Anda di halaman 1dari 14

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang Tanaman karet adalah tanaman perkebunan yang paling banyak diusahakan masyarakat di Aceh Barat. Tanaman ini memberikan kontribusi yang paling besar pada pendapatan petani. Produktivitas karet rakyat pada umumnya rendah, sedangkan lembaga penelitian dan perusahaan perkebunan besar telah menghasilkan klon-klon karet unggul yang produktivitasnya tinggi.

(Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2008). Karet merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting, baik untuk lingkup internasional dan terutama Indonesia. Di Indonesia merupakan salah satu hasil pertanian terkemukan karena banyak menunjang perekonomian negara. Luas lahan karet yang dimiliki Indonesia mencapai 2,7 3 hektar. Ini merupakan lahan karet terluan didunia (Wijaksono, 2012). Tanaman karet adalah tanaman daerha tropis yang menghendaki curah hujan 2.000 mm sampai 2.500 mm per tahun. Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian antara 1 m sampai 600 m diatas permukaan laut. Suhu yang dibutuhkan untuk tanaman karet 25 C sampai 35 C dengan suhu optimal rata-rata 28 C. dalam sehari tanaman karet membutuhkan intensitas matahari yang cukup antara 5 sampai 7 jam

(Dinas Pertanian Kota Palembang, 2008). Tanaman karet (Hevea brasiliensis) termasuk dalam famili Euphorbiacea, disebut dengan nama lain rambung, getah, gota, kejai ataupun hapea. Karet merupakan salah satu komoditas perkebunan yang penting sebagai sumber devisa

non magis bagi Indonesia, sehingga memiliki prospek yang cerah. Upaya peningkatan produktivitas tanaman tersebut terus dilakukan terutama dalam bidang teknologi budidaya dan pasca panen (Damanik, dkk., 2010). Komoditas karet Indonesia pada tahun 2010 hanya mampu memberikan kontribusi untuk kebutuhan karet dunia sebanyak 2,41 juta ton karet alam atau urutan kedua setelah Thailand yang sebesar 3,25 juta ton. Berdasarkan data Gabungunga Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO) untuk tahun 2011 produksi karet alam dunia diasumsikan hanya berkisar 10,970 juta ton sementara untuk konsumsi diperkirakan mencapai 11,151 juta ton sehingga terjadi kekurangan pasokan atau minus sekitar 181.000 ton. Sehubungan dengan peningkatan kebutuhan karet maka diperlukan teknoloi dalam hal pengelolaan perkebunan karet, salah satunya dengan pengelolaan bahan tanam karet yang memiliki daya produksi tinggi (Fansuri, dkk., 2013). Tujuan Penulisan Tujuan penulisan paper ini adalah untuk mengetahui kegunaan dan peranan kacangan Mucuna bracteata sebagai tanaman penutup tanah dalam

budidaya tanaman karet ( Hevea brasiliensis Muell. Arg). Kegunaan Penulisan Kegunaan penulisan paper ini adalah sebagai salah satu syarat untuk dapat melengkapi komponen penilaian di Laboratorium Budidaya Tanaman Kelapa Sawit dan Karet Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Siagian (2012) klasifikasi tanaman karet adalah sebagai berikut: Divisi Subdivisi Kelas Ordo Family Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledonae : Euphorbiales : Euphorbiaceae : Hevea : Hevea brasiliensis Muell. Arg Tanaman karet memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar lateral yang menempel pada akar tunggang dan akar serabut. Pada tanaman yang berumur 3 tahun kedalaman akar tunggang sudah mencapai 1,5 m. Apabila tanaman sudah berumur 7 tahun maka akar tunggangnya sudah mencapai kedalaman lebih dari 2,5 m. Pada konsisi tanah yang gembur akar lateral dapat berkembang sampai pada kedalaman 40-80 cm. Akar lateral berfungsi untuk menyerap air dan unsur hara dari tanah. Pada tanah yang subur akar serabut masih dijumpai sampai kedalaman 45 cm. Akar serabut akan mencapai jumlah yang maksimum pada musim semi dan pada musim gugur mencapai jumlah minimum (Siagian, 2012). Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi. Beberapa pohon karet ada

kecondongan arah tumbuh agak miring. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan naman lateks (Huda, 2010). Daun karet berselang-seling, tangkai daunnya panjang dan terdiri dari 3 anak daun yang licin berkilat. Petiola tipis, hijau, berpanjang 3,5-30 cm. Helaian anak daun bertangkai pendek dan berbentuk lonjong-oblong atau oblong-obovate, pangkal sempit dan tegang, ujung runcing, sisi atas daun hijau tua dan sisi bawah agak cerah, panjangnya 5-35 cm dan lebar 2,5-12,5 cm. Daun karet berwarna hijau. Apabila akan rontok berubah warna menjadi kuning atau merah. Daun mulai rontok apabila memasuki musim kemarau. Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama sekitar 3-20 cm. Panjang tangkai anak daun sekitar 3-10 cm. Biasanya terdapat 3 anak daun pada setiap helai daun karet. Anak daun karet berbentuk elips, memanjang dengan ujung yang meruncing, tepinya rata dan tidak tajam (Siagian, 2012). Bunga karet terdiri dari bunga jantan dan betina yang terdapat dalam malai payung yang jarang. Pada ujungnya terdapat lima taju yang sempit. Panjang tenda bunga 4-8 mm. Bunga betina berambut, ukurannya sedikit lebih besar dari bunga jantan dan mengandung bakal buah yang beruang tiga. Kepala putik yang akan dibuahi dalam posisi duduk juga berjumlah tiga buah. Bunga jantan mempunyai sepuluh benang sari yang tersusun menjadi suatu tiang. Kepala sari terbagi dalam 2 karangan dan tersusun lebih tinggi dari yang lain. Bunga majemuk ini terdapat pada ujung ranting yang berdaun. Tiap-tiap karangan bunga bercabang-cabang. Bunga betina tumbuh pada ujung cabang, sedangkan bunga jantan terdapat pada seluruh bagian karangan bunga. Jumlah bunga jantan jauh lebih banyak daripada bunga betina. Bunga berbentuk lonceng berwarna kuning. Ukuran bunga betina

lebih besar daripada bunga jantan. Apabila bunga betina terbuka, putik dengan tiga tangkai putik akan tampak. Bunga jantan bila telah matang akan mengeluarkan tepung sari yang berwarna kuning. Bunga karet mempunyai bau dan warna yang menarik dengan tepung sari dan putik yang agak lengket (Huda, 2010). Buah karet memiliki pembagian ruang yang jelas. Masing-masing ruang berbentuk setengah bola. Jumlah ruang biasanya tiga, kadang-kadang sampai enam ruang. Garis tengah buah sekitar 3-5 cm. Bila telah masak, maka buah akan pecah dengan sendirinya. Pemecahan biji ini berhubungan dengan

pengembangbiakan tanaman karet secara alami yaitu biji terlontar sampai jauh dan akan tumbuh dalam lingkungan yang mendukung (Siagian, 2012). Syarat Tumbuh Iklim Pada dasarnya tanaman karet memerlukan persyaratan terhadap kondisi iklim untuk menunjang pertumbuhan dan keadaan tanah sebagai media tumbuhnya. Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah zona antara 150 LS dan 150 LU. Diluar itu pertumbuhan karet agak terhambat sehingga memulai produksinya juga terlambat (Anwar, 2001). Tanaman karet adalah tanaman daerha tropis yang menghendaki curah hujan 2.000 mm sampai 2.500 mm per tahun. Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian antara 1 m sampai 600 m diatas permukaan laut. Suhu yang dibutuhkan untuk tanaman karet 25 C sampai 35 C dengan suhu optimal rata-rata 28 C. Dalam sehari tanaman karet membutuhkan intensitas matahari antara 5 sampai 7 jam (Dinas Pertanian Kota Palembang, 2008).

Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya kurang baik untuk penanaman karet. Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan tinggi di atas

(Damanik, dkk., 2010). Tanah Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut <2 m. tanah vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik teruatama struktur, tekstur, solum, kedalaman air tanah, aerasi, dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik karena kandungan haranya rendah (Anwar, 2001). Sedangkan tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisiknya kurang baik sehingga drainase dan aerasenya kurang baik. Tanah-tanah kurang subur seperti podsolik merah kuning yang ada di negeri ini dengan bantuan pemupukan dan pengelolaan yang baik bisa dikembangkan menjadi perkebunan karet dengan hasil yang cukup baik (Damanik, dkk., 2010). Sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet adalah sebagai berikut: (1) solum cukup dalam sampai 100 cmatau lebih, tidak terdapat batu-batuan; (2) aerasi dan drainase yang baik dengan permukaan air tidak kurang dari 100 cm; (3) dengan pH 4,5 sampai 6,5; (4) tanah remah, porous dan dapat menahan air. Tekstur tanah terdiri 35 % liat dan 30 %pasir. Jika bergambut tidak lebih dari 20 cm; dan (5) kandungan unsur hara makro cukup dan tidak kekurangan unsur hara mikro (Dinas Pertanian Kota Palembang, 2008).

