Anda di halaman 1dari 104

KELOMPOK 6 : Beby Lexa Brahmantia Brava Daniel Kurniawan M.

Adhiyatsyah Pratama

Preface
Subject : Corrosion and Metal Protection Lab. Lecturer : Dr. Ir. Andi Rustandi, M.T. Abstract : This presentation is made to fulfill one of the assessment component in this course. This presentation contains our experiment data, analysis, conclusions and also additional tasks (tugas tambahan). This presentation contains four chapters, which are
Chapter 1 : Thermodynamics of Corosion, Chapter 2 : Corrosion Factors, Chapter 3 : Kinetics of Corrosion, and Chapter 4 : Protection of Corrosion.

Outline
Chapter 1 : Thermodynamics Chapter 3 : Kinetics of of Corrosion Corrosion Sel Diferensial Aerasi Polasisasi Diagram Pourbaix EIS Efek Metalurgi Chapter 2 : Corrosion Factors Chapter 4 : Protection of Corrosion Korosi Temperatur Tinggi Anoda Korban Resistivitas Tanah (Soil Resistivity) Impressed Current Inhibitor Coating

Termodinamika & Faktor Korosi

Sel Aerasi Diferensial


Jenis Kondisi Baja Aerasi Baja Deaerasi Coupling (ukur di Aerasi) Coupling (ukur di Deaerasi) Potensial vs Ag/AgCl - 0,595 V - 0,523 V - 0,651 V - 0,500 V Potensial vs SHE - 0.373 V - 0,301 V - 0,429 V - 0,278 V

Analisa Skema Percobaan Luas permukaan relatif harus sama


Penggunaan elektroda Ag/AgCl karena relatif sama dengan ion Cldikonversi menjadi SHE

Analisa Potensial Sebelum Di Couple

Baja Aerasi lebih mudah terkorosi (lebih anodik) karena harus menyuplai elektron lebih banyak akibat adanya reaksi reduksi tambahan berupa reduksi gas oksigen Percobaan tidak sesuai mungkin karena adanya faktor tertentu Anodik : Fe Fe2+ + 2e Katodik : O2 + 2H2O + 4e4OH2H2O + 2eH2 + 2OH-

Analisa Potensial Setelah Di Couple


Percobaan memiliki nilai yang berbeda jauh padahal seharusnya jika dicoupling akan memiliki nilai yang tidak beda jauh dengan nilai aerasi dan relatif sama Baja deaerasi akan anodik dikarenakan sesuai persamaan reaksi yang terjadi pada kedua elektroda, baja deaerasi membutuhkan 2 kali lipat energi untuk menyeimbangkan elektron Kandungan oksigen terlarut rendah akan cenderung menjadi ion-ion nya

Analisa Korosi Berdasarkan Mixed Potential Theory

Baja di kondisi larutan H2SO4 (pH = 1) Air ledeng (pH = 6) NaOH (pH = 13)

Data percobaan
Potensial vs Ag/AgCl - 0.451 V - 0.484 V - 0.781 V Potensial vs Ag/AgCl - 0.033 V - 0.110 V - 0.267 V

Potensial vs SHE - 0.229 V - 0.262 V - 0.559 V

Cu di kondisi larutan H2SO4(pH = 1) Air ledeng (pH = 6) NaOH (pH = 13)

Potensial vs SHE + 0.189 V + 0.112 V - 0.045 V

Pengukuran potensial korosi logam dari Fe dan Cu pada kondisi asam, netral, dan basa Sampel Fe dan Cu diamplas untuk menghilangkan sisa oksida kemudian dilakukan pengukuran pH masing-masing lingkungan dengan menggunakan kertas pH. pH yang didapatkan yaitu H2SO4 dengan pH 1, NaOH dengan pH 13 dan air ledeng dengan pH 6 Pada kondisi netral tidak didapat pH 7 mungkin karena pada air terdapat unsur mineral yang menjadikan lebih asam

Analisa skema percobaan

Diagram Pourbaix

Diagram Pourbaix

Nilai baja yang terukur - 0.229 V vs SHE.

Analisa potensial logam Fe dan Cu pada lingkungan asam berdasarkan diagram pourbaix

Dilihat pada diagram pourbaix Fe maka pada pH 1 dengan potensial - 0.229 V maka baja stabil pada daerah korosi Fe2+ Nilai Cu yang terukur + 0.189 V vs SHE Dilihat pada diagram pourbaix Cu maka pada pH 1 dengan potensial + 0.189 V maka Cu berada diantara immun dan korosif namun cenderung berada pada daerah korosif Cu2+ Jika dibandingkan, logam Fe akan lebih korosif dibanding logam Cu pada kondisi asam

Nilai baja yang terukur - 0.262 V vs SHE. Dilihat pada diagram pourbaix Fe maka pada pH 6 dengan potensial - 0.262 V maka baja stabil pada daerah korosi Fe2+ Nilai Cu yang terukur + 0.112 V vs SHE Dilihat pada diagram pourbaix Cu maka pada pH 6 dengan potensial + 0.112 V maka Cu berada pada daerah stabil immun sehingga hanya berbentuk logam Cu tidak membentuk lapisan oksida maupin ion metal Jika dibandingkan, logam Fe akan lebih korosif dibanding logam Cu pada kondisi netral terlihat pada keadaan ini logam Cu masih immun sedangkan logam Fe korosif

Analisa potensial logam Fe dan Cu pada lingkungan netral berdasarkan diagram pourbaix

Nilai baja yang terukur - 0.559 V vs SHE. Dilihat pada diagram pourbaix Fe maka pada pH 13 dengan potensial 0.559 V maka baja berada diantara pasif dan korosif namun cenderung berada pada daerah korosif HFeO2 Nilai Cu yang terukur - 0.045 V vs SHE Dilihat pada diagram pourbaix Cu maka pada pH 13 dengan potensial - 0.045 V maka Cu berada pada daerah korosif CuO2 Jika dibandingkan, pada keadaan basa kuat ini akan sama sama berada pada daerah korosif

Analisa potensial logam Fe dan Cu pada lingkungan basa berdasarkan diagram pourbaix

Jenis perlakuan baja Hasil quench Hasil anil Hasil cold work 30% Hasil cold work 70% Hasil lasan

Data Percobaan
Potensial vs Ag/AgCl - 0.438 V - 0.479 V - 0.329 V - 0.429 V - 0.461 V

Potensial vs SHE - 0.216 V - 0.257 V - 0.117 V - 0.207 V - 0.239 V

Daerah HAZ Las

- 0.361 V

- 0.139 V

Analisa skema percobaan


Pada percobaan ini, berbagai logam baja yang berbeda perlakuanya diukur nilai potensial korosinya Percobaan dilakukan pada larutan NaCl 3,5%. Pada larutan NaCl 3,5% karena kelarutan oksigen maksimum. Pada percobaan akan terlihat perbedaan potensial setiap sampel hasil perlakuannya diketahui bahwa terdapat efek metalurgi. Sampel dilakukan amplas terlebih dahulu untuk menghilangkan lapisan oksida lalu dicelupkan ke dalam NaCl dan dikur potensialnya dengan elektroda Ag/AgCl dilihat dari multimeter hasilnya

Analisa urutan potensial logam berdasarkan potensial percobaan


Berdasarkan percobaan urutan logam dari yang paling negatif ke positif yaitu hasil anil < hasil lasan < hasil quench < hasil CW 70% < daerah HAZ las < hasil CW 30% Jadi berdasarkan percobaan akan didapat deret potensial logam, semakin negatif akan semakin mudah terkorosi Hasil anil yang paling mudah terkorosi

Analisa urutan potensial logam berdasarkan literatur


Komposisi dan perlakuan sangat mempengaruhi potensial suatu logam. Perlakuan terhadap logam ada yang meninggalkan residual stress sehingga akan lebih mudah teroksidasi Berdasarkan literature, urutan potensial logam dari yang paling negatif hasil anil < hasil lasan < hasil quench < hasil CW 30% < hasil CW 70 % < daerah HAZ las Perbedaan percobaan dengan literatur ini mungkin karena kita tidak tahu pasti perlakuan setiap logam tersebut secara detail, selain itu saat pengamplasan mungkin masih ada juga yang tersisa lapisan oksidanya.

Faktor faktor metalurgi dapat mempengaruhi korosi seperti struktur mikro, fasa, batas butir, proses pengerjaan Pada hasil anil, logam mengalami pemanasan temperature tinggi dan rentan terbentuk karbida pada suhu (425-815oC). Pembentukan karbida yang menyebabkan segregasi pada batas butir yang rentan terhadap terjadinya Intergranular Corrrosion. Pada logam hasil quench terdapat tegangan sisa pada logam tersebut sehingga rentan untuk terjadinya SCC. SCC dapat timbul pada logam karena adanya tegangan dari lingkungan yang korosif.

Analisa faktor metalurgi yang mempengaruhi korosi

Pada hasil cold work, logam mengalami tegangan sisa yang rentan terhadap SCC. Proses CW akan mempengaruhi bentuk butir. Bentuk butir yang berubah mempengaruhi korosivitas karena pada batas butir memiliki energi yang tinggi sehingga besar CW akan mempengaruhi potensial. Pada logam lasan apabila kelembaban tidak dijaga dapat terjadi HIC dimana hidrogen yang terserap didaerah hasil lasan tidak berdifusi ke HAZ. Pada HAZ, sensitasi rentan terjadi pada suhu sekitar 425 -8150C, yaitu pembentukan karbida pada batas butir sehingga rentan terhadap terjadinya korosi. Dapat terbentuk HIC juga apabila tidak dijaga kelembabanya.

Analisa faktor metalurgi yang mempengaruhi korosi

Analisa korosi pada daerah las baja karbon

Dapat terjadi sensitasi karena adanya segregasi pada batas butir sehingga pada daerah sekitar batas butir akan menurun konsentrasi paduanya. Pada daerah inialh akan mudah terjadi intergranular corrosion. Selama proses pengelasan apabila tidak dijaga kelembabanya, hidrogen bisa terdifusi ke permukaan dan apabila hidrogenya sudah terlalu tinggi dan tidak mampu berdifusi ke daerah HAZ sehingga masih terdapat hidrogen pada logam hasil las maka logam hasil lasan dapat terkena HIC

Korosi Temperatur Tinggi


Data Percobaan Analisa Analisa skema percobaan Analisa ketahanan korosi temperatur tinggi masing masing logam berdasarkan percobaan Analisa ketahanan korosi temperatur tinggi masing masing logam berdasarkan literatur Analisa Pilling-Bedworth Ratio masing masing logam Kesimpulan

Data Percobaan
Material Carbon Steel Waktu Biru : 112 , Pelangi : 1 50

Stainless Steel Copper


Inconel Aluminium

Kuning : 4 , Biru : 7 Orange : 115 , Hijau-Biru : 150, Pelangi : 2


Tidak terjadi perubahan warna (4) Meleot (430)

Analisa skema percobaan

Berbagai jenis logam dipanaskan dengan menggunakan bunsen dan akan diamati perubahan warna yang terjadi. Perubahan warna tersebut mengindikasikan ketebalan lapisan oksida (scale) yang terbentuk. Reaksi dari lapisan oksida logam yang terbentuk dapat ditulis sebagai berikut : nM + m/2 O2 MnOm Interferensi warna dapat terjadi pada rentang ketebalan tertentu hingga akhirnya interferensi warna menghilang.

Analisa ketahanan korosi temperatur tinggi masing masing logam berdasarkan percobaan

Interferensi warna yang timbul paling cepat adalah pada baja karbon, selanjutnya tembaga, stainless steel. Inconel dan aluminium tidak terjadi interferensi warna. Hal diatas mengindikasikan ketahanan material terhadap KTT. Artinya, baja karbon memiliki ketahanan KTT paling buruk, disusul oleh tembaga, SS. Al, dan Inconel tidak menunjukkan interferensi warna, sehingga mengindikasikan ketahanan KTT yang cukup baik.

Analisa ketahanan korosi temperatur tinggi masing masing logam berdasarkan literatur

Berdasarkan literatur, ketahanan korosi sudah sesuai dengan percobaan. Yaitu dari paling kuat ketahanannya :
Inconel Aluminium Stainless steel Tembaga Carbon steel

Analisa Pilling-Bedworth Ratio (1/2)

Pilling-Bedworth Ratio (PBR) adalah parameter dalam menentukan ketahanan dari lapisan oksida. Dimana : Ao : Berat molekul oksida pM : Densitas logam a : Jumlah atom logam dalam molekul oksida Am : Berat molekular logam Po : Densitas oksida

Analisa Pilling-Bedworth Ratio (2/2)

Menurut literatur, PB Ratio dari lapisan oksida FeO pada baja karbon bernilai 1.78 yang artinya protektif. PB ratio dari Cr2O3 yang merupakan lapisan pasif yang terbentuk pada SS bernilai 2.02 dan bersifat protektif. PB ratio pada oksida Cu (Cu2O) adalah 1.67 PB ratio dari oksida Al (Al2O3) adalah 1.28 PB ratio > 1 memiliki ketahanan oksida yang baik dan sifat ke-adhesifan yang baik pula.

Resistivitas Tanah
Data Percobaan Analisa Analisa skema percobaan Analisa hasil resistivitas masing masing media berdasarkan percobaan Analisa hasil resistivitas masing masing media berdasarkan literatur Analisa tingkat korosifitas baja pada masing masing media Kesimpulan

Data Percobaan
Kel. 5 6 7 8 Lingkungan Tanah kering Tanah lembab Tanah danau NaCl 3.5% Resistansi (Ohm) 7.82 3.39 11.57 22 Resistivity (Ohm.m) 49.11 21.29 72.65 0.835 Corrosivity Rating Corrosive Highly corrosive Moderately corrosive Extremely corrosive

Analisa skema percobaan

Percobaan resistivitas tanah diukur dengan menggunakan metode Wenner 4-pin. Pin yang digunakan terbuat dari tembaga, dan memiliki ukuran panjang 50 cm, dan akan ditancapkan ke dalam tanah sedalam 30 cm dengan jarak antar pin sejauh 1 m. Hasil percobaan yang didapat adalah nilai hambatan (resistansi, ohm). Nilai resistivitas akan dihitung menurut rumus Rho = 2 . a. R

Analisa hasil resistivitas masing masing media berdasarkan percobaan

Hasil uji resistivitas pada data percobaan semuanya dilakukan dengan uji wenner, kecuali pada lingkungan NaCl 3.5% yang menggunakan soil box. Dengan membandingkan nilai resistivitasnya, terlihat bahwa tingkat korosifitas meningkat dari :
Lingkungan tanah kering, tanah danau, tanah lembab, dan paling korosif adalah NaCl 3.5%

Analisa hasil resistivitas masing masing media berdasarkan literatur

Berdasarkan literatur, media NaCl 3.5% adalah media dengan konduktivitas tinggi. Alhasil karena resistansi nya besar (22 ohm), tingkat resistansinya pun rendah (0.835 ohm.m) sehingga tingkat korosifitasnya tinggi (Extremely corrosive). Jika dibandingkan dengan percobaan, urutan tingkat korosifitas sudah sesuai.

Analisa tingkat korosifitas baja pada masing masing media (1/2)

Pada tanah lembab (hasil dari percobaan kelompok kami) mengandung air dan mineral-mineral. Dikarenakan hal tersebut, nilai resistansi kecil (3.39 ohm). Akibatnya nilai resistivitas pun cukup tinggi (21.29 ohm.m), dan mengindikasikan tingkat korosifitas yang tinggi (highly). Sedangkan pada tanah kering, kandungan air nya sedikit sehingga konduktivitas pun tidak begitu baik (resistansi lebih besar, 7.82 ohm), sehingga nilai resistivitasnya tinggi (49.11 ohm.m), dan mengakibatkan tingkat korosifitas nya rendah.

Analisa tingkat korosifitas baja pada masing masing media (2/2)

Pada tanah danau, sulit dijelaskan kandungan yang ada didalamnya. Namun yang pasti pada lingkungan ini nilai resistansi nya cukup tinggi (11.57 ohm). Sehingga resistivitas pun tinggi (72.65). Dan tingkat korosifitasnya sedang (moderate)

POLARISASI

2E-01

Data Percobaan
CW 70%

1E-01

0E+00

-1E-01 Potensial (V)

-2E-01

-3E-01

-4E-01

-5E-01

-6E-01 0.0000001 0.000001

0.00001

0.0001

0.001

0.01

0.1

CW 70%

Log (i)

Analisa Skema Percobaan


Sampel: Baja hasil CW 70% Uji polarisasi: menempatkan elektroda karbon, sampel, reference electrode dlm beaker glass menyambungkan kabel aux pd ketiganya menyambungkan ke alat polarisasi dg software CMS 100 mengatur parameter2 penting (OCP, scan rate, waktu uji) uji polarisasi kurva polarisasi

Analisa Ecorr, Icorr, Corrosion Rate Percobaan


2E-01

CW 70%

1E-01

0E+00

-1E-01 Potensial (V)

-2E-01

-3E-01

-4E-01

-5E-01

-6E-01 0.0000001 0.000001

0.00001

0.0001

0.001

0.01

0.1

CW 70%

Log (i)

Analisa Ecorr, Icorr, Corrosion Rate Percobaan

Ecorr = -3,8 x 10-1 V Icorr = 0,0000148 A Corrosion rate (r) = 0,129 a.i/n.D
a = berat ekivalen logam i = rapat arus (A/cm2) n = jumlah elektron D = massa jenis logam (gr/cm2) r = (0,129)(56)(0,0000148)/(2)(7,86) = 6,8 x 10-6 mpy

Analisa Ecorr, Icorr, Corrosion Rate Perbandingan Berbagai Logam


Urutan Ecorr dari yang paling rendah (active) ke yang paling tinggi (noble)
CW 70% HAZ Las Anil Anil HAZ Las CW 70%

Urutan Icorr dari yang paling rendah ke yang paling tinggi

Karena Icorr berbanding lurus dg CR, maka urutan CR jg sama spt di atas

Analisa Ecorr, Icorr, Corrosion Rate Perbandingan Berbagai Logam

Perbedaan laju korosi krn adanya faktor perbedaan tegangan sisa CW 70% paling tinggi, mengalami proses pengerjaan Diikuti dg HAZ dan hasil las krn mengalami siklus pemanasan & pendinginan pd proses pengelasan Hasil anil paling rendah, adanya stress relieve krn dianil

EIS (Electrochemical Impedance Spectroscopy)

Data Percobaan

Rangkaian Listrik Grafik Setelah DiFitting Grafik Nyquist Poly Urethane, Fitted.

Data Percobaan

Grafik Bode Modulus Setelah Di-Fitting Grafik Bode Phase Setelah Di-Fitting

Analisa Skema Percobaan

Memasukkan 500 ml NaCl 3,5% ke beaker glass Sampel di-mounting & disolder dg kawat solder dimasukkan ke pemegang elektroda & dicelupkan bersama elektroda karbon & reference electrode Kabel aux disambungkan ke ketiganya Menjalankan program EIS dg software CMS 100 Mendapatkan grafik

Analisa Impedansi Coating


Nyquist Plot

Pada frekuensi angular = ,

diketahui R (tahanan larutan). Pada frekuensi angular =0, diketahui R + Rp (tahanan larutan + tahanan polarisasi). Sehingga dg menghitung R , dpt diketahui Rp

Semakin besar diameter kurva Nyquist, semakin tinggi nilai impedansi coating. Kurva sebelah cukup baik krn cukup besarnya diameter.

Analisa Impedansi Coating


Bode Modulus

Bode Phase

Artinya, dg input 0 Hz, output yg didapat lebih besar dan tertinggal 3 di belakang input. Pd frekuensi 10 Hz, impedansi sebesar ~5000 pd 28 di belakang input.

Pd frekuensi 0 Hz, pd Bode Modulus, impedansi sebesar ~11000 dan pd Bode Phase, tjd pd 3.

Analisa Sirkuit Impedansi

N = kehomogenan permukaan; N = -1 -> induktansi (L), N = 0 -> resistansi (R), N = 0,5 -> Warburg Impedance, N = 0,9 1 -> kapasitansi (C)

L = induktansi -> adanya deposisi lapisan permukaan spt lapisan pasif W = Warburg Impedance adanya lapisan difusi yg memiliki ketebalan tak terbatas C = kapasitansi -> akumulasi spesies muatan, kapasitansi double layer (CDL) & kapasitansi coating (Cc) R = resistansi, resistansi larutan (R) & resistansi polarisasi (Rp) atau resistansi transfer muatan (Rct)

