Anda di halaman 1dari 11

PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI UNTUK IDENTIFIKASITELINGA MANUSIA MENGGUNAKAN COMPLEX GABOR FILTERS

Heni Kurniaty
Binus University, Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia

Wikaria Gazali
BinusUniversity, Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia

Alexander A S Gunawan
BinusUniversity, Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia

Abstract
Biometrics is a method used to recognize humans based on one or a few characteristics physical or behavioral traits that are unique. The kinds of biometric that has been commonly used, namely DNA, face, fingerprints, gait, iris, palm, retina, signature and sound. Each type of biometric has its pros and cons. So the useful is based on the pros. Not all of the biometrics can meet all of the applications effectively. In 2000, Prof. Mark Nixon developing the sensors for identificating ear shape. That's because he thinks that the shape of the ear on each individual is unique, so he researched further to recognize the uniqueness of it. The uniqueness of the ear shape turned out to be very useful for the future. Complex Gabor Filters is the right way to design the Human Ear Identification Program. Keywords: Biometrics, Ear, Prof. Mark Nixon, Complex Gabor Filters.

Abstrak
Biometrik adalah suatu metode yang digunakan untuk mengenali manusia berdasarkan pada satu atau beberapa ciri-ciri fisik atau tingkah laku yang unik. Adapun beberapa jenis biometric yang telah umum digunakan, yaitu DNA, Wajah, Sidik jari, Cara berjalan, Iris, Telapak tangan, Retina, Tanda tangan dan Suara. Setiap jenis biometric memiliki kelebihan dan kekurangannya masing masing. Sehingga untuk penggunaannya disesuaikan kebutuhan. Tidak semua biometrik dapat memenuhi semua aplikasi secara efektif. Pada tahun 2000, Prof. Mark Nixon mengembangkan alat sensor untuk mengidentifikasi bentuk telinga. Hal itu dikarenakan ia beranggapan bahwa bentuk telinga pada setiap individu adalah unik, sehingga ia meneliti lebih lanjut untuk mengenali keunikan tersebut. Keunikan bentuk telinga ternyata sangat bermanfaat untuk masa mendatang. Complex Gabor Filters merupakan cara yang tepat untuk Perancangan Program Identifikasi Telinga pada Manusia. Kata Kunci : Biometrik, Telinga, Prof. Mark Nixon ,Complex Gabor Filters.

1. Pendahuluan Pada masa teknologi maju saat ini, banyak pekerjaan manusia yang telah digantikan oleh komputer. Dengan adanya penggantian posisi manusia oleh komputer, pekerjaan dapat diselesaikan dengan biaya lebih murah dan lebih optimal, namun tetap dapat diandalkan. Salah satunya adalah teknologi untuk pengenalan citra telinga untuk mengetahui identitas seseorang. Telinga manusia adalah struktur yang sangat stabil yang kaya akan informasi dan mudah dicitrakan untuk identifikasi biometrik. Pencitraan telinga juga sangat kebal terhadap masalah privasi, stigma, dan higienis yang terkait dengan pengumpulan biometrik tradisional (Hurley dkk, 2005; Kumar & Zhang, 2007). Sebelumnya keunikan telinga manusia telah dipelajari secara ekstensif oleh Iannarelli (1989) di lebih dari 10.000 sampel telinga disarankan keunikan telinga topologi karena setiap telinga dalam sampel nya unik didasarkan pada dua belas pengukuran. Menurut penelitian di University of Southampton, bentuk telinga pada setiap individu adalah unik. Oleh karena itu pada tahun 2000, Prof Mark Nixon yang terlibat dalam penelitian itu juga mengembangkan alat sensor untuk mengenali keunikan tersebut. Keunikan bentuk telinga pada setiap manusia ternyata sangat bermanfaat, sebagai contoh yaitu di masa mendatang, bagian tubuh yang jarang atau hampir tidak diperhatikan itu diyakini dapat menggantikan peran sidik jari untuk mengenali identitas seseorang. Telinga lebih aman dari efek penuaan dan cukup besar untuk dikenali dari jarak jauh. Karena terbentuk dengan sempurna sejak lahir, telinga tidak banyak mengalami perubahan seumur hidup (Iannarelli, 1989).

