Anda di halaman 1dari 9

PENDAHULUAN Ekonomi Indonesia dalam kurun waktu kurang lebih 10 tahun terakhir mengalami pertumbuhan dan tren yang

baik, yaitu mengalami pertumbuhan yang positif dibandingkan dengan negara-negara lain. Kajian yang dilakukan oleh indef (2010) dari data yang berasal dari ILO dan IMF menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2001-2008 rata-rata adalah mencapai angka 5,4%. Kemudian, selain itu pada tahun 2010 perekonomian Indonesia juga berada pada posisi yang menguntungkan. Pertama, pada saat itu perekonomian global secara umum sedang menunjukkan tren membaik sehingga ada peluang bagi Indonesia untuk memanfaatkan situasi tersebut terutama dapat dilakukan melalui langkah ekspor. Kedua, modal asing juga terus mengalir deras ke pasar domestik (capital inflow) sehingga secara teoritis perekonomian nasional mendapatkan keuntungan, seperti ekspansi dari korporasi atau mampu untuk meningkatkan investasi di sektor riil. Ketiga, stabilitas makroekonomi dalam negeri terjada dengan baik sehingga terbuka pelung untuk mengurus sejumlah persoalan mikro dalam negeri. Dari sejumlah kebaikan dan kegemilangan yang dicapai oleh

mekroekonomi Indonesia tersebut, ternyata jika dilihat dari aspek mikro keadaannya masih jauh dari harapan. Sektor penyumbang dari tingginya pertumbuhan ekonomi tersebut adalah berasal dari sektor non-tradeable, yaitu pengangkutan dan telekomunikasi (12,9%); perdagangan, hotel, dan restoran (9,6%); dan konstruksi (7,2%). Padahal sektor-sektor tersebut adalah sektor yang memiliki elastisitas penyerapan tenaga yang begitu rendah dibandingkan dengan sektor tradeable yaitu sektor pertanian dan industri. Sementara itu sektor pertanian dan sektor industri pada tahun yang sama (2010) masing-masing hanya mengalami pertumbuhan 2,9% dan industri tumbuh 4,5%, padahal pada tahun 2010 itu pertumbuhan ekonomi mencapai 6,1%. Hal ini jelas yang menjadi masalah adalah karena elastisitas penyerapan tenaga kerja yang disumbangkan oleh sektor-sektor tersebut. Sektor pertanian dan industri atau disebut sebagai sektor tradeable adalah sektor yang elastisitas penyerapan terhadap tenaga kerja sengat tinggi. Sehingga ketika terjadi pertumbuhan ekonomi banyak

disumbangkan oleh sektor ini, akan banyak pula tenaga kerja yang terserap. Berbeda halnya seperti yang terjadi selama beberapa tahun terakhir ini, dimana pertumbuhan ekonomi banyak disumbang oleh sektor non-tradeable sehingga hanya sedikit tenaga kerja yang terserap. Inilah salah satu yang membuat pengentasan kemiskinan terasa begitu lamban, karena penyerapan tenaga kerja hanya terpaku pada sektor non-tradeable dan terkesan pemerintah sudah mulai meninggalkan sektor tradeable. Dengan dominannya sumbangan pertumbuhan sektor non-tradeable terhadap pertumbuhan, hal ini membuat pengentasan pengangguran nilainya begitu rendah. Seperti yang telah diungkapkan diatas, selama kurun waktu 20012008 pertumbuhan ekonomi Indonesia secara rata-rata adalah mencapai 5,4%. Namun dari adanya pertumbuhan itu pertumbuhan kesempatan kerjanya hanya 1,7%. Padahal bila dibandingkan dengan negara tetangga seperti Filipina, pada periode yang sama pertumbuhan ekonominya rata-rata adalah lebih rendah yaitu 5,3%, tetapi pertumbuhan kesempatan kerjanya adalah lebih tinggi yaitu mencapai 2,8%. Implikasi dari adanya hal tersebut adalah jumlah tenaga kerja di Indonesia yang bekerja di sektor Informal meningkat dari yang semula 63,82 juta atau (61,3) pada tahun 2008 menjadi 67,86 juta atau (64,7%) pada tahun 2009. Dampak dari kurangnya penyerapan tenaga kerja ini adalah