Analisa Sirkuit Impedansi

Apabila perm tertutup Ekivalen sirkuit pada lapisan coating/inhibitor, interface proses korosi cenderung logam/elektrolit dikontrol oleh proses aktivasi/perpindahan muatan dmn nilai Rct meningkat dg adanya penambahan inhibitor/lapisan coating

Rs = 48,2 Pada N = 0,514 dan N = 0,508 terdapat Warburg Impedance


1 1

1 1,2

1 20,3

1 1

21,5 24,36

1 = 1,13 = 1 + = 1,13 + 15,5 = 16,63 k

Anoda Korban
Data Percobaan Analisa Analisa skema percobaan Analisa potensial logam sebelum di couple Analisa potensial logam setelah di couple dengan sacrificial anode Analisa mixed potential theory sacrificial anode

Data Percobaan
Jenis Kondisi Baja Coupling Baja-Mg Potensial (mV) -610 -728

Analisa skema percobaan

Percobaan dilakukan dengan baja yang diproteksi oleh Mg sebagai anoda korban Anoda korban dibungkus dengan pembungkus berporos agar tidak cepat habis Menggunakan Ag/Agcl sebagai Reference Electrode Baja berperan sebagai katoda, Mg sebagai anoda, dan tanah sebagai elektrolit

Analisa Potensial Logam Sebelum di Couple


Sebelum couple, potensial baja menunjukan -610 mV vs Cu/CuSO Baja dibenamkan pada tanah yang gembur namun jauh dari sumber air Menurut standar nace potensial baja berada pada severe corrosion Logam baja rentan terhadap korosi

Analisa Potensial Logam Setelah di Couple dengan Sacrificial Anode


Potensial menjadi -728 mV vs Cu/CuSO4 . Menjadi lebih negatif Sesuai dengan literatur yaitu menurunkan potensial kepada daerah immun Berdasarkan standar NACE, -0,728 V termasuk pada incomplete protection Bisa disimpulkan bahwa perlindungan anoda korban Mg kurang baik

Analisa Mixed Potential Theory Sacrificial Anode


Kayanya grafik tapi gw ga ada bahannya

Analisa Mixed Potential Theory Sacrificial Anode


Berdasarkan diagram mix potential theory, pasangan galvanik antara anoda korban dengan katoda masing-masing memiliki potensial yang tidak terpolarisasi, Ecorr(a) dan Ecorr(c) Bila keduanya dihubungkan akan terpolarisasi menjadi Esc dengan arus galvanik IG(SC) yang mengalir Laju korosi katodik berkurang dari Icorr ke Icorr(SC) dan anoda akan terkonsumsi dengan arus IG(SC)

Analisa Mixed Potential Theory Sacrificial Anode


Terdapat pengaruh dari tahanan larutan R antara anoda korban dan struktur katoda Arus galvanik menurun menjadi IG(R) R sehingga potensial keduanya terpisahkan menjadi EG dan Eq Arus korosi yang diproteksi berubah menjadi Icorr(R) dan arus korosi pada anoda korban juga menurun menjadi IG(R) sehingga laju konsumsi anoda berkurang

Impressed Current
Data Percobaan Analisa Analisa skema percobaan Analisa potensial pipa sebelum diproteksi Analisa potensial pipa setelah di proteksi Analisa potential logam interferensi sebelum di proteksi Analisa potential logam interferensi setelah di proteksi Analisa potential logam setelah rangkaian di couple dan di proteksi

Data Percobaan
Kondisi sebelum ICCP
Jenis Material Pipa Baja Struktur Lain Potensial (mV) -610 -517

Kondisi setelah ICCP


Jenis Material Pipa Baja Struktur Baja Lain Coupling Pipa Baja & Struktur Lain -914 -245 -777

Analisa Skema Percobaan


Percobaan ini berprinsip memberi arus listrik kepada logam sehingga terjadi polarisasi katodik Pipa baja lebih negatif dari yang lain Pemberian potensial proteksi sebesar -900 mV vs Cu/CuSO4 menurunkan potensial baja dan menaikan potensial baja lain Ketika pipa baja dihubungkan dengan struktur baja lain memiliki potensial sebesar -777 mV vs Cu/CuSO4

Analisa potensial pipa sebelum diproteksi

Sebelum diproteksi potensial pipa baja sebesar -610 mV vs Cu/CuSO4 Pipa baja ditaruh pada tanah yang cukup gembur tetapi jauh dari sumber air Menurut standar NACE potensial tersebut adalah severe corrosion Pipa baja sebelum diproteksi rentan terhadap korosi

Analisa potensial pipa setelah di proteksi

Terjadi penurunan potensial dari -610 mV menjadi 914 mV Berdasarkan literatur, prinsip ICCP adalah meurunkan potensial dengan menyuplai elektron. Berdasarkan standar NACE -914 mV sudah berada pada complete protection sehingga pipa baja tersebut sudah terlingungi dengan optimal

Analisa potential logam interferensi sebelum di proteksi

Potensial logam adalah -517 mV vs Cu/CuSO4 Logam interferensi dibenamkan pada tanah dengan keadaan yang sama Menurut standar NACE potensial logam adalah severe corrosion

Analisa potential logam interferensi setelah di proteksi

Terjadi peningkatan potensial dari -517 mV menjadi -245 mV Jika pada ujung logam interferensi yang lain potensial masi -517 mV maka logam akan terkorosi Hali ini disebabkan oleh fenomena stray current dimanaarus liar mengalir kepada logam tidak terproteksi yang ada di sekitar struktur logam yang diproteksi

Analisa potential logam setelah rangkaian di couple dan di proteksi

Potensial proteksi pipa menurun dari -914 mV menjadi -777 mV Hal ini dianalisa disebabkan karena resistivitas tanah yang cukup tinggi Menurut standar NACE potensial tersebut merupakan incomplete protection Hal ini menurunkan potensial proteksi pipa tetapi menaikan potensial proteksi dari logam lain

Inhibitor
Data Percobaan Analisa Analisa skema percobaan Analisa weight loss antara inhibited dan unhibited Analisa efisiensi inhibitor

Data Percobaan
Jenis Kondisi Kupon Baja Inhibitor Tanpa Inhibitor Berat Awal (Mg) 10.8131 10.3321 Berat setelah 3 Hari (Mg) 10.2976 7.1715

Analisa skema percobaan

Percobaan dilakukan dengan mencelupkan kupon baja ke dalam HCl dengan inhibitor dan tanpa inhibitor Sampel didiamkan selama 5 hari lalu diangkat dan ditimbang beratnya Berat akan dibandingkan utuk mengetahui weight loss Efisiensi inhibitor akan dihitung dengan rumus

Analisa weight loss antara inhibited dan unhibited

534W MPY DAT

Analisa weight loss antara inhibited dan unhibited

Laju korosi sampel tanpa inhibitor

534W 0. 002MPY 534W 0.00029MPY MPY MPY DAT DAT AA


Laju korosi sampel dengan inhibitor

534W 0.00029MPY MPY DAT A

Analisa weight loss antara inhibited dan unhibited

Perhitungan diatas menunjukajn laju korosi kupon tanpa inhibitor lebih cepat daripada kupon yang tidak terinhibisi

Analisa efisiensi inhibitor

CR unhibited - CRinhibite d Inhibitor Efficiency x100% CRunhibite d

0.002 0.00029 A Inhibitor Efficiency A x100% 85.5% 0.002 A

Analisa efisiensi inhibitor

Dari rumus yang ada didapat efisiensi 85% Berdasarkan literatur inhibitor yang efektif minimal 80% sehingga dapat disimpulkan inhibitor yang dipakai cukup efektif

Data Percobaan Analisa Analisa proes coating Analisa grade hasil data coating dengan standar ASTM D610 Analisa efisiensi inhibitor Analisa pengaruh cat terhadap grade coating Analisa pengaruh permukaan (SA1 dan SA3) terhadap grade coating Analisa pengaruh temperatur operasi salt spray terhadap grade coating

Coating

Data Percobaan
Kelompok 5: Produk A, SA1, Temp Normal

Data Percobaan
Kelompok 6: Produk A, SA1, Temp 40

Data Percobaan
Kelompok 7: Produk B, SA1, Temp Normal

Data Percobaan
Kelompok 8: Produk A, SA3, Temp Normal

Analisa proes coating

Percobaan coating diakukan dengan mengaplikasikan lapisan diatas permukaan logam untuk melindungi logam dari permukaan Logam harus diamplas untuk membersihkan permukaan logam dari oksidanya Sampel dicat lalu dikeringkan. Setelah kering akan dicek ketebalannya

Analisa grade hasil data coating dengan standar ASTM D610

Analisa efisiensi inhibitor

Analisa pengaruh cat terhadap grade coating

Analisa pengaruh permukaan (SA1 dan SA3) terhadap grade coating

Analisa pengaruh temperatur operasi salt spray terhadap grade coating

TUGAS TAMBAHAN!

1. Bagaimana mengetahui ketahanan lapisan oksida?

Mengetahuinya dgn PBR (Pilling Bedworth Ratio). Yaitu parameter dlm menentukan ketahanan dr lapisan oksida. Rumusnya= volume oksida yg dihasilkan/volume logam yg dikonsumsi=Wd/nDw ket: W berat molekul oksida, D densitas oksida, w berat molekul logam, d densitas logam, n jml atom logam dlm molekul oksida

2. Apa yg tjd pd Fe, Cu, Al ketika dipanaskan?

Berdasarkan percobaan: Fe: Biru Pelangi Menghilang Cu: Orange Hijau Biru Pelangi Menghilang Al: Putih - Menghilang

3. Perbedaan metode schlumberger dan 3 Pin methode? Serta rumusnya! Stndar wenner ? ASTM G 57

Schlumberger Driven Rod 3 pin

4. Jelaskan perbedaan antara vaporous dan gaseous cavitation!

Vaporous Cavitation : Nukleasinya terjadi akibat adanya penurunan tekanan uap air sehingga air berubah menjadi uap. (Proses evaporasi) Sedangkan, Gaseous Cavitation : Nukleasinya tergantung dari laju difusi dari gas-gas yang ada, bisa dibilang bahwa nukleasi disebabkan oleh difusi gas kedalam nukleus bubble.

5. Apa bedanya LPR dengan Tafel extrapolation?

Tafel extrapolation

LPR

6. Standard ICCP, Standard Anoda Korban. Range aman tegangan dan kekurangan bila lebih/kurang

DNV-RP-B401 Range aman tegangan adalah -850 sampai -900. Bila kurang maka tidak akan terproteksi sementara bila berlebih bisa menyebabkan stray current

7. Bagaimana prinsip kerja volatile corrosion inhibitors (VCI) ?

VCI merupakan jenis inhibitor korosi yang biasanya dipakai pada ruangan tertutup seperti ruang penyimpanan atau tas, box, dll. Prinsip dari VCI adalah menggunakan inhibitor yang mudah menguap, dengan menguap VCI dapat beradsorpsi pada material membentuk thin protective film pada material untuk menghindari terjadinya kontak akan udara.

8. Bagaimana mekanisme kerja Fusion bonded epoxy coating menghantarkan listrik?

Menurut sumber yang kami temukan, FBE dapat membentuk non-conductive dielectric layer pada permukaan material yang di coating. Dielectric layer tersebut adalah karakteristik khusus, dimana ketika diberikan medan listrik, arus listrik akan dapat mengalir secara temporer, menyebabkan polarisasi pada molekulnya. Sehingga kami mengambil kesimpulan, FBE dapat menghantarkan listrik dengan prinsip dielectric tsb.

9. Grafik Nacl dengan laju korosi

10. Beda HE, HIC, SOHIC, SCC


HE (Hydrogen Embrittlement) adalah peristiwa penggetasan logam karena difusi hidrogen kedalam logam yang akan melebarkan kisi dan melemahkan ikatan antar atom. Tegangan dapat meningkat sampai akhirnya terjadi crack yang disebut HIC (Hydrogen Induced Cracking). Keadaan tersebut biasa terjadi pada lingkungan yang kaya H2S. SOHIC (Stress Oriented Hydrogen Induced Cracking) biasa terjadi pada HAZ pada weld. Penyebabnya adalah kumpulan HIC yang menyebar secara tegak lurus berbentuk crack yang biasanya terjadi pada tembok. SCC (Stress Corrosion Cracking) adalah fenomena cracking yang terjadi pada logam dalam keadaan lingkungan korosif dan memiliki tensile stress yang biasanya berbentuk residual stress. Perbedaan HIC dan SCC adalah pada polarisasi katodik akan menguatkan HIC sementara akan melemahkan SCC.

Anda mungkin juga menyukai