Anda di halaman 1dari 11

BAB IV BENTUK-BENTUK KONTRAK KONSTRUKSI

Terdapat bermacam-macam bentuk kontrak konstruksi dipandang dari aspek-aspek tertentu sebagaimana yang dikenal di Indonesia, maupun di luar negeri, yaitu aspek perhitungan biaya, aspek perhitungan jasa, aspek cara pembayaran, serta aspek pembagian tugas. Berikut akan dijelaskan mengenai keempat aspek tersebut.

A. ASPEK PERHITUNGAN BIAYA 1. Fixed Lump Sum Price Secara umum, kontrak Fixed Lump Sum Price adalah suatu kontrak dimana volume pekerjaan yang tercantum dalam kontrak tidak boleh diukur ulang ( A Six lump sump price contract is a contract where the Bill of Quantities is not subject to remeasurement). Terdapat beberapa definisi yang menyatakan kontrak konstruksi ini. Apabila dilihat secera umum, terlihat bahwa tidak satu pun dari pengertian mengenaik kontrak fixed lump sum price yang menyatakan bahwa dalam kontrak bentuk ini volume pekerjaan asli dalam kontrak boleh diukur kembali dan nilai kontrak tidak boleh berubah seperti pengertian beberapa orang lainnya. Pada kontrak ini penyedia jasa memikul risiko cukup besar, misalnya volume pekerjaan yang sesungguhnya ternyata lebih besar dari yang tercantum dalam kontrak. Apabila terjadi, maka yang dibayarkan kepada penyedia jasa adalah berdasarkan volume kontrak. Apabila terjadi hal sebaliknya, maka penyedia jasa mendapatkan keuntungan (windfall profit). 2. Unit Price Suatu kontrak dimana volume pekerjaan yang tercantum dalam kontrak hanya merupakan perkiraan dan akan diukur ulang untuk menentukan volume pekerjaan yang benar-benar dilaksanakan. Kontrak harga yang ada di dalam proyek ini berupa pengukuran ulang dari harga sebuah unit. Kontrak ini memberikan jaminan bagi penyedia jasa karena kontrak yang dibayarkan adalah pekerjaan yang benar-benar dilakukan.

B. ASPEK PERHITUNGAN JASA 1. Biaya Tanpa Jasa (Cost Without Fee) Bentuk kontrak dimana penyedia jasa hanya dibayar biaya pekerjaan yang dilaksanakan tanpa mendapatkan imbalan jasa. Kontrak ini biasanya digunakan untuk pekerjaan yang bersifat sosial mengingat tidak adanya imbalan jasa yang diberikan dalam bentuk kontrak ini. 2. Biaya Ditambah Jasa (Cost Plus Fee) Dalam bentuk kontrak seperti ini, Penyedia Jasa dibayar seluruh biaya untuk melaksanakan pekerjaan, ditambah jasa yang biasanya dalam bentuk persentase dari biaya (misalnya 10%). Dalam hal ini tidak ada batasan mengenai besarnya biaya seperti batasan apa saja yang dapat dikategorikan sebagai biaya seperti batasan apa saja yang dapat dikategorikan sebagai biaya selain yang sudah jelas seperti biaya bahan, peralatan, alat bantu, upah, sewa, dan sebagainya seperti overhead Penyedia Jasa. Juga termasuk overhead Kantor Pusat Penyedia Jasa. Bagaimana dengan biaya selamatan, menjamu makan di restoran? Oleh karena tak ada batasan itu Penyedia Jasa mendapat jasa (fee) termasuk biaya-biaya di mana Penyedia Jasa pada kenyataanya ikut menikmati. 3. Biaya Ditambah Jasa Pasti (Cost Plus Fixed Fee) Bentuk kontrak seperti ini pada dasarnya sama dengan bentuk Kontrak Biaya Ditambah Jasa (Cost Plus Fee) sebagaimana diuraikan sebelumnya. Perbedaanya terletak pada jumlah imbalan (fee) untuk Penyedia Jasa. Dalam bentuk Kontrak Cost Plus Fee, besarnya imbalan/jasa Penyedia Jasa bervariasi tergantung besarnya biaya. Dengan demikian, dalam kontrak ini sejak awal sudah ditetapkan jumlah imbalan/jasa Penyedia Jasa yang pasti dan tetap (fixed fee) walaupun biaya berubah.

