Anda di halaman 1dari 3

RESUME

Rendemen minyak biji karet yang bisa dihitung berdasarkan presentase perbandingan minyak yang dihasilkan dengan bahan awal. Dari penelitian sebelumnya Pandi&Fauzan, (2013) didapat rendemen minyak biji karet sebesar 4.05 % dari 3.9 kg biji karet. Dimana biasanya biji karet mengandung 40-50 % minyak di dalamnya. Berdasarkan penelitian Susanto (2001) melakukan pengambilan minyak dengan dua cara, yaitu ekstraksi dengan pelarut heksana dan dengan cara pengepressan menggunakan alat press. Ekstraksi dengan pelarut heksana memberikan yield sebesar 66,3 % hingga 70,4 % pada berbagai temperatur, sedangkan pengepressan dengan alat press hidrolik (tekanan 370 bar) memberikan yield sebesar 64,3 %. Hasil penelitian lain yang dilakukan Yunarlaeli dan Rochmatika (2009), rendemen minyak hasil pengepressan secara mekanis dengan press hidrolik diperoleh rendemen sebesar 30 % (perlakuan sebelum dipress biji karet dikukus di dalam (autoclave). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Salma Siahaan (2010) memperoleh rendemen minyak biji karet yang telah dijemur selama 7 hari sebesar 36 %. Rendemen minyak sebesar 4.05 % ini dikarenakan penggunaan alat press manual. Jadi bisa dikatakan masih ada minyak dalam ampas biji karet. Sesuai hasil penelitian Wildan (2012), limbah ampas biji karet masih mengandung minyak dan dapat dimanfaatkan seperti minyak hasil pengepresan. Penelitaian ini memperoleh rendemen 16.82 % dengan cara ekstraksi soxhlet mengggnakan pelarut n-heksane. Susila (2009), Dan hasil dari proses ekstraksi dengan

menggunakan metode ekstraksi soxhlet, dengan berat ampas biji karet sebanyak

500 gr didapatkan minyak biji karet sebanyak 232 gr. Dilakukan perhitungan rendemen minyak dari proses tahap ekstraksi yaitu 46.4 %. Jadi, ampas biji karet dari penelitian yang sebelumnya sebanyak kg

masih bisa diambil minyaknya dengan metode ekstraksi soxhlet. Ekstraksi soxhlet biasanya menggunakn pelart n-heksane yang dapat menghasilkan rendemen minyak cukup besar. Tapi menurut Herry Santoso (2013), penelitiannya

menmbandingkan n-heksane dan CH2Cl2 sebagai pelarut dalam ekstraksi didapat bahwa CH2Cl2 menghasilkan rendemen minyak yang yang lebih besar dibandingkan n-heksane yaitu 32.84 % sedangkan n-heksane sebesar 27.16%. Ampas biji karet yang sudah tidak ada lagi kandungan minyaknya dapat dibuat menjadi glukosa karena ampas biji karet mengandung pati yang dapat diubah menjadi glukosa. Menurut penelitian Nurtinah (2013), berdasarkan komposisi tepung biji karet ini, didapatkan bahwa kandungan karbohidrat pada tepung biji karet tertinggi yaitu 55,33%. Jenis karbohidrat pada tepung biji karet ini adalah pati atau amilum dengan kandungan 53,22% dan sisanya adalah non amilum. Metode yang digunakan untuk menganalisa kadar pati mengacu pada buku Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian (Sudarmadji,1997). Penggubahan pati menjadi glukosa dapat dilakukan dengan proses hidrolisis dimana hidrolisis adalah proses pemecahan senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana dengan bantuan air. Hidrolisis sendiri terdapat dua jenis yaitu hidrolisis enzim dan hidrolisis asam. Hidrolisis asam lebih sering digunakan karena mudah dan tidak memakan banyak waktu disbanding hidrolisis enzim. Asam yang digunakan untuk hidrolisi yait asam klorida dan asam sulfat. Pada

penelitian Sri Rahayu (2010), glukosa terbanyak yang dapt diambil dari hidrolisis bonggol pisang dengan asam sulfat dengan kondisi 120oC dengan perbandingan padatan:air 1:5 dan waktu reaksi 80 menit. Antonia F. laka (2013), melali penelitiannya menyimpulkan kadar optimum glukosa hasil hidrolisis pati menggunakan H2SO4 pada konsentrasi 0,5 M dalam waktu 4 jam yaitu sebesar 40,78 % sedangkan kadar optimum glukosa hasil hidrolisis pati menggunakan HCl adalah pada konsentrasi 2 M dalam waktu 4 jam yaitu sebesar 14,44 %. Berdasarkan Nurtinah (2013), hidrolisis pati yang telah dilakukan, didapat kadar glukosa tertinggi yaitu 78,52 % yaitu pada temperatur 90oC, waktu 60 menit dengan berat pati 25 gram dan larutan penghidrolisa 250 mL HCl 0,15 N.

Anda mungkin juga menyukai