Anda di halaman 1dari 32

PENDAHULUAN

Produksi jagung masih dapat ditingkatkan melalui peningkatan produktivitas dan perluasan areal tanam, terutama di luar Jawa. Dewasa ini luas areal panen jagung nasional baru sekitar 3,60 juta ha dengan produktivitas 3,40 ton/ha. Sementara produktivitas jagung di tingkat penelitian berkisar antara 4,0-9,0 ton/ha, bergantung pada kondisi lahan, lingkungan setempat, dan teknologi yang diterapkan. Di Indonesia, jagung ditanam pada agroekosistem yang beragam, mulai dari lingkungan berproduktivitas tinggi (lahan subur) sampai berproduktivitas rendah (lahan suboptimal dan marjinal). Karena itu diperlukan teknologi produksi spesifik lokasi, sesuai dengan kondisi lingkungan setempat. Pengembangan jagung di lahan sawah pada musim kemarau merupakan langkah yang strategis, karena dapat mengurangi defisit pasokan produksi yang umumnya terjadi pada musim kemarau, kualitas hasil panen umumnya lebih tinggi, dan harga jagung pada saat itu juga relatif tinggi. Selama ini komponen teknologi budi daya jagung diterapkan secara parsial, terutama pada lahan berproduktivitas rendah, sehingga tidak memberikan dampak yang nyata terhadap peningkatan produksi. Memadukan berbagai komponen teknologi yang saling menunjang atau bersifat sinergis diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi sistem produksi jagung. Melalui penelitian dalam jangka panjang, Badan Litbang Pertanian telah menghasilkan berbagai komponen teknologi jagung. Penerapan komponenkompoen teknologi tersebut dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) ternyata mampu meningkatkan produkivitas dan efisiensi usahatani, sehingga berujung pada peningkatan pendapatan. Di beberapa lahan sawah tadah hujan di Sulawesi Selatan, misalnya, pengembangan jagung dengan pendekatan PTT dalam hamparan dengan luas minimal 5 ha memberikan hasil 5,4-7,3 ton/ha. Sebelumnya, lahan suboptimal tersebut biasanya diberakan setelah panen padi. Belajar dari pengalaman dalam penelitian pada beberapa lokasi di Indonesia, pengembangan inovasi teknologi jagung dengan pendekatan PTT diperkirakan mampu memberikan kontribusi yang nyata bagi peningkatan produksi nasional.

PENGERTIAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT)


PTT adalah model atau pendekatan dalam budi daya yang mengutamakan pengelolaan tanaman, lahan, air, dan organisme pengganggu tanaman (OPT) secara terpadu dan bersifat spesifik lokasi. Dengan demikian, PTT bukan paket teknologi. PTT jagung bertujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan produktivitas jagung secara berkelanjutan dan meningkatkan efisiensi produksi. Pengembangan PTT di suatu lokasi senantiasa memperhatikan kondisi sumber daya setempat, sehingga teknologi yang diterapkan di suatu lokasi dapat berbeda dengan lokasi yang lain. Dengan demikian teknologi yang diterapkan dengan pendekatan PTT bersifat sinergistik dan spesifik lokasi. Sesuai dengan masalah yang ada di lokasi setempat, komponen teknologi yang dapat dikembangkan dalam PTT jagung antara lain varietas unggul, benih bermutu, penyiapan lahan hemat tenaga, populasi tanaman optimal, pemupukan yang efisien, pengendalian OPT dengan mengutamakan aspek kelestarian lingkungan, pengelolaan panen dan pascapanen yang sesuai dengan kondisi sosial-ekonomi masyarakat.

TAHAPAN KEGIATAN PELAKSANAAN PTT


Pengembangan jagung melalui pendekatan PTT didasarkan kepada potensi, kendala, dan peluang di wilayah setempat, yang dapat diketahui melalui PRA (Participatory Rural Appraisal) atau penelaahan partisipatif dalam waktu singkat. Pelaksanaan PRA dilakukan oleh suatu tim yang terdiri atas berbagai disiplin ilmu agar dapat teridentifikasi potensi, kendala, dan peluang pengembangan PTT jagung secara menyeluruh. PRA merupakan langkah awal dalam pelaksanaan PTT di suatu wilayah. Hal ini dimaksudkan agar masalah yang dihadapi petani dapat diketahui dan dipahami untuk dipecahkan secara bersama. Melalui PRA dapat diketahui keinginan dan harapan petani, sekaligus karakteristik lingkungan biofisik, kondisi sosial-ekonomi dan budaya masyarakat setempat dan sekitarnya. Langkah selanjutnya adalah menyusun komponen teknologi yang sesuai dengan karakteristik daerah pengembangan dan diharapkan dapat memecahkan masalah di daerah tersebut. Komponen teknologi yang akan diterapkan bersifat dinamis karena akan mengalami perbaikan dan perubahan, sesuai dengan perkembangan inovasi teknologi dan keinginan petani dan masyarakat setempat. 2

Langkah berikutnya adalah menerapkan komponen teknologi utama PTT yang bersifat spesifik lokasi pada hamparan yang luas, misalnya 50-100 hektar. Bersamaan dengan itu didemonstrasikan komponen teknologi alternatif pada lahan seluas sekitar satu hektar dalam bentuk superimpose atau petak percontohan, sebagai sarana pelatihan bagi petani atau petugas lapang. Komponen teknologi alternatif ini dipersiapkan untuk mengganti atau mensubtitusi komponen teknologi yang dinilai kurang sesuai.

KOMPONEN TEKNOLOGI PRODUKSI


Jagung umumnya diusahakan pada lahan kering dan lahan sawah (tadah hujan atau irigasi). Dengan demikian alternatif komponen teknologi produksi jagung yang dapat diterapkan dengan pendekatan PTT adalah: 1. Varietas unggul baru yang sesuai dengan karakteristik lahan, lingkungan, dan keinginan petani setempat, baik jenis komposit atau bersari bebas maupun hibrida. 2. Benih bermutu (daya kecambah >95%), diberi perlakuan benih (seed treatment) dengan metalaksil 2 gram (bahan produk) untuk setiap kg benih. Kebutuhan benih 15-20 kilogram per hektar, bergantung pada ukuran benih, makin kecil ukuran benih (bobot 1.000 biji < 200 gram) makin berkurang kebutuhan benih. 3. Penyiapan lahan, dilakukan pengolahan tanah jika tanah bertekstrur berat dan tanpa olah tanah (TOT) jika tanah bertekstur ringan. 4. Populasi tanaman sekitar 66.600 tanaman per hektar, jarak tanam 75 cm x 40 cm dengan dua tanaman per lubang atau 75 cm x 20 cm dengan satu tanaman per lubang. 5. Pemupukan nitrogen (N) berdasarkan stadia pertumbuhan tanaman dan hasil pengamatan terhadap daun dengan menggunakan Bagan Warna Daun (BWD). 6. Pemupukan P dan K sesuai kebutuhan berdasarkan status hara tanah dari hasil analisis laboratorium. 7. Bahan organik (pupuk kandang 1,5-2,0 ton/ha) diberikan sebagai penutup benih pada lubang tanam. 8. Pembuatan saluran drainase (khusus untuk pertanaman pada lahan kering datar pada musim hujan). 9. Pemberian air melalui saluran irigasi, sesuai kebutuhan (khusus untuk pertanaman di lahan sawah pada musim kemarau). 10. Pengendalian gulma secara terpadu. 11. Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT). 12. Panen tepat waktu dan prosesing dengan alat dan mesin. 3

