Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS PITIRIASIS VERSIKOLOR

Oleh :

Rahmadiyah Azaria Rahmah 0910710107 Riri Sherly 0910714052

Pembimbing : dr.Taufiq Hidayat, SpKK (K)

LABORATORIUM / SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA RUMAH SAKIT UMUM DR.SAIFUL ANWAR MALANG 2014

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Pitiriasis versikolor adalah infeksi jamur superfisial yang kronik pada

stratum korneum kulit. Penyakit ini untuk pertama kali dikenal sebagai penyakit jamur pada tahun 1846 oleh Eichted. Pada tahun 1853, Robin memberikan nama pada jamur penyebab penyakit ini dengan nama Microsporum furfur dan pada 1889 oleh Baillon spesies ini diberi nama Mallassezia furfur. Penelitian selanjutnya dan sampai sekarang menunjukkan bahwaMalassesia

furfur dan Pityrosporum orbiculare merupakan organisme yang sama (Budimulja, U, 2007; Partogi, D, 2008; Janik M, P and Heffernan M, P, 2008). Pitiriasis versikolor adalah penyakit universal tetapi lebih banyak dijumpai di daerah tropis oleh karena tingginya temperatur dan kelembaban. Menyerang hampir semua usia terutama remaja, terbanyak pada usia 16-40 tahun. Ada perbedaan antara pria dan wanita, walaupun di Amerika Serikat dilaporkan bahwa penderita berusia 20-30 tahun dengan perbandingan 1,09% pria dan 0,6% wanita. Insiden yang akurat di Indonesia belum ada namun diperkirakan 40-50% dari populasi di negara tropis yang terkena penyakit ini, sedang di Negara subtropis yaitu Eropa Tengah dan Utara hanya 0,5-1% dari semua penyakit jamur (Radiono, S, 2001; Partusuwiryo dkk, 1992; Faegemann JN, 2005). Pitiriasis versikolor memiliki karakteristik berupa makula yang multipel dan bercak lesi yang bervariasi mulai dari hipopigmentasi, kekuning-kuningan, kemerahan sampai kecoklatan atau hiperpigmentasi tergantung dari warna normal kulit pasien. Bercaknya berbentuk tidak teratur sampai teratur, berbatas jelas sampai difus, ditutupi skuama halus dengan rasa gatal (ringan), atau asimtomatik (tanpa gejala atau tanpa keluhan), dan hanya gangguan kosmetik saja. Pasien sering melaporkan bahwa lesi kulit yang terlibat tidak menjadi gelap seperti kulit pada bagian tubuh yang lain di musim panas. Keluhan gatal, meskipun ringan, merupakan salah satu alasan penderita datang berobat. Bercaknya terutama meliputi badan, dan kadang-kadang dapat menyerang ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher, muka, dan kulit kepala yang

berambut (Budimulja, U, 2007; Burkhart, C,G, 2013; Habif, T, P, 2004; Partogi, D, 2008; Janik M, P and Heffernan M, P, 2008). Kondisi-kondisi tertentu menjadi faktor predisposisi adanya infeksi

dari Malassezia sp. antara lain keringat berlebih, suhu yang panas, dan kelembaban yang tinggi. Penggunaan steroid jangka penjang dan kondisi imunodefisiensi juga berperan dalam terjadinya infeksi (Budimulja, U, 2007; Arenas, R, 2001). Diagnosis klinis pitiriasis versikolor ditegakkan berdasarkan anamnesis dan adanya gambaran klinis berupa makula hipopigmentasi atau hiperpigmentasi yang berbatas tegas, tertutup skuama halus. Serta pemeriksaan penunjang dengan lapu Wood yang akan menunjukkan hasil adanya pendaran berwarna kuning keemasan pada lesi yang bersisik, selain itu pemeriksaan mikroskopis sediaan skuama dengan KOH memperlihatkan adanya gambaran spaghetti and meatball (Partogi, D, 2008). Penatalaksanaan pitiriasis versikolor berupa terapi topikal dan sistemik. Pada umumnya prognosis dari pitiriasis versikolor ini baik bila pengobatan dilakukan meyeluruh, tekun dan konsisten (Daili, E, dkk 2005). Dalam laporan kasus ini akan dibahas mengenai pasien dengan pitiriasis versikolor dan penatalaksanaan baik medikamentosa dan non medikamentosa. Tujuan dari laporan kasus ini adalah untuk membahas mengenai faktor resiko, gejala dan tanda klinis serta penatalaksanaan akne vulgaris pada pasien dalam laporan kasus ini. Dengan harapan laporan kasus ini dapat menambah informasi dan wawasan mengenai pitiriasis versikolor.

BAB II LAPORAN KASUS

2.1

Indentitas Pasien Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Status Maritas Alamat No RM Tanggal Pemeriksaan : Tn. AF : 23 tahun : Laki-laki : Mahasiswa : Belum Menikah : Perum Landungsari Indah, Malang : 1159xxx : 29Januari 2014

2.2

Anamnesis Autoanamnesis : bercak putih di punggung :

Keluhan utama Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUD Syaiful Anwar pada tanggal 29 Januari 2014 dengan keluhan bercak putih di punggung kanan atas sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya jumlah bercak putih di punggung sedikit. Lama kelamaan, bercak putih bertambah banyak dan menyebar ke seluruh permukaan punggung. Pasien juga mengeluhkan bercak putih menjadi bersisik jika digores dengan jari.Pasien memiliki kebiasaan tidak segera mengganti baju sesampainya di rumah jika bepergian. Bercak dirasakan tidak gatal.Keluhan bercak putih merupakan kali kedua pada pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu : Empat bulan yang lalu, pasien pernah didiagnosa menderita penyakit panu dan telah diobati hingga sembuh. Riwayat Pengobatan: Pasien menggunakan salep 88 selama dua hari. Tidak ada perbaikan dari keluhan setelah penggunaan salep. Riwayat Atopi : Riwayat munculnya reaksi-reaksi setelah meminum obat, mengi jika terkena udara dingin atau debu, disangkal oleh pasien.

Riwayat Keluarga: Riwayat keluhan yang sama pada keluarga disangkal. 2.3 Pemeriksaan fisik

Status Generalis Keadaan Umum : tampak sakit ringan, kompos mentis, higiene bersih Tanda Vital : Nadi : 88 x/menit TD RR Tax Kepala Leher Simetris Pembesaran KGB : Tidak ditemukan Rambut Wajah Mata Konjungtiva Sklera Hidung Mulut : Hitam dan distribusi merata : Simetris, edema (-) : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak didapatkan abnormalitas : Tidak didapatkan abnormalitas : 120/80 mmHg : 20 x/menit : Tidak dilakukan

Toraks : Abdomen Paru-paru Jantung : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Skar (-), supel, Bising usus tidak diperiksa, nyeri tekan (-) Ekstrimitas Genital : : Akral Hangat, edema (-), anemis (-) : Tidak dilakukan

2.4 Lokasi

Status Dermatologis : : : Makula hipopigmentasi, multipel,ukuran 2-4 mm, batas tegas, bentuk bulat dan oval, tertutup skuama putih dan tipis. Makula hiperpigmentasi, multipel, ukuran 3-5 mm, batas tegas, bentuk bulat dan oval. Punggung Tersebar

Distribusi Ruam

Gambar 2.1 Penampang Punggung

2.5

Diagnosis Banding 1. Pitiriasis versicolor 2. Vitiligo

2.6

Pemeriksaan Penunjang 1. Lampu Wood Didapatkan lesi makula berwarna kuning keemasan di punggung.

Gambar 2.2 Pemeriksaan Lampu Wood

Gambar 2.3 Pemeriksaan Lampu Wood

Gambar 2.4 Pemeriksaan Lampu Wood

2. Pemeriksaan KOH Didapatkan hifa yang pendek-pendek dan spora yang berkelompok seperti bentukan spaghetti dan meatballs.

Gambar 2.5 Hasil Pemeriksaan KOH 2.7 Diagnosis Pitiriasis versicolor 2.8 Terapi 2.9 KIE Menggunakan losion sesuai instruksi (losion dioleskan di Selenium Sulfida 2,5% losion selama 7 hari

punggung, kemudian ditunggu selama 10-15 menit kemudian dibilas dengan air). 2.10 Segera mengganti pakaian sesampainya di rumah setelah bepergian. Menghindari penggunaan pakaian yang ketat

Prognosis Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad sanam Quo ad fuctionam Quo ad kosmetika

: : :

ad bonam ad bonam ad bonam

BAB III PEMBAHASAN

3.1

Diagnosis Pitiriasis Versikolor pada Pasien Diagnosis pitiriasis versikolor dapat ditegakkan melalui anamnesis (gejala

yang dirasakan pasien), pemeriksaan fisik, dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan penunjang.

3.1.1

Anamnesis Gejala Klinis Berdasarkan anamnesis, didapatkan pasien yang berumur 23 tahun

datang dengan bercak putih di punggung sejak 1 minggu yang lalu. Hal ini sesuai dengan kajian teori bahwa pitiriasis versikolor banyak menyerang individu dengan kisaran usia 15-24 tahun, dimana kelenjar sebasea lebih aktif (Burkhart CG, 2013). Begitu pula dengan jenis kelamin. Menurut penelitian-penelitian yang dihimpun Burkhart CG (2013), prevalensi pitiriasis versikolor tidak condong ke salah satu jenis kelamin. Durasi lesi pitiriasis versikolor, menurut Wolff K dan Johnson RA (2009), bisa memakan waktu bulanan hingga tahunan. Lesi bisa berlangsung sangat lama karena biasanya lesi tidak menimbulkan kekhwatiran yang bersifat darurat. Penderita pitiriasis versikolor umumnya datang karena kekhawatiran yang bersifat kosmetika atau gatal. Pada Tn. AF, pasien datang memeriksakan diri dalam hitungan minggu karena cepat mendapatkan lesi makula hipopigmentasi di punggungnya.

Pada pasien di laporan kasus ini, bercak putih ditemukan di punggung. Bercak putih pada awalnya berjumlah sedikit. Tapi dalam durasi satu minggu jumlahnya bertambah. Teori bahwa dominasi malassezia furfur sebagai salah satu jamur penyebab pitiriasis versikolor terbanyak menyerang area punggung, dapat dijelaskan dengan produksi sebum yang lebih tinggi di punggung dibandingkan di area lain. Malassezia furfur adalah organisme oportunistik dimana pada keadaan normal, akan bertempat tinggal di keratin kulit dan folikel rambut. Malassezia furfur bergantung oleh lipid, yang merupakan sumber nutrisi yang penting. Pada kondisi yang sesuai untuk konversinya, malassezia furfur

akan berubah dari saprophytic yeast menjadi bentuk morfologis miselial parasitik. Kondisi yang mendukung perubahan tersebut adalah peningkatan sebum. Selanjutnya aktivitas malassezia furfur sebagai organisme patologis akan menyebabkan munculnya lesi kulit hipopigmentasi, hiperpigmentasi atau eritematous yang disebut dengan pitiriasis versikolor. Bertambahnya jumlah lesi berhubungan dengan kondisi pada pasien yang memfasilitasi pertumbuhhan malassezia furfur. Selain di punggung, area lain yang menjadi area predileksi pitiriasis versikolor adalah daerah dada, abdomen, dan ektremitas proksimal (Goldstein BG & Goldstein AO, 2010; Janik MP & Heffernan MP, 2008; Wolff K & Johnson RA, 2009).

Tn. AFmengeluhkan bercak putih menjadi bersisik jika digores dengan jari. Fenomena ini disebut dengan coup dongle of Besnier(scratch sign). Menurut Keddie F (1963), fenomena yang khas terjadi pada pitiriasis versikolor ini dapat terjadi karena perubahan pada konsistensi lapisan tanduk epidermis, yang telah diinfiltrasi oleh malassezia furfur. Infiltrasi ini menyebabkan deskuamasi (pelepasan) lamela. Fenomena coup dongle of Besnier biasanya diperiksa jika skuama tidak nampak secara kasat mata. Hasil negatif palsu dapat terjadi jika pasien baru saja mandi atau lesi telah diobati, dimana hanya lesi hipopigmentasi yang didapatkan.

Tn. AF memiliki kebiasaan tidak segera mengganti pakaian setelah bepergian. Gaya hidup seperti ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perubahan malassezia furfur dari flora normal menjadi flora yang patogen (Janik MP & Heffernan MP, 2008). Tidak diketahui pasti karakteristik pada inang apa saja yang menyebabkan pitiriasis versikolor. Yang sejauh in diketahui adalah kondisi-kondisi yang memicu perubahan sifat malassezia furfur. Faktor-faktor yang memicu perubahan malassezia furfur antara lain adalah iklim tropis, kondisi hiperhidrosis, kulit yang berminyak, konsumsi kortikosteroid sistemik, imunodefisiensi, serta keadaan malnutrisi (Wolff K & Johnson RA, 2009; Janik MP & Heffernan MP, 2008; Goldstein BG & Goldstein AO, 2010). Pada kasus Tn. AF kebiasaan yang tidak segera mengganti pakaian akan menciptakan keadaan lembab serta ditambah dengan keadaan negara Indonesia yang beriklim tropis akan memicu pertumbuhan malassezia furfur dan konversinya

menjadi bentuk patogenik. Faktor-faktor ini juga memegang peranan pada rekurensi pitiriasis versikolor. Jika penderita tidak merubah gaya hidup sebelumnya yang mendukung pertumbuhan malassezia furfur, maka walaupun diobati pitiriasis versikolor akan tetap muncul.

3.1.2

Pemeriksaan Fisik Pitiriasis versikolor banyak terdapat di punggung, dada, abdomen, dan

ektremitas proksimal (Wolff K & Johnson RA, 2009; Janik MP & Heffernan MP, 2008). Penyakit ini ditandai dengan lesi makula hipopigmentasi, hiperpigmentasi, atau eritematous. Makula berbatas tegas, dengan bentuk bulat atau oval. Karakteristik skuama yang menutupi makula dapat terjadi dengan menggores ringan lesi makula, dan akan didapatkan skuama tipis dan putih yang diistilahkan dengan dust-like atau furfuraceous(Coup dongles of Besnier). Keluhan gatal biasanya ringan atau tidak ada. Lesi makula hipopigmentasi disebabkan asam dikarboksilat yang disebabkan oleh oksidasi enzimatik asam lemak pada lipid permukaan kulit menghambat tirosinase pada melanosit epidermal, sehingga menyebabkan hipopigmentasi. Enzim yang menyebabkan oksidasi tersebut terdapat pada malassezia furfur. Sedangkan lesi hiperpigmentasi diduga disebabkan oleh reaksi inflamasi (Wolff K & Johnson RA, 2009; Janik MP & Heffernan MP, 2008).

Dari hasil pemeriksaan status dermatologis pada Tn. AF didapatkan data sebagai berikut: Lokasi Distribusi Ruam : Punggung : Tersebar :

Makula hipopigmentasi, multipel,ukuran 2-4 mm, batas tegas, bentuk bulat dan oval, tertutup skuama putih dan tipis. Makula hiperpigmentasi, multipel, ukuran 3-5 mm, batas tegas, bentuk bulat dan oval. 3.1.3 Pemeriksaan Penunjang Lampu ultraviolet dapat digunakan untuk mendapatkan penampakan fluoresensi kuning keemasan yang merupakan ciri khas pitiriasis versikolor.

Walaupun terkadang pada beberapa kasus, lesi tidak menunjukkan fluoresensi ((Wolff K & Johnson RA, 2009; Janik MP & Heffernan MP, 2008; Burkhart CG, 2013).Dari pemeriksaan lampu wood pada Tn. AF, didapatkan lesi makula berwarna kuning keemasan di punggung.

Diagnosa dikonfirmasi dengan pemeriksaan hidroksida potasium (KOH), yang akan menunjukkan karakteristik hifa yang pendek-pendek yang muncul pada kondisi patologis. Temuan spora pada pemeriksaan KOH dengan

mycelium yang pendek diistilahkan sebagai spaghetti dan meatballs untuk temuan khas pitiriasis versikolor. Sampel diambil dari goresan skuama dan ditampung pada object glass kemudian diberikan KOH 10%. Alternatif lain adalah dengan menggunakan selotip pada skuama ((Wolff K & Johnson RA, 2009; Janik MP & Heffernan MP, 2008). Dari Tn. AF hasil pemeriksaan KOH menunjukkan hifa yang pendek-pendek dan spaghetti dan meatballs. 3.2 Diagnosa Banding Terdapat beberapa diagnosis banding untuk pitiriasis versikolor, salah satunya adalah pitiriasis alba. Pitiriasis alba adalah bentuk ringan dari dermatitis atopik. Prevalensinya adalah anak dan remaja usia 3-16 tahun. Walaupun juga dapat terjadi pada dewasa dengan distribusi lesi yang lebih luas. Etiologi dan patogenesisnya belum diketahui. Pajanan matahari yang berlebihan dan tanpa perlindungan serta higienitas (mandi yang sering dan mandi dengan air panas) berhubungan dengan perkembangan pitiriasis alba. Pitiriasis alba biasanya muncul sebagai patch berwarna merah muda dengan batas meninggi, yang akan hilang setelah beberapa minggu menjadi bercak pucat yang ditutupi dengan skuama putih. Lesi ini akan berkembang menjadi makula hipopigmentasi tak berskuama, dan keadaan ini bertahan selama bulanan atau tahunan. Daerah predileksi pitiriasis alba adalah wajah, leher, punggung atas, dan ekstremitas proksimal. Dari pemeriksaan penunjang, pada pemeriksaan lampu wood, didapatkan lesi hipopigmentasi pada pitiriasis alba (Janik MP & Heffernan MP, 2008; Goldstein BG & Goldstein AO, 2013). spora yang berkelompok seperti bentukan

Pasien didiagnosa banding dengan pitiriasis alba karena ruam dan area predileksi yang hampir sama dengan pitiriasis versikolor. Yaitu makula putih dan area di punggung. Namun berdasarkan anamnesa, Tn. AF menyangkal riwayat munculnya lesi setelah pajanan matahari atau jumlah mandi yang berlebihan. Selain itu riyawat atopi juga disangkal oleh pasien. Dari pemeriksaan klinik, didapatkan fenomena Coup dongle of Besnier yang tidak ditemukan pada pitiriasis alba. Dari pemeriksaan penunjang, pada pemeriksaan lampu wood pada pitiriasis versikolor didapatkan florosensi berwarna kuning keemasan, seperti yang didapatkan pada Tn. AF. Hasil pemeriksaan lampu Wood seperti ini tidak didapatkan pada pitiriasis alba. Serta dari pemeriksaan KOH didapatkan bentuk spora yang berkelompok dan hifa yang pendek-pendek, sesuai dengan teori yang didapatkan pada pitiriasis versikolor. 3.3 Penatalaksanaan Pitiriasis versikolor dapat diterapi secara sistemik dan topical. Tingginya angka kekambuhan merupakan suatu masalah, dimana mencapai 60% pada tahun pertama dan 80% pada tahun kedua. Oleh karena itu diperlukan terapi profilaksis untuk mencegah rekurensi. 1. Pengobatan Topikal Pengobatan harus dilakukan secara menyeluruh, tekun dan konsisten. Obat yang dapat digunakan adalah : Selenium sulfide 1,8% dalam bentuk shampoo 2-3 kali seminggu. Obat digosokkan pada lesi dan didiamkan selama 15-30 menit sebelum mandi. Turunan azole misalnya mikonazol, ketoconazol, isokonazol dalam bentuk topical, Sulfur presipitatum dalam bedak kocok 4-20% Larutan tiosulfas natrikus 25%, dioleskan sehari 2 kali sehabis mandi selama 2 minggu. 2. Pengobatan Sistemik Pengobatan sistemik diberikan pada kasus pitiriasis versikolor yang luas atau jika pemakain obat topical tidak berhasil. Obat yang dapat diberikan adalah : Ketoconazol 200 mg/hari selama 10 hari

Itrakonazol 200 mg/hari selama 5-7 hari, disarankan untuk kasus kambuhan atau tidak responsif dengan terapi lainnya.

Untuk pencegahan dapat disarankan pemakain 50% propilen glikol dalam air atau sistemik ketoconazole 400 mg/hari, sekali sebulan. Pada daerh endemic, untuk pencegahan penyakit dapat disarankan pemakaian ketoconazole 200 mg/hari selama 3 hari setiap bulan atau pemakain shampoo selenium sulfide sekali seminggu.

BAB IV KESIMPULAN

Telah dilaporkan sebuah kasus pitiriasis versikolor pada seorang pria usia 23 tahun. Dari anamnesis yang menunjang adalah bercak putih di punggung sejak 1 minggu yang lalu. Bercak putih lama-kelamaan bertambah jumlahnya. Bercak putih menjadi bersisik jika digores dengan jari dan bercak tidak gatal. Pasien memiiliki kebiasaan tidak segera mengganti baju di rumah setelah bepergian. Dari pemeriksaan fisik, ditemukan lesi makula hipopigmentasi, multipel, ukuran 2-4 mm, berbatas tegas, bentuk bulat dan oval, tertutup skuama tipis dan putih. Ditemukan juga lesi makula hiperpigmentasi, multipel, ukuran 3-5 mm, batas tegas, bentuk bulat dan oval. Didapatkan fenomena coup dongle of Besnier. Dari pemeriksaan penunjang, pada pemeriksaan lampu wood, didapatkan lesi makula berwarna kuning keemasan. Dan dari hifa yang pendek-pendek dan spora yang

pemeriksaan KOH didapatkan

berkelompok seperti bentukan spaghetti dan meatballs. Diberikan terapi losion selenium sulfida 2,5% selama 7 hari, dioleskan di punggung, kemudian ditunggu selama 10-15 menit kemudian dibilas dengan air. Prognosis untuk pasien ini adalah quo ad vitam ad bonam, quo ad sanam ad bonam, quo ad functionam ad bonam, dan quo ad kosmetika ad bonam.

Daftar Pustaka

Arenas R. Pityriasis Versicolor. In: Arenas R, Estrada R,eds. Tropical Dermatology. USA. George Town, Texas: Landes Bioscience. 2001. pg. 12-6. Budimulja U. Pitiriasis Versikolor. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi V. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2007. hal. 100-1. Burkhart CG. 2013 (updated). Tinea Versicolor. Edited by Schwarzenberger K, Wells MJ, Chan EF, Quirk CM, Elston DM.(Online). (http://emedicine.medscape.com/article/1091575-overview#showall, diakses 1 Februari 2014, pukul 11.00 WIB). Daili ESS, Menaldi SL, Wisnu IM. Penyakit kulit yang umum di Indonesia. Medical Multimedia Indonesia. Jakarta. 2005:33-4. Goldstein BG & Goldstein AO. 2013 (updated). Tinea Versicolor. Edited by Dellavalle RP, Levy ML, dan Ofori AO. (Online). Habif TP. Tinea Versicolor. In: Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy. 4th Edition. USA. Mosby. 2004. pg. 451-54. Janik MP, Heffernan MP. Yeast infection : Candidiasis and Tinea (pityriasis) Versicolor. In : Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, eds. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7th Edition. New York : McGraw-Hill. 2008; pg.1828-30. Keddie F. 1963. Clinical Signs in Tinea Versicolor. Arch Dermatol 1963;87(5):641-642. Partogi D. Pityriasis Versicolor dan Diagnosis Bandingnya (Ruam-ruam Bercak Putih Pada Kulit). USU e-Repository. 2008; 2-4. (Online).(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3417/1/08E00851.pdf, diakses 1 Februari 2014, pukul 16.00 WIB). Wolff K & Johnson RA. 2009. Section 25 - Fungal Infections of The Skin and Hair; Fitzpatrick's Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology, 6th Ed., McGraw Hill Professional, USA.

Anda mungkin juga menyukai