mengakibatkan adanya peralihan tenaga kerja dari sektor pertanian menuju sektor industri. Adanya peralihan ini disebabkan oleh beberapa faktor, dan faktor utama yang menyebabkan peralihan ini adalah kurangnya mampunya sektor pertanian untuk membawa kesejahteraan bagi petani. Karena seperti yang telah diketahui bahwa Tenaga Kerja terbesar yang ada di Indonesia adalah berada di sektor pertanian. Sehingga dengan banyaknya tenaga kerja yang berada di sektor ini membuat keuntungan yang dihasilkan akan diabagikan kepada banyak orang yaitu tenaga kerja itu sendiri. Selain itu, hal lain yang ikut berpengaruh adalah semakin banyaknya alih fungsi lahan yang terjadi dari lahan pertanian yang kemudian beralih menjadi pada umumnya adalah industri maupun menjadi perumahan. Penjelasan lebih lanjut tentang peralihan tenaga kerja pertanian menuju sektor industri ini akan dibahas lebih lanjut didalam pembahasan. Aspek-aspek

yang akan dibahas adalah mengenai pola perubahan dan peralihan yang terjadi dari pertanian menuju industri, hal-hal spesifik lebih lanjut yang menyebabkan peralihan dari pertanian menuju ke industri, dan terdapat studi dan contoh kasus yang selanjutnya dianalisis dan dapat ditarik sebuah kesimpulan untuk memahami secara utuh dari pemahasan yang telah dipaparkan.

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah penduduk yamg berumur di dalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda antara negara satu dengan yang lain. Batas usia kerja yang dianut oleh Indonesia adalah minimum 15 tahun, tanpa batas umur maksimum. Tenaga kerja (manpower) dibagi pula ke dalam dua kelompok yaitu angkatan kerja (laborforce) dan bukan angkatan kerja. Yang termasuk angkatan kerja ialah tenaga kerja atau penduduk dalam usia yang bekerja, atau yang mempunyai pekerjaan namun untuk sementara sedang tidak bekerja, dan yang mencari pekerjaan. Sedangkan yang termasuk bukan angkatan kerja adalah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak mencari pekerjaan. Selanjutnya, angkatan kerja dibedakan pula menjadi dua subsektor yaitu kelompok pekerja dan penganggur. Yang dimaksud pekerja adalah orang-orang yang mempunyai pekerjaan, mencakup orang yang mempunyai pekerjaan, dan memang sedang bekerja, serta orang yang mempunyai pekerjaan namun untuk sementara waktu kebetulan sedang tidak bekerja. Adapun yang dimaksud penganggur adalah orang yang tidak mempunyai pekerjaan, lengkapnya orang yang tidak bekerja dan masih mencari pekerjaan. (Bellante dan Jackson,1990). Tenaga Kerja di Negara Sedang Berkembang (NSB) Tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang cepat dan pertumbuhan lapangan kerja relatif lambat menyebabkan masalah pengangguran di NSB menjadi semakin serius. Tingkat pengangguran terbuka terbuka di perkotaan hanya menunjukkan aspek - aspek yang tampak saja dari masalah kesempatan kerja di NSB yang bagaikan ujung sebuah gunung es. Tenaga kerja yang tidak bekerja bekerja secara penuh mempunyai berbagai bentuk, termasuk berbagai bentuk dan underemployment di NSB sangat jarang, tetapi dari hasil studi ditunjukkan bahwa sekitar 30 persen dari penduduk perkotaan di NSB bisa dikatkan tidak bekerja secara penuh (underutilitized).

