drainase : jelek Resiko asam sulfat : > 150 cm Kemasaman tanah : 4,6 5,0 K dan P : K tinggi dan P sedang Satuan peta/sistim lahan : SHD ( Suhaid ) Type lahan : Teras rawa gambut sedang. Tanah : Gambut > 200 cm Resiko banjir : Rendah Genangan : Tidak ada Drainase : sangat jelek Resiko asam sulfat : Kemasaman tanah : K dan P : Satuan peta/sistim lahan : MDW ( Mendawai ) Type lahan : Teras rawa gambut dangkal. Tanah : Gambut > 50 cm Resiko banjir : Rendah Genangan : Tidak ada Drainase : sangat jelek Resiko asam sulfat : 0 25 cm Kemasaman tanah : 4,0 4,5 K dan P : K dan P rendah Satuan peta/sistim lahan : PDH ( Pendreh ) Type lahan : Pegunungan endapan tidak berorientasi. Tanah : Podzolic merah kuning dan litosol ( 26 50 cm ) Resiko banjir : Tidak ada Genangan : Tidak ada Drainase : drainase baik Resiko asam sulfat : tidak ada Kemasaman tanah : K dan P : Satuan peta/sistim lahan : LWW ( lawanguang ) Type lahan : Datran sedimen berombak sampai bergelombang. Tanah : Podzolic merah kuning ( 100 150 cm ) Resiko banjir : Tidak ada Genangan : Tidak ada Drainase : drainase baik Resiko asam sulfat : tidak ada Kemasaman tanah : 4,0 4,5 lapisan atas4,5 5,0 lapisan dibawahnya K dan P : K dan P rendah
92
Gambar 1. Danau yang ada a di kawasan Suaka M Margasatwa Danau Sentarum Dari data dia atas, lahan di kawasan k danau u sentarum terbagi atas 3 kelompok : Kelompok k penampung banjir b ( SBG dan BKN ), mempunyai fungsi seper rti waduk banjir r. Kelompok k lahan rawa bergambut ( KLR, GBT, SHD dan MDW ), sesuai dengan sifat gambut g yang mampu menahan air sampai 13 kali berat keringnya, pada waktu u musim huja an lahan ini menjadi jenuh j dan pa ada musim kemarau, k air gambut akan a keluar sedikit demi sedikit dan membentu uk aliran dasar ( base flow ) Kelompok k lahan kering ( PDH dan LWW L ) yang merupakan daerah tang gkapan hujan. Hujan yang jatuh sebagian akan meresap m dalam m tanah dan akan kelua ar dari lapisan tanah sebagaii aliran dasar ( base flow w) Dilihat dari sisi pemanf faatan lahan, , kelompok penampung banjir b tersebu ut, walaupun mengalami genangan g 1 sa ampai 6 bulan n, namun pada a waktu tidak tergenang, t m masih dimanf faatkan untuk tanaman semusim, s khus susnya padi. Sedangkan S un ntuk kelompok k kedua sampai saat ini masih berupa hutan rawa bergambut da an kelompok ketiga masih dimanfaatkan untuk ladang be erpindah. d. Kearifan lokal masyar rakat di kawa asan Suaka Margasat twa Danau Sen ntarum Kearifan lokal masyar rakat di kawa asan Suaka Margasatwa Danau Sen ntarum, terc cermin dari diberlakukanny d ya hukum adat t yaitu aturan-a aturan dasar yang y timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggara aan negara me eskipun tidak te ertulis. Mereka menetapkan m hu ukum adat yan ng berlaku di desa d masing-masing dan hukum adat yang terkait dengan d pengelolaan danau Sentarum S dapa at dibagi atas :Perlindungan terhadap ikan n Arwana, Betu utu, Jelawat,
Pertemuan P Ilmiah Tahunan (PIT) HA ATHI ke-23, Manado 10-12 Nopem mber 2006
Toman n dan Ulang U Uli. Aturan ten ntang pengusa ahaan madu, rotan dan kayu u Atu uran tentang penggunaan alat tangkap Bubu, Jala, Pukat, Pan ncing Jakat, Jermal, J Temila ar dan me enuba Atu uran lain tenta ang pembakara an hutan, perb buruan da an undian. Pe eraturan terseb but ada yang melarang tap pi ada juga ya asng membatas si dan melindungi anak ikan. Sa alah satu ketentuan yang te erkait dengan fungsi hidrologis adalah me enuba. Menuba a adalah cara untuk menangkap ikan dengan mengguna akan akar kayu u jenis Derris spp. yang ole eh masyaraka at setempat disebut tuba yang di pukull dan dicampu urkan ke dalam m air, sehingg ga ikan yang g tercemar oleh o tuba ini akan pingsan n, karena jika a tidak segera diambil, ikan akan hidup kembali, kare ena radiusnya a tidak jauh serta mudah sekali netral s setelah terbawa a arus air meng galir. Pa ada waktu lalu, penggunaa an tuba umu umnya dilakuk kan oleh orang g Dayak untuk menangkap ikan, tuba merupakan adat-istiadat a m masyarakat D Dayak dengan n kepercayaan n bahwa setia ap hendak me emulai membu uka lahan untuk berladang maka m sungai dis sekitar ladang harus dituba a terlebih dahu ulu untuk mengusir hama penyakit yang dapat men ngganggu tana aman, sehingg ga panen ber rhasil. Mulai sekitar s tahun 1995, telah Melayu masyar rakat Daya ak maupun menggunakan racun n kimia (bukan n akar kayu) untuk menuba ikan, akibatn nya banyak se ekali ikan yang g mati, termasuk ikan yan ng dipelihara dalam kera amba. Dampa ak daripada rac cun kimia ini sa angatlah berba ahaya, karena radiusnya sa angat luas dan lebih tahan lama tertingg gal di dalam air, dan yang g lebih penting g lagi bahwa penggunaan r racun kimia un ntuk membunuh h ikan ini bukan merupakan n kebiasaan atau adat masya arakat Dayak dan itu tidak k dilindungi ole eh hukum ada atnya. Kegiata an menuba um mumnya dilakukan pada sa aat air danau mulai surut e. Ko ondisi muka air danau. Kondisi muka air Danau Senta arum sebagai hasil perhitungan dan pe engamatan Olivier O Klepper r dkk adalah seperti gamba ar berikut ini.
ISBN: 978-979-15616-4-8
Dari gambar tersebut, muka air banjir terjadi pada bulan Maret 1994 dengan ketinggian + 14 meter. Dalam keadaan banjir seperti ini banyak rumah yang halamannya terendam. walaupun tidak ada rumah yang tenggelam, karena masyarakat sudah siap menghadapi resiko ini dengan membuat rumah panggung bagi yang berada di tepi sungai Kapuas. Namun banjir ini telah mengganggu lalu lintas jalan darat, karena banyak jalan yang terendam. Oleh karenanya banjir yang seperti terjadi pada bulan Maret 1994 ini perlu dicegah. Penyebab banjir ini akibat curah hujan yang cukup tinggi dibanding dengan kapasitas palung sungai. Sedangkan muka air paling surut terjadi sekitar September 1992 dan Agusus 1993, dengan ketinggian muka air + 2 meter, sehingga perbedaan tinggi muka air banjir dengan surut terendah adalah 12 meter. Dalam kondisi seperti ini lalu lintas air akan terhambat dan panen ikan akan terjadi karena sungaisungai kecil mengering dan ikan berkumpul pada cekungan-cekungan sungai. Pada umumnya untuk menangkap ikan pada waktu surut ini digunakan cara penubaan, seperti yang diuraikan terdahulu. Produksi ikan dari penangkapan pada saat surut ini, kemudian dijadikan ikan asin yang merupakan pendapatan utama bagi nelayan yang ada disekitar danau. Tapi diantara kedua muka air surut terendah tersebut masih ada muka air surut biasa dimana muka air mempunyai ketinggian sekitar + 5 meter, lebih rendah 2 meter dibanding muka air normal yang mempunyai ketinggian + 7 meter. Seperti kita lihat pada grafik, surut biasa ini terjadi dengan periode sekitar satu bulan. Pada waktu surut biasa ini, umumnya penubaan juga dilakukan sehingga penubaan semakin sering dilakukan, akibatnya anak ikan yang lahir setelah surut periode sebelumnya belum sempat membesar sudah kena tuba lagi. Hal ini menyebabkan berkurangnya populasi ikan di danau. Namun ada sisi positif dari surutnya muka air danau. Pada waktu danau mulai digenangi setelah kering, tanah akan memberi aroma yang mendorong ikan untuk memijah. Karena itu kalau surutnya muka air danau ini bisa diupayakan menjadi periodik setahun sekali atau paling cepat setahun dua kali, akan mengoptimalkan pertumbuhan ikan yang ada di danau. 2. Upaya menjaga dan meningkatkan fungsi Hidrologis Kawasan Suaka Margastwa Danau Sentarum. a. Menjaga kelestarian hutan rawa bergambut. Hutan rawa bergambut yang ada di kawasan ini tidak boleh dikonversikan, hutan tersebut harus tetap seperti adanya sekarang karena kemampuan tanah gambut untuk menahan air yang sangat tinggi dan pada waktu kemarau kandungan airnya dilepas sedikit demi sedikit, membuat peran hutan gambut ini terhadap aliran dasar ( base flow ) cukup besar.
Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006
b. Membangun bendung pengendali banjir di sekitar Batu Puja. Seperti telah diuaraikan diatas, untuk menghindari banjir banjir seperti pada bulan Maret 1994, perlu dilakukan normalisasi Sungai Kapuas sehingga kemampuan mengalirkan air pada waktu banjir dapat ditingkatkan. Ruas Sungai Kapuas yang perlu dinormalisasikan adalah sekitar Batu Puja dekat Semitau. Namun dampak normalisasi ini terhadap ketersediaan air di musim kemarau sangat berbahaya karena air yang ada semakin cepat kering. Untuk itu perlu dibuat bendung pengendali banjir. Beberapa kriteria bendung ini adalah : Dasar bendung lebih rendah dari dasar sungai yang ada sekarang. Bendung yang digunakan adalah bendung gerak. Elevasi mercu bendung mempunyai ketinggian setinggi muka air normal Bendung perlu dilengkapi dengan pintu pelayaran ( lock ) untuk lalu lintas kapal yang melayari sungai Kapuas. Pengaliran air banjir dilakukan dengan membuka pintu dan kemampuan pengaliran air banjir tergantung dari perbedaan muka air antara muka air dihulu dan muka air dihilir, serta lebar bendung. Perlu dipertimbangkan untuk melengkapi bendung dengan lintasan ikan agar ikan dari hilir masih dapat bermigrasi kehulu sungai. Dengan adanya bendung pengendali tersebut, pada musim hujan dan pada waktu banjir, pintu dibuka sampai muka air di hulu mencapai muka air rencana. Dalam musim kemarau pintu bendung selalu ditutup sehingga didapat penyimpanan air yang cukup. Sekali atau dua kali setahun, terutama pada puncak musim kemarau, air darii hulu bendung dilepas kehilir untuk tujuan : Menggelontor air asin di hilir Sungai Kapuas kearah hilir. Menggelontor pasir yang terdapat ditengah sungai agar terbentuk alur pelayaran. Memberi kesempatan dasar danau untuk mengering agar pada waktu digenangi lagi akan timbul aroma tanah yang khas yang mendorong ikan untuk memijah. memberi kesempatan para nelayan untuk panen ikan. Jadi pada dasarnya pembangunan bendung pengendali banjir diu Sungai Kapuas ini akan meningkatkan fungsi hidrologis Suaka Margasatwa Danau Sentarum baik sebagai pengendali banjir maupun ketersediaan air. Walaupun dalam musim hujan pada saat musim hujan 25 % aliran dari sungai Kapuas masuk ke danau namun masih belum dapat mengatasi banjir besar seperti yang terjadi pada Maret 1994. Pada musim kemarau 50 % air danau keluar
94
memasuki alir ran Sungai Kapuas K namun n kekeringan danau d masih sering s terjadi pa ada periode pe endek. Diharapka an setelah ada anya bendung pengendali, muka air didan nau menjadi se eperti berikut ini.
2. Sa aran. Pe embangunan bendung b di Sun ngai Kapus ter rsebut me erupakan kerjja besar dan n untuk itu kalau pe emikiran pembangunan be endung di S Sungai Ka apuas tersebut t dapat diterima perlu penga akajian leb bih lanjut terhad dap rencana te ersebut. Daftar Pustaka 1. Ad di Susmianto, Ir. M.Sc, Keb bijakan Dan T Tindak La anjut Pengelola aan Kawasan Konservasi Danau D Se entarum pasca Project 5, I UKT FMP ( ODA O ), Se eminar Pemap paran Hasil-Ha asil Temuan Teknis T Ka awasan S.M. D Danau Sentarum m. 2. Ke evin Jeanes, Catchment De evelopment Review R Re eserve Bounda ary Review & Buffer B Zone Pro oposal Pro oject 5 Fore est Conservatiion Indonesia UK Tro opical Forest M Management Programme 3. Olivier Klepper, N Nono Suyatno, , Priyo Budi As smoro, A Hydrological Model of Danau Sen ntarum Flo oodplain Lakes s 4. Pre esented at Inte ernational Con nference on Tr ropical Lim mnology. 5. Va alentinus Heri & Emily Harwell, Pemanf faatan Sis stem Pengetah huan Masyarakat ( Hukum Adat A ) Da alam Pengelolasan Kon nservasi. Se eminar Pe emaparan Has sil-Hasil Temu uan Teknis P Proyek UK K-Indonesia Diibidang Penge eloaan Hutan T Tropis Di Indonesia : Sub-Proyek Konservasi Suaka S Ma argasatwa Dan nau Sentarum.
Gambar 3. Muka M Air Danau Sentarum (se etelah ada bendu ung IV. KESIMPUL LAN DAN SAR RAN 1. Kesimpul lan. Dari pemb bahasan diatas s dapat disimpu ulkan, bahwa kearifan lokal masyara akat di kawa asan Danau Sentarum tercermin dari d hukum adat yang diberlakuk kan dan unt tuk meningka atkan fungsi hidrologis Suaka Marga asatwa Danau u Sentarum, rawa yang g ada tidak boleh dikonserva asi dan perlu dibangun bendung peng gendali banjir di d Batu Puja dekat Sem mitau
Pertemuan P Ilmiah Tahunan (PIT) HA ATHI ke-23, Manado 10-12 Nopem mber 2006
95
ISBN: 978-979-15616-4-8
Halaman Kosong
Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006
96
ISBN: 978-979-15616-4-8
Penyelamatan dan Konservasi Sumberdaya Air dan Lahan di Daerah Aliran Sungai merupakan Tugas dan Tanggung Jawab Masyarakat dan Pemerintah
Moch. Memed
1) Anggota
1)
Agustin Purwanti
2)
Abstrak Semua bencana keairan berupa kekeringan, kesulitan memperoleh air berkualitas akibat terjadinya pencemaran air dan bencana banjir yang telah terjadi di Indonesia sesungguhnya diakibatkan oleh perbuatan manusia yang tidak sadar akan konservasi lingkungan. Yang dimaksud dengan Lingkungan ialah Sumberdaya Alam yang harus dipelihara dan diamankan kinerja fungsinya dan Tempat atau Ruang Hidup / Kehidupan yang harus dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya oleh manusia. Salah satu Sumberdya Alam adalah Air dan Sumberdaya Air yang berada di Bumi (termasuk atmosfir). Salah satu upaya pemerintah untuk mengantisipasi dan meminimalisasi terjadinya dan akibat dari bencana keairan, adalah pencanangan Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Sumberdaya Air (GNKPSDA) oleh presiden. Gerakan ini harus di laksanakan berdasarkan prioritas oleh Pemerintah Pusat dan Daerah dengan dukungan dari masyarakat dengan wakilnya (DPRD dan DPR). Perlu diingat bahwa Allah akan murka terhadap orang yang hanya ngomong saja tanpa berbuat lanjut. Sebaiknya GNKPSDA selanjutnya dikukuhkan dengan Peraturan yang lebih tinggi dan mengikat, sebagai jabaran dan tindak lanjut dari UU No 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air dan di Daerah disusun Perda GDKPSDA. Di lapisan masyarakat, Gerakan Masyarakat Penyelamatan Sumberdaya Air (GMPSA) yang sejalan dengan Gerakan nasional, harus dilaksanakan secara serempak di seluruh DAS di Indonesia, oleh seluruh lapisan masyarakat didukung oleh seluruh pejabat Pemerintah mulai dari ketua RT, RW, Lurah, Camat, Bupati / Walikota, Presiden dan oleh para pejabat penegak Hukum (Polisi, Jaksa dan Hakim). Kata Kunci : GNKPA, GNKPSDA, GMPSA, UU No. 7 tahun 2004, Kerusakan Lingkungan, Daerah Tangkapan Hujan (DTH)
Pendahuluan Sejalan dengan makin bertambahnya penduduk di berbagai Wilayah di Indonesia, maka semakin intensif pula manusia mendayagunakan Sumberdaya Lahan yang berada di Daerah Tangkapan Hujan / Daerah Aliran Sungai, dengan menggali sumberdaya alamnya yang terkandung pada lahan tersebut dan menggunakan Lahan sebagai tempat berbagai kegiatan dan. Dalam rangka mendaya-gunakan Sumberdaya Lahan, sebahagian besar manusia tidak memikirkan dampak negatifnya yang terjadi antara lain terhadap fungsi dan keamanan lingkungan Sumberdaya Air, yang berakibat menimbulkan kerugian dan malapetaka bagi manusia dan makhluk hidup yang lain. Akibat penggunaan Lahan di Daerah Tangkapan Hujan tersebut yang sembarangan maka dengan jelas telah terjadi kerusakan Lingkungan Sumberdaya Air, baik air yang berada di permukaan Bumi, di dalam tanah (air tanah), air yang berada di jaringan Badan Sungai (Sumberdaya Sungai), di Laut maupun yang berada di Atmosfir. Manusia yang akalnya masih waras pasti meyakini bagaimana pentingnya peran dan manfaat air bagi kehidupan dan penghidupan semua makhluk hidup. Seandainya saja Air atau Sumberdaya Air di suatu negeri dihilangkan-Nya atas kehendak-Nya dari muka bumi ini, maka makhluk hidup akan menderita dan mati.
Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006
Semua bencana keairan berupa kekeringan, kesulitan memperoleh air berkualitas akibat terjadinya pencemaran air dan bencana banjir yang telah terjadi di Indonesia sesungguhnya diakibatkan oleh perbuatan manusia yang tidak sadar akan konservasi lingkungan. Yang dimaksud dengan Lingkungan ialah Sumberdaya Alam yang harus dipelihara dan diamankan kinerja fungsinya dan Tempat atau Ruang Hidup / Kehidupan yang harus dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya oleh manusia. Salah satu Sumberdya Alam adalah Air dan Sumberdaya Air yang berada di Bumi (termasuk atmosfir). Kegiatan manusia di DTH dengan kecenderungan merusak Lingkungan Keairan (1) Pendayagunaan Sumberdaya Lahan (tempat dan sumberdaya alam yang terkandung) yang selalu cenderung merusak lingkungan (2) Pembabadan dan pembakaran Pohon Lindung di DTH yang merusak konservasi atau daya dukung sumberdaya air yang alamiah khususnya di daratan. (3) Penutupan lapisan permukaan tanah peresap air oleh struktur, yang mengurangi atau menghilangkan peresapan air permukaan kedalam tanah (lapisan tanah peresap air) (4) Pengalian lapisan tanah peresap air yang menyebabkan tebal dan volume lapisan peresap air berkurang atau hilang (5) Pengurangan atau Penghilangan Volume Retarding Basin atau tempat menampung air banjir menjadi
97
ISBN: 978-979-15616-4-8
berkurang atau hilang sama sekali (legokan / kubangan air, situ, rawa, sawah, kolam tando) (6) Pengambilan air tanah yang berkelebihan (7) Pembuangan sampah, kotoran, polutan kedalam badan air atau aliran air berupa material biotik, abiotik dan bahan kimiawi (8) Yang menyebabkan kerusakan atau menurunnya fungsi dan keamanan Bangunan Air Pengendali air dan atau sedimen (Waduk, Kolam Tando, Sumur / Kolam Resapan, Sedimenttrap) (9) Perusakan fungsi dan keamanan Sumberdaya Morfologi sungai atau akibat yang lain Ciri-ciri Kerusakan Lingkungan Keairan di DTH (1) Gundulnya lahan dari pepohonan lindung di permukaan daratan termasuk di hutan (2) Kekeringan air di dalam tanah permukaan bumi (3) Kekeringan air di sumur dangkal dan sumur dalam (4) Penutupan lahan oleh kawasan kawasan Pemukiman, Perkotaan, Perindustrian dan Jalan yang melebihi persentase yang diizinkan dalam pembangunan (5) Banjir, erosi medan dan longsoran tanah medan terutama yang terjadi pada musim hujan (6) Pencemaran air oleh pembuangan sampah, kotoran biotik, abiotik dan kimiawi. (penduduk dan industri) (7) Penurunan nilai fungsi dan produktifitas hasil pemanfaatan Sumberdaya Lahan dan Sumberdaya Air. (8) Penurunan hasil pertanian padi dan hortikultura akibat "pembunuhan" sawah dan kebun, merupakan gejala yang serius membahayakan swasembada pangan, perekonomian dan kemakmuran rakyat Indonesia yang agraris. (9) Penurunan nilai fungsi keamanan Bangunan Prasarana Pengelolaan Sumberdaya Air (10) Peningkatan pencemaran dan panas udara (11) Dan sebagainya Kerusakan Lingkungan Keairan di DTH tertentu secara kuantatif dapat dipelajri dengan mempelajari atau mengadakan pengukuran debit air, sedimen dan polutan di ruas sungai yang dapat pasokan dari DTH yang bersangkutan. Mengapa sebahagian besar manusia selalu berbuat mungkar dan berbuat kerusakan di Bumi sehingga dimurkai dan tidak dicintai Allah (1) Mereka tidak mengetahui bahwa manusia sesungguhnya diciptakan-Nya untuk beribadah dan minta tolong hanya kepada Allah Yang Maha Esa semata, tidak kepada yang lainnya. Untuk mampu melaksanakan tugas beribadah, Allah Robbil alamiin memberi manusia hak, wewenang dan akan memintanya kepada mereka tanggung jawab atas segala perbuatan mereka di hari akhir. (2) Mereka tidak mengetahui dan menyadari bahwa selain diwajibkan bertugas melaksanakan tugas beribadah Ritual, manusia dijadikan-Nya sebagai Khalifah Allah (Mandataris, Manajer Allah) di Bumi diberi amanat
Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006
melaksanakan tugas untuk mengurus dan memakmurkan Bumi. Mengurus Bumi berarti menyelenggarakan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Bumi dan menyelenggarakan Pembinaan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia, yang harus dilakukan dengan benar, untuk kepentingan semua dan bukan untuk merusaknya (3) Sebahagian besar dari manusia tidak beriman dan bertaqwa, dengan sebenar-benarnya iman dan taqwa, yang berarti dalam melakukan kegiatannya, mereka tidak mengikuti petunjuk-Nya, untuk melaksanakan perintah-Nya dan untuk menjauhi larangan-Nya. Bahkan mereka tidak mengetahui atau tidak pernah mau mengetahui (dengan membaca dan mengkaji) petunjuk-Nya yang benar, yang tersurat dan tersirat di dalam Kitabullah (yang diwahyukan Allah via malaikat Jibril kepada Rosulullah) dan apa apa yang tersurat dan tersirat di dalam alam ciptaan-Nya yang berisi sunatullah (hukum, aturan peraturan atau perintah yang diberikan kepada alam). Kedua sumber pedoman tersebut sangat diperlukan untuk mengurus Bumi dengan benar dan baik (4) Dalam rangka mengurus atau mengelola Sumberdaya Air, semua manusia sesungguhnya harus mengetahui bahwa Allah memberikan nur-Nya atau energi, kekuatan kepada air dengan perintah dan kehendakNya untuk menghidupkan makhluk hidup ciptaan-Nya berupa tetumbuhan, hewan dan manusia di Bumi ini. (5) Banyak dari mereka yang beribadah ritual yang kelihatannya atau dianggapnya benar, namun sesungguhnya mereka masih berbuat tidak benar, mungkar, berbuat jahat, dan berbuat kerusakan di bumi. Allah tidak mencintai orang-orang yang berbuat kerusakaan di Bumi dan Allah akan murka terhadap manusia yang mungkar. (6) Untuk dapat mengurus Bumi (menyelenggarakan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Bumi dan Pembinaan Sumberdya Manusia), seharusnya manusia bersepakat untuk menjabarkan petunjuk Allah menjadi Norma, Hukum dan Aturan Peraturan yang membumi untuk ditaati oleh semua, minimum oleh orang orang yang beriman. (7) Mereka yang berbuat kerusakan, sesungguhnya mereka tidak beriman, tidak taqwa dan beramal tidak sesuai dengan kehendak-Nya merupakan golongan yang fasik. Mereka yang tidak beriman, sebenarnya tidak takut bahwa perbuatannya jahatnya di dunia itu, akan diminta pertanggungan jawabanya, diadili dan akan dibalas-Nya dengan azab yang keras di hari akhir nanti. (8) Sebaliknya orang-orang yang taqwa, dengan mempertahankan keimanannya dengan sebenarbenarnya beriman dan berusaha melaksanakan tugas ibadahnya dengan baik sesuai dengan kehendak-Nya, diikuti dengan bertaubat dan memperbaiki kesalahan
98
ISBN: 978-979-15616-4-8