Berdasarkan sifatnya, komponen-komponen teknologi tersebut dapat dibedakan menjadi dua bagian: (1) teknologi untuk pemecahan masalah setempat atau spesifik lokasi, dan (2) teknologi untuk perbaikan dan peningkatan efisiensi budi daya. Tidak semua komponen teknologi diterapkan sekaligus, terutama di lokasi yang mempunyai masalah spesifik. Terdapat lima komponen teknologi yang dapat diterapkan secara bersamaan (compulsory) yang merupakan penciri model PTT jagung, yaitu: 1. Varietas unggul baru sesuai dengan karakteristik lahan, lingkungan, dan keinginan petani setempat, baik jenis komposit atau bersari bebas maupun hibrida. 2. Benih bermutu (daya kecambah > 95%), diberi perlakuan benih (seed treatment) dengan metalaksil 2 g (bahan produk) untuk setiap kg benih. 3. Populasi tanaman sekitar 66.600 tanaman per hektar, jarak tanam 75 cm x 40 cm, dua tanaman/lubang atau 75 cm x 20 cm, satu tanaman/ lubang. 4. Pemupukan N berdasarkan stadia pertumbuhan tanaman dan hasil pengamatan terhadap daun dengan menggunakan BWD. Pemupukan P dan K berdasarkan status hara tanah, sesuai hasil analisis laboratorium. Bahan organik (pupuk kandang 1,5-3,0 ton/ha) yang diberikan sebagai penutup benih pada lubang tanam untuk pemecahan masalah kesuburan tanah, terutama pada lahan kering masam. 5. Pembuatan saluran drainase (khusus untuk pertanaman pada lahan kering datar pada musim hujan) atau saluran distribusi air (khusus untuk pertanaman pada lahan sawah saat musim kemarau). Penerapan kelima komponen teknologi tersebut secara bersamaan memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap peningkatan hasil dan efisiensi produksi.

Varietas Unggul
Di antara komponen teknologi produksi jagung, varietas unggul (baik hibrida maupun bersari bebas) mempunyai peranan yang lebih besar dalam peningkatan produktivas. Selain memberikan hasil yang tinggi, varietas unggul juga berperan dalam pengendalian hama dan penyakit. Karakter lain yang perlu dipertimbangkan dalam memilih varietas unggul adalah kesesuaiannya dengan lingkungan (tanah dan iklim) setempat dan keinginan petani, misalnya varietas toleran kekeringan, toleran tanah masam, dan sesuai dengan preferensi petani terhadap karakter lainnya seperti umur dan warna biji. Makin banyak varietas yang tersedia di tingkat petani makin mudah bagi mereka memilih varietas yang akan dikembangkan, sesuai dengan kondisi 4

Hibrida Bima-2 Bantimurung

Komposit Srikandi Kuning-1

Komposit Sukmaraga

Tabel 1. Varietas unggul jagung yang telah dilepas dalam periode 1996-2007. Varietas Tahun Potensi hasil pelepasan hasil (t/ha) 7,5 8,0 7,0 7,6 8,0 8,5 7,9 8,1 7,0 9,0 8,5 9,0 8,9 9,0 9,0 8,5 9,0 9,0 11,0 10,0 Umur panen (hari) 90 82 90 95 95 105 110 110 103 94 90 98 98 98 94 95 97 97 100 100 Ketahanan penyakit bulai Toleran Agak toleran Agak toleran Agak toleran Toleran Toleran Rendah Rendah Rendah Toleran Toleran Toleran Toleran Toleran Toleran Toleran Agak toleran Agak toleran Agak toleran Toleran Keunggulan spesifik

Komposit/bersari bebas Lagaligo 1996 Gumarang Kresna Lamuru Palakka Sukmaraga Srikandi Kuning-1 Srikandi Putih-1 Anoman-1 (Putih) Hibrida Semar-3 Semar-4 Semar-5 Semar-6 Semar-7 Semar-8 Semar-9 Semar-10 Bima-1 Bima-2 Bantimurung Bima-3 Bantimurung 2000 2000 2000 2003 2003 2004 2004 2006 1996 1999 1999 1999 1999 1999 1999 2001 2001 2007 2007

Toleran kekeringan Umur genjah Umur sedang Toleran kekeringan Umur sedang Toleran tanah masam Protein bermutu Protein bermutu Sesuai untuk pangan Toleran kekeringan Umur sedang Umur sedang Umur sedang Umur sedang Umur sedang Umur sedang Biomas tinggi Stay green Stay green Stay green

sumber daya setempat. Varietas unggul jagung yang telah dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian dalam 11 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 1.

Benih Bermutu
Penggunaan benih bermutu dari varietas unggul yang sesuai dengan kondisi setempat merupakan langkah awal menuju keberhasilan usahatani jagung. Penggunaan benih bersertifikat dengan vigor yang tinggi sangat disarankan. Dalam budi daya jagung tidak dianjurkan melakukan penyulaman tanaman yang tidak tumbuh. Oleh karena itu, sebelum benih ditanam disarankan untuk menguji daya kecambah benih yang akan digunakan. Pertumbuhan tanaman sulaman biasanya tidak optimal karena adanya 6

persaingan tumbuh antartanaman dan tongkol tidak dipenuhi oleh biji akibat penyerbukan yang tidak sempurna. Benih yang bermutu akan tumbuh serentak 4 hari setelah tanam (HST) pada lingkungan yang normal. Penggunaan benih bermutu akan menghemat jumlah pemakaian benih dan populasi tanaman yang dianjurkan sekitar 66.600 tanaman/ha dapat terpenuhi. Sebelum ditanam, benih hendaknya diberi perlakuan fungisida terlebih dahulu. Fungisida yang dianjurkan untuk digunakan adalah metalaksil (umumnya berwarna merah) dengan takaran 2 gram untuk setiap kilogram benih. Sebelum dicampur merata dengan benih, insektisida metalaksil dibasahi dulu dengan air dengan perbandingan 2 gram metalaksil dan 10 ml air. Cara ini dimaksudkan untuk mencegah perkembangan bulai yang merupakan penyakit utama tanaman jagung. Benih jagung yang dijual dalam kemasan biasanya sudah dicampur dengan metalaksil sehingga tidak perlu lagi diberi perlakuan benih.

Populasi Tanaman
Populasi tanaman ditentukan oleh jarak tanam dan mutu benih yang digunakan. Populasi tanaman yang dianjurkan adalah 66.600 tanaman per hektar. Untuk mencapai populasi tersebut, benih ditanam dengan jarak 75 cm x 20 cm, satu biji per lubang atau dengan jarak 75 cm x 40 cm, dua biji per lubang. Seperti telah disinggung sebelumnya, dalam budi daya jagung tidak diperkenankan melakukan penyulaman tanaman. Bunga betina dari tanaman sulaman biasanya tidak terserbuki secara sempurna oleh tepung sari bunga jantan tanaman yang telah lebih dahulu berbunga dan peluang terjadinya penyerbukan sendiri hanya sekitar 5%. Hal ini menyebabkan tongkol tanaman sulaman tidak terisi penuh oleh biji. Karena itu benih yang ditanam hendaknya memiliki daya tumbuh lebih dari 95% agar populasi tanaman yang dianjurkan dapat terpenuhi. Jarak tanam 75 cm x 20 cm, satu biji per lubang, dianjurkan di wilayah yang memiliki cukup tenaga kerja. Pertumbuhan tanaman dari benih yang ditanam satu biji per lubang relatif lebih baik karena peluang persaingan antartanaman lebih kecil dibandingkan dengan tanaman dari benih yang ditanam dua biji per lubang. Jarak tanam 75 cm x 40 cm, dua biji per lubang, dianjurkan di wilayah yang kekurangan tenaga kerja atau upah kerja mahal.