C. ASPEK CARA PEMBAYARAN 1. Cara Pembayaran Bulanan Dalam sistem pembayaran ini, pembayaran penyedia jasa dihitung setiap akhir bulan. Kelemahan cara ini adalah karena berapapun kecilnya prestasi penyedia jasa pada suatu bulan tetap harus dibayar. 2. Cara Pembayaran atas Prestasi (Stage Payment) Merupakan cara pembayaran yang lazim digunakan di Indonesia. Dalam bentuk kontrak ini, pembayaran kepada penyedia jasa dilakukan atas dasar prestasi/kemajuan pekerjaan yang telah dicapai sesuai yang telah disepakati pada kontrak. Cara pembayaran seperti ini sering disebut sebagai pembayaan termin/angsuran. Termin yang dilaksanakan semisal per 20% di mana nilai pembayaran pertama hanya sebesar 15%, sehingga setelah serah terima pertama, penyedia jasa biasanya menerima jumlah sebesar 95% dari nilai kontrak. Lima persen lainnya ditahan selama masa tanggungan atas cacat (retention money). Setelah serah terima kedua dilakukan, maka sisa pembayaran tersebut dilunasi. Namun, ada pula yang menerima pembayaran penuh 100%, meskipun harus ada jaminan dari penyedia jasa sebesar 5%. Hal ini akan berbeda pula dalam kasus di mana penyedia jasa mendapat uang muka. 3. Pra pendanaan Penuh dari Penyedia Jasa Dalam bentuk kontrak ini, penyedia jasa harus mendanai terlebih dahulu pekerjaan sesuai kontrak. Setelah pekerjaan selesai 100%, barulah penyedia jasa mendapat bayaran sesuai kontrak. Pada umumnya sistem pembayaan 95% dengan 5% merupakan retention money, maupun pembayaran sebesar 100% dengan jaminan yang harus disediakan oleh penyedia jasa. D. ASPEK PEMBAGIAN TUGAS 1. Bentuk Kontrak Konvensional Pada kontrak ini, pembagian tugasnya sederhana, yaitu pengguna jasa menugaskan penyedia jasa untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Sebagai pengawas, penyedia jasa biasanya menunjuk direksi pekerjaan atau pimpinan proyek (Pimpro). Hubungan kerja antara penyedia jasa dengan pengguna jasa biasanya melalui

direksi/pimpro. Intruksi yang diberikan pengguna jasa disampaikan melalui pimpro. Dalam kontrak ini paling tidak diperlukan 3 kontrak terpisah yaitu: i. Kontrak antara penggunba jasa dan konsultan perencana sebagai penyedia jasa

untuk merencanakan proyek. ii. Kontrak antara pengguna jasa dan konsultan pengawas sebagai penyedia jasa

untuk mengawasi jalannya proyek. iii. Kontrak antara pengguna jasa dan penyedia jasa yang mengerjakan proyek

tersebut.

2. Bentuk Kontrak Spesialis Pada kontrak ini terdapat lebih dari satu kontrak konstruksi. Contoh dalam suatu proyek gedung bertingkat, pengguna jasa membagi kontrak berdasarkan bidang pekerjaan khusus.Semua penyedia jasa, masing-masing menandatangani kontrak langsung dengan pengguna jasa.Pada kontrak ini tidak ada penyedia jasa utama, semua sama-sama sebagai penyedia jasa yang masing-masing mempunyai keahlian khusus, karena itu disebut kontrak spesialis. Berikut ini adalaha empat keuntungan menggunakan kontrak spesialis : Mutu pekerjaan yang lebih andal Penghematan waktu Penghematan biaya Keleluasaan dan kemudahan untuk mengganti penyedia jasa

3. Bentuk Kontrak Rancang Bangun Bentuk kontrak ini dimana keseluruhan proyek diserahkan langsung ke penyedia jasa, dimana pengguna jasa hanya berkewajiban untuk melakukan pembiayaan, namun untuk menjamin agar penyedia jasa tidak lari dari proyek yang ada, maka dibuatlah jaminan kontrak. Dari aspek penugasan sama, yaitu melaksanakan perencanaan dan sekaligus membangun. Yang perlu diperhatikan dalam bentuk kontrak ini adalah tuntutan dari Turnkey Builder yaitu jaminan pembayaran dari pengguna jasa minimal senilai harga kontrak dengan masa berlaku selama masa pelaksanaan. Bila ternyata pengguna jasa cidera janji

membayar pada waktu yang ditetapkan kontrak maka jaminan pembayaran dapat dicairkan tanpa syarat. 4. Bentuk Kontrak Engineering, Procurment, dan Consctruction Kontrak ini juga termasuk kontrak rancang bangun. Jika kontrak rancang bangun untuk bangunan sipil seperti gedung, kontrak EPC ini dikhususkan untuk pekerjaan industry. Dalam kontrak ini, yang dinilai tidak hanya selesainya pekerjaan, tapi performance dari perkerjaan tersebut. Dalam hal ini penyedia jasa mendapat pokok acuan tugas (TOR) dari pabrik yang diminta, sehingga perencanaan, proses hingga pengerjaan menjadi tanggung jawab penyedia jasa. 5. Bentuk Kontrak BOT/BLT Bentuk kerja sama ini merupakan pola kerja sama antara pemilik tanah/lahan dan investor. Kegiatan yang dilakukan oleh investor dimulai dari membangun fasilitas

sebagaimana yang dikehendaki pemilik lahan/tanah.Ini disebut dengan B (build).Setelah pembangunan fasilitas selesai, investor diberi hak untuk mengelola dan memungut hasil dari fasilitas tersebut selama kurun waktu tertentu. Diartikan O (Operate). Setelah itu, fasilitas tad dikembalikan kepada pengguna jasa, diartikan T (transfer). Sehinga disebut kontrak build, operate, and transfer (BOT). 6. Bentuk Swakelola Sebenarnya Swakelola bukan merupakan suatu kontrak, karena tidak adanya pengguna dan penyedia jasa. Hal ini disebabkan karena pekerjaan dilakukan oleh suatu pihak, dimana pihak tersebut membiayai dan melakukan pekerjaan tersebut sekaligus

BAB V ASPEK-ASPEK YANG TERKANDUNG DALAM KONTRAK KONSTRUKSI

A. ASPEK TEKNIS
Menjadi hal yang biasa ketika aspek teknis menjadi dominan dalam suatu kontrak. Jika aspek ini berhasil maka akan dianggap berhasil suatu kontrak tersebut. Beberapa aspek teknis yang umum tercakup dalam kontrak, yaitu Syarat-syarat Umum Kontrak; Lampiran-lampiran; Syaratsyarat khusus kontrak; Spesifikasi Teknis; Gambar-gambar kontrak. Beberapa aspek teknis ini membuktikan jika terdapat ketidakcermatan menguraikan salah satu aspek teknis akan menimbulkan masalah, diantaranya: 1. Lingkup Pekerjaan (Scope of Work) Uraian lingkup pekerjaan harus dibuat sejelas mungkin. Jika kehilangan satu kata saja akan berakibat fatal pada kontrak jasa konstruksi. Misal Penyedia Jasa diberikan kontrak dengan lingkup pekerjaan a, b, c, sampai d. Berarti pekerjaan d tidak termasuk. Lain lagi jika lingkup pekerjaan a, b, c, sampai dengan d. Ini berarti pekerjaan d termasuk di dalamnya. 2. Waktu Pelaksanaan (Contract Period) Seharusnya jumlah hari kerja ditulis dengan benar, misal 450 hari. Hari yang dimaksud menurut apa. Selain itu, yang sering terlewatkan adalah 450 hari tersebut dimulai sejak kapan? Sejak penandatanganan kontrak, turunnya jaminan atau seperti apa. Alangkah baiknya jika jumlah hari dimulai paling akhir dari semua kejadian tersebut. 3. Metode Pelaksanaan (Construction Method) Walaupun hal ini sudah ditetapkan dan disetujui Penyedia Jasa, tentu akan ada faktor tertentu yang membuat metode ini tidak dapat dilaksanakan. 4. Jadwal Pelaksanaan (Time Schedule) Jadwal Pelaksanaan telah disepakati di awal bersamaan dengan Metode Kerja. Jadwal pelaksanaan pun bervariasi, mulai dari yang paling sederhana sampai yang canggih yaitu Network Planning. Untuk penggunaan barchart hanya menunjukkan kapan harus dimulai dan kapan harus selesai tanpa memperhatikan dampak dari pekerjaan lain jika ada

keterlambatan pekerjaan. Sedangkan metode Network Planning, digambarkan dengan garis yang bersinggungan dengan kegiatan lain, kapan pekerjaan tersebut selesai sampai kapan selambat-lambatnya pekerjaan tersebut dimulai. Dengan begitu akan lebih mudah dalam pengawasan. 5. Cara/Metode Pengukuran Adanya perbedaan cara pengukuran pekerjaan akan membuat kesalahpahaman satu pihak. Sehingga harus benar-benar diperhatikan.