PERANAN PENUTUP TANAH Mucuna bracteata DALAM BUDIDAYA TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Legume Cover Crops (LCC) Leguminosa merupakan tanaman yang mempunyai kemampuan untuk menghasilkan bahan organik tinggi dan dapat membantu meningkatkan kesuburan tanah. kemampuan memfiksasi nitrogen dari udara oleh leguminosa dapat membantu meningkatkan suplai hara terutama nitrogen bagi tanaman yang disampingnya. Leguminosa dapat ditanam sebagai tanaman penutup lahan mempunyai fungsi untuk konservasi tanah dan air. Percampuran leguminosa dan tanaman pangan mempunai potensi untuk meghasilkan bahan kering yang lebih tinggi dengan kualitas yang lebih tinggi. Selain itu,, pertanaman campuran dengan tanaman leguminosa dapat menekan gulma dan meningkatkan kesuburan tanah (Mansyur, dkk., 2005). Di perkebunan karet pada umumnya selama masa tanaman belum menghasilkan atau sebelum tajuk saling menutup, gawangan ditanami dengan tanaman penutup tanah leguminosa yang merambat atau legume cover crop (LCC). Dalam budidaya tanaman karet, pengelolaan LCC selama periode belum menghasilkan sudah merupakan stanadar baku teknis. Walaupun sudah terbukti berdampak positif, penanaman LCC pada perkebunan rakyat kurang berkembang. Hal ini disebabkan karena pekebun tidak dapat merasakan keuntungannya secara langsung dari tanaman penutup tanah. meskipun secara umum karet memiliki kemampuan tumbuh yang lebih baik pada tanah-tanah bermasalah dari pada tanaman pangan, ternyata perlu juga diperhatikan lingkungan tumbuhnya. Ekosistem tanaman karet tanpa adanya penutup tanah sangat membahayakan

kestabilan

lingkungan

dibanding

dengan

hutan

belukar

(Karyudi dan Siagian, 2012). Tanaman penutup tanah memiliki beberapa fungsi diantaranya:

mengurangi kepadatann tanah, sebagai tempat menyimpan karbon, mempengaruhi hidrologi tanah dan menjaga dari erosi yang disebabkan oleh air dan angin, meningkatkam laju infiltrasi air. Selain berfungsi dalam konservasi tanah salah satu pengaruh penting dari LCC adalah tanaman tersebut dapat mengurangi terlepasnya zat kontaminan dalam tanah. tanaman LCC berperan dalam kegiatan fiksasi nitrogen. Tanaman ini juga dapat dijadikan sebagai tempat menyerap kelebihan nitrogen di dalam tanah (Silalahi, 2013). Jenis LCC yang umum ditanami sampai dengan sekarang adalah campuran dari Pueraria javanica (Pj), Calopogonium mucunoides (Cm), Centrosema pubercens (Cp) atau kacangan Calopogonium caeruleum (Cc). tiga jenis LCC yang disebut pertama sering disebut dengan LCC konvensional, sementara jenis Cc relatif lebih baru. Pada saat ini, LCC yang relatif baru diperkenalkan di Indonesia adalah Mucuna bracteata. LCC ini ditemukan pertama kali di areal hutan negara bagian Tripura, India Utara, dan sudah ditanam secara luas sebagai penutup tanah di perkebunan karet di Kerala, India Selatan. CHERIACHANGEL MATHEWS (1998) mengungkapkan bahwa Mucuna bracteata memiliki hampir keseluruhan syarat LCC ideal yang disebutkan diatas dan nyata lebih unggul dibandingkan dengan LCC konvensional (Karyudi dan Siagian, 2012). M. bracteata merupakan salah satu jenis LCC yang digunakan dalam keperluan rehabilitasi lahan karena tanaman ini dapat bekerja memperbaiki lahan dalam waktu yang singkat. pada kegiatan reklamasi lahan ataupun penanaman

LCC pada area perkebunan, panjang tanaman merupakan salah satu indikator pengamatan untuk mengetahui seberapa besar tingkat pertumbuhan tanaman M. bracteata tersebut (Silalahi, 2013). Kegunaan Legume Cover Crops Pada Budidaya Tanaman Karet Mucuna bracteata merupakan TPT dari kelompok leguminosa yang sejak tiga tahun terakhir ini banyak digunakan sebagai tanaman penutup tanah (LCC/legume cover crop) di perkebunan karet di Sumatera Utara. Mucuna bracteata memiliki beberapa keunggulan diantaranya: pertumbuhan cepat, produksi biomassa tinggi (akhir tahun ketiga dapat mencapai 8-10 ton BK/ha) dan tambahan hara nitrogen tinggi (220 kg/ha). Namun dari sisi peternakan memiliki kelemahan karena urang disukai ternak. Penyebabnya adalah adanya senyawa fenolat yang terkandung dalam Mucuna bracteata (Simanihuruk, 2010). Penanaman LCC merupakan kultur teknis baku pada perkebunan karet. Secara garis besar, manfaat LCC dalam pengusahaan tanaman karet adalah sebagai berikut: mengurangi aliran permukaan dan erosi, menambah unsur hara tanah, menambah bahan organik ke dalam tanah dan memperbaiki struktur tanah, memperbaiki tata lengas tanah, menekan pertumbuhan gulma, mengurangi serangan penyakit jamur akar putih, memperbaiki sifat-sifat tanah akibat pembaaran, dan mempercepat pertumbuhan tanaman karet dan meningkatkan produksi karet kering (Karyudi dan Siagian, 2012). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tanaman tanah LCC

berpengaruh nyata terhadap kandungan bahan organik, berat volume, dan total ruang pori tanah. Lebih tingginya kandungan bahan organik pada LCC

10

Mucuna sp. membuat permukaan tanah terlindungi dari sinar matahari, suhu tanah menjadi rendah dan kelembaban terjaga (Refliaty, dkk., 2009). Eksistensi hara dalam tanah sangat erat kaitannya dengan daur hara yang terjadi di dalam tanah. besarnya hara yang terakumulasi sangat dipengaruhi oleh jenis dan umur kacangan penutup tanah. Dalam suatu areal tanaman karet berumur tiga tahun yang menggunakan LCC Mucuna bracteata maka besarnya hara yang terakumulasi adalah setara dengan 545,62 kg urea; 59,71 RP; 1464 kg MoP dan 49,5 kg Kieserite (Nugroho dan Istianto, 2009). Pengunaan LCC Mucuna sp. berbeda nyaa dengan perlakuan lainnya baik terhadap kadar bahan organik, bobot volume dan total ruang pori. Tingginya kandungan bahan organik tanah pada perlakuan Mucuna sp. yaitu 4.87 % disebabkan pesatnya pertumbuhan Mucuna sp. ini sibandingkan dengan LCC lainnya, pertumbuhan yang baik berasal dari pertumbuhan akar yang baik pula, dan akar yang mati dan membusuk di dalam tanah merupakan salah satu sumbangan bahan organik. Perakaran tanaman yang mati merupakan makanan bagi mikroorganisme tanah yang selanjutnya hasil dekomposisinya akan menambah bahan organik tanah (Refliaty, dkk., 2009). Peranan Kacangan (Mucuna bracteata) Dalam Budidaya Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Penanaman LCC merupakan kultur teknis baku pada perkebunan karet. Secara garis besar, manfaat LCC dalam pengusahaan tanaman karet adalah sebagai berikut: mengurangi aliran permukaan dan erosi, menambah unsur hara tanah, menambah bahan organik ke dalam tanah dan memperbaiki struktur tanah, memperbaiki tata lengas tanah, menekan pertumbuhan gulma, mengurangi serangan penyakit jamur akar putih, memperbaiki sifat-sifat tanah akibat

11

pembaaran, dan mempercepat pertumbuhan tanaman karet dan meningkatkan produksi karet kering (Karyudi dan Siagian, 2012). Penanaman M. bracteata yang dilakukan dekat dengan perakaran karet dapat meningkatkan kesuburan tanah disekitar perakaran mengingat bahwa tanaman LCC dapat mengikat N di udara menjadi bentuk nitrat yang diperlukan oleh tanaman. Perhitungan penataan maupun jumlah tanaman M. bracteata tersebut tetap diperlukan, hal ini karena sifat tanaman tersebut yang dapat memanjat dan merambat (Silalahi, 2013). LCC secara kumulatif dapat mempercepat tercapainya masa tanaman menghasilkan selama 12 bulan dibandingkan dengan penutup tanah rumput alami. Di samping itu, selama 10 tahun semenjak awal masa penyadapan, produksi karet kering lebih tinggi 20 % pada tanaman karet bertutup tanah LCC dibandingkan dengan yang bertutup tanah rumput alamiah (Karyudi dan Siagian, 2012). Tanaman M. bracteata dan tanaman C. pubescens dapat merambat cepat pada bagian-bagian yang kosong atau merambat pada pohon karet. Selain itu, tanaman tersebut dapat berkompetisi dengan gulma yang terdapat pada lokasi. Tanaman M. bracteata dan tanaman C. pubescens merupakan salah satu