Jagung yang ditanam dengan jarak 75 cm x 20 cm, satu biji per lubang

Jagung yang ditanam dengan jarak 75 cm x 40 cm, dua biji per lubang

Pemupukan
Untuk dapat tumbuh dan berproduksi optimal, tanaman jagung memerlukan hara yang cukup selama pertumbuhannya. Karena itu, pemupukan merupakan faktor penentu keberhasilan budi daya jagung. Pemberian pupuk, baik organik maupun anorganik, pada dasarnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman, mengingat hara dari dalam tanah umumnya tidak mencukupi. Efisiensi pemupukan mutlak diperlukan dalam budi daya jagung karena menentukan produktivitas tanaman dan pendapatan yang akan diperoleh. Pemupukan dengan efisiensi yang tinggi dapat dicapai dengan penggunaan pupuk secara berimbang. Artinya pupuk yang akan digunakan didasarkan kepada hara yang dibutuhkan tanaman dan yang tersedia di tanah, sesuai dengan hasil yang ingin dicapai.

Sebagaimana diketahui, tingkat kesuburan tanah beragam antarlokasi sehingga takaran dan jenis pupuk yang akan digunakan juga berbeda. Oleh karena itu, pemupukan berimbang sering pula disebut pengelolaan hara spesifik lokasi. Konsep pemupukan berimbang menawarkan prinsip dan perangkat untuk mengoptimalkan penggunaan hara dari sumber-sumber alami atau lokal sesuai dengan kebutuhan tanaman. Sumber hara alami dapat berasal dari tanah, pupuk kandang, sisa tanaman, dan air irigasi. Penggunaan pupuk kimia atau lebih populer disebut pupuk anorganik pada dasarnya hanya untuk memenuhi kekurangan hara alami yang diperlukan tanaman untuk dapat tumbuh dan menghasilkan sesuai dengan yang dikehendaki. Untuk itu penggunaan pupuk, baik takaran maupun waktu pemberian, perlu disesuaikan dengan umur atau fase pertumbuhan tanaman. Sebagai informasi, gejala tanaman jagung yang kekurangan unsur nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), dan sulfur (S) dapat dilihat berikut ini:

Gejala kekurangan hara N: Daun berwarna kuning pada ujung daun dan melebar menuju tulang daun, warna daun kuning membentuk huruf V, gejala nampak pada daun bagian bawah.

Gejala kekurangan hara P: Pinggir daun berwarna ungukemerahan, mulai dari ujung hingga pangkal daun, gejala nampak pada daun bagian bawah.

Gejala kekurangan hara K: Daun berwarna kuning, bagian pinggir berwarna coklat seperti terbakar, tulang daun tetap hijau, warna daun kuning membentuk huruf V, gejala nampak pada daun bagian bawah.

Gejala kekurangan S: Pangkal daun berwarna kuning, gejala nampak pada daun yang terletak dekat pucuk.

Jumlah pupuk N, P , dan K yang akan diberikan dapat diketahui dari hasil analisis tanah. Penggunaan pupuk dengan takaran dan saat yang tepat merupakan kunci dari efisiensi pemupukan. Prinsip utama pemupukan pada tanaman jagung adalah porsi dari pupuk yang diberikan harus seimbang dan sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman (Tabel 2). Takaran pupuk pada Tabel 2 dapat berubah, bergantung pada tingkat kesuburan tanah di lokasi setempat. Untuk itu, sebelum melakukan budi daya jagung dianjurkan melakukan analisis tanah atau menerapkan rekomendasi pemupukan setempat. Jika analisis tanah belum dilakukan dan rekomendasi pemupukan setempat juga belum tersedia, maka takaran pupuk N ditentukan dengan bantuan bagwan warna daun (BWD), sebagaimana yang dikembangkan dalam pemupukan N pada tanaman padi. Penggunaan BWD untuk mengetahui takaran pupuk N dilakukan pada saat tanaman berumur 40-45 HST atau setelah pemupukan N kedua dengan takaran dan porsi pemberian yang sesuai dengan di Tabel 2. Penggunaan 10

Tabel 2. Jenis, takaran, porsi, dan waktu pemberian pupuk pada tanaman jagung. Jenis pupuk Urea ZA1) SP36 KCl
1) 2)

Takaran2) (kg/ha) 300-350 50 100-200 50-200

Porsi aplikasi 7-10 HST3) 25% 100% 100% 75% 28-30 HST 50% 25% 40-45 HST 25% (BWD) -

3)

Hanya diberikan jika dari hasil analisis tanah kekurangan unsur sulfur (S). Takaran dapat berubah disesuaikan dengan hasil analisis tanah sebelum tanam atau rekomendasi setempat. Kisaran takaran pupuk yang tercantum pada Tabel 2 merupakan nilai rata-rata hasil penelitian di beberapa lokasi dan jenis tanah yang sesuai untuk kebutuhan tanaman jagung. - Jika menggunakan pupuk majemuk, takaran unsur N, P , dan K disetarakan dengan pupuk tunggal. - Cara aplikasi: pupuk diletakkan dalam lubang yang dibuat dengan tugal di samping tanaman dengan jarak 5-10 cm dari tanaman, dan ditutup dengan tanah. HST = hari setelah tanam

BWD pada prinsipnya bertujuan untuk mengamati keseimbangan hara pada tanaman, terutama N. Jika hasil pengamatan dengan BWD menunjukkan tanaman kekurangan N maka perlu segera penambahan pupuk N. Sebaliknya, jika hara N sudah cukup tersedia bagi tanaman maka tidak perlu penambahan pupuk N. Tahapan pengamatan hara N pada tanaman jagung dengan menggunakan BWD adalah sebagai berikut:

Pada saat berumur + 7 HST, tanaman diberi pupuk N (urea) bersamaan dengan pupuk SP36 dan KCl dengan takaran dan porsi pemberian seperti disajikan pada Tabel 2. Pada saat berumur 28-30 HST, tanaman dipupuk dengan takaran dan porsi pemberian seperti di Tabel 2. Pada saat tanaman berumur 40-45 HST, bergantung pada umur varietas yang ditanam, dilakukan pengamatan hara N melalui daun tanaman menggunakan BWD.

Daun yang diamati adalah yang telah terbuka sempurna (daun ke-3 dari atas). Pilih 20 tanaman secara acak pada setiap petak pertanaman (+ 1,0 ha). Pada saat mengamati hara N tanaman, lindungi daun yang akan diamati tingkat kehijauan warnanya dari sinar matahari agar pengamatan tidak terganggu oleh pantulan cahaya yang dapat mengurangi kecermatan hasil pengamatan. 11

Daun yang akan diamati diletakkan di atas BWD. Bagian daun yang diamati adalah sekitar sepertiga dari ujung daun. Bandingkan warna daun dengan skala warna yang ada di BWD, kemudian lakukan pencatatan skala warna yang paling sesuai dengan warna daun yang diamati. BWD memiliki skala warna dengan tingkat kehijauan 2 hingga 5. Jika warna daun berada di antara skala warna 2 dan 3 pada BWD, berarti nilai kehijauan daun adalah 2,5. Apabila warna daun berada di antara skala warna 3 dan 4, berarti nilai kehijauan daun adalah 3,5 atau 4,5 jika warna daun berada di antara skala warna 4 dan 5.

Penerapan penggunaan BWD

Rata-ratakan nilai warna dari 20 daun yang diamati, nilai rata-rata skala warna digunakan untuk menentukan perlu tidaknya tambahan pupuk N.

