Anda di halaman 1dari 2

Kurikulum 2013 Mengobati Penyakit Pendidikan Model Barat

Oleh: Drs. MH. Isnaeni Rodi, M.Pd*

Sudah jamak masyarakat, termasuk guru, bahkan, pengawas, maupun tenaga kependidikan mengatakan, Ganti menteri, ganti kurikulum. Hal ini karena tidak dipahaminya arti kurikulum. Kurikulum dari bahasa Yunani currere yang berarti kendaraan. Jadi aneh, jika sebagian diantara mereka tidak ingin repot berganti kurikulum karena alasan sebenarnya adalah (a) malas untuk berubah kearah kemajuan, (b) tidak mau belajar dengan hal-hal baru, dan (c) sudah nyaman dengan kondisi saat ini. Bisa dibayangkan jika usia kendaraan sudah lebih dari 10 tahun, tentu akan disebut si jago mogok namanya kuberikan, keluar bengkel sebulan masuk lagi seperti sebuah bait lagu yang ngetop di era 50-an. Kurikulum setelah kemerdekaan dikenal dengan nama kurikulum 1968, 1975, 1984, 1994, 2004 (2006), dan terakhir 2013 yang mulai dilaksanakan Senin 15 Juli 2013. Berapa jarak/interval antar kurikulum diberlakukan? Seharusnya justru setiap 5 tahun kurikulum harus berubah, namun karena terbatasnya Sumber Dana dan Sumber Daya Manusia, maka waktu yang dibutuhkan melebihi yang seharusnya. Lihatlah kendaraan tipe-tipe terbaru, dengan segala kecanggihan dan keunggulannya, bahkan dilengkapi dengan teknologi mutakhir seperti GPS, air bag, remote dst. Seperti halnya kendaraan yang dibutuhkan adalah yang paling bisa memprediksi keinginan dan kemajuan untuk masa yang akan datang, hal itu tentu berdasar survey dan analisis (kebutuhan masa depan sebuah bangsa). Hal ini juga berlaku pada kurikulum. Penyakit Model Pendidikan Barat Yang dimaksud penyakit adalah umumnya orang dewasa mengalami cacat belajar, dan mereka tidak menyadarinya. Cacat dan terus menjadikan keyakinan dan praktik belajar dan diwariskan sehingga menjadi budaya. Keyakinan dan praktik yang melumpuhkan ini berlaku berabad-abad hingga berakar dan sulit dihilangkan bahkan melembaga hingga

abad 19, ketika di Amerika Serikat menetapkan wajib sekolah(di Indonesia sebagai wajib belajar) Penyakit itu oleh Dave Meier (2009) dikelompokkan menjadi: (1) puritanisme, yaitu belajar serius dengan indoktrinasi, kegiatan yang suram, tanpa kegembiraan, kering dan kaku, berpusat pada guru, dan hanya berisi hafalan sehingga siswa menjadi bosan, terintimidasi, dan stres. Buktinya saat ujian perlu dijaga polisi, dan saat lulus meluapkan kegembiraan luar biasa seperti coret-coret baju, hingga konvoi, seolah sudah bebas dari penjara. (2) individualisme, pembelajar saling bersaing untuk meraih nilai dan kehormatan tinggi. Mereka menganggap tujuan pendidikan tinggi adalah menghasilkan individu yang kuat dan mandiri. Semboyan yang dipakai, Belajarlah dari gurumu dan bersainglah dengan kawankawanmu. Maka, bagai cendawan di musim hujan, tumbuh subur bimbingan belajar di berbagai tempat. Bimbel lebih penting dari sekolah. (3) model pabrik, belajar model perakitan satu ukuran untuk semua dan berdasar waktu dan patuh pada petunjuk. Segalanya selalu dibuat berurutan, dikontrol, dikotak-kotakkan dan distandarkan oleh pusat (BNSP). (4) pemikiran ilmiah, yaitu sejak timbulnya revolusi industri yang harus efisien dan efektif sehingga mendatangkan kekayaan berlimpah dan meningkatkan standar kehidupan. Akibatnya adalah despiritualisasi, eksploitasi alam, persaingan individu berlebihan, dehumanisasi lingkungan kerja, dan keterasingan manusia di lingkungannya. (5) pemisahan tubuh, belajar yang baik menurut pengajar adalah, Duduk diam, jangan bergoyang-goyang, dan belajarlah! dan yang tidak dapat tenang dicap hiperaktif , punya kelainan dan perlu diberi obat. Hal ini juga menyusupi pengajaran anak-anak mulai TK dengan diciptakannya bait-bait lagu diam jangan ramai, supaya jadi pandai (6) media cetak, yang berarti: menekankan kata daripada gambar, menjadikan pembelajaran sebagai suatu proses linear, menekankan konsep abstrak daripada pe-