dan dosa yang telah mereka perbuat, mereka pasti akan mendapat kebaikan di dunia dan di akhirat. Ketentuan dan Persyaratan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berwawasan Lingkungan (Norma) Ketentuan dan persyaratan yang disampaikan ini diambil berdasarkan interprestasi dari apa yang tersurat dan tersirat dalam Kitabullah dan berdasarkan penalaran logis-rasional-empirik. Ketentuan dan Persyaratan ini bersifat Ideal yang seharusnya diperhatikan dan ditaati oleh manusia beriman Khalifah-Nya di Bumi. (1) Segala kegiatan harus diawali dengan ucapan Atas nama Allah Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang. (2) Atas nama Allah berati kita melakukan sesuatu kegiatan berdasarkan tugas, hak, wewenang dan tanggung jawab (THWT) yang diberikan kepada manusia sebagai abdi dan Khalifah Allah di Bumi ini, melaksanakan Ibadah Ritual dan melaksanakan Pengurusan Bumi (Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Pembinaan Sumberdaya Manusia), berdasarkan keimanan dan ketaqwaan, serta berbuat baik yang diridloi-Nya, berbuat baik kepada Allah, kepada sesama manusia dan alam. (3) Mengetahui dan menjalankan segala petunjuk-Nya, dengan mengikuti Perintah-Nya dan menghindarkan segala larangan-Nya. (4) Mengutamakan azas keselamatan, keamanan, , kedamaian, dengan mentaati petunjuk-Nya. (5) Tidak berbuat kerusakan dan mengantisipasi kegiatan yang bekecenderungan merusak (berwawasan lingkungan). (6) Hasil Pengelolaan Sumberdaya Alam diperuntukkan untuk semua, seluas mungkin (rakhmatan lil alamiin) (7) Pengelolaan Sumberdaya Alam harus dilakukan secara menyeluruh, berarti bahwa lima kegiatan pengelolaan *) harus dilakukan semuanya, dilakukan oleh semua manusia, terkoordinasi dalam suatu sistem kerja sama dan sama sama kerja yang kokoh dengan pembagian THWT yang tepat dan adil. (8) Semua kegiatan PSDA melalui proses Rekayasa. (9) Diawali dengan niat yang baik berkonsep yang dituangkan kedalam dokumen: 1) Perencanaan (Planing) Umum Pengelolaan Sumberdaya Lahan (RTRW) yang harus disusun terkait erat dengan Perencanaan Umum Pengelolaan Sumberdaya alamnya. Kedua macam Perencanaan Umum tersebut harus merupakan Perencanaan yang bersifat over lay (overlay general plan). 2) Planing planing teknis yang mendukung kedua macam perencanaan umum tersebut, 3) Desain perangkat keras dan perangkat lunak sebagai pendukung perencanaan. 4) Program pelaksanaan semua kegiatan.
Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006
(10) Pelaksanaan pengelolaan SDA harus dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. (11) Menggunakan azas tepat guna, efektif, efisien dan optimal, layak lingkungan (sosial budaya), teknis rekayasa, ekonomis serta pembiayaan, (12) Kegiatan Pengelolaan dan TUR-DAL-WAS-BIN dilakukan dengan benar dan adil, dengan memperhatikan unsur urgensi dan prioritas: kepentingan dan kebutuhan, tempat, waktu (perode dan timing), kuantitas dan kualitas. (13) Menggunakan perangkat lunak berupa: 1) Data dan informasi yang tepat, upto date, dan benar, 2) Ilmu dan kebijakan (hikmah /wisdom), teknologi, 3) Kebijaksanaan atau Aturan-Peraturan (Perangkat lunak) untuk menjalankan tugas Pemerintahan dan tugas Pembangunan / Rekayasa (14) Menggunakan perangkat keras berupa prasarana, sarana, alat dan peralatan yang merupakan produk teknologi dan rekayasa. Penyelamatan dan Pencegahan Kerusakan lingkungan Sesungguhnya Allah menghendaki dari sekian banyak manusia masih ada segolongan manusia yang beriman yang mau berusaha dengan sunggu-sunguh untuk mengingatkan, mencegah, menanggulangi dan memperbaiki kerusakan Lingkungan Sumberdaya Alam termasuk kerusakan Lingkungan Sumberdaya Air. Dan atas kehendak-Nya keberadaan Air dan Sumberdya Air masih bisa dipertahankan sebelum Bumi dihancurkan di hari Kiamat. Sesungguhnya usaha penghentian atau pengendalian, rehabilitasi dan konservasi Lingkungan Sumberdaya Air tersebut merupakan tugas dan tanggung jawab seluruh lapisan Masyarakat dan Penguasa (Pemerintah, DPR dan Penegak Hukum). Alhamdulillaah Presiden RI telah mencanangkan Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Sumberdaya Air (GNKPSDA) yang dikukuhkan dengan Kepres bulan April tahun 2005. Pencananangan GNKPSDA, tentu harus didukung dan ditindak lanjuti dengan pelaksanaan sampai tuntas di lapangan oleh seluruh jajaran pemerintah dan masyarakat. Perlu diingat bahwa Allah akan murka terhadap orang yang hanya ngomong saja tanpa berbuat lanjut. Sebaiknya GNKPSDA selanjutnya dikukuhkan dengan Peraturan yang lebih tinggi dan mengikat, sebagai jabaran dan tindak lanjut dari UU No 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air dan di Daerah disusun Perda GDKPSDA. Ingatlah, bahwa Allah telah menciptakan Air di Bumi ini, yang sebelumnya kering, untuk menciptakan makhluk hidup di Bumi ini dan seandainya tidak ada air maka tidak ada kehidupan dan penghidupan. Pemerintah Pusat dan Daerah seharusnya segera menyusun Perencanaan, Perancangan dan
99
ISBN: 978-979-15616-4-8
Program untuk dapat melaksanakan Gerakkan tersebut dengan baik. Untuk itu juga perlu segera dibuatkan NSPM yang diperlukan. Peran Masyarakat dan Pemerintah dalam GNKPSDA Masyarakat yang harus berperan aktif dalam Gerakan Penyelamatan, Rehabilitasi dan Konservasi Lingkungan Sumberdaya Air adalah seluruh anggota masyarakat yang memanfaatkan, memiliki, menghuni dan menguasai lahan yang berada di Derah tangkapan Hujan. Gerakan penyelamatan dan konservasi Sumberdaya Air harus dilakukan di semua lahan yang berada di suatu DAS, dimulai dari Lahan Pekarangan dan Kawasan, dilanjutkan ke lahan yang berada di seluruh Wilayah Rukun Tetangga, Rukun Warga, Desa, Kecamatan, Kabupaten-Kota dan Propinsi. Lahan yang dijadikan objek gerakkan GNKPSDA termasuk lahan yang dipergunakaan untuk fasilitas umum seperti jalan kampung sampai jalan toll, tempat beribadah sampai dengan lahan yang dikuasai oleh Pemerintah. Tenaga penggerak dalam pelaksanaan GNKPSDA adalah semua pemuka, tokoh pemimpin dan pejabat dimulai dari tingkat kepala Keluarga, ketua RT dan RW, Kades, Camat, Bupati, Walikota, Kepala Kantor, Kepala Perusahaan, Presiden sebagai pemimpin para pejabat Pemerintah, Ketua MPR-DPR dan para Penegak Hukum. Tujuh Gerakan Penyelamatan SDA yang mampu dan harus dilaksanakan oleh Masyarakat 1. Gerakan Peresapan Air Hujan dan Air Permukaan ke dalam tanah, Melalui pembuatan Sumur Resapan, Kolam Resapan, Saluran Resapan, Resapan dari Septick Tank dan pemasangan Paving Blok yang porus. Dengan meresapkan air ke dalam tanah maka cadangan air tanah akan bertambah 2. Gerakan Penampungan Air Hujan dengan membuat bak Penampung Air Hujan yang dapat dipasang diatas atau dibawah permukaan tanah. Penampungan air hujan untuk mengurangi limpasan banjir dan dapt digunakan untuk keperluan hidup 3. Gerakan Penanaman Pohon Lindung (Gerakan Penghijauan dan Udara Bersih) dengan penanaman pohon lidung di lahan yang masih bisa ditanami, di wajan / pot tanaman (di kawasan pekarangan, RT, RW, di lahan yang terlantar dan seterusnya). Pepohonan dapat menyimpan air, mengurangi aliran permukaan, memperbaiki keadaan gas dan polusi udara di atmosfir dan menjadi paru paru bumi. 4. Gerakan Pengelolaan dan Pengolahan Sumberdaya Sampah dan Limbah (dimulai di Rumah Tangga, TPS dan di TPA / IPSDS IPAL). Sumberdaya Sampah dapat dijadikan pupuk organik, diambil gasnya (gas metan), bahan daur ulang (kertas dan plastik) dan bahan industri. Pupuk organik dapat menutupi kekurangan pupuk kimiawi dan dapat memperbaiki struktur tanah pertanian.
Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006
Gerakan Pematusan (Draining) Genangan dan Pengeringan daerah Tangkapan Hujan Tandon Air Hujan (Retarding Basins) 6. Gerakan Penghematan dan optimasi penggunaan Air dan Sumberdaya Air (Air bersih dan energi air makin lama makin langka, sulit diperoleh dan makin mahal). Pembangkitan tenaga listerik di jaringan saluran Irigasi perlu digalakkan 7. Gerakan Pembinaan Sumberdaya Manusia agar mereka sadar akan peran, fungsi Air dan Sumberdaya Air dan konservasi lingkungan Sumberdaya Air (dimulai oleh orang tua kepada anak anak di rumah dan pekarangan, RT / RW dan seterunya untuk seluruh penduduk negeri). Gerakan Diklatjar tentang Keairan mulai dari masalah yang kecil sampai dengan yang makro. Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Sumberdaya Air (GNKPSDA) yang menjadi tugas dan tanggung jawab Pemerintah (Pusat dan Daerah) (1) Gerakan Pembinaan Sumberdaya Manusia (Penyadaran akan Konservasi Air dan Sumberdaya Air) (2) Membuat Crash Program Pelaksanaan GNKPSDA di seluruh Provinsi, Kabupaten dan Kota (3) Membuat Pilot Project GNKPSDA - 7 GMPSA dengan arahan dan bimbingan teknis dari para pakar yan dikoordinasikan oleh Lembaga yang terkait (Pemerintah, Perguruan Tinggi dan LSM) kegiatan Crash Program disertai dengan Program Pembinaan SDM (4) Menyiapkan Perencanaan dan Perancangan GNKPSDA, konsep kerja sama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Propinsi dan Kabupaten Kota; dan menyusun Program Kegiatan isyarat isyarat dari Allah Jangka Pendek untuk ditidak lanjuti dengan Perda (5) Menyiapkan RUU Penyelamatan Kerusakan SDA dengan masukan dari Daerah (6) Merevisi RTRW-Daerah dengan memasukkan Perencanaan Pencegahan berlanjutnya Kerusakan dan Rehabilitasi Sumberdaya Air dengan memperhatikan batasan Daerah Aliran Sungai (7) Menyusun Atlas Potensi atau Sumberdaya Air di tiap DAS, yang berisi Data dan Informasi ketersedian Sumberdaya Air, pendayagunaan SDA, prediksi kebutuhan akan Sumberdaya Air dan kondisi Kerusakan Sumberdaya Air. (8) Kegiatan Teknis Rehabilitasi dan Pembangunan Prasarana Fisik dan Non Fisik berupa: a. Penyuluhan dan Pembinaan Sumberdaya Manusia (Tatap muka, Diklatjar, media cetak dan elktronik) b. Pembangunan Bangunan Peresap Air di DTHPeresap Air dengan pemberdayaan Masyarakat dan di Kawasan yang dikuasai Pemerintah (antara lain di Kawasan Kantor, Pertanian, dan Jaringan Jalan)
5. 100
ISBN: 978-979-15616-4-8
c. d.
e. f. g.
h.
i. j. k. l.
Rehabilitasi dan Pembangunan Bangunan Penampungan Air (Kolam Tando, Situ, Danau, Waduk dan Embung) Penanaman Pohon Lindung di Lahan yang dikuasai Pemerintah dan di Kawasan Potesial yang Rusak (Reboisasi Kawasan Hutan, Penanaman pohon lindung di Kawasan Pertamanan, Daerah Sempadan Jalan, Kawasan / Lahan Kritis, Pekarangan Kantor dan sebagainya) Pembangunan Bangunan Pencegah Erosi, Longsor dan Bahaya Keairan yang lain dan atau usaha pencegahan yang bersifat non teknis Rehabilitasi dan Pembangunan Bangunan Drainase Makro dan Kawasan (Kawasan Jalan, Kota dan sebagainya) Pengamanan dan Rehabilitasi Prasarana Keairan di DTH, di Badan Sungai, di DPKS (Misal Bangunan Irigasi termasuk sawahnya), di Pesisir dan Pantai, PLTA, Pengolahan Air Baku Air Bersih, Pengelolaan Limbah Penghentian dan Pencegahan alih fungsi Lahan Pertanian, Kehutanan, Pertamanan, Sabuk Hijau dan Lahan Hijau semacamnya menjadi Kawasan Pemukiman, Industri dan lain lainnya yang merusak Sumberdaya Alam. (Untuk menghentikan alih fungsi lahan pertanian ini, misal sawah dan perkebunan, maka seharusnya Pembinaan, Pengaturan, Pengendalian dan Pengawasan kegiataan Pengelolaan yang berkaitan langsung dengan bidang Pertanian dilimpahkan kepada Instansi bidang Pertanian, bukan ke Istansi yang memberikan Ijin Membangun Bangunan (IMB) Pengamanan dan Rehabilitasi Kerusakan Lingkungan Sungai termasuk Prasarana Bagunan Air di badan Sungai Pengelolaan Sumberdaya Sampah dan Air Limbah (Pengolahan, Penyaluran dan Pembuangan) Peningkatan mutu Pendayagunaan Air dan Sumberdaya air yang afektif, hemat (tidak boros, efektif dan efisien) Penanggulangan Pencemaran air dan Pencemaran Udara (teknis dan non teknis)
Gerakan Penyelamatan dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian dan Hutan Untuk dapat mencegah atau mengurangi pengaliahan fungsi Lahan Pertanian dan Kehutanan, maka Hukum, Aturan dan Peraturan khusus masih harus dibuat. Pembinaan Lahan Pertanian dan Izin pengalihan fungsinya, seharusnya diserahkan penuh kepada Instansi / Departemen Pertanian, seperti halnya Lahan Kehutanan dibina dan dikelola oleh Departemen Kehutanan.. Saat ini lahan persawahan / pertanian dan perkebunan dapat dialih-fungsikan dengan mudah menjadi Kawasan
Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006
Perumahan, Industri, Pertambangan dan Jalan, hanya berdasarkan fatwa kepala Daerah, kewenangan BPN dan kewenangan Instansi PU untuk mengeluarkan IMB, mengikuti Perda yang tidak bersahabat dengan Konservasi Sumberdaya Air dan Lingkungan, dan yang lebih mementingkan PAD / Ekonomi saja. Kesimpulan dan Saran (1) Kerusakan Lingkungan Sumberdaya Alam, khususnya Sumberdaya Air di Indonesia sudah mencapai tingkat yang membahayakan, menimbulkan bencana dan malapetaka bagi kehidupan dan penghidupan. (2) Kerusakan lingkungan SDA terjadi disebabkan oleh perbuatan sebahagian besar manusia yang tidak mengetahui, tidak berilmu atau bodoh, tidak mengetahui dan mengikuti perintah-Nya dan melanggar larangan-Nya. Mereka tidak menyadari bawa manusia diberi-Nya tugas, hak, wewenang dan tanggung jawab (THWT) sebagai Khalifah Allah di Bumi untuk mengurus dan memakmurkan Bumi demi kepentingan semua makhluk, bukan untuk