Acuan tambahan pupuk urea berdasarkan hasil pengamatan dengan BWD dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Takaran pupuk urea pada tanaman jagung jenis hibrida dan komposit umur 40-45 HST berdasarkan skala warna daun pada BWD. Skala warna < 4,0 4,0-5,0 > 5,0 Takaran urea (kg/ha) Hibrida 150 100 50 Komposit 50 25 0

12

Jika bahan organik (pupuk kandang) direkomendasikan penggunaannya di daerah setempat, pemberiannya dilakukan pada saat tanam sebagai penutup benih pada lubang tanam. Takaran pupuk kandang berkisar antara 25-50 g untuk setiap lubang tanam atau setara dengan 1,53,0 ton/ha. Budi daya jagung pada lahan masam memerlukan pupuk kandang berupa kotoran ayam ras atau ayam petelor yang biasanya mengandung kapur yang cukup memadai.

Ke depan, ketersediaan air untuk pertanian akan berkurang karena kompetisi dengan keperluan rumah tangga dan industri, degradasi sistem hidrologi kawasan usahatani yang berdampak terhadap rendahnya proporsi cadangan air hujan yang tersedia bagi tanaman, dan perubahan iklim yang menyebabkan tanaman mengalami kekeringan pada musim kemarau dan kebanjiran pada musim hujan. Untuk itu, teknologi pengelolaan air harus semakin mendapat perhatian, tidak hanya dari segi jumlah tetapi juga mempertimbangkan cara dan saat pemakaian sehingga mampu meningkatkan efisiensi pemanfaatan air. Jagung merupakan tanaman yang rentan terhadap kelebihan atau kekurangan air, dan relatif sedikit membutuhkan air dibandingkan tanaman padi. Pada lahan kering, jagung umumnya diusahakan pada saat musim hujan, sehingga peluang terjadinya kelebihan air cukup besar. Agar tanaman tidak kelebihan air pada musim hujan perlu dibuat saluran drainase dalam jumlah yang memadai. Untuk menekan biaya tenaga kerja, saluran-saluran drainase dibuat bersamaan dengan pembumbunan tanaman.

Pengelolaan Irigasi

Alur-alur yang berfungsi sebagai saluran drainase atau pendistribusian air irigasi.

13

Pada lahan sawah, jagung umumnya ditanam pada akhir musim hujan sehingga tanaman tidak jarang mengalami kekeringan pada musim kemarau. Agar tidak mengalami kekeringan, tanaman perlu mendapat pengairan sebelum menunjukkan gejala kekeringan. Sumber air pengairan tanaman dapat berasal dari jaringan irigasi atau sumur di sekitar areal pertanaman dan didistribusikan dengan bantuan pompa air yang telah disiapkan sebelumnya. Dalam hal ini diperlukan pengaturan waktu dan cara pengairan yang tepat dengan pertimbangan efisiensi pemakaian air. Pada lahan sawah tadah hujan, terutama pada musim kemarau, pengairan tanaman mutlak diperlukan sehingga perlu diketahui sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk mengairi pertanaman. Alur-alur drainase yang dibuat pada saat pembumbunan tanaman berperan penting dalam pendistribusian air ke areal pertanaman. Pembuatan alur drainase dapat menggunakan cangkul, bajak, atau alat pembuat alur drainase PAI-1RBalitsereal atau PAI-2R-Balitsereal yang ditarik hand tractor.

14

TEKNOLOGI BUDI DAYA SPESIFIK AGROEKOLOGI


Lahan Kering
Komponen teknologi budi daya jagung yang dikelola secara terpadu padalahan kering adalah sebagai berikut: Varietas

Untuk wilayah yang mempunyai periode hujan singkat dan berpeluang mengalami kekeringan dianjurkan menanam varietas jenis komposit yang toleran kekeringan seperti Lamuru atau varietas relatif genjah seperti Gumarang, Kresna, atau Lagaligo. Jagung hibrida umumnya berumur lebih dari 100 hari sehingga berpeluang mengalami cekaman kekeringan. Pada wilayah yang mempunyai curah hujan cukup atau periode hujan panjang dianjurkan menanam jagung jenis hibrida atau jenis komposit unggul yang sesuai dengan referensi konsumen. Untuk lahan kering masam, selain jenis hibrida dianjurkan pula menanam jagung jenis komposit unggul. Varietas Sukmaraga adalah jagung unggul bersari bebas yang toleran terhadap kemasaman tanah dan penyakit bulai. Benih

Keberhasilkan budi daya jagung antara lain ditentukan benih yang akan ditanam. Oleh sebab itu, benih yang akan ditanam harus bermutu tinggi dengan daya kecambah tidak kurang dari 95%. Sebelum ditanam, benih dicampur dengan fungisida metalaksil (bahan produk) dengan takaran 2 g untuk setiap kg benih. Agar dapat tercampur merata, fungisida metalaksil dibasahi terlebih dahulu dengan air sebanyak 10 ml untuk setiap 2 g metalaksil. Kebutuhan benih untuk satu hektar lahan berkisar antara 15-20 kg. Penyiapan lahan

Pengolahan tanah dilakukan secepatnya setelah hujan mulai turun dengan mempertimbangkan lengas tanah yang sesuai untuk pengolahan tanah atau dapat juga dilakukan sebelum hujan turun. Lahan dibersihkan terlebih dahulu dari gulma yang tumbuh di areal yang akan ditanami. Pembersihan lahan dapat menggunakan sabit, parang, atau herbisida paraquat dan glifosat dengan takaran 2,0 l per hektar. Setelah lahan bebas dari tumbuhan pengganggu, tanah diolah dengan bajak ditarik traktor atau sapi. Setelah itu tanah digaru dan disisir hingga rata. Tanah juga dapat diolah dengan cangkul.

15

Penanaman

Penanaman dilakukan secepatnya setelah lahan diolah dan siap ditanami pada awal musim hujan, dengan memperhatikan beberapa aspek berikut: a. Pada lahan dengan topografi datar sampai berombak, pemilikan lahan luas, tenaga kerja terbatas, dan tersedia jasa penyewaan traktor, penanaman dianjurkan alat tanam seperti ATB1-2R-Balitsereal (ditarik hand tractor). Alat tanam jagung ini dapat melakukan beberapa kegiatan sekaligus, mulai dari pembuatan alur dan menanam benih hingga menutup lubang benih secara simultan dan otomatis sehingga penanaman berjalan cepat dan efisien. Jika untuk penutup lubang benih dikehendaki pupuk kandang, maka komponen penutup lubang benih tidak diaktifkan. Alat tanam ini menanam benih dengan jarak 75 cm x 40 cm, dua biji per lubang tanam. Jika tidak tersedia hand tractor untuk menarik alat tanam, penanaman dapat dilakukan dengan sistem alur yang dibuat dengan bajak singkal ditarik sapi. Benih diletakkan dalam setiap alur yang jaraknya antaralur 75 cm dan dalam alur 40 cm, dua biji per penempatan dan benih ditutup dengan pupuk kandang. Penanaman dapat pula dilakukan secara konvensional dengan menggunakan tugal dari kayu untuk membuat lubang tempat benih, jarak tanam 75 cm x 40 cm (dua benih per lubang) dan benih yang telah dimasukkan ke lubang tanam ditutup dengan pupuk kandang. b. Pada lahan dengan topografi bergelombang sampai berbukit, pemilikan lahan sempit, tidak tersedia jasa penyewaan traktor maupun bajak dan sapi, maka penanaman dilakukan secara konvensional dengan tugal, dengan jarak tanam 75 cm x 40 cm, dua benih per lubang tanam. Benih yang dimasukkan ke dalam lubang tanam ditutup dengan pupuk kandang. Pemupukan Jenis, takaran, dan waktu pemberian pupuk anorganik disajikan pada Tabel 4. Khusus pada lahan kering masam dianjurkan menggunakan pupuk kandang dari kotoran ayam ras atau ayam petelor karena mengandung kapur, diberikan pada saat tanam sebanyak 25-50 g per lubang setara dengan 1,5-3,0 ton/ha yang juga berfungsi sebagai penutup lubang benih yang baru ditanam. Pupuk anorganik semuanya bersumber dari pupuk tunggal; jika menggunakan pupuk majemuk, takaran N, P , dan K disetarakan dengan pupuk tunggal.

