Anda di halaman 1dari 11

Kebijakan Pembangunan Perumahan Dan Dampak Lingkungan

Studi kasus: Lingkungan thermal kota Bandung Surjamanto Wonorahardjo, Suwardi Tedja, Dina Olivia, B. Edward

KK Teknologi Bangunan Prodi Arsitektur Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung E-mail: titus@ar.itb.ac.id

Abstrak Kawasan perumahan baik yang terencana maupun tidak menutupi sebagian besar permukaan tanah di kota. Studi tutupan lahan oleh perumahan padat di Bandung memiliki BC hingga 0.60. Makalah ini melaporkan hasil studi dampak lingkungan pada kawasan perumahan di Bandung, terutama pada aspek pemanasan lingkungan di kota. Studi tersebut dilakukan dengan mengukur temperature udara pada kawasan perumahan dan perkampungan di 10 lokasi di Bandung. Hasil pengukuran menunjukkan korelasi yang kuat pada karakter perkampungan yang umumnya berupa bangunan 1 lantai dan berunit kecil serta tertata horizontal dengan temperatur udara yang tinggi. Berbeda dengan kawasan rusun 4 lantai dengan orientasi bangunan utara-selatan dengan BCR yang lebih rendah memberikan lingkungan yang lebih dingin. Kebijakan pembangunan perumahan vertikal memberikan dampak lingkungan lebih baik dibanding perumahan satu lantai. Simulasi pembangunan kembali beberapa perumahan / perkampungan kota menjadi rusun mempengaruhi kecepatan naik temperatur udara pagi hari sebesar 0.11oC / jam. Oleh karena itu kebijakan pembangunan perumahan satu lantai tidak sesuai dengan perlindungan lingkungan. Kata kunci; perumahan, lingkungan thermal, rusun

1.

PENDAHULUAN

Pembangunan perumahan mempengaruhi lingkungan thermal kota. Beberapa peneliti melaporkan kenaikan temperatur udara kota terkait dengan intensitas pembangunan fisik. Lingkungan thermal diterangkan melalui beberapa parameternya seperti temperatur udara maksimum (Tmaks), temperatur udara rata-rata ( T ) dan laju naik temperatur udara ( u NaikT ). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakter fisik perumahan kota di Bandung melalui beberapa aspek fisik seperti Aspect Ratio (AR), Slenderness Ratio (SR), Ratio Atap (RA), Ratio

Dinding (RD), Building Coverage Ratio (BCR), dll. Aspek-aspek tersebut diduga mempengaruhi nilai temperatur udara kawasan perumahan. Penelitian ini dilakukan pada sepuluh kawasan di kota Bandung, melalui karakterisasi fisik bangunan-bangunannya serta pengukuran temperatur udaranya dalam interval 1 jam mulai pukul 07.00 17.00 secara bersamaan di seluruh kawasan. Untuk mengambil data temperatur udara digunakan termometer udara. Analisis yang dilakukan adalah melihat pengaruh variabel fisik ( AR, SR, RA, RD, BCR) terhadap parameter lingkungan thermal (Tmaks, T , u NaikT ). Analisis pengaruh menggunakan statistik. Kebijakan pembangunan perumahan dipelajari melalui simulasi perumahan dengan variabel bentuk bangunan. Simulasi dilakukan untuk menunjukkan potensi perbaikan kualitas lingkungan thermal pada berbagai kebijakan pembangunan perumahan.

2.

PERUMAHAN DI BANDUNG

Perumahan di Bandung didominasi oleh perkampungan kota yang bercirikan kepadatan tinggi, bangunan satu lantai berunit kecil. Karakterisasi kawasan perumahan dibantu oleh citra satelit yang disediakan oleh Google Map. Aspek fisik seperti luas bangunan, panjang dan lebarnya dapat diperoleh dari citra satelit tersebut. Sedangkan informasi ketinggian bangunan, jumlah lantai dan bahan bangunan yang digunakan diperoleh melalui ground survey pada kawasankawasan kota yang dikaji. Salah satu kawasan perkampungan kota di Bandung yang dipelajari dapat dilihat pada gambar 1. Pada citra satelit tersebut, dapat diperoleh berbagai informasi fisik kawasan kota seperti AR, SR, RA, RD, BCR dll. Aspek-aspek tersebut merupakan kuantifikasi kawasan kota yang dipelajari. Variabel fisik tersebut yang diduga mempengaruhi kualitas lingkungan thermalnya Perumahan di Bandung didominasi oleh perkampungan kota yang menutupi permukaan kawasan kota secara horisontal. Kawasan perkampungan ini umumnya bercampur pada kawasan kawasan perdagangan, pusat bisnis, perkantoran dll. Oleh karena itu, pada penelitian ini dipeajari 10 kawasan yang mewakili kota Bandung, di mana kawasan perumahan menjadi bagiannya.

Gambar 1: Perkampungan kota di Bandung Sumber : Google Map 2008 3. STUDI BENTUK BANGUNAN

Bentuk bangunan diidentifikasi sebagai rasio kepipihan atau aspect ratio (AR) yang merupakan perbandingan panjang terhadap lebar bangunan yang dapat dituliskan dalam persamaan (1) dan rasio kelangsingan atau slenderness ratio (SR) yang merupakan perbandingan tinggi terhadap lebar bangunan, dapat dituliskan dalam persamaan (2).

AR =

p l

..................................................................................................... (1)

Di mana AR = aspect ratio p = panjang bangunan l = lebar bangunan t ....................................................................................................... (2) SR = l Di mana

SR t l

= slenderness ratio = tinggi bangunan = lebar bangunan

Gambar 2: Rasio kepipihan dan kelangsingan bangunan

Bangunan yang tidak pipih dan tidak langsing cenderung menyimpan kalor lebih lama dibanding bangunan yang pipih dan langsing. Ketebalan massa bangunan berpotensi memerangkap energi

thermal di dalam massanya. Selain itu bangunan yang tidak pipih dan tidak langsing memiliki
luas selubung yang lebih kecil dibanding bangunan yang pipih dan langsing. Oleh karena itu bentuk bangunan juga dapat diidentifikasi sebagai fungsi selubung bangunan karena korelasi bangunan dan lingkungan thermalnya melalui selubungnya. Pada gambar 3 bangunan A dan B meiliki volume yang sama tetapi memiliki luas selubung yang berbeda.

A Volume = 4*4*4 = 64 M3 Luas = 4*4*5 Selubung = 80 M2

B = 4*2*8 = 64 M3 = (4*8*2)+(2*8*2)+ (4*2) = 64 + 32+8 =104 M2

Gambar 3: Perbandingan luas selubung pada AR dan SR yang berbeda

Pengaruh selubung bangunan ini dibedakan juga menjadi 1) dinding sebagai selubung vertikal dan 2) atap sebagai selubung horisontal bangunan. Pada gambar 4 bangunan A dan B memiliki volume yang sama tetapi bangunan A memiliki dominasi selubung horisontal dan bangunan B memiliki selubung vertikal yang lebih luas.

Gambar 4: Komposisi luas selubung pada dua banguan bervolume sama Ratio atap (RA) diterangkan sebagai perbandingan luas atap terhadap volume ruang yang dilingkupi. Sedangkan Rasio dinding (RD) diterangkan sebagai perbandingan luas dinding terhadap ruang yang dilingkupinya.

RA =

AA V

..................................................................................................... (3)

Di mana RA = ratio atap AA = luas atap (M2) V = volume ruang yang dilingkupi atap (M3) A RD = D ................................................................................................... (4) V Di mana RD = ratio dinding AD = luas dinding selubung (M2) V = volume ruang yang dilingkupi (M3) Hubungan volume dan luas selubung pada bangunan dapat diamati juga pada bangunan kecil dan besar. Bangunan kecil memiliki luas selubung / volume ruang yang dilingkupinya lebih besar dibanding bangunan besar. Pada gambar 5 dapat dilihat perbandingan luas selubung pada bangunan kecil dan besar.

2m 2m

2m

=
2m 2m 4m

2m

Dua gedung kecil Volume Luas Selubung = (2*2*2)*2 = 16 M3 = (2*2)*6*2 = 48M2

Satu gedung besar = 4*2*2 = 16 M3 = (4*2*2)+(4*2*2) (2*2*2) = 16 + 16+8 = 40 M2

Gambar 5: Perbandingan luas selubung pada bangunan kecil dan besar

4.

STUDI LINGKUNGAN THERMAL PADA PERUMAHAN

Lingkungan thermal kawasan perumahan memiliki kualitas yang ditunjukkan oleh temperatur udaranya. Kawasan tertentu dapat memiliki temperatur udara yang lebih tinggi atau rendah.

