Anda di halaman 1dari 5

Akan Dibawa Kemana Pendidikan Jawa Tengah?

Oleh Arif Muamar Wahid1

Pendidikan sebagai Amanat Konstitusi Pendidikan merupakan salah satu hak yang paling asasi bagi tiap manusia. Secara formal, pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.2 Bahkan, dalam pembukaan UUD 1945 mengamanatkan Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Frasa mencerdaskan kehidupan bangsa tentu tidak lain terkait dengan peran penting pemerintah dalam urusan pendidikan nasional. Selanjutnya, konstitusi republik ini menegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan pemerintah harus turut serta aktif mendukung pendidikan, antara lain melalui prioritas anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN dan APBD.3 Amanat UUD 1945 ini tentu harus dilaksanakan oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Apalagi pasca reformasi 1998, pemerintah menerapkan sistem otonomi daerah yang ditegaskan melalui UU No 32 Tahun 2004. Dalam pasal 13 disebutkan bahwa salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi (urusan dalam skala provinsi) adalah penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial. Sudah disebutkan juga dalam UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 11 ayat 1, bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga
1

Mahasiswa Jurusan Matematika, FMIPA UNNES. Sekarang menjadi Kepala Departemen Advokasi & Politik BEM FMIPA UNNES. 2 Pasal 1 UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 3 Pasal 31 UUD 1945

negara tanpa diskriminasi. Hal ini cukup kiranya menjadi pijakan yuridis bahwa Pemerintah Daerah (Provinsi maupun Kabupaten) juga mempunyai peran vital dalam pembangunan aspek pendidikan di masyarakat. Gambaran Pendidikan di Jawa Tengah Jumlah penduduk Jawa Tengah pada tahun 2012 berdasarkan proyeksi Sensus Penduduk 2010 sebanyak 33.270.207 jiwa atau sekitar 13,52% dari jumlah penduduk Indonesia. Jumlah yang sangat banyak ini tentu menjadi potensi yang begitu hebat jika bisa dioptimalkan. Perkembangan IPM4 provinsi Jawa Tengah terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. IPM Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 73,36 di atas rata-rata IPM Nasional yaitu 73,29 dan apabila dibandingkan dengan provinsi lain di pulau Jawa, Jateng berada di urutan ke tiga. Lebih jelas bisa dilihat dalam grafik berikut:

Salah satu aspek yang diukur dalam IPM adalah capaian tingkat pendidikan, yang terdiri dari angka rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf. Penjelasan untuk keduanya adalah sebagai berikut :

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah satu indikator kinerja pembangunan untuk mengukur tiga dimensi pokok pembangunan manusia yang mencerminkan status kemampuan dasar penduduk, yaitu Angka Usia Harapan Hidup, capaian tingkat pendidikan (Angka Rata-rata Lama Sekolah dan Angka Melek Huruf), serta pengeluaran per kapita guna mengukur akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup layak.

a. Angka Rata-rata Lama Sekolah Angka rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas di provinsi Jawa Tengah meningkat dalam kurun waktu 2008-2012, berturut-turut adalah 6.86, 7.07, 7.24, 7.29, dan 7.39 tahun. Capaian kinerja tersebut menunjukkan bahwa tingkat partisipasi pendidikan semakin meningkat, baik pada jenjang pendidikan yang diikuti maupun pada besaran peserta pendidikannya. b. Angka Melek Huruf Perkembangan angka melek huruf di Jateng untuk penduduk usia 15 tahun ke atas cenderung meningkat dari 89,24% (2008) menjadi 90,45% (2012). Kondisi ini menggambarkan semakin banyak penduduk usia tersebut yang mampu baca tulis. Capaian ini masih berada di bawah angka melek huruf nasional sebesar 93,25%. Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP/MTs meningkat dari 92,62% (2008) menjadi 100,50% (2012). Untuk APK SMA/SMK/MA masih relatif rendah yaitu sebesar 67% (2012), meski mengalami peningkatan dari tahun 2008 yaitu sebesar 53,51%. Relatif rendahnya APK SMA/SMK/MA disebabkan beberapa hal, antara lain biaya pendidikan yang relatif tinggi, letak geografis SMA/SMK/MA yang relatif jauh dari pemukiman penduduk terdekat dan kurangnya sarana prasarana terutama untuk SMK. Lebih jelas dapat dilihat dalam tabel berikut

Demikian beberapa statistik yang kiranya menunjukan gambaran pendidikan di Jateng hingga tahun 2012. Untuk data tahun 2013 dan setelahnya sejauh ini belum ada sumber yang relevan untuk dijadikan rujukan.

Pendidikan Jateng di Era Ganjar Dalam masa kampanye Pemilihan Gubernur Jawa Tengah tahun 2013 yang lalu, pasangan Ganjar Pranowo dan Heru Sudjatmoko menjanjikan 8 (delapan) paket program aksi yang akan diwujudkan ketika mereka terpilih. Program aksi tersebut meliputi : paket sejahtera, paket mandiri, paket sehat, paket pintar, paket sarana, paket lingkungan, paket bersih dan paket kabudayan. Ketika sekarang mereka telah menjadi pasangan Gubernur-Wakil Gubernur yang terpilih, tentu kita menantikan realisasi dari janji-janji tersebut. Dari kedelapan paket program aksi, ada satu paket program yang spesifik terkait bidang pendidikan yaitu paket pintar. Paket pintar ini bertujuan mempercepat pemerataan kualitas pendidikan di tingkat dasar dan menengah. Adapun program-program yang termasuk dalam paket pintar ini adalah : 1. Menyeimbangkan antara kebijakan pendidikan 12 tahun bebas biaya sejalan dengan peningkatan kualitas lulusan pendidikan. 2. Mengembangkan sekolah kejuruan menjadi SMK-Plus dan pendidikan vokasional untuk penyediaan tenaga kerja terampil yang berjiwa wirausaha berbasis kelangsungan produk dan jasa potensial daerah. 3. Mengembangkan program wajib kemitraan antara dunia pendidikan khususnya pendidikan kejuruan bersinergi dengan dunia usaha. 4. Memaksimalkan peran dunia usaha kepada sektor pendidikan dalam hal pemanfaatan dana tanggung jawab sosial (corporate social responsibility/CSR), minimal 25% dari total dana CSR di Jawa Tengah. 5. Meningkatkan standar yang setara (equal) sarana dan prasana pendidikan antara desa dan kota. 6. Pemenuhan dan pemerataan tenaga pendidikan di daerah-daerah yang membutuhkan. Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan gambaran pendidikan di Jateng hingga tahun 2012. Salah satu problem utama yang harus diselesaikan adalah belum optimalnya ketersediaan, keterjangkauan, kualitas, kesetaraan dan kepastian dalam penyelenggaraan pendidikan. Terkait pendidik/tenaga kependidikan, isu utama adalah masih rendahnya kesejahteraan, kualifikasi
4

S1/D4 (baru sekitar 70%) dan sertifikasi pendidik. Kondisi sarana prasarana juga belum sepenuhnya memadai, baik kondisi ruang kelas maupun sarana pendukung seperti laboratorium dan perpustakaan. Pertanyaan yang kemudian mengemuka adalah, akan dibawa kemana pendidikan di Jawa Tengah? Apakah langkah-langkah strategis yang akan dilakukan oleh Ganjar-Heru untuk mengatasi problem utama pendidikan di Jateng tersebut? Lalu, terkait paket pintar yang telah dijanjikan semasa kampanye, benarkah akan terealisasi, atau sekedar janji kosong belaka? Semoga saja tidak demikian, dan ke depan, pendidikan di Jawa Tengah bisa terus berkembang dan menjadi lebih baik lagi. Tugas kita sebagai mahasiswa adalah untuk terus mengawalnya.

Anda mungkin juga menyukai