16

Tabel 4. Jenis, takaran, waktu pemberian, dan komposisi pupuk anorganik pada tanaman jagung di lahan kering. Hara yang ditambahkan/ pupuk Urea SP36 KCl
*)

Takaran*) (kg/ha) 300-350 100-200 50-200

Komposisi takaran pupuk (%) berdasarkan waktu aplikasi 7-10 HST 25 100 75 28-30 HST 50 25 40-45 HST 25 (BWD) -

Takaran pupuk dapat diubah, sesuai dengan ketersediaan hara dalam tanah berdasarkan analisis tanah atau rekomendasi setempat.

Cara pemberian pupuk:

Pada saat tanaman berumur 7-10 HST, pupuk urea + SP36 + KCl yang telah dicampur merata segera diaplikasikan dengan cara ditugal sedalam 5-10 cm dengan jarak 5-10 cm di samping tanaman dan lubang pupuk ditutup kembali dengan tanah.

Pada saat tanaman berumur 28-30 HST, pupuk urea + KCl juga diberikan dengan cara ditugal sedalam 5-10 cm dengan jarak 10-15 cm di samping tanaman dan lubang pupuk ditutup kembali tanah.

Pada saat tanaman berumur 40-45 HST, pemberian pupuk urea didasarkan pada hasil pemantauan warna daun tanaman dengan menggunakan BWD. Dengan cara ini dapat diketahui jumlah pupuk urea yang harus ditambahkan, sesuai dengan kebutuhan tanaman. Jika nilai warna daun berada pada skala cukup, pupuk urea tidak perlu lagi diberikan, Sebaliknya, jika nilai warna daun berada pada skala kurang, maka tanaman perlu dipupuk urea dengan takaran sesuai nilai skala pada Tabel 3. Sama dengan tahap pertama dan kedua, pemberian pupuk urea tahap ketiga juga ditugalkan di samping tanaman sedalam 5-10 cm dengan jarak 15-20 cm dan lubang pupuk ditutup kembali dengan tanah. Dengan menggunakan BWD maka takaran pupuk urea dapat berkurang atau bertambah, sesuai kebutuhan tanaman.

Pembuatan Saluran Drainase

Tanaman jagung peka terhadap kekeringan dan kelebihan air. Dalam kondisi curah hujan tinggi, air yang menggenang menyebabkan tanaman layu dan mati. Untuk mengantisipasi terjadinya genangan air pada areal pertanaman perlu dibuat saluran drainase pada setiap baris atau setiap dua baris tanaman. Untuk menghemat tenaga, pembuatan saluran drainase sebaiknya bersamaan dengan penyiangan pertama (14-20 HST). Pembuatan saluran drainase untuk setiap baris tanaman dapat menggunakan alat PAI-1R17

Balitsereal ditarik traktor tangan, sedangkan untuk saluran drainase setiap dua baris tanaman dapat menggunakan alat PAI-2R-Balitsereal yang juga ditarik traktor tangan. Jika tidak tersedia traktor tangan, saluran drainase dapat dibuat dengan cangkul atau menggunakan bajak singkal ditarik sapi. Kegiatan ini dilakukan sekaligus dengan pembumbunan tanaman. Pengendalian Hama

Hama yang seringkali merusak tanaman jagung antara lain adalah alat bibit, penggerek batang, dan penggerek tongkol. Lalat bibit umumnya menyerang tanaman pada awal pertumbuhan, sehingga pengendaliannya harus dilakukan sejak saat tanam dengan insektisida karbofuran, terutama di daerah endemik lalat bibit. Untuk penggerek batang, jika gejala serangan telah mulai terlihat, pengendalian disarankan menggunakan insektisida karbofuran, dengan takaran 3-4 butir per tanamam, yang diaplikasikan melalui pucuk tanaman yang terserang. Pengendalian Penyakit

Penyakit utama yang biasanya merusak tanaman jagung adalah bulai yang disebabkan oleh jamur Peronosclerospora sp. Pada tingkat penularan yang parah, penyakit bulai dapat menurunkan produksi dan bahkan menggagalkan panen. Penyakit ini dapat dikendalikan dengan perlakuan benih (seed treatment), yaitu mencampur benih dengan fungisida metalaksil secara merata dengan takaran 2 g metalaksil untuk setiap kg benih. Penyakit lainnya yang merusak tanaman jagung adalah bercak daun yang disebabkan oleh jamur Helminthosporium sp., tetapi umumnya tidak sampai menurunkan hasil dengan nyata. Penyakit ini biasanya merusak daun yang sudah tua, sehingga pengendalian dapat dilakukan dengan cara membuang daun yang telah mengering. Penyiangan Gulma

Penyiangan pertama dapat dilakukan dengan bajak atau sekaligus dengan pembuatan alur drainase pada saat tanaman berumur 14-20 HST. Penyiangan kedua, bergantung kondisi gulma, dapat dilakukan secara manual atau menggunakan herbisida kontak paraquat dengan takaran 1,0-1,5 liter per hektar, bergantung pada kondisi gulma di lapangan. Jika menggunakan herbisida, nozzle penyemprotan sebaiknya diberi pelindung agar tidak mengenai daun dan posisi nozzle + 20 cm di atas permukaan tanah.

18

Panen dan Prosesing Hasil

Daun di bawah tongkol dapat diambil pada saat tongkol telah mulai berisi, dan brangkasannya dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak sapi. Pemanenan daun di bawah tongkol yang digunakan untuk pakan sekaligus bertujuan untuk mencegah perkembangan penyakit busuk daun. Oleh karena itu, sebelum panen sebaiknya dilakukan pemangkasan bagian tanaman di atas tongkol pada saat biji telah mencapai masak fisiologis atau kelobot mulai mengering atau berwarna coklat. Bagian tanaman yang dipangkas tersebut dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak sapi. Panen sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah, kadar air biji + 30%, biji telah mengeras dan telah membentuk lapisan hitam (black layer) minimal 50% di setiap barisan biji. Selanjutnya, tongkol yang sudah dipanen segera dijemur. Jika kadar air biji selama pengeringan telah mencapai + 20%, jagung dipipil dengan alat pemipil. Biji yang telah dipipil dijemur kembali hingga kadar air 14% dan siap dipasarkan. Jika kondisi cuaca tidak memungkinkan untuk menurunkan kadar air biji karena mendung selama beberapa hari, maka pengeringan disarankan menggunakan alat-mesin pengering agar biji jagung tidak ditumbuhi jamur. Alat-mesin pengering yang digunakan dapat dari tipe flat bade dengan bahan bakar minyak tanah atau solar.