Gambar 6 : Termometer digital dan termometer bola basah - kering

Profil temperatur udara dapat dilihat pada gambar 7. Temperatur udara pagi hari naik hingga mencapai nilai maksimumnya setelah pukul 12 siang dan kemudian turun kembali pada sore hingga malam hari. Kenaikan temperatur udara pada pagi hari serta besar nilai temperatur udara dipengaruhi oleh beberapa aspek fisik permukaan kawasan kota tersebut. Kenaikan temperatur udara pada pagi hari diukur dengan laju naik temperatur udara (unaik T) dalam satuan oCelcius / jam

Temperatur Udara (Celcisus)

33 32 31 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20

B A
A Poly. (A)

pk. 7 pk. 8 pk. 9 pk. 10 pk.11 pk. 12 pk. 13 pk. 14 pk. 15 pk. 16 pk. 17 Waktu Pengukuran y = -0.0159x 3 + 0.1656x 2 + 0.7072x + 22.766

Gambar 7 : Profil temperatur udara Untuk dapat membandingkan kualitas lingkungan thermal pada beberapa kawasan, maka dilakukan pengukuran temperatur udara mulai pukul 07.00 hingga 17.00 dalam interval 1 jam. Hasil perbandingan parameter temperatur udara maksimum pada sepuluh kawasan di Bandung dapat dilihat pada gambar 8. Secara umum kawasan kota di Bandung memilki temperatur udara maksimum di atas pukul .

Temperatur Udara Maksimum (Celcius)

32.50 32.00 31.50 31.00 30.50 30.00 29.50 30.48 30.66 30.86 31.13 31.87 31.90 31.42 31.48 31.51

32.14 31.35

Gambar 8: Temperatur udara maksimum kawasan kota di Bandung

A ST Pe si a BA ru A m f rik ah aB an di ar at Bl k Gd A si a Sa A te Se fri gi ka t ig Ti aE m ur m as K os am bi Ra ta -ra ta

sa ri

LI PI

IT B

al k Ci w

Se tra

Pu sA

ir

Laju Perubahan Temperatur Udara Laju perubahan temperatur udara meliputi laju naik temperatur udara pagi hari dan laju turun temperatur udara sore hari. Seperti yang terlihat pada profil temperatur udara (gambar IV.3) di mana laju naik temperatur udara pagi hari didefinisikan sebagai perbandingan antara kenaikan temperatur dari pukul 07.00 hingga saat tercapainya nilai maksimum dengan selang waktu yang dibutuhkannya. Secara matematis laju naik temperatur udara dirumuskan sebagai berikut :

u naikT = Di mana : u naikT


Tp hp

T p h p

Tmaks T7 t maks 7

............................................................................ (1)

= laju naik temperatur udara = selisih temperatur udara maksimum dengan temparatur udara pukul 7 (oC) = selang waktu pencapaian nilai temperatur udara maksimum (jam) = temperatur udara pukul 7(oC) = saat terjadinya temperatur udara maksimum (jam)

Tmaks = temperature udara maksimum (oC) T7 tmaks

Laju naik temperatur udara dihitung dalam satuan oC /jam.


5. SIMULASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN DAMPAKNYA PADA LINGKUNGAN THERMAL

Pada penelitian ini diambil perkampungan kota di Jalan Cemara Bandung. Untuk mengetahui karakterstik fisik kampung kota tersebut dilakukan karakterisasi terhadap nilai AR, SR, RA, RD dan BCR. Menurut Wonorahardjo (2008) aspek-aspek tersebut mempengaruhi laju naik temperatur udara pagi hari. Bila laju naik temperatur pagi hari dapat diturunkan maka temperatur udara rata-rata harian juga akan terpengaruh. Untuk memperoleh nilai beberapa aspek bentuk tersebut dilakukan digitasi terhadap kawasan tersebut. Melalui digitasi tersebut disimulasikan pembangunan rusun 4 lantai sebagai pengganti kampung kota. Rusun tersebut memiliki daya tampung yang sama dengan kampung tersebut. Proses simulasi dapat dilihat pada gambar 9.

Kampong kota di jalan Cemara, Bandung

Digitasi massa bangunan

Simulasi perubahan kampong kota menjadi rusun 4 lantai

Gambar 9: Simulasi perubahan lingkungan thermal di kampong kota di jalan Cemara, Bandung Pada rancangan rusun tersebut dapat diekstrasi nilai-nilai variabel kawasan kota sebelum dan sesudah diperbaiki. Kampung kota memilii nilai laju naik temperatur udara atau u naikT sebesar 1.25748 oC/jam. Hasil simulasi menunjukkan potensi penurunan laju temperatur udara menjadi 1.18 hingga 0.77 oC/jam.

Tabel 1: Simulasi laju naik temperatur udara ditinjau dari berbagai aspek bentuk bangunan pada kawasan kampung kota Jalan Cemara, Bandung Variabel Kawasan Kota AR SR RA RD BCR MR Laju Naik Temperatur udara Hasil pengukuran Simulasi Nilai Variabel u naikT Nilai Variabel u naikT 0.77 1.69 3 0.56 0.29 1.25748 1.09 1.10 1.00 0.44 0.40 0.63 0.22 0.12 0.02 1.18 1.15 1.01 1.07 0.08 1.05 1.16

Rumus
unaikT = C 0.372 AR u naikT = C 0.414 SR u naikT = C + 0.454 RA
u naikT = C + 0.421RD u naikT =
C + 0.39 BC u naikT = C + 0.41MR

C 1.89 1.49 1.13

Laju temperatur udara terkecil ditunjukkan oleh pengaruh kepipihan bangunan. Sedangkan laju naik yang paling tinggi disebabkan oleh aspek dinding bangunan.
Laju Naik Temperatur Udar (C/jam)
1.16 1.15 1.40 1.05 1.20 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00
BC R RD SR RA AR R Pe ng uk ur an M

1.18

0.77

1.00

Variabel 'Bentuk' Kawasan Kota

Gambar 10: Simulasi laju naik temperature udara kawasan kampong kota di jalan Cemara, Bandung

5.

DISKUSI

Kebijaan pembangunan perumahan sudah saatnya meninjau aspek bentuk bangunan. Perumahan satu lantai seperti kampung kota dan real estate memberikan pengaruh buruk pada lingkungan thermalnya. Sedangkan bentuk rumah susun memberikan pengaruh berupa laju naik temperatur udara yang lebih rendah. Menurut Wonorahardjo (2008), temperatur udara juga dipengaruhi oleh aspek aspek lain seperti penggunaan bahan bangunan berat, jalan dan elevasi kawasan. Oleh karena itu kebijakan pembangunan perumahan sebaiknya disertai juga oleh kebijakan zoning perumahan di dalam kota, penggunaan bahan bangunan serta luas jalan agar dampak terhadap lingkungan thermal dapat dikendalikan.

KESIMPULAN

Kebijakan pembangunan perumahan sangat berpengaruh pada kualitas lingkungan thermal kota. Perkampungan kota memiliki kualitas lingkungan thermal yang buruk, karena ruang-ruang huniannya disusun oleh bangunan kecil satu lantai sehingga menutupi hampir seluruh permukaan

Ha sil

1.01

1.26

lahan kawasan

(BCR tinggi). Selain itu kawasan perkampungan kota cenderung memiliki

bentuk bujur sangkar yang relatif dapat menyimpan kalor dalam jumlah lebih banyak dibanding bangunan tipis. Rusun memiliki bentuk yang lebih terkendali, kompak dan berlantai banyak sehingga tidak menutupi permukaan lahan. Disamping itu bentuk rusun lebih pipih dibanding perkampungan kota. Untuk memperbaiki kualitas lingkungan thermal, sebaiknya pembangunan perumahan satu lantai dibatasi dan dianjurkan menggunakan rusun. Selain itu kebijakan pembangunan perumahan dapat dilengkapi dengan kebijakan penggunaan bahan bangunan, pembatasan luas jalan dan penataan zoning kota berdasarkan ketinggian kawasan dari muka laut.

PEMBERITAHUAN

Penelitian dan publikasi ini dibiayai oleh LPPM ITB melalui Riset Unggulan 2008 atas nama penulis.

DAFTAR PUSTAKA

Google Map Wonorahardjo S., Koerniawan D., (2006). Thermal Environment of Kampung Kota in Hot Humid City, Proceedings of the Second iNTA International Seminar, YogyakartaIndonesia, - . Wonorahardjo S., Koerniawan MD., Tedja S., Benedictus E., (2007). Thermal Environment of Bandung, Proceedings of the Eight SENVAR, Petra University, Surabaya-Indonesia, - . Wonorahardjo S., Koerniawan MD., Tedja S., Benedictus E., (2007). The Influence of Building Material to Urban Thermal Environment, A Case Study of Caringin Market , Bandung, Indonesia, Proceedings of The Eight SENVAR, Petra University, SurabayaIndonesia, - . Wonorahardjo S., Koerniawan D., (2008). Thermal Environment Assesment on Residential District Case Study : The City of Bandung, Indonesia, Proceedings of International Seminar of Climate Change and Human Settlement, Bali-Indonesia, 33. Wonorahardjo S., (2008). Thermal Environment Studies Case Study : The City of Bandung, International Seminar Ecology Design Synergy Goethe Institut Indonesia, IFA, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia Olivia Dina (2008). Studi Desain Dinding Prefabrikasi Rumah Massal dari Aspek Kecepatan Membangun, Thesis, ITB, Bandung, 62.

Anda mungkin juga menyukai