2. Pembahasan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, identifikasi adalah penentu atau penetapan identitas seseorang, benda, dsb. Mengidentifikasi yaitu menentukan atau menetapkan identitas (orang, benda, dsb). Sistem pengenalan citra telinga umumnya mencakup modul utama sebagai berikut yaitu Deteksi, Pre-processing, Ekstraksi fitur dan terakhir Ear matching. Deteksi telinga merupakan langkah awal untuk melakukan identifikasi telinga (ear recognition). Dengan mendeteksi telinga akan didapatkan gambar bentuk telinga yang sesuai untuk di identifikasi. Pre-processing merupakan tahapan tahapan awal untuk proses pengolahan gambar telinga. Setelah sebuah telinga dinormalisasi, ekstraksi fitur akan dilakukan untuk mengambil data yang efektif berguna untuk memisahkan antara citra-citra telinga dan orang-orang yang berbeda. Pencocokan telinga dilakukan dengan cara melakukan pencocokan fitur yang telah diekstraksi dari citra telinga.

Gambar 1 Proses pengenalan telinga Metode viola-jones merupakan algoritma pendeteksi objek yang terdapat dalam EmguCV, metode ini merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mendeteksi objek hal ini dikarenakan metode viola-jones memiliki algoritma yang efisien, sehingga tidak memerlukan waktu lama dalam melakukan proses pendeteksian objek. Proses pendeteksian objek dilakukan dengan mengklasifikasikan sebuah image setelah sebelumnya sebuah pengklasifikasi dibentuk dari data training. Terdapat empat kontribusi utama dalam teori viola-jones, diantaranya yaitu: Fitur Integral image Adaptive Boosting atau AdaBoost Kombinasi Classifier of Cascade

Gabor filter adalah kesesuaian biologis yang mana bidang mudah menerima dari neuron menjadi korteks visual primer. Berorientasi dan memiliki Frekuensi spasial yang khas. Dengan kata lain fungsi Gabor filter yaitu : - Sebagai model yang menerima bidang sel sederhana - Penyaring frekuensi spasial Gabor filter merupakan produk dari Gaussian Kernel * Sinusoid Kompleks. Parameter yang digunakan untuk membuat Filter Gabor yaitu : Angle, parameter ini bertipe data real dan digunakan sebagai arah orientasi yang digunakan (dalam satuan besaran sudut radian terhadap sumbu-x positif) Frek, parameter ini bertipe data real dan digunakan sebagai besarnya frekuensi yang digunakan. Pada program, frekuensi yang digunakan adalah 1/10. Kx, parameter ini bertipe data real dan digunakan sebagai konstanta standar deviasi terhadap sumbu-x. Ky, parameter ini bertipe data real dan digunakan sebagai konstanta standar deviasi terhadap sumbu-y. Filter Gabor awalnya diperkenalkan oleh Dennis Gabor (Gabor, 1946). Satu dimensi Gabor filter didefinisikan sebagai perkalian gelombang kosinus / sinus (bahkan / ganjil) dengan jendela Gaussian.

.. (1) .. (2)

Dimana

merupakan pusat frekuensi ( yaitu, frekuensi dimana hasil respon terbesar merupakan penyebaran jendela Gaussian. Spektrum listrik dari Gabor :

dalam filter ) dan

filter diberikan oleh jumlah dari dua Gaussians berpusat di

.. (3)

Dapat dijelaskan sebagai berikut : Kekuatan spektrum gelombang sinus adalah dua impuls yang terletak di kekuatan spektrum Gaussian adalah (non-normalisasi) Gaussian. Perkalian dalam domain (spasial) temporal adalah setara dengan konvolusi dalam frekuensi domain (Oppenheim, Willsky & SH, 1997). Prinsip ketidakpastian menyatakan bahwa produk penyebaran (yaitu, ketidakpastian) dari sinyal dalam domain waktu dan frekuensi harus melebihi atau sama dengan sebuah konstanta tetap, .. (4) dan

Dimana

adalah konstan,

dan

mewakili ukuran penyebaran sinyal dalam waktu

dan frekuensi domain. Lihat pada gambar 2,

Gambar 2 lokalisasi sinyal dalam waktu dan frekuensi domain Implikasi dari prinsip ini adalah bahwa akurasi dengan yang satu dapat mengukur sinyal dalam satu batas keakuratan domain yang dicapai dari pengukuran dalam domain lainnya. Gabor (Gabor,1946) menunjukkan bahwa Complex Gabor Filters yang diberikan oleh,

.. (5)

Perhatikan bahwa fungsi Gaussian adalah turunan dari Gabor menyaring dengan frekuensi pusat . Perhatikan fungsi dasar nilai riil konstituen Gabor (yaitu, bagian genap dan ganjil yang diambil secara terpisah) tidak secara luas diyakini meminimalkan ketidakpastian gabungan (Stork & Wilson, 1990). Selain itu, pemilihan ukuran lokalisasi yang berbeda dapat mengakibatkan kelas yang berbeda dari "optimal" berfungsi sama sekali (Lerner, 1961; Stork & Wilson, 1990), keraguan mengenai keutamaan fungsi Gabor sering dikutip dalam literatur. Heeger (Heeger, 1987) menunjukkan bahwa tiga dimensi (sama untuk dua-dimensi kasus) Gabor filter dapat dibangun dari satu dimensi komponen yang dipisahkan. Mengingat dua dimensi Gabor filter, biarkan menjadi ukuran dua dimensi konvolusi kernel dan menjadi ukuran gambar (dalam piksel). Kompleksitas dari konvolusi non-dipisahkan dari filter Gabor berkurang dari ke .

Sebuah aplikasi Gabor filter dalam waktu setempat analisis frekuensi sinyal, khususnya, sebuah jendela tertentu Fourier transform, disebut sebagai transformasi Gabor. kesulitan dengan menggunakan transformasi Gabor adalah bahwa hal itu independen secara linear tetapi sangat non-orthogonal dan dengan demikian tidak dapat dengan mudah terbalik. Sebagai hasil dari non-ortogonality, fungsi , yang digunakan untuk, rekonstruksi sinyal diskrit, , sangat digunakan untuk mengembalikan koefisien dari representasi

(yaitu, langkah analisis), dimana koefisien menunjukkan berapa banyak yang sesuai rekontruksi filter, , akan ditambahkan secara formal,

Tahap rekonstruksi .. (6)

Tahap analisis .. (7)

Jika transformasi Gabor memang ortogonal (seperti transformasi Fourier), .. (8)

PCA ( Principal Component Analysis ) adalah suatu metode yang melibatkan prosedur matematika yang mengubah dan mentransformasikan sejumlah besar variable yang berkorelasi menjadi sejumlah kecil variable yang tidak berkorelasi, tanpa menghilangkan informasi penting di dalamnya. Sejumlah citra dua dimensi dari setiap objek tiga dimensi

yang akan dikenali, dikumpulkan untuk mewakili objek tersebut sebagai citra acuan. Dari sekumpulan citra acuan tersebut, kemudian akan dilakukan ekstraksi ciri untuk memperoleh informasi karakteristik (ciri) dari objek tersebut. Hasil ekstraksi ciri digunakan untuk proses pengenalan objek multiorientasi. Penggunaan PCA sangat mengurangi kalkulasi yang perlu dilakukan, dari sejumlah pixel di dalam citra ( ) menjadi sejumlah citra di dalam training set ( ). Dalam prakteknya, jumlah citra wajah di dalam training set biasanya lebih kecil dibandingkan dengan jumlah pixel di dalam citra. Adapun spesifikasi komputer yang digunakan penulis dalam melakukan simulasi pada aplikasi penelitian pengenalan citra telinga adalah sebagai berikut: 1. Processor Intel(R) Core(TM) i-3 @2.1GHz 2. Memory 2 GB DDR3 3. VGA Intel(R) HD Graphics Family 4. Hardisk 500 GB 5. Monitor Generic PnP Monitor 6. Library: EmguCV 2.0.5077 7. Windows 7 Ultimate 32-bit (6.1, Build 7600) 8. Microsoft Visual Studio C# 2010 9. .NET Framework 4

Program yang digunakan yaitu menggunakan program Microsoft Visual Studio C# 2010. Untuk menjalankan program aplikasi ini, user dapat menjalankan file executable dari program aplikasi ini, atau dapat juga dengan membuka project aplikasi ke dalam program Microsoft Visual Studio C# 2010 dan dicompile dengan shortcut F5 terlebih dahulu sebelum aplikasi ini dijalankan. Tampilan awal aplikasi progran yang muncul adalah Main Form. Pada penelitian ini diambil citra telinga dari sepuluh orang dengan masing-masing sebanyak sepuluh citra pengambilan. Proses simulasi pertama dilakukan dengan menggunakan telinga bagian kiri dan kemudian dengan telinga bagian kanan. Hasil simulasi ditunjukkan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1 Hasil simulasi untuk sampel telinga kiri

No

Nama

Telinga kiri

Grayscale

Persentase keberhasilan 60%

Andar

Budi

80%

Kalvin

80%

Lukman

90%

Taren

80%

Wawan

70%

Aziz

90%

Nia

90%

Maya

80%

10

Mery

80%

Tabel 2 Hasil simulasi untuk sampel telinga kanan

No

Nama

Telinga Kanan

Grayscale

Persentase keberhasilan 70%

Andar

Budi

90%

Kalvin

70%

Lukman

70%

Taren

60%

Wawan

70%

Aziz

90%

Nia

80%

Maya

80%

10

Mery

70%

Berdasarkan hasil simulasi di atas, maka dapat dihitung keakuratan sistem dalam mengenali setiap telinga yang terdeteksi adalah:

Kegagalan dalam pengenalan dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut:

1. Citra digital yang kurang jelas atau mengalami gangguan (noise) yang berlebihan. 2. Pencahayaan dan posisi telinga yang di input kedalam program yang sangat berpengaruh. 3. Untuk mengenal image telinga yang diberikan harus benar-benar cocok dengan data yang tersimpan pada database. 3. Penutup Berdasarkan hasil analisis terhadap data yang telah diperoleh pada penelitian ini, maka diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Semakin banyak citra telinga yang digunakan dalam melakukan training untuk setiap sampel, maka pengenalan akan semakin kurang baik, karena semakin besar kemungkinan kemiripan bentuk telinga. 2. Kesalahan dalam melakukan pengenalan dapat terjadi karena kemiripan antara dua atau lebih sampel yang berbeda. 3. Sidik telinga dapat menjadi modalitas tambahan untuk identifikasi tetapi tidak dapat menjadi modalitas mandiri karena deteksinya agak sulit ( dari segi posisi telinga dan ukurannya). Berikut beberapa saran yang diajukan untuk penggunaan ataupun pengembangan aplikasi ini adalah: 1. Pada program ini, pengambilan citra dilakukan dengan posisi tegak lurus dengan kamera.Dalam prakteknya, perlu dikembangkan pose telinga yang diambil. 2. Tingkat akurasi pengenalan dapat ditingkatkan dengan menggunakan metode yang lebih baik untuk penerapan klasifikasi class yang memiliki banyak data. 3. Pengambilan citra hanya bisa menggunakan kamera, pengembangan lebih lanjut diharapkan dapat mengambil citra dengan video.

Daftar Pustaka Gabor, D. (1946). Theory of communication. Journal of the Institute of Electrical Heeger, D. (1987). Model for the extraction of image flow. Journal of the Optical Society of America-A, 2(2), 14551471. Hurley, D.J., Nixon, M.S. and Carter, J.N.: Force field energy functionals for image feature extraction. Image Vision Comp. J., 20: 311-317 (2002). Iannerelli. (1989). Ear Identification, Forensic Identification Series, Fremount. California: Paramount Publishing Company. Kumar, A. and Zhang, D. (2007). Ear authentication using log-Gabor wavelets. Proceedings of the SPIE, 6539:65390A. Lerner, R. (1961). Representation of signals. In E. Baghdady (Ed.), Lectures on Communication System Theory chapter 10, (pp. 203242). Mc-Graw-Hill. Nixon, Mark, Aguado, Alberto. (2002). Feature Extraction and Image Processing. Oxford: Newness.

Oppenheim, A., Willsky, A. & S.H., N. (1997). Signals and Systems. Upper SaddleRiver, NJ: Prentice Hall. Stork, D. & Wilson, H. (1990). Do Gabor functions provide appropriate descriptions of visual cortical receptive fields? Journal of the Optical Society of America-A, 7(9), 1362 1373.

Anda mungkin juga menyukai