Anda di halaman 1dari 9

Lembar Jawaban OPEN ENDED DAC 2014 Soal 1 Pertama, akan diperiksa kolerasi antara Jumlah Penduduk Miskin

terhadap Jumlah Pengangguran. Dengan menggunakan Minitab maka diperoleh hasil sebagai berikut:
Correlations: Jumlah Penduduk Miskin, Jumlah Pengangguran
Pearson correlation of Jumlah Penduduk Miskin and Jumlah Pengangguran = 0.349 P-Value = 0.032

Interpretasi: estimasi koefisien kolerasi dari Jumlah Penduduk Miskin terhadap Jumlah Pengangguran adalah 0.349, ini menandakan bahwa terdapat korelasi positif yang lemah antara Jumlah Penduduk Miskin terhadap Jumlah Pengangguran. Artinya apabila Jumlah Pengangguran meningkat maka Jumlah Penduduk Miskin akan meningkat (perhatikan bahwa koefisien korelasinya relatif kecil). Karena p-value < 0.05 maka kita mempunyai bukti yang kuat untuk mengklaim bahwa kedua variable mempunyai hubungan linier, tapi angka koefisien korelasinya relatif kecil dengan r=0.349. Berikut akan ditampilkan scatter plot dari Jumlah Penduduk Miskin terhadap Jumlah Pengangguran:
Scatterplot of Jumlah Penduduk Miskin vs Jumlah Pengangguran
350 300
Jumlah Penduduk Miskin

250 200 150 100 50 0 0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 Jumlah Pengangguran 90000

Terlihat dari grafik diatas bahwa terdapat 2 Kabupaten/Kota yang mempunyai Jumlah Pengangguran yang sangat tinggi dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lain. Akan tetapi, masih terdapat Jumlah Penduduk Miskin di Kabupaten/Kota lain yang lebih banyak dibandingkan Jumlah Penduduk Miskin di kedua Kabupaten/Kota tersebut. Ini menandakan apabila hanya dengan variable Jumlah Pengangguran maka fenomena Jumlah Penduduk Miskin belum dapat dijelaskan dengan baik. Oleh karena itu, haruslah digunakan variable-variable lain yang diduga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur.

Soal 2

Akan dicari faktor-faktor yang mempengaruhi Penambahan Jumlah Penduduk Miskin dengan menggunakan percobaan faktorial (generalized factorial design) dengan Minitab dengan melihat faktor-faktor signifikan efek utama. Generalized factorial design merupakan metode factor screening dengan prinsip dasar ANOVA. Factor screening / variable screening adalah menyaring faktor-faktor yang mempengaruhi sebuah respons secara signifikan dari semua faktor yang dicurigai mempengaruhi respons tersebut. Metode ini digunakan terutama jika faktor yang dicurigai mempengaruhi sebuah respons terdapat lebih dari satu (hingga belasan faktor). Sebelumnya, faktor-faktor tersebut dikodekan terlebih dahulu agar modelnya dapat dikalkulasi lebih akurat. Didapat grafik pareto of effects sebagai berikut dengan Jumlah Penduduk Miskin sebagai responsnya :
Pareto Chart of the Standardized Effects
(response is JPM, Alpha = 0.05) 2.037 JP ARLS

Term

LPE TKK JPRT 0 1 2 3 4 Standardized Effect 5 6

Dari grafik pareto di atas, dapat dilihat bahwa masih banyak faktor yang tidak signifikan. Oleh karena itu, harus dilakukan perampingan model atas faktor-faktor yang jauh di sebelah kiri garis merah di atas, artinya faktor tersebut paling tidak signifikan ( -value nya paling tinggi). Sehingga setelah model dirampingkan secara bertahap dan memegang teguh prinsip hierarki, didapat grafik pareto terakhir seperti berikut:
Pareto Chart of the Standardized Effects
(response is JPM, Alpha = 0.05) 2.030

ARLS

Term
JP

4 5 6 Standardized Effect

Factorial Fit: JPM versus JP, ARLS


Analysis of Variance for JPM (coded units) Source DF Seq SS Main Effects 2 195095 JP 1 33391 ARLS 1 161703 Residual Error 35 Total Term Constant JP ARLS Effect 0.0004101 -82.33 Adj SS Adj MS 195095 97547 80354 80354 161703 161703 78382 78382 37 273477 SE Coef 35.7355 0.0004 4.8446 F 43.56 35.88 72.21 2239 P 0.000 0.000 0.000

Coef 404.87 0.0024564 -41.17

T 11.33 5.99 -8.50

P 0.000 0.000 0.000

Menurut grafik pareto terakhir di atas dan tabel ANOVA di atas, faktor berpengaruh adalah faktor yang memiliki nilai P-value , sehingga kita punya bukti kuat untuk menolak H0. ( ). Faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan adalah efek utama C (Jumlah Pengangguran), dan E (Angka Rata-rata Lama Sekolah). Dari hasil yang didapat, Jumlah Pengangguran dan Angka Rata-rata Lama Sekolah sudah sewajarnya mempengaruhi Jumlah Penduduk Miskin. Jumlah pengangguran yang tinggi dapat menurunkan pendapatan warga dan berjalan seiringnya waktu akhirnya berdampak pada meningkatnya jumlah penduduk yang miskin. Asumsi kami yang lain adalah jumlah pengangguran yang tinggi ini diakibatkan oleh angka rata-rata lama sekolah. Dapat dilihat pula dari korelasi antara angka rata-rata lama sekolah dengan jumlah pengangguran adalah sebagai berikut:
Regression Analysis: JP versus ARLS
The regression equation is JP = - 1761 + 3154 ARLS Predictor Constant ARLS S = 19233.0 Coef -1761 3154 SE Coef 14521 1897 T -0.12 1.66 P 0.904 0.105

R-Sq = 7.1%

R-Sq(adj) = 4.5%

Setelah melihat dari tabel di atas, ternyata asumsi kami salah. Faktanya adalah bahwa Jumlah Pengangguran tidak berkorelasi dengan Angka Rata-rata Lama Sekolah. Jadi, Angka rata-rata lama sekolah mempengaruhi secara langsung terhadap jumlah penduduk yang miskin tetapi angka rata-rata lama sekolah tidak mempengaruhi jumlah pengangguran. Untuk mendukung kesimpulan di atas, akan digunakan metode Best Subset Regression. Best Subset Regression adalah metode regresi yang membandingkan semua kombinasi faktor-faktor yang

diduga mempengaruhi, namun yang ditampilkan hanyalah faktor-faktor yang signifikan. Berikut adalah tabel Best Subset Regression:
Best Subsets Regression: JPM versus LPE, TKK, JP, JPRTPK, ARLS
Response is JPM J P R L T T P K J P E K P K X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X

Vars 1 1 2 2 3 3 4 4 5

R-Sq 42.0 26.3 71.3 54.7 72.7 71.4 72.8 72.7 72.8

R-Sq(adj) 40.3 24.3 69.7 52.1 70.3 68.8 69.5 69.4 68.6

Mallows Cp 34.3 52.7 1.7 21.3 2.1 3.7 4.0 4.1 6.0

S 66.403 74.811 47.323 59.478 46.863 47.998 47.483 47.564 48.202

A R L S X

Dari tabel di atas, didapat beberapa kombinasi faktor-faktor signifikan terhadap respons. Jika dilihat dari R-Square dan Adjusted R-Squarenya, maka model yang paling baik adalah 2 kombinasi yang di-highlight. Kita ketahui bahwa model yang baik adalah model yang sesederhana mungkin, tapi mampu menjelaskan fenomena yang ada dengan baik. Dari kedua kombinasi di atas, dipilih kombinasi yang di-highlight berwarna kuning dengan alasan kedua kombinasi memiliki R-Square yang hampir sama tetapi kombinasi kuning merepresentasikan jumlah variabel lebih sedikit. Artinya kombinasi kuning lebih preferable. Hal ini juga didukung oleh Mallows Cp dari kombinasi kuning yang lebih dekat dengan 0.

Soal 3 Setelah menggunakan ANOVA pada soal sebelumnya, maka diperoleh variable-variable yang berpengaruh secara signifikan terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur yaitu variable Jumlah Pengangguran dan Angka Rata-rata Lama Sekolah. Kemudian akan digunakan Metoda Stepwise Regression untuk mendukung hasil yang diperoleh dari Soal 2. Dengan menggunakan Minitab maka diperoleh hasil sebagai berikut:
Stepwise Regression: Jumlah Pendu versus Laju Pertumb, Tingkat Kese, ...
Alpha-to-Enter: 0.05 Alpha-to-Remove: 0.05

Response is Jumlah Penduduk Miskin on 5 predictors, with N = 38 Step Constant Angka Rata-rata Lama Sekolah T-Value P-Value Jumlah Pengangguran T-Value P-Value S R-Sq R-Sq(adj) Mallows Cp PRESS R-Sq(pred) 66.4 41.96 40.34 34.3 175363 35.88 1 400.5 -33.4 -5.10 0.000 2 404.9 -41.2 -8.50 0.000 0.00246 5.99 0.000 47.3 71.34 69.70 1.7 91997.0 66.36

Interpretasi: Langkah yang diperlukan untuk memperoleh model terbaik yang mempengaruhi Jumlah Penduduk Miskin di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur adalah dua. Artinya dari 5 variable yang awalnya diduga mempunyai pengaruh terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur, ternyata hanya ada 2 variable yang berpengaruh secara signifikan pada = 0.05, yaitu variable Jumlah Pengangguran dan Angka Rata-rata Lama Sekolah. Model terbaik untuk memprediksi Jumlah Penduduk Miskin di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur mempunyai nilai R2 = 71.34% dan R2 (Adjusted) = 69.70% artinya model ini menjelaskan Jumlah Penduduk Miskin sebesar 71.34%. Model terbaik untuk memprediksi Jumlah Penduduk Miskin: Jumlah Penduduk Miskin = 404.9 41.2*Angka Rata-rata Lama Sekolah + 0.00246*Jumlah Pengangguran. Perhatikan bahwa koefisien dari Angka Rata-rata Lama Sekolah bernilai negative secara linear artinya Jumlah Penduduk Miskin akan berkurang bila Angka Rata-rata Lama Sekolah bertambah. Koefisien dari Jumlah Pengangguran bernilai positif secara linear yang artinya Jumlah Penduduk Miskin akan berkurang bila Jumlah Pengangguran berkurang.

Soal 4

Dari hasil model regresinya, didapat koefisien faktor C (Jumlah Pengangguran) adalah 0.0024564 dan koefisien faktor E (Angka Rata-rata Lama Sekolah) adalah -41.166. Apabila diinginkan respons yang minimum (dalam hal ini mengurangi jumlah penduduk miskin), disarankan untuk mengurangi jumlah pengangguran dan menambah angka rata-rata lama sekolah. Pertama, Gubernur Jawa Timur harus meningkatkan program-program pendidikan pada daerahnya. Contohnya seperti mengalokasikan dana untuk mendirikan sekolah gratis dan lebih menekankan lagi program wajib sekolah 9 tahun dan minimal S1. Contohnya pemerintah dapat memberikan beasiswa lebih di ITS. Dari analisis ini juga telah dibuktikan bahwa sebenarnya pendidikan adalah investasi yang paling baik yang membuahkan kesejahteraan. Kedua, Gubernur Jawa Timur juga harus mengurangi jumlah pengangguran yang ada baik dengan kebijakan fiskal, kebijakan moneter, maupun kebijakan campuran. Dari analisis di atas, membuka kesempatan kerja yang baru tidak akan mengurangi pengangguran di Jawa Timur karena faktor tersebut tidak signifikan. Sehingga, mengurangi jumlah pengangguran ini harus diatasi dengan metode yang tepat. Salah satu cara yang tepat adalah dengan melakukan kebijakan moneter, contohnya menurunkan tingkat suku bunga. Menurunkan suku bunga di Jawa Timur dapat berdampak pada banyaknya investor yang melakukan kegiatan investasi sehingga pendapatan nasional akan semakin bertambah. Ketika pendapatan nasional bertambah, kesempatan kerja akan menjadi penuh, yang berarti pengangguran akan berkurang. Selain itu dapat pula dilakukan kebijakan fiskal seperti mengurangi pajak. Mengurangi pajak adalah salah satu langkah kebijakan fiskal yang berdampak pada naiknya pengeluaran agregat. Dengan mengurangi pajak, konsumsi rumah tangga akan bertambah karena pendapatan disposebel (pendapatan setelah dikurangi pajak) menjadi bertambah dan hal ini menaikkan pengeluaran agregat. Pengeluaran agregat yang bertambah tentu akan menambah pendapatan nasional. Pendapatan nasional yang naik tentunya menyebabkan kesempatan kerja penuh dan akhirnya pengangguran akan berkurang. Kebijakan moneter yang lain adalah dengan menambahkan jumlah uang yang beredar di Jawa Timur. Menambahkan jumlah uang beredar berarti menaikkan penawaran uang (money supply) dan mengimplikasikan pada tingkat suku bunga yang makin kecil. Dengan ini, seperti yang telah diuraikan di atas, hal ini akan menarik perhatian para investor untuk berinvestasi lebih sehingga pendapatan nasional akan bertambah. Keadaan ini berlaku apabila harga barang tetap.

Soal 5

Pertama akan diperiksa apakah Provinsi Jawa Timur berada diatas garis kemiskinan, Provinsi Jawa Timur dikatakan berada diatas garis kemiskinan jika proporsi penduduk miskin kurang dari 10%. Perhatikan bahwa jumlah penduduk di Provinsi Jawa Timur pada tahun tersebut adalah 37,5657 juta jiwa dan jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Timur adalah 5,7296 juta jiwa (hasil ini dapat diperoleh dari penjumlahan seluruh Jumlah Penduduk Miskin pada setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur). Selanjutnya akan dilakukan Uji Proporsi terhadap data yang telah diperoleh diatas, misalkan P adalah peubah acak yang menyatakan proporsi jumlah penduduk miskin di Jawa Timur, dengan hipotesis (H0: P = 0.1 H1: P > 0.1 = 0.05). Dengan menggunakan Minitab, maka diperoleh hasil sebagai berikut:
Test and CI for One Proportion
Test of p = 0.1 vs p > 0.1 95% Lower Bound 0.151558 Exact P-Value 0.000

Sample 1

X 57296

N 375657

Sample p 0.152522

Karena p-value < maka kita mempunyai alasan yang kuat untuk menolak H0. Artinya, proporsi penduduk miskin di Provinsi Jawa Timur lebih besar dari 10%. Karena proporsi penduduk miskin di Provinsi Jawa Timur lebih besar dari 10%, maka dapat disimpulkan bahwa Provinsi Jawa Timur dikatakan berada diatas garis kemiskinan. BPS juga mendefinisikan kemiskinan (Kriteria tersebut dapat dilihat pada Soal Open Ended DAC 2014, halaman 5). Setelah dilakukan pengelompokan pada Jumlah Pengeluaran Rumah Tangga Per Kepala maka diperoleh kelompok Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur sebagai berikut: Dari Data BPS terlihat bahwa jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Timur adalah 5,7296 juta jiwa dengan rata-rata sebesar 150.78 juta jiwa dan simpangan baku sebesar 85.97 juta jiwa. Akan tetapi, setelah dilakukan pengelompokan terlihat bahwa tidak ada satupun Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur yang berada di kelompok miskin. Hal ini mencerminkan bahwa adanya kesenjangan social di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur yaitu terdapat banyak penduduk dengan dengan pendapatan diatas rata-rata sehingga penduduk yang tergolong miskin menjadi tersamarkan setelah dilakukan pengelompokan pada Jumlah Pengeluaran Rumah Tangga Per Kepala per Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur. Kelompok Tidak Miskin Hampir Tidak Miskin Hampir Miskin Miskin Jumlah 21 17 0 0

Soal 6

Menurut kami, Jawa Timur belum siap untuk menghadapi ASEAN Economic Community karena proporsi penduduk miskin lebih dari 10%, artinya Jawa Timur berada di bawah garis kemiskinan. Dari sudut pandang ekonomi, imigrasi akan menyebabkan pergeseran kurva penawaran tenaga kerja, yakni sebagai berikut:
Upah D S1 S2 Keterangan: W1 W2 D : Kurva permintaan tenaga kerja S1 : Kurva penawaran tenaga kerja sebelum imigrasi S2 : Kurva penawaran tenaga kerja setelah imigrasi

L1

L2

Jumlah Tenaga Kerja

Hal ini menyebabkan upah untuk setiap individu menurun dan menyebabkan pengangguran akan naik. Penawaran tenaga kerja yang bertambah berakibat pada persaingan yang ketat di antara pencari kerja. Perhatikan confidence interval 95% dari mean Angka Lama Sekolah berikut:
One-Sample T: ARLS
Variable N Mean StDev ARLS 38 7.474 1.666 SE Mean 95% CI 0.270 (6.926, 8.022)

Didapat bahwa confidence interval angka lama sekolah di Jawa Timur adalah . Artinya dapat disimpulkan bahwa pendidikan paling tinggi yang di-enyam oleh penduduk Jawa Timur rata-rata paling tinggi adalah 8 tahun (sekitar 2 SMP). Tentunya ilmu yang didapat hingga kelas 2 SMP bahkan tidaklah cukup untuk bersaing dalam era globalisasi ini. Terlebih lagi, dengan adanya fakta ini, negara lain dengan kualitas pendidikan yang lebih tinggi akan memenangkan persaingan tersebut dalam ASEAN Economic Community pada tahun 2015 mendatang. Hal ini akan berdampak pada kenaikan jumlah pengangguran di Jawa Timur (Indonesia). Kita ketahui bahwa pengangguran yang tinggi serta upah yang semakin kecil, (dampak dari pergeseran supply-demand pasar) akan menambah jumlah kemiskinan dari analisis data dan sudut

pandang ekonomi di atas, sehingga akan berimplikasi pada jumlah penduduk miskin yang makin tinggi. Ini akan menyebabkan proporsi jumlah penduduk miskin yang makin tinggi.

Anda mungkin juga menyukai