Anda di halaman 1dari 15

STEP 7 1.

Trauma kimia pada mata adalah trauma yang mengenai bola mata baik diakibatkan oleh zat asam (zat dengan pH < 7) ataupun basa (zat dengan pH > 7) yang dapat menyebabkan kerusakan struktur bola mata tersebut. Tingkat keparahan trauma dikaitkan dengan jenis, volume, konsentrasi, durasi pajanan, dan derajat penetrasi dari zat kimia. Mekanisme cedera antara asam dan basa sedikit berbeda.

Trauma Asam Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion dalam kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah pH, sementara anion merusak dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein umumnya mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan tampilan ground glass dari stroma korneal yang mengikuti trauma akibat asam. Sehingga trauma pada mata yang disebabkan oleh zat kimia asam cenderung lebih ringan daripada trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa. Asam hidrofluorik adalah satu pengecualian. Asam lemah ini secara cepat melewati membran sel, seperti alkali. Ion fluoride dilepaskan ke dalam sel, dan memungkinkan menghambat enzim glikolitik dan bergabung dengan kalsium dan magnesium membentuk insoluble complexes. Nyeri local yang ekstrim bisa terjadi sebagai hasil dari immobilisasi ion kalsium, yang berujung pada stimulasi saraf dengan pemindahan ion potassium. Fluorinosis akut bisa terjadi ketika ion fluoride memasuki sistem sirkulasi, dan memberikan gambaran gejala pada jantung, pernafasan,

gastrointestinal, dan neurologic.

Trauma Basa Bahan kimia basa akan memberikan iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun, pada bagian dalam mata, trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa menembus kornea, camera oculi anterior, dan sampai retina dengan cepat, dan mengakibatkan pecah

atau rusaknya sel jaringan. Pada pH yang tinggi alkali akan mengakibatkan persabunan disertai dengan disosiasi asam lemak membrane sel. Akibat persabunan membrane sel akan mempermudah penetrasi lebih lanjut dari pada alkali.

Mukopolisakarida jaringan oleh basa akan menghilang dan terjadi penggumpalan sel kornea atau keratosis. Serat kolagen kornea akan bengkak dan stroma kornea akan mati. Akibat edem kornea akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea. Serbukan sel ini cenderung disertai dengan masuknya pembuluh darah baru atau neovaskularisasi. Akibat membran sel basal epitel kornea rusak akan memudahkan sel epitel diatasnya lepas. Sel epitel yang baru terbentuk akan berhubungan langsung dengan stroma dibawahnya melalui plasminogen activator .

Pada defek epitel kornea, plasminogen activator yang terbentuk merubah plasminogen menjadi plasmin. Plasmin melaui C3a mengeluarkan faktor hemotaktik untuk leukosit polimorfonuklear (PMN). Kolagenase laten berubah menjadi kolagenase aktif akibat terdapatnya tripsin, plasmin ketepepsin. Keratosit juga membentuk kolagenase akif melalui kolagenase laten. Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen aktivatir dilepas juga kolagenase yang akan merusak kolagen kornea. Akibatnya akan terjadi gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan dengan tukak kornea dan dapat terjadi perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada hari ke 12-21. Biasanya tukak pada kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah trauma kimia. Pembentukan tukak berhenti hanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. Bila alkali sudah masuk ke dalam bilik mata depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar. Cairan mata susunannya akan berubah, yaitu terdapat kadar glukosa dan askorbat yang berkurang. Kedua unsur ini memegang peranan penting dalam pembentukan jaringan kornea.

Diagnosis Sistematis penegakan diagnosis dilakukan setelah pertolongan pertama pada trauma kimia mata diberikan.

Anamnesis Trauma kimia mata yang disebabkan karena asam biasanya di dapatkan dari hasil anamnesis mengenai bahan apa yang mengenai mata penderita, etiologi tersering dari trauma kimia asam pada mata adalah: cairan penghilang karat, cairan pengkilap aluminium, cairan pembersih yang keras (biasanya digunakan untuk membersihkan noda yang menempel pada lantai keramik), bahan pembersih dinding, glass etching,

electropolishing, penyamakan kulit, fermentasi pada pengolahan bir. Sedangkan trauma kimia mata yang disebabkan basa biasanya disebabkan oleh: Semen, soda kuat, ammonia, NaOH, CaOH, cairan pembersih dalam rumah tangga. Secara umum, pada anamneses dari kasus trauma mata perlu diketahui apakah terjadi penurunan visus setelah cedera atau saat cedera terjadi. Onset dari penurunan visus apakah terjadi secara progresif atau terjadi secara tiba-tiba. Nyeri, lakrimasi, dan pandangan kabur merupakan gambaran umum trauma. Dan harus dicurigai adanya benda asing intraokular apabila terdapat riwayat salah satunya apabila trauma terjadi akibat ledakan.

Pemeriksaan Fisik & Penunjang Anastesi local akan sangat membantu agar pasien tenang sebelum dilakukan pemeriksaan mata yang seksama. Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai tanda umum dan tanda komplikasi dari trauma kimia pada mata adalah; kejernihan dan keutuhan kornea, konjungtivalisasi kornea, neovaskularisasi, defek epitel kornea, derajat iskemik limbus dan tekanan intra okuli, simblefaron, dan edema. Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek juga dapat dilakukan. Pemeriksaan tonometri untuk mengetahui tekanan intraocular juga diperlukan mengingat terjadinya mekanisme yang menyebabkan terjadinya

penyumbatan bahkan edem pada mata. Adanya diagnosis banding berupa glaukoma skunder jika pada hasil pemeriksaan TIO lebih dari normal (<20 mmHg).

Diagnosis Banding Beberapa penyakit yang menjadi diagnosis banding trauma kimia pada mata, terutama yang disebabkan oleh basa atau alkali; konjungtivitis akut hemoragik, konjungtivitis alergi, abrasi kornea, keratokonjungtivitis, dan ulcer kornea (Randleman & Bansal, 2009). Prognosis Prognosis trauma kimia pada mata biasanya ditentukan berdasarkan klasifikasi huges. Klasifikasi Huges Ringan : Prognosis baik Terdapat erosi epitel kornea Pada kornea tedaat kekeruhan yang ringan Tidak terdapat iskemia dan nekrosis kornea ataupun konjungtiva

Sedang : Prognosis baik Terdapat kekeruhan kornea sehingga sulit melihat iris dan pupil secara terperinci Terdapat iskemia dan nekrosis enteng pada kornea dan konjungtiva

Sangat berat :

Prognosis buruk Akibat kekeruhan kornea upil tidak dapat dilihat Konjungtiva dan sklera pucat

2. Trauma hidung dapat mengenai hidung, jaringan subcutis, mukosa yang meliputi cavum nasi, kerangka tulang dan tulang rawan yang membentuk hidung itu sendiri.Trauma kulit, jaringan subcutis dan mukosa, dapat berupa contusio jaringan atau tanpa hematoma, laserasi, abrasi, vulnus, corpus allienum yang tertinggal di tempat trauma atau hilangnya bagianbagian hidung tersebut. Trauma kerangka tulang dan tulang rawan dapat dibagi atas: a. b. Fraktura os nasalis Trauma naso-orbital

Sedangkan menurut arah traumanya dapat dibagi pula atas: a. b. Trauma lateral Trauma frontal

Penggolongan ini sangat penting dalam menentukan sikap kita untuk menanggulanginya. Diagnosis Penderita atau pengantar biasanya sudah memberikan penjelasan mengenai apa yang telah terjadi. Pada waktu pemeriksaan penderita dalam keadaan sadar atau setengah sadar atau dalam keadaan tak sadar atau coma (pada contussio cerebri). Kadang-kadang masih ditemui darah yang mengalir dari hidung atau adanya bekuan darah dalam cavum nasi. Hampir pada setiap trauma nasi terdapat pembengkakan, oedema, tanpa atau disertai hematoma. Penanggulangan

Dalam menghadapi kasus-kasus trauma nasi tujuan kita adalah untuk: a. b. Life saving. Mengembalikan komplikasi. c. Kosmetik. fungsi normal serta mencegah terjadinya

Pertama-tama yang harus diperhatikan ialah jalan pernapasan, hidung dan tenggorok dibebaskan dari bekuan darah atau corpus allienum yang menghalangi jalan pernapasan. Kalau terdapat obstruksi larynx dilakukan tracheotomi. Keadaan umum penderita harus diawasi dengan saksama; kalau terdapat tanda-tanda shock, maka kita segera berusaha mengatasinya. Kalau perdarahan masih ada, segeralah mencari sumber perdarahan tersebut dan cobalah mengatasinya; perdarahan (lihat epistaxis). Trauma terbuka kulit dan mukosa Luka dibersihkan dan dilakukan debridement. Pada luka-luka yang kotor diberi A.T.S. Kulit yang hilang dapat dicoba dengan jahitan, kalau tak mungkin dapat dilakukan skin graft. Epistaxis dihentikan dengan pemasangan tampon. Fraktura Kerangka Tulang Hidung Prinsipnya tindakan reposisi dilakukan secepat mungkin, kalau keadaan penderita memungkinkan. Waktu penderita tiba di rumah sakit biasanya sudah oedema, hebat atau tidaknya oedema itu bergantung pada berat tidaknya trauma. Oedema yang terjadi dapat menyukarkan palpasi sehingga sukar menentukan dislokasi dan sukar menilai kedudukan tulang yang telah direposisi. Demikian juga kalau diadakan fixasi pada hidung yang ada oedema, fixasi ini akan jadi longgar setelah dua tiga hari karena oedemanya menurun. Karena itu cukup bijaksana bila kita menunggu sampai oedema hilang,

sehingga kita dapat membuat diagnosa dengan tepat dan dapat menilai tindakan kita, apakah sudah mencapai sasarannya serta dapat mengadakan fixasi dengan baik. Biasanya oedema tersebut akan hilang pada hari keempat atau hari kelima. Callus yang terbentuk pada tempat fraktur makin lama makin mengeras. Callus yang mengeras tersebut akan menyukarkan kita melakukan reposisi; maka sebaiknya reparasi dilakukan pada hari ke-5 7. Reposisi yang dilakukan setelah dua minggu memberikan hasil yang kurang memuaskan, kecuali dilakukan open reposisi atau pada fraktur lama sebaiknya dilakukan medial lateral osteotomi. Setelah itu fragmenfragmen tulang disusun kembali. Trauma lateral Trauma ini memberikan gejala-gejala sebagai berikut: a. b. c. d. e. Terjadi dislokasi ke satu sisi. Pangkal hidung biasanya masih berada di garis tengah. Deviasi septi ke satu sisi. Nyeri waktu palpasi. Kadang-kadang os nasalis mudah digerakkan dengan adanya krepitasi. Trauma frontal Gejala- gejalanya adalah: a. b. Hidung terletak di garis tengah, tetapi lebih mendatar atau cekung. Pada trauma yang hebat bagian-bagian tulang hidung terpisah satu sama lain, serta hilangnya kesatuan dengan processus frontalis ossia maxillae, menyebabkan pula hilangnya bentuk hidung itu sendiri. c. Terdapat krepitasi serta os nasalis mudah digerakkan.

Trauma naso orbital Trauma ini mengenai organ-organ intercanthus dengan tulang-tulang ethmoid di bawahnya. Gejala-gejalanya sebagai berikut: a. b. c. Jarak kedua canthus medialis akan bertambah. Terdapat krepitasi. Pada trauma hebat terjadi commuted fracture yang mungkin menyebabkan tersumbatnya duktus lakrimalis, sehingga penderita akan mengeluh hyperlakrimasi, dan sering ditemukan gangguan pergerakan bola mata, diplopia karena terlepasnya ligament canthus medialis. Pemeriksaan Radiologik Pemeriksaan radiologik dilakukan dalam posisi lateral, occipitomental 30 60 derajat. Dari gambaran radiologik dapat ditentukan fraktur, kedudukan tulang, tetapi tak dapat menentukan derajat dislokasi. Pada trauma lateral tak banyak faedahnya, sedangkan pada trauma frontal berguna bila terdapat oedema yang hebat, karena kita tak dapat melakukan palpasi dengan baik. Tindakan pada trauma lateral Kedudukan os nasalis yang mengalami dislokasi, dapat kita reposisi dengan respatorius, Whalsam forceps, sedangkan septum yang deviasi dapat diluruskan dengan Aches forceps. Tindakan pada trauma frontal Walau tindakan reposisi dilakukan seperti yang telah diterangkan os nasalis akan tetap miring ke satu sisi karena adanya dislokasi septum nasi. Oleh karena itu sub mukosa reseksi harus dilakukan lebih dahulu.

Tindakan pada trauma naso-orbital Untuk dapat menyusun lagi tulang-tulang yang membentuk pangkal hidung tersebut dilakukan open reduction, serta dengan fixasi dengan lempeng logam. Fixasi. Untuk mempertahankan posisi bentuk yang telah diperoleh dengan jalan reposisi dan untuk menghindarkan dislokasi kembali karena kedudukannya masih labil, maka diperlukan fixasi. Fixasi ada dua macam yakni: a. Fixasi dalam. Berupa tampon hidung yang dibuat dengan kain kasa yang diberi boor zalf atau kemycetin zalf atau dengan solfratule. Tampon ini dipasang 2 x 24 jam, dan kalau perlu boleh dipasang tampon baru. b. Fixasi luar. Dapat digunakan gips seperti plaster of paris atau metal plate, fixasi ini kita pertahankan selama 10 12 hari.

3. Macam-macam trauma mata Fisik atau Mekanik 1. Trauma Tumpul, misalnya terpukul, kena bola tenis, atau shutlecock, membuka tutup botol tidak dengan alat, ketapel. 2. Trauma Tajam, misalnya pisau dapur, gunting, garpu, dan peralatan pertukangan. 3. Trauma Peluru, merupakan kombinasi antara trauma tumpul dan trauma tajam, terkadang peluru masih tertinggal didalam bola mata. Misalnya peluru senapan angin, dan peluru karet.

Kimia 1. Trauma Kimia basa, misalnya sabun cuci, sampo, bahan pembersih lantai, kapur, lem. 2. Trauma asam, misalnya cuka, bahan asam-asam di laboratorium.

Fisik 1. Trauma termal, misalnya panas api, listrik, sinar las, sinar matahari. 2. Trauma bahan radioaktif, misalnya sinar radiasi.

Gejala yang ditimbulkan tergantung jenis trauma serta berat dan ringannya trauma.

Trauma tajam selain menimbulkan perlukaan dapat juga disertai tertinggalnya benda asing di dalam mata. Benda asing yang tertinggal dapat bersifat tidak beracun dan beracun. Benda beracun contohnya logam besi, tembaga serta bahan dari tumbuhan misalnya potongan kayu. Bahan tidak beracun seperti pasir, kaca. Bahan tidak beracun dapat pula menimbulkan infeksi jika tercemar oleh kuman.

Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan penglihatan sementara sampai berat, yaitu perdarahan di dalam bola mata, terlepasnya selaput jala (retina) atau sampai terputusnya saraf penglihatan sehingga menimbulkan kebutaan menetap.

Trauma Kimia basa umumnya memperlihatkan gejala lebih berat daripada trauma kimia asam. Mata nampak merah, bengkak, keluar air mata berlebihan dan penderita nampak sangat kesakitan, trauma basa akan berakibat fatal karena dapat menghancurkan jaringan mata/ kornea secara perlahan-lahan.

Trauma Mekanik

1. Gangguan molekuler. Dengan adanya perubahan patologi akan menyebabkan kromatolisis sel. 2. Reaksi Pembuluh darah. Reaksi pembuluh darah ini berupa vasoparalisa sehingga aliran darah menjadi lambat, sel endotel rusak, cairan keluar dari pembuluh darah maka terjadi edema.

3. Reaksi Jaringan. Reaksi Jaringan ini biasanya berupa robekan pada kornea, sklera dan sebagainya. Trauma pada mata dapat mengenai jaringan per jaringan di dalam organ mata, seperti kelopak, konjungtiva, kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik dan orbita, secara terpisah atau menjadi gabungan trauma jaringan mata. Trauma tembus merupakan trauma mata yang menyebabkan kerusakan pada keseluruhan ketebalan dinding bola mata (full-thickness wound of the eyewall). Trauma tembus termasuk dalam golongan trauma mata terbuka (open globe injury), yang merupakan trauma laserasi tunggal akibat benda tajam.4

Gambar 1. Trauma mata

a. Trauma mata tertutup (Closed globe injury) Trauma mata tertutup adalah trauma mata tanpa kerusakan seluruh dinding mata (kornea dan sklera) /No full-thickness wound of eyewall. Trauma ini dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:4

1. Kontusio: tidak terdapat luka pada dinding mata, tetapi dapat terjadi kerusakan intraokular seperti ruptur koroid atau perubahan bentuk bola mata. 2. Laserasi lamellar: Trauma yang menyebabkan kerusakan parsial dinding mata.

b. Trauma mata terbuka (Open globe injury) Trauma mata terbuka adalah trauma yang menyebabkan kerusakan pada seluruh ketebalan dinding mata (kornea dan/atau sklera) /Full-thickness wound of the eyewall. Trauma ini dapat dibedakan menjadi : Ruptur: kerusakan seluruh ketebalan dinding mata akibat benda tumpul. Laserasi: kerusakan seluruh ketebalan dinding mata akibat benda tajam. Lebih jauh, trauma laserasi dapat diklasifikan lagi menjadi:

Penetrasi/luka tembus: trauma laserasi tunggal yang disebabkan benda tajam.

Perforasi: ditandai oleh adanya luka masuk dan luka keluar yang disebabkan oleh benda yang sama.

Benda asing intraokular: terdapat benda asing yang tertinggal dalam bola mata.

4. Komplikasi Trauma Mata a. Jaringan parut pada kornea b. Ulkus kornea c. Jaringan parut pada konjungtiva d. Dry eyes e. Simblefaron f. Sikatrik yang menyebabkan enteropion/ekstropion g. Trikiasis h. Stenosis/oklusi punctum

i. Pembentukanpannus j. Katarak k. Glaucoma Komplikasi trauma maksilofasial Komplikasi yang dapat terjadi akibat fraktur mandibula antara lain adanya infeksi, dengan kuman patogen yang umum adalah staphylococcus, streptococcus dan bacterioides. Terjadi malunion dan delayed healing, biasanya disebabkan oleh infeksi, reduksi yang inadekuat, nutrisi yang buruk, dan penyakit metabolik lainnya. Parasthesia dari nervus alveolaris inferior, lesi r marginalis mandibulae n. fasialis bisa terjadi akibat sayatan terlalu tinggi. Aplikasi vacuum drain dapat membantu untuk mencegah timbulnya infeksi yang dapat terjadi oleh karena genangan darah yang berlebihan ke daerah pembedahan. Fistel orokutan bisa terjadi pada kelanjutan infeksi terutama pada penderita dengan gizi yang kurang sehingga penyembuhan luka kurang baik dan terjadi dehisensi luka.

Komplikasi trauma hidung adalah: a. Cerebrospinal rhinorrhoe, akibat adanya fraktur pada dinding posterior sinus frontalis atau pada lamina cribrosa, sehingga ada hubungan langsung dengan dasar dari fossa cranii anterior. b. c. Meningitis Anosmia.

5. Gawat darurat adalah : Keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut. Dalam UUNo.44/2009 Tentang Rumah Sakit pasal 45 ayat 2 disebutkan bahwa Rumah Sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia , serta Rumah sakit harus memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya (pasal 9 ayat lc). Tentunya upaya

ini menyangkut pelayanan gawat darurat, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat (swasta) 6. Terapi awal trauma mata karena kimia Segera berikan tetes mata anestetik bila ada, kemeudian lakukan irigasi dengan air apa adana sekurang-kurangnya 15 menit. Berikan salep mata antibiotik, sementara itu persiapkan irigasi dengan larutan garam faal/akuades. Lakukan dengan semprit dengan jarum yang ditumpulkan selama 15 menit. Pada trauma basa dapat diberikan netralisasi dengan: Asam cuka 2% steril atau asam tanat 2% steril secara: 1 tetes tiap 3 menit selama 30 menit pertama, 1 tetes tiap 5 menit selama 30 menit kedua, 1 tetes tiap 10 menit selama 30 menit ketiga, 1 tetes tiap 15 menit selama 30 menit keempat, 1 tetes tiap 30 menit selama 30 menit untuk selanjutya, Sistei 1 tetes/jam pada hari pertama saja, atau EDTA 1 tetes/menit selama 5 menit. Lalu berikan salep mata antibiotik 3-5 kali/hari dan tetes mata atropin sulfat 1% 3-5 kali/hari. Sebaiknya mata tetap terbuka Bila esoknya mata bebas infeksi, beri salep mata kombinasi kortikosteroid dan antibiotik. Bila ada tanda infeksi beri salep mata antibiotik saja . Penatalaksanaan Prinsip dalam penatalaksanaan trauma kimia mata adalah memperbaiki penglihatan, mencegah terjadinya infeksi, mempertahankan arsitektur mata, mencegah sekuele jangka panjang Trauma Asam

Irigasi jaringan yang terkena-kena secepat mungkin setelah terpajan cairan kimia, dilakukan selama mungkin untuk meyakinkan cairan yang mengakibatkan trauma benar-benar bersih dari mata. Irigasi dapat dilakukan dengan menggunakan garam fisiologis atau air selama 15-30 menit. Trauma asam pada dasarnya akan kembali normal, namun jika perlu dapat diberikan anastesitopikal, penetralisir natrium bikarbonat 3%, dan antibiotik. Trauma Basa Secepat mungkin setelah terpajan, dilakukan irigasi selama 15-30 menit dengan air atau larutan garam fisiologis agar bahan yang dapat menyebabkan trauma benar-benar larut, dan farmakologi dasar seperti pada trauma asam. Penatalaksanaan lanjutan diberikan berdasarkan hasil pemeriksaan lanjutan. Untuk mengetahui telah terjadi netralisasi basa dapat dilakukan pemeriksaan dengan kertas lakmus. pH normal air mata 7,3 Pemberikan antibiotik dan debridement efektiv untuk mencegah infeksi skunder, obat anti glukoma bisa diberikan untuk pencegahan glaucoma skunder yang dicurigai terjadi karena terhambatnya enzim glikolitik. Steroid topikal diberikan untuk menekan proses peradangan untuk 7 hari pasca trauma, dexamethason 0,1% tiap dua jam direkomendasikan karena tidak mencegah terbentuknya fibrin untuk pencegahan (Katzung, 1998). Kolagenase di hambat dengan sistein, diberikan satu minggu setelah trauma. Bila penyebabnya adalah CaOH, dapat diberi EDTA karena EDTA 0,05 dapat bereaksi dengan CaOH yang melekat pada jaringan. Operasi keratoplasti dilakukan jika kerusakan kornea malah mengganggu penglihatan.

Anda mungkin juga menyukai