Perluasan areal pertanaman jagung pada lahan sawah tadah hujan dan sawah irigasi meningkat masing-masing 20-30% dan 10-15%, terutama di sentra produksi komersial. Pengembangan jagung di lahan sawah pada musim kemarau merupakan langkah yang strategis karena (a) dapat mengurangi atau mengatasi defisit pasokan jagung yang umum terjadi pada musim kemarau, (b) kualitas produksi jagung dari pertanaman musim kemarau umumnya lebih baik dibandingkan dengan pertanaman musim hujan, dan (c) petani yang mengusahakan jagung pada musim kemarau memperoleh pendapatan yang lebih baik. Untuk itu diperlukan teknologi budi daya yang mampu memberikan produktivitas tinggi, biaya produksi lebih efisien, dan kualitas produksi lebih baik. Varietas

Lahan Sawah

Sesuai dengan kondisi lingkungan setempat, varietas unggul jagung yang dianjurkan penanamannya adalah jenis hibrida dan komposit atau bersari bebas. Namun, untuk meningkatkan efisiensi biaya produksi terkait dengan 19

frekuensi pemberian air dan bahan bakar pompa, dianjurkan menggunakan varietas toleran kekeringan atau berumur genjah. Benih

Benih bermutu, daya kecambah tidak kurang dari 95%, perlu diberi perlakuan benih (seed treatment), menggunakan metalaksil (bahan produk) dengan takaran 2 g untuk setiap kg benih. Sebelum dicampur merata dengan metalaksil, benih dibasahi terlebih dahulu dengan air sebanyak 10 ml untuk setiap kg benih. Kebutuhan benih untuk 1 hektar lahan berkisar antara 1520 kg. Penyiapan Lahan

Lahan disiapkan secepatnya setelah panen padi, baik tanpa olah tanah maupun dengan pengolahan tanah. Pada tanah bertekstur ringan tidak diperlukan pengolahan tanah, lahan cukup dibersihkan dari sisa-sisa jerami padi, dan jika populasi gulma dapat mengganggu pertumbuhan awal tanaman jagung maka dapat dikendalikan dengan herbisida paraquat (1-2 l/ha) seminggu sebelum tanam. Pengolahan tanah secara sempurna dapat menggunakan bajak yang ditarik traktor atau sapi atau mengunakan cangkul, dilakukan secepatnya setelah panen padi dengan mempertimbangkan lengas tanah yang sesuai untuk pengolahan tanah. Untuk keperluan pengairan tanaman pada wilayah yang mempunyai sumber air tanah dangkal dapat dibuat beberapa sumur gali atau sumur bor di sekitar areal pertanaman. Untuk menaikkan air sumur ke permukaan disarankan menggunakan mesin pompa dengan kapasitas yang sesuai dengan debit air yang ada. Jika volume air sumur terbatas maka pada setiap titik dibuat dua sumur berdekatan dan keduanya dihubungkan dengan pipa dan pemompaan air menggunakan satu mesin pompa. Untuk hamparan yang luas, sumur dibuat di beberapa tempat dan mesin pompa air digunakan secara berpindah-pindah, dari sumur yang satu ke sumur berikutnya. Sebelum memutuskan untuk menanam jagung pada lahan sawah tadah hujan perlu diamati terlebih dahulu sumber pengairan. Penanaman

Pada lahan sawah dengan jenis tanah bertekstur ringan, penanaman dilakukan secepatnya setelah panen padi, dengan mempertimbangan lengas tanah. Pada lahan yang menghendaki pengolahan tanah terlebih dahulu, penanaman dilakukan secepatnya setelah tanah diolah dengan mempertimbangkan kondisi lengas tanah. Jika sudah mulai mengering, 20

lahan diairi segera dengan air yang dapat bersumber dari sumur dangkal yang telah disiapkan sebelumnya, termasuk mesin pompa, atau air yang berasal dari jaringan irigasi. Bagi wilayah dengan kepemilikan lahan luas, petakan sawah luas, tenaga kerja terbatas, dan tersedia jasa penyewaan traktor, penanaman dapat dilakukan dengan alat tanam ATB1-2R-BALITSEREAL (ditarik traktor tangan). Alat ini dapat menanam dan menutup benih secara simultan dan otomatis, sehingga kegiatan penanaman dapat berlangsung cepat dan efisien. Jarak tanam 75 cm x 40 cm, dua benih per lubang tanam. Jika tidak tersedia traktor tangan, penanaman dapat dilakukan dengan sistem alur yang dibuat dengan bajak singkal ditarik sapi. Benih diletakkan dalam alur dengan jarak antaralur 75 cm dan dalam alur 40 cm, dua benih per penempatan, dan kemudian benih ditutup dengan pupuk kandang. Bagi wilayah dengan kepemilikan lahan sempit, petakan sawah sempit, dan tenaga kerja tersedia, maka penanaman dilakukan dengan cara ditugal. Jarak tanam 75 cm x 40 cm, dua benih per lubang tanam, dan benih ditutup dengan pupuk kandang. Pemupukan

Jenis, takaran, dan waktu pemberian pupuk anorganik disajikan pada Tabel 5. Kalau diperlukan dan tersedia di daerah setempat, pupuk organik atau pupuk kandang diaplikasikan pada saat tanam dengan takaran 25-50 g per lubang penempatan benih (sebagai penutup benih), setara dengan 1,5-3,0 ton/ha.
Tabel 5. Jenis, takaran, dan waktu pemberian pupuk anorganik pada tanaman jagung yang ditanam setelah panen padi di lahan sawah. Jenis pupuk Urea SP36 KCl ZA*) Takaran **) (kg/ha) 300-350 100-200 50-100 50-100 Komposisi takaran pupuk (%) menurut waktu aplikasi 7-10 HST 25 100 50 100 28-30 HST 50 50 40-45 HST 25 (BWD) -

Pupuk anorganik bersumber dari pupuk tunggal *) Diberikan jika tanah kekurangan unsur hara sulfur (S). **) Takaran pupuk dapat diubah disesuaikan dengan ketersediaan hara dalam tanah dari hasil analisis tanah.

21

Cara pemberian pupuk:

Pada saat tanaman berumur 7-10 HST, pupuk urea + SP36 + KCl + ZA (jika diperlukan) dicampur merata terlebih dahulu sebelum diaplikasikan dengan cara ditugal sedalam 5-10 cm dengan jarak 5-10 cm di samping tanaman dan lubang pupuk ditutup kembali dengan tanah. Pada saat tanaman berumur 28-30 HST, pupuk urea + KCl juga diberikan dengan cara ditugal sedalam 5-10 cm dengan jarak 10-15 cm di samping tanaman dan lubang pupuk ditutup kembali tanah.

Pada saat tanaman berumur 40-45 HST, pemberian pupuk urea didasarkan pada hasil pemantauan warna daun tanaman dengan menggunakan BWD. Dengan cara ini dapat diketahui jumlah pupuk urea yang harus ditambahkan, sesuai dengan kebutuhan tanaman. Jika nilai warna daun berada pada skala cukup, pupuk urea tidak perlu lagi diberikan, Sebaliknya, jika nilai warna daun berada pada skala kurang, maka tanaman perlu dipupuk urea dengan takaran sesuai nilai skala pada Tabel 3. Sama dengan tahap pertama dan kedua, pemberian pupuk urea tahap ketiga juga ditugalkan di samping tanaman sedalam 5-10 cm dengan jarak 15-20 cm dan lubang pupuk ditutup kembali dengan tanah. Dengan menggunakan BWD maka takaran pupuk urea dapat berkurang atau bertambah, sesuai kebutuhan tanaman. Setiap selesai pemupukan, lahan diairi melalui alur yang telah disiapkan sebelumnya pada setiap dua baris tanaman. Pembuatan Saluran Irigasi

Dalam kondisi keterbatasan air, efisiensi pendistribusian pengairan sangat diperlukan, untuk itu perlu dibuat saluran irigasi di antara baris tanaman. Saluran irigasi dapat dibuat pada setiap baris atau pada setiap dua baris tanaman. Untuk menghemat tenaga kerja, pembuatan saluran irigasi sebaiknya dikerjakan bersamaan dengan penyiangan pertama (14-20 HST). Pembuatan saluran irigasi untuk setiap baris tanaman dapat menggunakan alat PAI-1R-Balitsereal yang ditarik traktor tangan dan sekaligus berfungsi untuk membumbun tanaman agar tidak mudah rebah. Jika tidak tersedia traktor tangan, saluran irigasi dapat dibuat dengan bajak singkal ditarik sapi. Pengairan Tanaman

Sumber air berasal dari sumur gali atau sumur bor yang telah dibuat dan air dinaikkan ke permukaan dengan mesin pompa. Pendistribusian air ke pertanaman melalui saluran irigasi yang telah dibuat. Selama pertumbuhan-

22

nya, tanaman jagung biasanya diairi 5-6 kali, bergantung pada kondisi lingkungan setempat. Sebagai indikator perlunya pengairan adalah jika daun tanaman sebelum waktu tengah hari telah mulai menggulung. Pada kondisi demikian, tanaman mendapat pengairan secepatnya. Pengairan tanaman dihentikan 10 hari menjelang panen. Pengendalian Hama

Hama yang seringkali merusak tanaman jagung antara lain adalah alat bibit, penggerek batang, dan penggerek tongkol. Lalat bibit umumnya menyerang tanaman pada awal pertumbuhan, sehingga pengendaliannya harus dilakukan sejak saat tanam dengan insektisida karbofuran, terutama di daerah endemik lalat bibit. Untuk penggerek batang, jika gejala serangan telah mulai terlihat, pengendalian disarankan menggunakan insektisida karbofuran, dengan takaran 3-4 butir per tanamam, yang diaplikasikan melalui pucuk tanaman yang terserang. Pengendalian Penyakit

Penyakit utama yang biasanya merusak tanaman jagung adalah bulai yang disebabkan oleh jamur Peronosclerospora sp. Pada tingkat penularan yang parah, penyakit bulai dapat menurunkan produksi dan bahkan menggagalkan panen. Penyakit ini dapat dikendalikan dengan perlakuan benih (seed treatment), yaitu mencampur benih dengan fungisida metalaksil secara merata dengan takaran 2 g metalaksil untuk setiap kg benih. Penyakit lainnya yang merusak tanaman jagung adalah bercak daun yang disebabkan oleh jamur Helminthosporium sp., tetapi umumnya tidak sampai menurunkan hasil dengan nyata. Penyakit ini biasanya merusak daun yang sudah tua, sehingga pengendalian dapat dilakukan dengan cara membuang daun yang telah mengering. Penyiangan Gulma

Penyiangan pertama dapat dilakukan dengan bajak atau sekaligus dengan pembuatan alur irigasi pada saat tanaman berumur 14-20 HST. Penyiangan kedua, bergantung kondisi gulma, dapat dilakukan secara manual atau menggunakan herbisida kontak paraquat dengan takaran 1,0-1,5 liter per hektar, bergantung pada kondisi gulma di lapangan. Jika menggunakan herbisida, nozzle penyemprotan sebaiknya diberi pelindung agar tidak mengenai daun dan posisi nozzle + 20 cm di atas permukaan tanah.

23

Panen dan Prosesing Hasil

Daun di bawah tongkol dapat diambil pada saat tongkol telah mulai berisi, dan brangkasannya dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak sapi. Pemanenan daun di bawah tongkol yang digunakan untuk pakan sekaligus bertujuan untuk mencegah perkembangan penyakit busuk daun. Oleh karena itu, sebelum panen sebaiknya dilakukan pemangkasan bagian tanaman di atas tongkol pada saat biji telah mencapai masak fisiologis atau kelobot mulai mengering atau berwarna coklat. Bagian tanaman yang dipangkas tersebut dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak sapi. Panen sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah, kadar air biji + 30%, biji telah mengeras dan telah membentuk lapisan hitam (black layer) minimal 50% di setiap barisan biji. Selanjutnya, tongkol yang sudah dipanen segera dijemur. Jika kadar air biji selama pengeringan telah mencapai + 20%, jagung dipipil dengan alat pemipil. Biji yang telah dipipil dijemur kembali hingga kadar air 14% dan siap dipasarkan. Jika kondisi cuaca tidak memungkinkan untuk menurunkan kadar air biji karena mendung selama beberapa hari, maka pengeringan disarankan menggunakan alat-mesin pengering agar biji jagung tidak ditumbuhi jamur. Alat-mesin pengering yang digunakan dapat dari tipe flat bade dengan bahan bakar minyak tanah atau solar.

24

PENUTUP
PTT bukan paket teknologi, tetapi merupakan pendekatan dalam budi daya yang mengutamakan pengelolaan tanaman, lahan, air, dan OPT secara terpadu, dalam upaya peningkatan produktivitas, efisiensi usahatani, dan kelestarian lingkungan. Komponen teknologi yang diterapkan dengan pendekatan PTT memiliki hubungan sinergestik antara yang satu dengan yang lain dan bersifat spesifik lokasi yang ditentukan berdasarkan PRA (Rural Rapid Appraisal) atau penelaahan partisipatif dalam waktu singkat yang dilakukan oleh suatu tim dengan berbagai disiplin ilmu, sehingga komponen teknologi yang akan diterapkan harus disesuaikan dengan dinamika kondisi lingkungan. Komponen teknologi yang diterapkan dengan pendekatan PTT perlu mendapat perbaikan secara terus-menerus, sesuai dengan dinamika kondisi lingkungan setempat. Berbeda dengan program intensifikasi, teknologi PTT bersifat spesifik lokasi dan diterapkan secara partisipatif. Selama ini, dalam penerapan PTT, petani dan petugas bersama-sama ke lapangan untuk mengidentifikasi permasalahan dan memilih komponen teknologi yang akan diterapkan untuk memecahkan permasalahan tersebut, sesuai dengan keinginan petani dan kondisi lingkungan setempat. Bimbingan dan pendampingan secara intensif oleh pihak yang kompeten diperlukan agar petani dapat menerapkan PTT dengan benar.

25

BAHAN BACAAN
Akil, Muhamad, M. Rauf, A.F. Fadhly, I.U. Firmansyah, Syafruddin, Faesal, A. Dahlan, R. Efendi, A. Najamuddin, R.Y. Arvan, A. Kamaruddin, dan E. Y. Hosang. 2003. Teknologi budi daya jagung untuk pangan dan pakan yang efisien dan berkelanjutan pada lahan marginal. Laporan Akhir 2003 Balitsereal. BPS dan Ditjen Tanaman Pangan. 2003. WWW.deptan.go.id Erdiman dan Syafei. 1994. Pengaruh inkubasi fosfat (TSP) dengan bahan organik dan kapur terhadap pertumbuhan dan produksi jagung (Zea mays L.) pada tanah PMK Sitiung. Risalah Seminar Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi 5:67-76. Kasryno, F. 2002. Perkembangan produksi dan konsumsi jagung dunia selama empat dekade yang lalu dan implikasinya bagi Indonesia. Makalah disampaikan pada Diskusi Nasional Agribisnis Jagung di Bogor, 24 Juni 2002. Badan Litbang Pertanian.

Mink, S.D., P .A. Dorosh, and D.H. Perry. 1987. Corn production systems. In Timmer (Ed.). The corn economy of Indonesia. p. 62-87. Pingali, P . 2001. CIMMYT 1999/2000: world maize facts and trends. Meeting World Maize Needs: Technological Opportunities and Priorities for the Public Sector. CIMMYT. Mexico

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. 2002. Potensi lahan pengembangan jagung di Indonesia. Bahan Pameran pada Festival Jagung Pangan Pokok Alternatif di Bogor, 26-27 April 2002. Soeharsono, Supriadi, dan Prayitno. 2004. Potensi dan pengelolaan limbah pertanian dalam mendukung ketersediaan pakan ternak sepanjang tahun di lahan kering. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional dan Ekspose Inovasi Teknologi dan Kelembagaan Agribisnis. Malang, 8-9 September 2004. Sri Adiningsih, J. Sri Rochayati, Moersidi S., dan A. Kasno. 1997. Prospek penggunaan pupuk fosfat alam untuk meningkatkan budi daya pertanian tanaman pangan di Indonesia. Dalam: Penggunaan pupuk fosfat alam mendorong pembangunan pertanian Indonesia yang kompetitif. Kerja sama Departemen Pertanian dengan PT Pupuk Sriwidjaya dan PT Maidah. p. 25-29. Subandi dan Zubachtirodin. 2004. Prospek pertanaman jagung dalam produksi biomas hijauan pakan. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat. Mataram, 31 Agustus 1 September 2005. 26

Subandi, A.F. Fadhly, and E.O. Momuat. 1998. Fertilization and nutrient management for maize cropping in Indonesia. Paper presented on the 7th Asian Regional Maize Workshop. PCARRD Los Banos, Laguna, Philippines, 23-27 February 1998.

Subandi, F. Kasim, M. Basir, W. Wakman, Zubachtirodin, I. Uddin Firmansyah, dan M. Akil. 2003. Highlight Balai Penelitian Tanaman Serealia 2002. Balai Penelitian Tanaman Serealia. 24 p.

Subandi, I.G. Ismail, dan Hermanto. 1998. Jagung: teknologi produksi dan pascapanen. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor. 57 p. Subandi, S. Saenong, Zubachtirodin, A. Najamuddin, S.L. Margaretha, I.U. Firmansyah, A. Buntan, N. Widiyati, A. Hippi, dan Rosita. 2005. Peningkatan produktivitas tanaman jagung pada wilayah pengembangan melalui pengelolaan tanaman terpadu. Laporan Akhir Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.

Swastika, D.K.S. dan W. Sudana. 2001. Characteristic of maize production system in Indonesia. CIMMYT and Center for Agro-Socio-economic Rresearch Republic of Indonesia. 35 p. Syafruddin dan S. Saenong. 2006. Petunjuk penggunaan bagan warna daun (BWD) pada tanaman jagung. Balitsereal. Maros. Yasin, S., Yulnafatmawati, dan N. Hakim. 1997. Teknologi inkubasi TSP dengan pupuk kandang untuk meningkatkan efisiensi pemupukan jagung pada tanah masam. STIGMA (1):129-135.

27

Panduan Umum

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2008


i

TIM PENYUSUN
Penanggung Jawab Ketua Anggota : Prof. Dr. Ir. Achmad Suryana, MS Kepala Badan Litbang Pertanian : Prof. Dr. Ir. Suyamto Kepala Pusalitbang Tanaman Pangan : Ir. Zubachtirodin, MS Dr. M.S. Pabbage Dr. Sania Saenong

Badan Penelitian dan Pengambangan Pertanian Jl. Ragunan No. 29 Pasarminggu, Jakarta Selatan Telp. : (021) 7806202 Faks. : (021) 7800644 Email : kabadan@litbang.deptan.go.id Pusat Penelitian dan Pengambangan Tanaman Pangan Jl. Merdeka No.147 Bogor, Jawa Barat Telp. : (0251) 334089 Faks. : (0251) 312755 Email : crifc1@indo.net.id atau crifc3@indo.net.id Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Ratulangi No.274 Maros, Sulawesi Selatan Telp. : (0411) 371529 Faks. : (0411) 371961 Email : balitsereal@plasa.com ii

Pengantar
Kebutuhan jagung terus meningkat, baik untuk pangan maupun pakan. Dewasa ini kebutuhan jagung untuk pakan sudah lebih dari 50% kebutuhan nasional. Peningkatan kebutuhan jagung terkait dengan makin berkembangnya usaha peternakan, terutama unggas. Sementara itu produksi jagung dalam negeri belum mampu memenuhi semua kebutuhan, sehingga kekurangannya dipenuhi dari jagung impor. Ditinjau dari sumber daya yang dimiliki, Indonesia mampu berswasembada jagung, dan bahkan mampu pula menjadi pemasok jagung di pasar dunia. Untuk mewujudkan hal itu diperlukan berbagai dukungan, terutama teknologi, investasi, dan kebijakan. Secara teknis, upaya peningkatan produksi jagung di dalam negeri dapat ditempuh melalui perluasan areal tanam dan peningkatan produktivitas. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produktivitas jagung adalah menerapkan teknologi dengan pendekatan Pengeloaan Tanaman Terpadu (PTT). Dalam pengembangannya, PTT tidak menggunakan pendekatan paket teknologi, melainkan dengan pendekatan penerapan teknologi untuk memecahkan masalah usahatani di wilayah tertentu dan bersifat spesifik lokasi dengan bantuan para penyuluh dan petugas pertanian. Tujuan utama penerapan PTT adalah untuk meningkatkan produksi, pendapatan petani, dan menjaga kelestarian lingkungan. Buku ini disusun berdasarkan hasil penelitian di berbagai daerah dan agroekosistem, terutama lahan kering dan lahan sawah. Selain diperuntukkan bagi penyuluh pertanian untuk dapat dijadikan acuan dalam pengembangan PTT jagung di wilayah kerjanya, panduan ini diharapkan dapat pula digunakan sebagai acuan dalam pelatihan PTT jagung di daerah, baik yang diselenggarakan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian maupun Dinas Pertanian dan institusi terkait lainnya. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Prof. Dr. Ir. Achmad Suryana, MS

iii

iv

Daftar Isi
PENGANTAR .......................................................................................... DAFTAR ISI ............................................................................................. PENDAHULUAN ..................................................................................... PENGERTIAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) .............. TAHAPAN KEGIATAN PELAKSANAAN PTT .......................................... KOMPONEN TEKNOLOGI PRODUKSI ................................................ Varietas unggul ................................................................................ Benih bermutu ................................................................................ Populasi tanaman ........................................................................... Pemupukan ..................................................................................... Pengelolaan irigasi .......................................................................... TEKNOLOGI BUDI DAYA SPESIFIK AGROEKOLOGI ......................... Lahan Kering ................................................................................... Varietas ....................................................................................... Benih ........................................................................................... Penyiapan lahan ........................................................................ Penanaman ................................................................................ Pemupukan ............................................................................... Pembuatan saluran drainase ................................................... Pengendalian hama .................................................................. Pengendalian penyakit ............................................................. Penyiangan gulma ..................................................................... Panen dan prosesing hasil ....................................................... Lahan Sawah ................................................................................... Varietas ....................................................................................... Benih ........................................................................................... Penyiapan lahan ........................................................................ Penanaman ................................................................................ Pemupukan ............................................................................... Pembuatan saluran irigasi ........................................................ Pengairan tanaman ................................................................... Pengendalian hama .................................................................. Pengendalian penyakit ............................................................. Penyiangan gulma ..................................................................... Panen dan prosesing ................................................................ PENUTUP ............................................................................................... BAHAN BACAAN .................................................................................... iii v 1 2 2 3 4 6 7 8 13 15 15 15 15 15 16 16 17 18 18 18 19 19 19 20 20 20 21 22 22 23 23 23 24 25 26

Anda mungkin juga menyukai