ngalaman kongkret, meningkatkan peranan otak kiri maskulin di atas peranan otak kanan feminin. Hal ini setelah ditemukannya mesin cetak oleh Gutenberg. (7) dominasi pria, yaitu menekankan pada kecerdasan rasional, terkontrol, dan prosesnya berurutan. Penyakit-penyakit itu sebenarnya sudah diobati oleh orang-orang barat sejak era 70-an dengan dikenalkannya accelerated learning, contextual learning, contextual teaching. Kini kita harus mengejar ketertinggalan dari mereka selama 40 tahun. Kurikulum 2013 Sebagai kendaraan , secanggih (serumit) dan semodern sekalipun tentu memiliki kelemahan dan ketidaksempurnaan. Namun, pemerhati, para pelaku pendidikan harus memiliki peta jalan (road map,) visi, dan misi yang sama yaitu kepentingan bangsa dan negara. Guru, kepala sekolah, dan pengawas merupakan faktor sangat penting dalam keberhasilan pelaksanaan kurikulum 2013, karena merekalah pengemudi-pengemudi yang handal karena memiliki akta mengajar (SIM) dan telah disertifikasi (lolos uji kir) Kurikulum 2013 mengajak anakanak untuk berfikir, bukan menghafal (Kasali, 2013). Peserta didik bukan lagi sebagai penumpang yang hanya duduk menunggu, boleh mengantuk/tidur, bisa protes, hidup menumpang, sibuk sendiri, terdiam, tak perlu tahu arah jalan yang penting sampai tujuan, tak perlu ambil resiko (apa kata guru atau orang tua dalam meraih cita-cita). Bukan! Peserta didik adalah pengemudi, yang harus melihat jauh ke depan. Bukan lagi generasi yang dituntun orang tua dalam memilih jurusan tradisional di universitas semisal kedokteran, hukum, keguruan, ekonomi. Anakanak TK sudah memiliki cita-cita menjadi pengantin menjadi artis, foto model, koki, perancang busana, pesepak bola seperti Messi, Ronaldo R7, dan profesi independen lain yang tidak diperintah orang lain. Generasi kini lebih senang memilih

36

MPA 324 / September 2013

jurusan-jurusan kreatif seperti desain grafis, desain komunikasi visual, desain produk industri, desain interior, desain tekstil kriya mode, animasi, kepariwisataan, perhotelan, kuliner, perfilman, sepak bola/ssb, kepelatihan, pertambangan geologiman yang bisa mengeruk isi perut bumi yang terdiri atas emas, berlian, pasir besi, minyak bumi ataupun menghisap isi langit seperti mengambil ozon untuk isi Freon dan freezer atau mengambil nitrogen untuk dikristalkan menjadi pupuk urea dsb. Generasi kini diisi dengan dunia kerja sekaligus dunia sekolah yang diisi empat generasi sekaligus; generasi kertaspensil, generasi komputer, generasi internet, dan generasi telepon pintar. Pada generasi kertas, tulis dan temui saya, pada generasi komputer, telpon saja , pada generasi internet, kirim via email, pada generasi internet, cukup SMS/ MMS . Yang tua rapat dengan perjalanan dinas, yang muda menggunakan skype. Pelajaran Bahasa Indonesia, Sejarah, Agama, dan Olah Raga ditambah jamnya, sementara untuk Teknologi Informasi dan Komunikasi/TIK atau KKPI tidak lagi diajarkan, karena tanpa diajaripun, anak-anak usia TK sudah pandai bermain game, dan anak usia SD sudah bisa menggunakan/mengunduh pelajaran sekolah dengan google search yang telah ada dalam bahasa Indonesia, Jawa, juga Bali. Pelajaran Bahasa Indonesia 4 jam, Sejarah 2 jam, Agama 3 jam, dan Olah Raga 4 jam dan disamakan antara SMA, SMK, maupun MA. Untuk bahasa Indonesia tidak lagi menghafal kalimat majemuk, kalimat bertingkat, nama-nama pengarang novel dan angkatannya, ataupun ilmu tata bahasa/tata kalimat, tetapi langsung praktik berbahasa misal membuat puisi dan cerita pendek yang kemudian dibukukan, jika perlu diterbitkan seperti yang dilakukan SMA Selamat Pagi Indonesia Batu yang telah menerbitkan cerita-cerita dan pengalaman hidup peserta didiknya sebagai sebuah inspirasi bagi anak seusianya. Buku yang berjudul SMA SPI Rumah Kita dan Tanah Visi bagi peserta didiknya yang merindukan fajar pagi hari diterbitkan oleh MIC Publishing Surabaya (2013). Anak-anak juga menyusun skenario drama, dan memainkannya secara berkelompok dan didokumentasikannya untuk dicetak dalam VCD ataupun buku yang bisa dikomersialkan dan mungkin juga diikutkan dalam festifal film pendek. Jadi prinsipnya adalah, berkarya, berkarya, dan berkarya karena boleh jadi salah satu karya siswa ini ada yang fenomenal se-

hingga menarik produser untuk diorbitkan. Gurulah yang menuntun, mengarahkan, membimbing, dan memberi kesempatan anak-anak berkreasi seluasnya. Bahkan yang nylenehsekalipun perlu dihargai dalam kurikulum ini. Pelajaran Sejarah tidak lagi menekankan ingatan-ingatan tentang tahuntahun yang berkaitan dengan suatu kejadian dan menyuguhkan fakta kering yang tidak bermakna, bahkan sering berakibat salah interpretasi. Sejarah diajarkan dengan nuansa baru yaitu menanamkan kesadaran terhadap kesatuan dan persatuan bangsa, solidaritas dan semangat persaudaraan, yang mencegah timbulnya desintegrasi bangsa. Konsep sejarah meliputi empat aspek penting yaitu belajar dari masa lalu, memahami masyarakat kita saat ini, serta memahami kebudayaan bangsa lain dan melatih keterampilan sosial untuk menanamkan makna peristiwa dalam kehidupan sehari-hari. Contoh tentang sejarah ratu Shima yang berani menghukum potong tangan/kaki anaknya sendiri karena merusak/menginjakinjak perhiasan kenegaraan yang diletakkan secara sengaja untuk menguji kejujuran rakyatnya. Mahapatih (perdana menteri) Gajah Mada berani mengundurkan diri karena kesalahannya gagal menikahkan rajanya Hayam Wuruk dengan putri raja Pajajaran Dyah Ayu Pitaloka dan berakibat terjadi perang Bubat yang menghabisi seluruh calon istri/besan dan seluruh prajurit kerajaan. Tidak peduli sebagai patih berjasa besar yang telah menyatukan Nusantara termasuk Malaysia, Philipina, dan Papua dengan sumpah Amukti Palapanya. Pada pelajaran Olah raga lebih menitik beratkan pada prestasi. Contoh hal yang memalukan/memilukan adalah mencari 11 orang diantara 237 juta untuk sepak bola saja tidak mampu. Pada pelajaran agama diwajibkannya praktik keagamaan seperti untuk shalat dhuha berjamaah, shalat dhuhur berjamaah, serta membaca kitab Al Quran dengan benar tajwid di sekolah, jika perlu mendatangkan ustadz dari pondok pesesantren sekitar sekolah. Pendidikan pramuka (kepanduan) diwajibkan sebagai kegiatan ekstra kurikuler, karena didalamnya ada pendidikan watak, budi pekerti, patriot, cinta alam dan persaudaraan, serta kejujuran dengan menjunjung nilai-nilai ketuhanan. Pramuka tidak hanya teori dan menyanyi tetapi praktik berkemah, memasak, dan ibadah serta keterampilan lain. Pembina tak lagi asal-asalan tetapi harus memiliki ijazah (befukheid) Kursus Mahir Lanjut-

an (KML) sesuai bidangnya (SGTD) dan terus mengikuti karang pamitran semacam MGMP sehingga jika melatih peserta didik sehingga memiliki pengalaman dan pemahaman ( bekonheid) kurikulum seperti SKU, SKK, dan SPG. Pelatih Pembina (KPD-KPL/ITC-ITTC) terus mengikuti pitaran pelatih agar ilmunya tidak beku dan memahami kepemudaan saat ini. Perspektif Tantangan generasi abad 21 dan generasi emas 2045 (bonus demografi orang muda) adalah membangun manusia bebas yang berkeahlian sesuai minat dan kemampuan individualnya dan tidak lagi menganut pendidikan totaliter abad 19 seperti dimuka; yaitu memenuhi kaum diktator, kaum industrialis sebagai robot, dan kleristik yaitu memenuhi kebutuhan kaum penjajah dan melahirkan mental pegawai/priyayi. Pendidikan masa depan adalah pendidikan yang membebaskan dan membuka pintu bagi peserta didik untuk mewujudkan cita-citanya. Metode pembelajaran melekat pada perilaku guru sehingga perlu pembaharuan secara inheren dengan pengembangan aspek kemanusiaan. Era profesionalisme guru sekarang ini adalah momentum memperbaharui praktik kelas dengan prioritas pengembangan metode baru. Belajar mulai dari yang dekat ke yang jauh, dari yang mudah ke yang sulit, dari yang kongkrit ke yang abstrak. Belajar sedikit pelajaran tetapi menguasai dan spesialisasi bagai seorang dokter spesialis, atau ahli fisika quantum yang hebat, atau ahli prototype pesawat bagai Habibi. Kurikulum 2013 disiapkan sejak M.Nuh menjadi Mendikbud 5 tahun lalu. Kurikulum ini sebagai bahtera yang akan mengarungi lautan luas, menuju kehidupan baru yang lebih baik. Semua yang beriman, wajib ikut naik bahtera agar selamat dari hujan dan badai. Maka yang tidak beriman boleh ikut di bu Nuh oleh badai hingga bahtera yang membawa generasi emas terdampar di keselamatan (ketinggian) Ararat. Guru masih kaku pegang kemudi, persneling, kopling, dan gas. Ibarat baru belajar mengemudi mobil meski telah memiliki/membeli SIM A. Butuh waktu (setidaknya 6 bulan) terus belajar sampai lancar dan mahir menguasai kendaraan bernama kurikulum 13. Kurikulum ini, diumpamakan sungai; tak perlu dalam, yang penting ada naganya! *Penulis guru SMKN 1 Kademangan, pernah mengajar di MTsN & MAN Blitar.

MPA 324 / September 2013

37

Anda mungkin juga menyukai