merusaknya. (3) Allah YM Kuasa telah memperlihatkan peringatan dan kemurkaan-Nya akibat makin banyak manusia Indonesia yang menentang petunjuk-Nya, berbuat musyrik dalam beribadah Ritual, berbuat kejahatan dan kerusakan di Bumi dalam mengurus Bumi dan tidak mensyukuri segala kenikmatan yang diberikan-Nya. (4) Bahaya keairan di darat yang harus diwaspadai adalah kekeringan / kekurangan air, pencemaran air (air sungai, air tanah dan air hujan / pencemaran udara), banjir, longsoran tebing dan pergerakkan sedimen (tanah dan batuan) (5) Kerusakan Sumberdaya Air di DAS, dimulai dengan pendayagunaan Sumberdaya Lahan yang berada di Daerah Tangkapan Hujan, yang tidak memikirkan dampak negatifnya terhadap konservasi Sumberdya Air (6) Dalam rangka menghentikan dan menanggulangi Kerusakan Lingkungan tersebut, semua masyarakat minimal orang orng yang beriman harus mengetahui petunjuk-Nya dan melaksanakan segala perintah dan menghindarkan larangan yang diberikan Allah yang semuanya itu telah tersurat dan yang tersirat di dalam Kitabullah dan Hadits Rosul serta yang tersurat dan yang tersirat berupa Sunatullah (7) Selanjutnya dari ketiga sumber petunjuk-Nya tersebut perlu diterjemahkan dan dijadikan Hukum dan Aturan Peraturan yang membumi dan harus ditindak lanjuti menjadi produk, Norma, Hukum, Standar, Pedoman dan Manual Teknis dan non Teknis untuk digunakan dalam kegiatan Pengelolaan Sumberdaya Air. Undang-undang no. 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air perlu
101
ISBN: 978-979-15616-4-8
segera dilengkapi atau didukung dengan Aturanperaturan yang lebih rinci. (8) Penegakkan Hukum dan Aturan-peraturan dalam rangka TURDALWAS dalam Pengelolaan Sumberdaya Air perlu dilaksanakan. Perlu dibentuk organisasi Polisi Keairan, bagian khusus dari Polisi Pamongpraja. (9) Hanya dengan meningkatkan keimanan, ketaqwaan, ketaatan kepada-Nya, dengan menggunakan ilmu, kebijakan, kebijaksanaan, teknologi alat peralatan teknologi yang diberikanNya, sebahagian mayarakat Indonesia dan para penguasa di Pemerintahan insya Allah akan mampu mengurangi dan menaggulangi Kerusakan Lingkungan Alam khususnya Sumberdaya Air dan meneruskan Pembangunan di segala bidang, untuk mencapai negeri yang baldatun thoyibatun war robun ghofur (Negeri yang baik diberkahiNya, penduduknya berada dalam ampunan Allah YM. Pemurah, YM. Penyayang dan YM Pengampun) (10) Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Sumberdaya Air yang dicanangkan Presiden, harus di laksanakan berdasarkan prioritas oleh Pemerintah Pusat dan Daerah dengan dukungan dari masyarakat dengan wakilnya (DPRD dan DPR) (11) Gerakan Masyarakat Penyelamatan Sumberdaya Air (GMPSA) sejalan dengan Gerakan nasional harus dilaksanakan secara serempak di seluruh DAS di Indonesia, oleh seluruh lapisan masyarakat didukung oleh seluruh pejabat Pemerintah mulai dari ketua RT, RW, Lurah, Camat, Bupati / Walikota, Presiden dan oleh para pejabat penegak Hukum (Polisi, Jaksa dan Kakim). Kerusakan Lingkungan Sumberdaya Air di Daerah Aliran Sungai Telah tampak kerusakan di Darat dan di Laut akibat perbuatan manusia dan Allah telah menampakkan peringatan, siksa dan azab kepada semua manusia agar mereka bertaubat dan kembali ke jalan yang benar sesuai dengan Petunjuk-Nya. Komponen lingkungan Sumberdaya Air yang rusak di suatu DAS Ciri-ciri Kerusakan Lingkungan Penyebab Kerusakan Lingkungan Sumberdaya Air Kerusakan Lingkungan Sumberdaya Air di Daerah Tangkapan Hujan (DTH) Kerusakan Lingkungan Sumberdaya Air di Sungai (Morfologi Sungai) Usaha Pencegahan dan Rehabilitasi Kerusakan Lingkungan Sumberdaya Air di Daerah Tangkapan Hujan Usaha Pencegahan dan Rehabilitasi Kerusakan Lingkungan Sumberdaya Morfologi Sungai
Usaha Pencegahan dan Rehabilitasi Kerusakan Lingkungan Sumberdaya Lahan di Daerah Pengairan Kendali Sungai (DPKAS) Kepentingan penyusunan Buku Atlas Potensi Sumberdaya Air dan Lahan di DAS Hukum, Aturan-Peraturan dan NSPM yang diperlukan
Komponen sumberdaya alam dan buatan yang rusak di Daerah aliran sungai (1) Sumberdaya alam yang berada pada lahan di Daerah Tangkapan Hujan (DTH) : (2) Lahan Peresap Air (3) Lahan Penampung Air Hujan (Retarding Basin) (4) Sumberdaya Morfologi Sungai (s/d Muara / Delta) (5) Sumberdaya yang berada di Daerah Pengairan Kendali Sungai (DPKS): (6) Daerah Irigasi dan (7) Kawasan Banjir (8) Sumberdaya Lahan yang berada di Pesisir / Laut Lepas Pantai Titipan: Janji dan peringatan Allah: (1) Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (perintah dan larangan-Nya) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (Q.7/96). (2) Sesungguhnya bagi kaum Saba' (dengan ratunya Balqis yang asalnya musrik lalu mengikuti jalan Allah bersama Nabi Sulaiman Rosul Allah . Kejadian ini dapat terjadi di Indonesia) ada tanda di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri (diairi dari Bendungan). (Kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu rezki dari Robb-mu (Allah) dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan Robb-mu Yang Maha Pengampun". (Q.34/15). (3) Tetapi mereka (generasi berikutnya) berpaling (dari jalan Allah maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr (Q. 34/16). (4) Setelah generasi selanjutnya mengikuti Rosul Allah yang terahir, negeri mereka menjadi makmur. Akibat perbuatan orang-orang yang musyrik, jahat dan berbuat kerusakan di negeri yang sangat subur ini, maka negeri Indonesia menjadi negeri yang terpuruk, yang sebelumnya mendapat berkah dari Allah berupa kemerdekaan dan kemakmuran. Coban, siksa, azab dan peringatan dari Allah yang berwujud berbagai macam bencana dan kecelakaan pun datang bertubi-tubi tidak henti hentinya menimpa berbagai tempat di Indonesia.
Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006
102
ISBN: 978-979-15616-4-8
Sessu Sennang
Sessu Sennang
Abstrak Tudang Sipulung merupakan budaya di Kabupaten Wajo, yang artinya duduk berkumpul (bermusyawarah). Dalam Tudang Sipulung lahir kebijakan seorang raja atau pemimpin di bidang Pemerintahan dan Sektor Pertanian. Dewasa ini, beberapa kegiatan dalam Tudang Sipulung cenderung memudar mengikuti perkembangan zaman. Pada abad XV-XVI, sejarah Wajo menunjukan bahwa, raja-raja wajo bersikap sangat demokratis dalam pelaksanakan pemerintahannya. Sebelum memerintahkan untuk menurunkan bibit padi sawah dan menangkap ikan di danau, raja mengadakan pertemuan dengan para bangsawan dan masyarakat dalam acara Tudang Sipulung. Pertemuan ini melahirkan suatu kesepakatan bersama sebagai upaya mewujudkan kemakmuran rakyat dan membesarkan negeri sebagai tempat berteduh rakyat. Pada saat ini, penduduk makin bertambah sedangkan kepemilikan lahan makin kecil ( 0,25 1,0 Ha). Bersamaan dengan masalah tersebut, sumber daya air pun mengalami degredasi. Walaupun telah melakukan sistem sawah beririgasi, para petani masih dilingkupi oleh berbagai masalah yang cukup kompleks. Kata Kunci : Tudang Sipulung, sejarah, budaya, partisipatif
I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Kabupaten Wajo memiliki luas Wilayah 2.506, 19 Km2 atau 4,0 % dari luas Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, dengan jumlah penduduk 363.160 jiwa. Luas sawah Kabupaten Wajo 86.107 Ha, terdiri dari sawah beririgasi teknis 12.097 Ha, semi teknis 1.113 Ha, irigasi sederhana, irigasi desa dan irigasi pompa 18.158 Ha. Dan sisanya adalah sawah tadah hujan seluas 54.739 Ha. Danau dan Rawa sebagai potensi perikanan mempunyai luas 28.110 Ha, meliputi Danau Tempe (Kec. Belawa, Sabbangparu), Danau Penrang Riawa (Kec. Tanasitolo), Danau Durie, Danau Lappapolo (Kec. Takallala) dan rawa lainnya. Ekologi Danau Tempe memiliki nilai konservasi yang tinggi, terutama jenis ikan dan keberadaan sejumlah besar burung migran. Dahulu Danau Tempe ini dikelola rakyat Wajo, namun pada masa sekarang sungai (pallawang) di areal danau dikuasai oleh pemerintah daerah sebagai sumber pendapatan asli daerah. Ada juga sungai (pallawang) milik perorangan, sedangkan kanal yang dibuat pemerintah daerah dimanfaatkan sebagai sarana transportasi nelayan. Masyarakat Wajo mempunyai filosofi yang tercermin pada budaya dan moral: Maradeka towajoe, najajiang alena maradeka, tanaemi ata, naia tomakketanae maradeka maneng, ade assimaturusennami napopuang Artinya: orang-orang Wajo itu merdeka sejak dilahirkan, hanya negeri mereka yang abadi, siempunya negeri semua merdeka, hanya hukum adat yang lahir dari kehendak mereka-lah, yang dipertuan
Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006
(Lataringeng To Taba, negarawan Kerajaan Wajo abad XV). Sejak terbentuknya Kerajaan Wajo pada abad ke XV, Budaya bercocok tanam padi dan menangkap ikan tidak terlepas dari peranan raja-raja yang memerintah di Kabupaten Wajo. Dahulu kala, petani dan nelayan merasa makmur dan sangat patuh pada rajanya. 1.2 Ruang Lingkup Ruang Lingkup studi meliputi budaya bercocok tanaman padi dan menangkap ikan di danau serta sejarah Kerajaan Wajo pada abad XV XVI di bawah raja-rajanya yang bergelar Batara dan Arung Matoa. 1.3 Maksud Menggali kembali sejarah terpendam tentang asal mulanya Kerajaan Wajo yang merupakan bagian sejarah Sulawesi Selatan. Perlunya mengkritisi dan mengambil hikmah yang menjadi arahan bagi pemerintah khususnya pada bidang pertanian. 1.4 Tujuan Menumbuhkan animo petani dan nelayan untuk bercocok tanaman padi dan menangkap ikan untuk kesejahteraannya melalui partisipasi petani/nelayan dalam melestaikan sumber daya air dan irigasi. 1.5 Metodologi Tahapan dalam penyusunan penulisan ini adalah: Mengumpulkan buku dan artikel mengenai asal mula Kerajaaan Wajo dan kebijakan Raja pada waktu itu di bidang Pemerintahan.
103
ISBN: 978-979-15616-4-8
Sessu Sennang