B. ASPEK HUKUM
Yang diuraikan di sini adalah beberapa aspek hukum yang sering menimbulkan dampak hukum yang cukup luas. Penghentian Sementara Pekerjaan Bagian ini perlu dicantumkan karena untuk menghindari ketidakpastian hukum yang terjadi jika pekerjaan dihentikan. Pengakhiran Perjanjian/Pemutusan Kontrak Harus diatur dengan jelas hak para pihak untuk menghentikan kontrak, tata cara pemberitahuan, dll. Ganti Rugi Keterlambatan Ganti rugi yang harus dibayarkan kepada pengguna jasa karena keterlambatan penyelesaian pekerjaan. Yang diatur berupa besaran ganti rugi, ganti rugi maksimum, dll. Penyelesaian Perselisihan Perselisihan dapat diselesaikan melalui musyawarah, tetapi harus diatur sampai kapan musyawarah harus dihentikan dan diselesaikan melalui lembaga arbitrase/pengadilan. Force Majeure Yang harus diatur adalah tata cara pemberitahuan, penanggulangan atas kerusakan, dan tindak lanjut. Tapi harus juga dipastikan bahwa keadaan yang terjadi bukan karena kesalahan manusia. Hukum yang Berlaku Hukum negara mana yang akan dijadikan acuan. Penting jika timbul sengketa dapat diselesaikan dengan hukum yang dijadikan acuan. Bahasa Kontrak

Harus menentukan bahasa mana yang dijadikan pedoman karena penggunaan lebih dari satu bahasa dapat menimbulkan perbedaan penafsiran. Tetapi telah diatur dalam PP 29/2000 Pasal 23 Ayat 5 bahwa bahasa kontrak adalah bahasa Indonesia. Domisili Domisili harus ditentukan jika ingin menggunakan pengadilan dalam penyelesaian sengketa.

C. ASPEK KEUANGAN/PERBANKAN
Aspek-aspek yang penting dalam suatu kontrak konstruksi antara lain adalah: a. Nilai Kontrak (Contract Amount) b. Cara Pembayaran (Method of Payment) c. Jaminan-jaminan (Guarantee/Bonds) Jaminan-jaminan yang biasanya harus disediakan oleh Penyedi Jasa adalah jaminan uang muka, jamninan pelaksanaan, jaminan perawatan atas cacat. Sedangkan jaminan yang dapat diberikan oleh Pengguna Jasa adalah jaminan pembayaran. Jaminan-jaminan yang biasanya digunakan dalam kontrak konstruksi di Indonesia, yaitu: 1. Bank Garansi Garansi bank merupakan buntut (accessoir) yang apabila ditinjau dari segi hukum merupakan perjanjian penanggungan (borgtocht). Garansi bank merupakan jaminan yang paling lazim digunakan di Indonesia. Syarat-syarat minimum Garansi Bank yaitu memuat: Judul Garansi Bank atau Bank Garansi Nama dan alamat bank pemberi Tanggal penerbitan Transaksi antara pihak yang dijamin dengan penerima garansi Jumlah uang yang dijamin bank Tanggal mulai berlaku dan berakhir Penegasan batas waktu pengajuan klaim Apabila timbul cidera janji (wanprestasi), maka sebelum melakukan pembayaran si penjamin/bank dapat meminta agar benda-benda si berhutang disita dan dijual terlebih dahulu untuk melunasi utangnya

2. Surety Bond Bentuknya sama dengan Bank Garansi, tetapi Surety Bond diadakan untuk mengatasi kendala pada Bank Garansi: Adanya ketentuan Batas Minimum Pemberian Kredit sebagaimana diatur dalam SK Direksi BI No. 21/50/KEP/Dir & No. 21/51/KEP/Dir beserta Surat Edarannya dan Surat Edaran BI No. 23/13/BPPP Adanya ketentuan tentang Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum sebagaimana diatur dalam SK Direksi BI No. 23/KEP/Dir dan Surat Edarannya. Surety Bond diberikan oleh perusahaan asuransi. Karena perusahaan asuransi bukanlah bank sehingga tidak tunduk pada peraturan di atas. Surety Bond dapat dijadikan alternatif pilihan oleh penyedia jasa dalam mencari jaminan. 3. Letter of Comfort, Warranty, dan Indemnity Letter of Comfort biasanya diberikan oleh pemegang saham mayoritas dari debitur yang berisikan pernyataan bahwa pemegang saham mayoritas tersebut: a. tidak akan melepas saham-sahamnya pada debitur b. tidak akan mengganti pengurus debitur c. debitur pada saat jatuh tempo utangnya akan mampu melunasinya Warranty adalah suatu pernyataan dari pembuatnya bahwa hak, kualitas, dan kuantitas dari suatu prestasi yang diberikan adalah sah dan benar adanya. Indemnity adalah jaminan dari seseorang agar seseorang pihak ketiga melakukan sesuatu untuk orang yang dijaminkannya dan jika pihak ketiga tersebut gagal melakukannya, si penjamin akan mengganti kerugian pihak yang dijamin.

D. ASPEK PERPAJAKAN
Dalam suatu kontrak konstruksi terkandung aspek perpajakan, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) maupun Pajak Penghasilan (PPh). Dari PPN ini sering timbul masalah yaitu terkadang Penyedia Jasa tidak menyetorkan pajak yang dipungut dari Pengguna Jasa ke Pemerintah sehingga Pengguna Jasa kesulitan dalam mengajukan pemotongan restitusi pajak.

E. ASPEK PERASURANSIAN
Aspek ini harus mencakup seluruh proyek termasuk pihak ketiga dengan masa pertanggungan selama proyek berlangsung. Jenis asuransi yang terdapat dalam kontrak adalah Asuransi Tenaga Kerja (ASTEK) dan Asuransi Kesehatan (ASKES). Adanya asuransi disini dimaksudkan oleh Pengguna Jasa unruk menghilangkan atau mengurangi tanggung jawab terhadap kerugian. Jenis asuransi yang dinilai cukup baik adalah CAR (Contractors All Risk) karena asuransi ini berpeluang bagi Penyedia Jasa untuk mendapatkan nilai pertanggungan dari perusahaan asuransi untuk berbagai jenis resiko. Namun, kata all risk ini bukan berarti semua jenis resiko proyek akan dijamin.

F. ASPEK SOSIAL EKONOMI


Aspek sosial ekonomi yang sering ada di dalam kontrak menjadi hal yang lumrah. Biasanya berisikan keharusan menggunakan produk dalam negeri ataupun tenaga kerja tertentu. Penggunaan produk dalam ngeri dimaksudkan untuk meningkatkan perekonomian Indonesia. Namun, belum ada perlindungan dari Undang-undang ataupun Peraturan Pemerintah mengenai hal ini. Sedangkan keharusan menggunakan tenaga kerja lebih kepada dimana proyek itu berlangsung sehingga dapat memberdayakan warga di sekitar proyek. Selain itu, adanya faktor dampak lingkungan yang ada dalam aspek social ekonomi.

G. ASPEK ADMINISTRASI
1. Keterangan para pihak Keterangan para pihak seharusnya dicantumkan dengan jelas dalam suatu kontrak konstruksi. Apabila para pihaknya adalah perusahaan, maka identitas dari perusahaan harus jelas, termasuk orang yang mewakili perusahaan tersebut sehingga dalam penandatangan suatu kontrak, orang yang menandatangi merupakan orang yang berhak melakukan hal tersebut. 2. Laporan kemajuan pekerjaan Laporan kemajuan pekerjaan diperlukan untuk memantau kemajuan pekerjaan dibandingkan dengan rencana/jadwal pelaksanaan. 3. Korespondensi Korespondensi dibutuhkan untuk tertib administrasi mengenai informasi antara para pihak agar semuanya dapat didokumentasikan.

4. Hubungan antara Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa Hubungan antara Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa adalah penetapan nama orang/badan yang mewakili Pengguna Jasa di lapangan.

Anda mungkin juga menyukai