Untuk itu dalam mengurangi masalah ketenagakerjaan yang dihadapi NSB perlu adanya solusi yaitu, memberikan upah yang memadai dan menyediakan kesempatan - kesempatan kerja bagi kelompok masyarakat miskin. Oleh karena itu, peningkatan kesempatan kerja merupakan unsur yang paling esensial dalam setiap strategi pembangunan yang menitikberatkan kepada penghapusan (Lincolin Arsyad,1999). Penduduk yang bekerja dapat dikelompokkan menurut status pekerjaan utama, yang meliputi antara lain : a. Berusaha sendiri adalah bekerja atau berusaha dengan menanggung resiko secara ekonomis, diantaranya tidak kembalinya ongkos produksi yang telah dikeluarkan dalam rangka usahanya tersebut, serta tidak menggunakan pekerja dibayar maupun pekerja tidak dibayar. Termasuk yang sifatnya memerlukan tekonologi atau keahlian khusus. b. Berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tak dibayar adalah bekerja atau berusaha atas resiko sendiri, dan menggunakan

buruh/karyawan/pegawai tak dibayar dan atau buruh/karyawan/pegawai tidak tetap. c. Berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar adalah berusaha atas resiko sendiri dan memperkerjakan paling sedikit satu orang

buruh/karyawan/pegawai tetap yang dibayar. d. Buruh/Karyawan/Pegawai tetap dibayar adalah seorang yang bekerja pada orang lain/instansi/kantor/perusahaan dengan menerima upah/gaji secara tetap, baik ada kegiatan maupun tidak ada kegiatan. e. Buruh/Karyawan/Pegawai adalah seseorang yang bekerja pada orang lain atau instansi/kantor/perusahaan secara tetap dengan menerima upah/gaji baik berupa uang maupun barang. Buruh yang tidak mempunyai majikan tetap, tidak digolongkan sebagai buruh/karyawan/pegawai tetapi sebagai pekerja bebas. Seseorang dianggap memiliki majikan tetap jika memiliki satu majikan yang sama dalam sebulan terakhir, khusus pekerja pada sektor bangunan dianggap buruh jika bekerja minimal tiga bulan pada satu majikan. f. Pekerja bebas di pertanian adalah seseorang yang bekerja pada orang lain/majikan/institusi yang tidak tetap (lebih dari satu majikan dalam

sebulan terakhir) di usaha pertanian baik yang berupa usaha rumah tangga maupun bukan usaha rumah tangga atas dasar balas jasa dengan menerima upah atau imbalan baik berupa uang maupun barang, baik dengan sistem pembayaran harianmaupun borongan. g. Pekerja bebas di non pertanian adalah seseorang yang bekerja pada orang lain/majikan/institusi yang tidak tetap (lebih dari satu majikan dalam sebulan terakhir), di usaha non pertanian dengan menerima upah atau imbalan baik berupa uang maupun barang, dan baik dengan sistem pembayaran harian maupun borongan. h. Pekerja keluarga/ tidak dibayar adalah seseorang yang bekerja membantu orang lain yang berusaha dengan tidak mendapat gaji/upah, baik berupa uang maupun barang.

Pekerja tak dibayar tersebut dapat terdiri dari : 1. Anggota rumah tangga dari orang yang dibantunya, seperti istri yang membantu suaminya bekerja di sawah. 2. Bukan anggota rumah tangga tetapi keluarga dari orang yang dibantunya, seperti saudara/famili yang membantu melayani penjualan di warung. 3. Bukan anggota rumah tangga dan bukan keluarga dari orang yang dibantunya, seperti orang yang membantu menganyam topi pada industri rumah tangganya. Permintaan Tenaga Kerja Permintaan pengusaha atas tenaga kerja berlainan dengan permintaan konsumen terhadap barang dan jasa. Pengusaha mempekerjakan seseorang karena seseorang itu membantu memproduksi barang dan jasa untuk dijual kepada masyarakat konsumen. Dengan kata lain pertambahan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja, tergantung dari pertambahan permintaan masyarakat terhadap barang yang diproduksinya. Permintaan tenaga kerja yang seperti ini disebut dengan derived demand. (Payaman Simanjuntak, 1985).

Kesempatan Kerja Kesempatan kerja mengandung pengertian bahwa besarnya kesediaan usaha produksi untuk mempekerjakan tenaga kerja yang dibutuhkan dalam proses produksi, yang dapat berarti lapangan pekerjaan atau kesempatan yang tersedia untuk bekerja yang ada dari suatu saat dari kegiatan ekonomi. Kesempatan kerja dapat tercipta apabila terjadi permintaan tenaga kerja di pasar kerja, sehingga dengan kata lain kesempatan kerja juga menujukkan

permintaan terhadap tenaga kerja. (Sudarsono, 1998) Perluasan mengembangkan kesempatan sektor-sektor kerja merupakan suatu usaha kerja untuk dengan

penampungan

kesempatan

produktivitas rendah. Usaha perluasan kesempatan kerja tidak terlepas dari faktorfaktor seperti, pertumbuhan jumlah penduduk dan angkatan kerja, pertumbuhan ekonomi, tingkat produktiuvitas tenaga kerja, atau kebijaksanaan mengenai perluasan kesempatan kerja itu sendiri. Penyerapan Tenaga Kerja Penduduk yang terserap, tersebar di berbagai sektor perekonomian. Sektor yang mempekerjakan banyak orang umumnya menghasilkan barang dan jasa yang relatif besar. Setiap sektor mengalami laju pertumbuhan yang berbeda. Demikian pula dengan kemampuan setiap sektor dalam menyerap tenaga kerja. Perbedaan laju pertumbuhan tersebut mengakibatkan dua hal. Pertama, terdapat perbedaan laju peningkatan produktivitas kerja di masing-masing sektor. Kedua, secara berangsur-angsur terjadi perubahan sektoral, baik dalam penyerapan tenaga kerja maupun dalam kontribusinya dalam pendapatan nasional (Payaman Simanjuntak, 1985). Jadi yang dimaksud dengan penyerapan tenaga kerja dalam penelitian ini adalah jumlah atau banyaknya orang yang bekerja di berbagai sektor perekonomian. Elastisitas Kesempatan Kerja Perubahan jumlah barang yang dibeli karena perubahan harga barang dapat diukur dengan elastisitas harga dari permintaan (price elasticity of demand). Elastisitas permintaan dari suatu barang terhadap perubahan dari suatu faktor penentunya (harga barang itu sendiri, harga barang lain/ penghasilan

konsumen) menunjukkan derajat kepekaan akan barang tersebut terhadap perubahan faktorfaktor di atas. (Boediono, 1999) Payaman Simanjuntak (1985) menyatakan bahwa konsep elastisitas dapat digunakan untuk memperkirakan kebutuhan tenaga untuk suatu periode tertentu, baik untuk masing-masing sektor maupun untuk ekonomi secara

keseluruhan. Atau sebaliknya dapat digunakan untuk menyusun simulasi kebijakan pemangunan untuk ketenagakerjaan yaitu dengan memilih beberapa elternatif laju pertumbuhan tiap sektor, maka dihitung kesempatan kerja yang dapat diciptakan. Kemudian dipilih kebijaksanaan pembangunan yang paling sesuai dengan kondisi pasar kerja.

RUMUSAN MASALAH Outline pendahuluan dan pembahasan ESDM : Transfomasi Tenaga Kerja dari Pertanian ke Sektor Industri. Kontribusi sektor pertanian dan industri terhadap perekonomian Indonesia Jumlah tenaga kerja dan data dari waktu ke waktu Kualitas dan kuantitas tenaga kerja yang ada di sektor pertanian dan industri Alih fungsi dan keterbatasan lahan. Sehingga menjadi pemukiman dan industri Pola peralihan dan data-data kecenderungan yang ada. Penyebab peralihan dari pertanian ke industri Akibat dari peralihan pertanian ke industri Studi kasus yang kemudian dianalisis Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai