Anda di halaman 1dari 1

Bambu Ala Morisco

Selama ini, orang hanya memandang bambu sebagai material kelas menengah ke bawah. Bila dibandingkan dengan bahan-bahan lain seperti baja, besi, hingga kayu, tentunya bambu masih dipandang dengan sebelah mata. Namun kini, anggapan itu terpatahkan lewat riset Morisco, seorang dosen Teknik Sipil, yang bergelar profesor. Sejak tahun 1993, ia mulai menaruh perhatian pada bambu dan melakukan berbagai macam riset berkaitan dengan pohon unik tersebut. Awalnya, ia menguji kuat tarik bambu. Di luar dugaan, bambu memiliki kekuatan 2 kali lipat dibandingkan baja. Dalam benaknya kemudian timbul pemikiran, mengapa orang-orang tidak mengoptimalkan penggunaan bambu. Setelah dianalisis, selama ini bambu dianggap tidak cukup kuat karena penggunaannya yang kurang tepat. Dalam penggunannya, biasanya orang-orang menyambung bambu satu dengan yang lainnya hanya dengan bahan-bahan sederhana seperti tali ijuk. Bahan sekuat apa pun tidak akan bertahan lama bila penyambungannya tidak tepat. Kemudian Morisco mencoba cara lain untuk menyambung bambu. Ia menggunakan baut untuk menyatukan bambu-bambu tersebut. Selain itu, ia juga mengisi rongga-rongga bambu dengan campuran semen dan pasir. Dari riset dan percobaan tersebut didapatkan hasil baru bahwa bambu dengan diameter 70 mm dapat menahan beban hingga 40 ton. Ternyata hasil riset ini belum memuaskan masyarakat. Mereka beranggapan bahwa bambu, sekalipun kuat, tapi tidak awet. Tanggapan itu tak lantas menyurutkan semangat Morisco. Ia mencoba mencari cara untuk membuat bambu lebih awet. Pada tahun 1998, Morisco pun menemukan cara untuk mengawetkan bambu yaitu dengan cara pengovenan bambu. Sampai pada kerja itu, masyarakat belum juga puas. Menurut mereka selama bentuk bambu masih berbentuk asli berupa tabung-tabung bulat, hanya masyarakat ekonomi kelas menengah ke bawah yang mau menggunakannya. Sebuah anggapan yang sebenarnya salah. Ini membuatnya kembali berpikir keras, kembali mencoba mencari jawaban atas kritik dan tanggapan masyarakat. Jawaban atas tanggapan itu adalah laminasi bambu. Dengan proses ini, bambu diolah sedemikian rupa sehingga hasil akhirnya didapatkan bentuk berupa lembaran- lembaran bambu seperti halnya kayu. Bahkan hasil laminasi bambu pun dapat digunakan untuk bahan ukiran. Untuk isu lingkungan, hasil riset ini menjadi solusi bagi permasalahan hutan saat ini. Hutan yang ada di dunia semakin menipis sedangkan kebutuhan akan kayu semakin meningkat. Pohon sendiri baru dapat ditebang dan dimanfaatkan kayunya bila sudah berumur 40 tahun. Bandingkan dengan bambu. Setelah penanaman pertama, bambu dapat digunakan setelah berumur lima tahun. Setelah itu bambu bisa dipanen di usia tiga tahun. Bila masyarakat dapat mengolahnya dengan tepat, bambu dapat menjadi pengganti masalah kebutuhan akan kayu. Saat ini, Morisco bekerjasama dengan pemerintah Flores melalui LPPM, tengah mencoba membuat hutan bambu seluas 500 hektar di daerah Flores. Riset tentang bambu kini telah menjadi isu yang cukup populer di kalangan akdemisi, khususnya Teknik Sipil. Cukup banyak mahasiswa, mulai dari S1 hingga S3, yang mengadakan riset tentang bambu. Di Indonesia sendiri, universitas yang memiliki Fakultas Teknik Sipil dan melakukan riset tentang bambu baru ada di UGM. Sungguh sebuah pencapaian luar biasa dari seorang pengajar berkualitas. Peneliti : Prof. Ir. Morisco, Ph.D.

Anda mungkin juga menyukai