kombinasi penanaman dari jenis LCC yang dapat diterapkan di lapang (Silalahi, 2013). LCC berperan dalam mendorong perkembangan mikroorganisme yang antaonis dengan jamur akar putih dan mendorong perkembangan organisme pembusuk kayu di dalam tanah. dengan pertumbuhan biomassa dan serasah yang cukup tinggi, akan menurunkan suhu tanah dan meningkatkan populasi mikroorganisme tanah (Karyudi dan Siagian, 2012).

12

KESIMPULAN 1. Peranan penutup tanah Mucuna bracteata dalam budidaya tanaman karet yaitu mengurangi aliran permukaan dan erosi, menambah unsur hara tanah, menambah bahan organik ke dalam tanah dan memperbaiki struktur tanah, memperbaiki tata lengas tanah, menekan pertumbuhan gulma, mengurangi serangan penyakit jamur akar putih, memperbaiki sifat-sifat tanah akibat pembaaran, dan mempercepat pertumbuhan tanaman karet dan meningkatkan produksi karet kering. 2. Penutup tanah kacangan (Mucuna bracteata) dapat meningkatkan kesuburan tanah disekitar perakaran karena dapat mengikat N di udara menjadi bentuk nitrat yang diperlukan oleh tanaman. 3. Penutup tanah kacangan (Mucuna bracteata) dapat berkompetisi dengan gulma yang terdapat pada lokasi. 4. Tanaman tanah LCC berpengaruh nyata terhadap kandungan bahan organik, berat volume, dan total ruang pori tanah. 5. Dalam suatu areal tanaman karet berumur tiga tahun yang menggunakan LCC Mucuna bracteata maka besarnya hara yang terakumulasi adalah setara

dengan 545,62 kg urea; 59,71 RP; 1464 kg MoP dan 49,5 kg Kieserite.

13

DAFTAR ISI

Anwar, C. 2001. Budidaya Karet. Pusat Penelitian Karet, Medan. Anwar, C. 2001. Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Pusat Penelitian Karet, Medan. Balai Penelitian Tanah. 2008. Panduan Praktis Budidya Tanaman Karet (Hevea brasiliensis). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. Damanik, S., M. Syakir., Made, T., Siswanto. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Karet. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor. Dinas Pertanian Kota Palembang, 2008. Karet (Hevea brasiliensis, Muell. Arg). Dinas Pertanian Kota Palembang, Palembang. Fansuri, M., Irsal., Nini, R. 2013. Tanggap Pertumbuhan Stump Mata Tidur Karet Terhadap Komposisi Media Tanam dan Pemupukan NPK Organik. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No.4, Medan. Huda. A. N. 2010. Budidaya Tanaman Karet. Repository Universitas Sumatera Utara, Medan. Karyudi dan Siagian, N. 2012. Peluang dan Kendala Dalam Pengusahaann Tanaman Penutup Tanah di Perkebunan Karet. Balai Penelitian Sungei Putih, Medan. Mansyur, Nyimas, P., Iin, S. 2005. Peranan Leguminosa Tanaman Penutup Pada Sistem Pertanaman Jagung Untuk Penyediaan Hijauan Pakan. Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran, Bandung. Nugroho, P. A. dan Istianto. 2009. Pentingnya Pemupukan Tanaman Karet. Penelitian Sungei Putih, Pusat Penelitian Karet Indonesia, Medan. Refliaty, Yulfita, R., Soehartini, I. 2009. Pengaruh Leguminosa Cover Crop (LCC) Terhadap Sifat Fisik Ultisol Bekas ALang-alang dan Hasil Jagung. Jurnal Agronomi Vol. 13 No.2 Fakultas Pertanian Universitas Jambi, Jambi Siagian, B. 2012. Budidaya Tanaman Karet. Repository Universitas Sumatera Utara, Medan Silalahi. L. 2013. Budidaya Tanaman Karet. Repository Institut Pertanian Bogor, Bogor.

14

Simanihuruk, K. 2010. Perakitan Pakan Komplit Berbasis Kulit Kopi (Sumber Serat NDF dan ADF), Kecernaan > 60 % dan Meningkatkan Laju Pertumbuhan >30 % dan Efisiensi Pakan >20 % Pada Kambing Boerka. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Medan. Wijaksono, J. 2012. Karya Ilmiah Budidaya Karet. Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komunikasi, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai