Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN HASIL SGD KASUS V Asuhan Keperawatan pada Tn.

K dengan Chronic Renal Failure (Gagal Ginjal Kronik)


Disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sistem urinary

Disusun oleh: Yolanda Simatupang Tarina Eka Putri Galis Tresnariyas Euis Purnama Febri Nick Daniel S Fiola Darmawan Ria Inriana Mita Puspitasari Bayu Jaya Adiguna Afina Sri Anisa Asep Mustofa 220110090109 220110090112 220110090113 220110090114 220110090116 220110090117 220110090118 220110090119 220110090126 220110090127 220110097001

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2012

Laporan Kasus V Chronic Renal Failure (Gagal Ginjal Kronik) I. ANALISA KASUS KASUS V Tn. K usia 45 tahun dating ke unit hemodialisis (HD) untuk melakukan HD rutinnya yang biasa dia lakukan 2x seminggu. Saat datang klien tampak pucat, edema anasarka, dan mengeluh lemas. Saat dikaji oleh perawat, klien mengeluh cepat cape dan napasnya terasa sesak saat aktivitas dan diikuti dengan tremor, gatal-gatal di seluruh tubuhnya, dan kadang-kadang suka keluar darah dari hidungnya, kulit tampak kering dan banyak yang mengelupas, rambut kusam dan kemerahan. Dari hasil pemeriksaan didapatkan : BB = 56kg; TB = 152cm; BP =170/100mmHg; HR = 96x/menit; RR = 24x/menit. Hasil laboratorium : Hb = 8gr%; ureum = 312 mg%; kreatinin = 3,1 mg%. Dari riwayat sebelumnya, Tn. K bekerja di ruangan ber-AC dan minumnya < 4 gelas/hari, mempunyai riwayat hipertensi selama 15 tahun yang lalu dan tidak terkontrol. Dia telah melakukan HD sejak 2 tahun yang lalu. Saat akan dilakukan HD, Tn. K mengatakan kepada dokter dan perawat bahwa ini adalah HD terakhir yang akan dia lakukan karena merasa benci dengan proses HD dan tidak ingin hidupseperti itu terus menerus. Dia juga mengatakan bahwa dia mengerti bahwa hidupnya tergantung pada dialysis. Dia berencana ke China untuk mencari alternative penanganan penyakitnya. Terapi : direncanakan transfuse PRC 2 labu; diet rendah garam, rendah protein, dan diet rendah kolesterol; Hemapo 50IU/Kg IV. STEP I 1. Hemapo ? (Mita) LO 2. Transfusi PRC ? (Fiola) Jawab : PRC = Plasma Red Cell, maka Tranfusi PRC adalah Transfusi plasma sel darah merah. (all) 3. Hemodialisis ? (Afina) Jawab : Cuci darah. (galis) dilakukan jika sudah terjadi gagal ginjal, ginjal tidak berfungsi lagi. (euis) STEP II 1. Kenapa klien mengeluh cepat cape dan napasnya terasa sesak ? (Fiola) 2. Kenapa klien anasarka, tremor, dan gatal-gatal ? (Bayu)

3. Indikasi Hemodialisis (HD) ? (Mita) 4. Bagaimana hubungan hipertensi dengan penyakit klien ? (Febri) 5. Apa diagnose Medisnya ? (Afina) 6. Apa hubungan pekerjaan klien di ruangan yang ber-AC dan kurang minum dengan penyakit yang dialaminya sekarang ? (Tarina) 7. Apakah klien mengalami dehidrasi dan kurang gizi ? (Galis) 8. Bagaimana proses HD dilakukan ? (Bayu) 9. Bagaimana peran perawat sebelum dilakukannya HD ? (euis) 10. Bagaimana peran perawat dalam menghadapi kejenuhan klien yang melakukan HD ? (Febri) 11. Apa fungsi hemapo ? (Fiola) 12. Indikasi transfuse PRC ? (Mita) 13. Kenapa kadang klien keluar darah dari hidungnya ? (Tarina) 14. Apa yang terjadi jika terapi HD dihentikan ? (Afina) 15. Terapi yang diindikasikan untuk klien dilakukan setelah HD atau sebelum HD ? (Galis) 16. Apa masalah keperawatan yang prioritas bagi klien ini ? (Fiola) 17. Apa etiologi, manifestasi klinis, prognosis, epidemiologi, penatalaksanaan, dan pemeriksaan diagnostic penyakit ini ? (all) 18. Apa komplikasi, klasifikasi, patofisiologi, dan asuhan keperawatan penyakit ini ? (all) 19. Bagian ginjal mana yang rusak pada penyakit ini ? (Yolanda) 20. Apa pengobatan alternative untuk penyakit ini ? (afina) 21. Apa efek samping dilakukannya HD ? (Tarina) 22. Apa efek samping dilakukannya transfuse PRC ? (Afina) 23. Bagaimana cara penghitungan kebutuhan transfuse PRC ? (ibu)\ STEP III 1. Karena klien belum melakukan HD (Afina) Cepat cape : Anasarka ascites menekan diafragma RR metabolisme anaerob ATP energy Cepat cape. Sesak : Anasarka ascites menekan diafragma ekspansi paru Sesak. (Bayu) 2. Anasarka : shift cairan ke interstisial edema. Tremor : -

Gatal-gatal : fungsi hati billirubin Gatal-gatal. (Mita) 3. Jika terjadi kerusakan ginjal mencapai 90% (afina) ; kerusakan 90% berarti sudah mengenai kedua ginjal. (Galis) 4. TD tekanan darah ke glomerulus filtrasi glomerulus kerja ginjal Gagal ginjal. (Bayu) TD (mekanisme rennin angiotensin) vasokontriksi pembuluh darah kerja ginjal Gagal ginjal. (Afina) 5. Chronic Renal Failure (CRF) / Gagal Ginjal Kronis (GGK). Dibuktikan dengan terpai yang dijalani klien yaitu HD dan hasil pemeriksaan laboratorium (ureum dan kreatinin ) menunjukan adanya fungsi ginjal. (Bayu) 6. Bekerja di ruangan ber-AC dan << minum dehidrasi plasma TD. (Galis) 7. Iya, dehidrasi karena klien hanya minum 4 gelas dalam 1 hari. (Euis) sedangkan klien kurang gizi karena klien tampak lemas. (Bayu) 8. Selang ginjal labu. (Euis) bisa juga melalui IV, seperti infuse. (Bayu). HD dilakukan untuk melakukan fungsi ginjal dengan tepat (filtrasi, reabsorbsi, dsb) dan membantu menyaring hasil metabolism akhir. (Mita) 9. Informed consent : menjelaskan tujuan dilakukan HD dan efek samping bila HD tidak dilakukan; control pasien dan alat saat HD mulai dilakukan. (all) 10. Kaji terlebih dulu factor penyebab kejenuhannya. (all) 11. LO 12. Untuk meningkatkan kadar hemoglobin. (Mita) 13. Riwayat hipertensi tekanan tinggi merobek pembuluh darah di hidung. (fiola) bisa juga karena sensitivitas terhadap suhu yang ekstrem (terlalu panas / terlalu dingin) merobek pembuluh darah di hidung. (Euis) 14. Jika diberhentikan bisa menyebabkan kematian karena ginjalnnya sudah sangat rusak. (Mita) 15. LO 16. Ketidak seimbangan cairan elektrolit, pola napas tidak efektif, intoleran aktivitas, nutrisi kurang dari kebutuhan, ansietas. (all) 17. Etiologi : hipertensi dan degenerative. (Bayu) Faktor resiko : pola hidup. (all) Manifestasi klinis : pucat, BB, anemia. (all)

Prognosis : terapi yang diberikan pada klien hanya untuk mengatasi manifestasi klinis yang muncul, tidak dapat menyembuhkan klien seperti semula. (Ria) Epidemiologi : banyak terjadi pada usis . 40 tahun. (Afina) Penatalaksanaan : transplantasi ginjal. (Bayu) Pemeriksaan diagnostik : urinalysis dan USG. (Bayu) ; pemeriksaan darah lengkap. (Fiola) 18. LO 19. LO 20. LO 21. Jika HD dilakukan sesuai dengan kebutuhan klien maka tidak akan muncul efek samping. (Fiola) ; kulit kering. (Afina) 22. LO 23. LO STEP IV (Mind Map)
<< cairan CO aliran darah ke ginjal Vasokontriksi pemb darah Darah sulit masuk perfusi ginjal Indikasi HD Kerusakan ginjal Pucat Ginjal tidak bisa memfiltrasi zat sisa metabolism Penumpukan zat sisa metabolism di tubuh Hb Lemas

edema ascites Metabolisme anaerob Cepat cape

Retensi Na Menekan diafragma RR Napas sesak

Ureum kreatinin Renin angiotensin TD

Tekanan tinggi di kapiler pembuluh darah merobek pembuluh darah di hidung Mimisan

Penumpukan kalsium di cutaneous Kulit kering&gatal, banyak mengelupas, rambut kemerahan

STEP V (Learning Objective)


Hemapo. Mengapa terjadi tremor pada klien. Terapi yang diindikasikan untuk klien dilakukan setelah HD atau sebelum HD. Komplikasi, klasifikasi, patofisiologi, dan asuhan keperawatan penyakit. Bagian ginjal mana yang rusak pada penyakit ini. Apa pengobatan alternatif untuk penyakit ini. Transfusi PRC.

II.

PEMBAHASAN KASUS STEP VII (Reporting) A. Definisi Gagal Ginjal Kronik Gagal Ginjal Kronik (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) ( KMB, Vol 2 hal 1448). Menurut Buku Ilmu Penyakit Dalam, Gagal Ginjal Kronik adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif, dan cukup lanjut. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50 mL/menit. B. Etiologi Penyebab gagal ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperluan klinis dapat dibagi dalam 2 kelompok : 1. Penyakit parenkim ginjal Penyakit ginjal primer : Glomerulonefritis, Mielonefritis, Ginjal polikistik, Tbc ginjal. Penyakit ginjal sekunder : Nefritis lupus, Nefropati, Amilordosis ginjal, Poliarteritis nodasa, Sclerosis sistemik progresif, Gout, Dm. 2. Penyakit ginjal obstruktif Pembesaran prostat,Batu saluran kemih, Refluks ureter.

Secara garis besar penyebab gagal ginjal dapat dikategorikan: Infeksi yang berulang dan nefron yang memburuk. Obstruksi saluran kemih. Destruksi pembuluh darah akibat diabetes dan hipertensi yang lama. Scar pada jaringan dan trauma langsung pada ginjal.

C. Manifestasi klinis Gangguan pernafasan Udema Hipertensi Anoreksia, nausea, vomitus Ulserasi lambung Stomatitis Proteinuria Hematuria Letargi, apatis, penuruna konsentrasi Anemia Perdarahan Turgor kulit jelek, gatak gatal pada kulit Distrofi renal Hiperkalemia Asidosis metabolic

DIAGNOSIS GGK Bila GGK telah bergejala, umumnya diagnosis tidak sukar ditegakkan. Gejala dan tanda GGK akan dibicarakan sesuai dengan gangguan sistem yang timbul. 1. Gangguan Sistem Gastrointestinal a. Anoreksia, nausea dan vomitus, yang berhubungan dengan gangguan metabolisme protein di dalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolisme bakteri usus seperti amonia dan metil guanidin, serta sembab mukosa usus. b. Foetor uremik, disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur

diubah oleh bakteri di mulut menjadi amonia. Akibat yang lain adalah timbulnya stomatitis dan parotitis. c. Cegukan (hiccup) sebabnya yang past belum diketahui.

d. Gastritis erosif, ulkus peptik, dan kolitis uremik. 2. Kulit a. Kulit pucat, akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan urokrom. Gatal-gatal dengan ekskoriasis akibat toksin uremik, dan pengendapan kalsium di pori-pori kulit. b. Ekimosis akibat gangguan hematologis c. Urea Frost :akibat kristalisasi ure yang ada pada keringat (jarang dijumpai) d. Bekas garukan karena gatal. 3. Sistem Hematologi a. Anemia akibat : Berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga rangsangan eritropoesis pada sumsum tulang menurun. Hemolisis, akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik. Defisiensi besi, asam folat, dan lain-lain, akibat nafsu makan yang berkurang. Perdarahan, paling sering pada saluran cerna dan kulit. Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder.

b. Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia Mengakibatkan perdarahan akibat agregasi dan adhesi trombosit yang berkurang serta menurunnya faktor trombosit III dan ADP (adenosin difosfat). c. Gangguan fungsi leukosit Fagositosis dan kemotaksis berkurang, fungsi limfosit menurun sehingga imunitas juga menurun. 4. Sistem Saraf dan Otot a. Restless leg syndrome Pasien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan. b. Burning feet syndrome Rasa semutan dan seperti terbakar, terutama di telapak kaki. c. Ensefalopati metabolik Lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi, tremor, asteriksis, mioklonus, kejang.

d. Miopati Kelemahan dan hipotrofi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas proksimal. 5. Sistem Kardiovaskular a. Hipertensi, akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron. b. Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikorditis, efusi perikardial, penyakit jantung korener akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hpertensi. c. Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit dan kalsifikasi metastatik. d. Edema akibat penimbunan cairan. 6. Sistem Endokrin a. Gangguan seksual : libido, fertilitas, dan ereksi menurun pada laki-laki akibat produksi testosteron dan spermatogenesis yang menurun. Sebab lain juga dihubungkan dengan metabolik tertentu (seng, hormon paratiroid). Pada wanita timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampai amenorea. b. Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Pada gagal ginjal tahap lanjut (klirens kreatinin < 15 ml/menit), terjadi penurunan klirens metabolik insulin yang menyebabkan waktu paruh hormon memanjang. Keadaan ini dapat menyebabkan kebutuhan obat penurun glukosa darah akan berkurang. c. Gangguan metabolisme lemak. d. Gangguan metabolisme vitamin D. 7. Gangguan sistem lain a. Tulang : osteodistrofi renal, yaitu osteomalasia, osteoitis fibrosa, osteosklerosis, dan kalsifikasi metastatik. b. Asidosis metabolik akibat penimbunan asam organik sebagai hasil metabolisme. c. Elektrolit : hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipokalsemia.

D. Klasifikasi Berdasarkan test kreatinin klirens, gagal ginjal kronik dapat di klasifikasikan menjadi 4 stadium, yaitu sebagai berikut: a. Stadium I Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 50 % 75 %). Tahap inilah yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita belum merasasakan gejala gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimtomatik. b. Stadium II Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % 50 %). Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pada tahap ini lebih dari 50 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal. c. Stadium III Uremi gagal ginjal (faal ginjal sekitar 10-20%). Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan dimana tidak dapat melakukan tugas sehari hari sebagaimana mestinya.. Pada Stadium ini, sekitar 90 % dari massa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10-20 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau kurang. d. Stadium IV Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD), yang terjadi apabila GFR menurun menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus. Menurunnya faal ginjal pada CRF umumnya progresif, berlangsung beberapa bulan sampai beberapa tahun dan melewati tahapan-tahapan sebagai berikut : 1. Tahap decrease renal reserve Pada tahap ini ginjal berfungsi antara 40-75 % dari fungsi ginjal normal. Kadar ureum dan kreatinin masih dalam batas normal dan belum menunjukkan

adanya gejala akumulasi sisa metabolisme. Sekitar 50-60% jaringan ginjal mengalami kerusakan. 2. Tahap renal insufisiensi Ginjal masih berfungsi 20-40%. Telah terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus, gangguan ekskresi dan non ekskresi sehingga kadar ureum dan kreatinin plasma meningkat. Terjadi gangguan dalam buang air kecil dan anemia. 3. Tahap end stage renal disease (ESRD) Fungsi ginjal menurun sampai kurang dari 15%. Pengaturab hormone dan pengeluaran sisa metabolisme mengalami gangguan berat, terjadi gangguan homeostasis sehingga kadar ureum dan kreatinin meningkat, gangguan keseimbangan cairan dan elekstrlit, perubahan Ph dan gejala lainnya. Pada tahap ini sudah memerlukan tindakan dialysis. Tahap cronic kidney disease (CKD) menurut kidney.org/professionals (2007) dan Kidney.org.uk (2007) adalah : a. Tahap I : kerusakan ginjal dengan GFR normal arau meningkat, GFR > 90ml/menit/1,73 m. b. Tahap II : penurunan GFR ringan, GFR 60-89 ml/menit/1,73 m. c. Tahap III : penurunan GFR sedang yaitu 30-59 ml/menit/1,73 m. d. Tahap IV : penurunan GFR berat yaitu 15-29 ml/menit/1,73 m. e. Tahap V : gagal ginjal dengan GFR < 15 ml/menit/1,73 m. Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate)/CCT (Clearance Creatinin Test) dapat digunakan dengan rumus : Clearance creatinin (ml/menit) =
(

))

Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85. E. Pemeriksaan Diagnostik EKG : melihat kemungkinan adanya hipertrofi

ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemia dan hipokalsemia).

Ultrasonografi

(USG)

renogram : menilai besar dan bentuk ginjal, tebal orteks ginjal, kepadatan parenkim gnjal, anatomi sistem pelviokalises,

ureter proksimal, kandung kemih, Untuk serta melihat prostat. adanya

obstruksi akibat batu atau massa tumor. Foto polos abdomen : menilai bentuk dan besar ginjal. Dan apakah terdapat batu atau obstruksi lain. Foto polos disertai tomogram memberi keterangan yang lebih baik. Dilarang berpuasa. Biopsy ginjal : pada klien dengan gagal ginjal tahap awal, yang masih bisa diiobati. Pemeriksaan foto dada : dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali, dan efusi pericardial. Tak jarang di temukan juga infeksi spesifik oleh karena imunitas tubuh yang menurun Pemeriksaan radiografi tulang : melihat adanya osteodistrofi Pielografi intravena: menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter Pielografi retrograde: dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi

ekstravaskuler, massa. KUB foto: menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung kemih dan adanya obstruksi. Foto kaki, tengkorak, kolumna spinal, dan tangan: dapat menunjukkan demineralisasi, kalsifikasi. F. Penatalaksanaan a. Konservatif 1. Deteksi dan obat penyakit gagal ginjal (control DM, terapi hipertensi) 2. Pembatasan protein

Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN, tetapi juga mengurangi asupan kalium dan fosfat, serta mengurangi produksi ion hydrogen yang berasal dari protein . Pembatasan protein telah terbukti menormalkan kembali kelainan ini dan memperlambat terjadinya gagal ginjal (Zeller dan Jacobus, 1989). Jumlah kebutuhan protein biasanya dilonggarkan sampai 60 -80 gr/hari. Diet teratur rendah protein dengan asam amino esensial untuk meminimalkan keracunan uremia dan cegah limbah serta malnutrisi 3. Diet rendah kalium Diet yang dianjurkan : 40 -80 mEq/hari 4. Diet rendah natrium Diet Na yang dianjurkan : 40 90 mEq/hari (1 2 gr Na) 5. Pengobatan keadaan yang berhubungan dengan peningkatan dinamika ginjal. o Anemia : rekombinan dan human eritropoetin o Eigen : pengganti hormone ginjal o Asidosis : ganti bikarbonat dengan infuse sodium bikarbonat/oral o Hiperkalemia : diet ketat potassium-kation pengganti rennin o Retensi fosfat: kurangi diet fosfat (bayam, susu, dan karbonat dalam saluran pencernaan) b. Dialysis Definisi

1. Dialysis adalah pertukaran beberapa fungsi eksresi ginjal tetapi tidak mengganti fungsi endokrin dan metabolic ginjal. (Nursalam & Fransisca, B.B. 2006) 2. Dialisis merupakan suatu proses yag digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut. (Brunner and Sudarth. 2006) Tujuan

1. Membantu kehidupan dan kenyamanan pasien. (Nursalam & Fransisca, B.B. 2006) 2. Mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal pulih kembali. (Brunner and Sudarth. 2006) Metode Dialisis meliputi ;

1. Dialisis Peritoneal a. Dialisis peritoneum intermiten (pada gagal ginjal akut atau kronis) b. Dialisis peritoneum ambulatory kontinu c. Dialisis peritoneum siklus kontinu 2. Hemodialisis 3. Terapi pengganti renal kontinu (Nursalam & Fransisca, B.B. 2006) Atau,
1. Dialisis Akut, diperlukan bila terdapat kadar kalium yang tinggi atau yang

meningkat, kelebihan muatan cairan atau edema pulmoner yang mengancam, asidosis yang meningkat, perikarditis dan konfusi yang berat.
2. Dialysis kronis atau pemeliharaan , dibutuhkan pada gagal ginjal kronis

(penyakit ginjal stadium terminal) dalam keadaan berikut ; terjadinya tanda-tanda dan gejala uremia yang mengenai seluruh system tubuh ( mual serta muntah, anoreksia berat, peningkatan letargi, konfusi mental), kadar kalium serum yang meningkat, muatan cairan berlebih yang tidak responsive terhadap terapi diuetik serta pembatasan cairan, dan penurunan status kesehatan umum. (Brunner and Sudarth. 2006) Dialysis Peritoneal Tindakan dialisis peritoneal perlu di kuasai karena : Dapat dikerjakan oleh setiap rumah sakit asal ada cairan dialisat. Biaya lebih murah dibanding dengan hemodialisa. Tidak memerlukan peralatan khusus yg rumit spt hemodialisa. Tidak memerlukan tenaga medis maupun paramedis yang ahli seperti pada hemodialisa. Tidak memerlukan unit ginjal. Dialisis peritoneal makin sering dilakukakan di klinik nefrologi karena tersedianya cairan dialisat dan PD set. Pada saat ini dialisis peritoneal sdh dikembangkan utk dilakukan secara berkala pd pasien-pasien gagal ginjal kronis sudah dikembangkan program Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD).

PRINSIP DIALISIS PERITONEAL Peritoneum semipermiabel membrana merupakan yg selaput

potensial sebagai permukaan

basalis.Luas

peritoneum tidak diketahui, diduga lebih luas dari kapiler glomeruli. Selama terapi dialisis berfungsi peritoneal, sebagai selaput peritoneum membran

semipermeabel yang memisahkan cairan dialisat dalam rongga peritoneum dengan cairan interstisial. Bahan-bahan yg mempunyai berat molekul kecil dari pori-pori selaput peritoneum dpt bergeser kedalam ruangan cairan yang mempunyai

concentration gradient lebih rendah. Molekul2 yg lebih besar seperti eritrosit, lekosit, protein, tidak dapat melewati pori-pori selaput peritoneum. Sebaliknya urea , kreatinin , kalium , asam urat , fosfat , dan metabolit lainnya sebagai sisa metabolisme protein dpt melewati selaput peritoneum. Mekalnisme penjernihan atau clearance berdasakan proses difusi dan osmosis. Derajat penjernihan suatu zat tergantung dari bebarapa faktor: Volume dialisat; Lamanya cairan dalam rongga peritoneum; Besar molekul suatu zat; Derajat ikatan plasma protein; Suhu cairan dialisat; dan Sifat larutan dialisat( standart atau hipertonis). Volume cairan dialisat yang dimasukkan kedalam rongga Peritoneum maksimal 2 liter. Makin sering penggantian cairan dialisat kedalam rongga Peritoneum makin tinggi derajat penjernihan. PERLENGKAPAN DIALISIS PERITONEAL Perlengkapan untuk terapi dialisis peritoneal cukup sederhana: Peritoneal perfusion set; Larutan dialisat ; dan Perlengkapan untuk operasi kecil.

INDIKASI DIALISIS PERITONEAL

1. Indikasi Umum : Gagal ginjal akut; Gagal ginjal terminal;dan Intoksikasi (barbiturat, alkohol, antidepresan, logam berat). 2. Indikasi Khusus Indikasi mutlak pada pasien dgn gagal ginjal akut dan terminal bila : Keadaan umum buruk, mual, mutah, paru uremia, koma; Hiperkalemia dengan K serum > 7 mEq/L; Asidosis dengan HCO3 < 10 mEq/L atau pH < 7,15; Ureum darah > 200 mg% atau kenaikan > 100 mg%/hr; dan Gangguan keseimbangan air dan elektrolit.

KONTRA INDIKASI Kontra indikasi mutlak tidak ada. Kontra indikasi relatif : peritonitis lokal, kolostomi, fistula, kerusakan jaringan eritoneum pasca operasi. KEUNTUNGAN DIALISIS PERITONEAL Mudah dak tidak memerlukan personil khusus. Kelebihan cairan dapat dikendalikan dengan mudah. Pasien tidak perlu dikirim ke unit ginjal. Tidak memerlukan pembatasan yang ketat untuk cairan. Lebih murah biayanya.

KERUGIAN DIALISIS PERITONEAL Kurang efektif karena peritoneal clearence rendah. Waktu lebih lama (12-18 jam) sedang untuk hemodialisa 6 jam. Pasien kurang istirahat. Kehilangan protein antara 20-40 gram/hr. Peritonitis masih merupakan penyulit.

Kapan tindakan dialisis peritoneal dihentikan ?? Bila : Keadaan umum lebih baik , toksin uremia telah hilang; Perbaikan faal ginjal, penurunan kreatinin serum; Diuresis lancar, lebih 1000 ml/hr; dan Penyulit peritonitis sulit diatasi dgn antibiotik sistemik/lokal.

PENYULIT-PENYULIT DAN TINDAKANNYA 1. Penyulit teknik :

Perforasi organ : dapat dihindari dengan membuat asites buatan sebelum pemasangan kateter peritoneal. Kebocoran larutan dialisat .

2. Sakit lokal: dapat diatasi dengan analgetik lokal atau prokain. 3. Infeksi (peritonitis) : diberikan antibiotik kombinasi. 4. Penyulit paru : berhubungan dengan kompresi diagfragma. 5. Hiperglikemia. 6. Sindrom disequilibrium (sakit kepala hebat, mual,mutah, konfusio, kejang, koma). 7. Keseimbangan cairan dan elektolit. Hemodialisa DEFINISI HEMODIALISIS 1. Hemodialisis adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu singkat. (Nursalam & Fransisca, B.B. 2006) 2. Hemodialisis didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membrane semipermeabel (alat dialisis) ke dalam dialisat. (C. Craig Tisher & Christopher S. Wilcox. 1997) 3. Hemodialisis biasanya dilakukan 3 kali dalam seminggu selama paling sedikit 3 atu 4 jam per kali terapi Hemodialisis (HD) diterapkan sebagai terapi pengganti ginjal pada pasien GGA dan GGT sejak tahun 1960.HD pada saat ini sudah menjadi terapi baku untuk GGA, GGT dan keracunan atau intoksikasi. Program hemodialisis reguler dilakukan 2-3 kali seminggu. Selama program HD masih diperlukan intervensi untuk mengatasi berbagai masalah klinis. PRINSIP DASAR HEMODIALISIS Merupakan mengeluarkan terapi pengganti faal ginjal dengan tujuan untuk sisa sisa

metabolisme

protein dan koreksi gangguan

keseimbangan cairan dan elektrolit antara kompartemen darah pasien dengan kompartemen larutan dialisat. Melalui selaput semipermeabel yang bertindak sebagai ginjal buatan. Adapula prinsip kerja hemodialisis yang melalui tiga tahapan, yaitu:

1. Difusi

merupakan proses

awal

hemodialisis

dengan fungsi

mengeluarkan toksisn dan zat-zat limbah di dalam darah. Perjalanannya bergerak dari konsentrasi tinggi ke rendah 2. Osmosis : pengeluaran air yang berlebihan dari tekanan yang tinggi

menuju tekanan rendah 3. Ultrafiltrasi : penambahan tekanan negatif INDIKASI TERAPI HD Indikasi mutlak : Perikarditis. Paru uremia. Ensefalopati. Overhidrasi. Hiperkalemia berat. Kelebihan cairan yang tidak responsive degan diuretic (edema pulmonum). Hipertensi berat yang refrakter dengan antihipertensi. Ureum > 120 mg% dan Kreatinin > 10 mg%.

Indikasi relatif : LFG antara 5-8 ml /mnt. Keluhan saluran cerna. Azotemia simtomatis berupa ensefalopati. Toksin yang dapat didialisis (keracunan obat)

KRITERIA KLINIS HD adekuat : Keadaan umum baik dan status nutrisi cukup baik . Normotensi. Tanpa keluhan anemia. Keseimbangan cairan, elektrolit dan asam-basa Metabolisme fosfr dan kalsium normal. Kualitas hidup cukup baik .

KERUGIAN HEMODIALISA Memerlukan unit ginjal beserta personil yg terlatih. Arterio-venous shunt harus dipersiapkan sebelum HD kronis. Ginjal buatan kurang efektif untuk mengeluarkan kelebihan cairan. Eleminasi toksin uremia terlalu cepat dapat menyebabkan sindroma disequilibrium.

Penyulit kardiovaskuler sering terjadi. Biaya sangat mahal, karena ginjal buatan hanya 1 kali pakai.

PERAN PERAWAT Peran perawat dalam perawatan hemodialisis adalah memantau proses hemodialisis sampai selesai, memberikan dukungan kepada klien dari

ketakutan, kecemasan, atau pesimistis di setiap tindakan keperawatan, dan memberikan pendidikan terkait semua informasi yang dibutuhkan klien dan keluarga. PROSEDUR KERJA Proses Dialisa Dalam suatu proses hemodialisis, darah penderita dipompa oleh mesin kedalam kompartemen darah pada dialyzer. Dialyzer mengandung ribuan serat (fiber) sintetis yang berlubang kecil ditengahnya. Darah mengalir di dalam lubang serat sementara cairan dialisis (dialisat) mengalir diluar serat, sedangkan dinding serat bertindak sebagai membran semipermeabel tempat terjadinya proses ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi terjadi dengan cara meningkatkan tekanan hidrostatik melintasi membran dialyzer dengan cara menerapkan tekanan negatif kedalam kompartemen dialisat yang menyebabkan air dan zatzat terlarut berpindah dari darah kedalam cairan dialisat. Selanjutnya, dialisat yang telah tercampur dengan sampah hasil penyaringan akan dipompa keluar, kemudian diganti dengan larutan dialisat yang baru. Untuk keperluan penyaluran keluar masuknya darah antara tubuh dan

mesin HD maka dibuat suatu hubungan langsung antara arteri dengan pembuluh darah balik (vena) di pergelangan tangan, melalui tindakan operasi bedah. Hubungan ini disebut A-V fistula atau AVshunt atau sering disebut sebagai Cimino-shunt, ditemukan oleh dokter Cimino dan Brescia pada tahun 1966. AV-fistula memungkinkan pembuluh darah vena untuk tumbuh lebih tebal sehingga memungkinkan insersi jarum yang berulangulang yang diperlukan pada waktu cuci darah. Ada lima cara memeroleh akses ke sirkulasi darah pasien : 1. Fistula arteriovena Akses yang biasanya dipilih untuk hemodialisi adalah AVF, dimana arteri disambungkan langsung dengan vena. Pembuluh vena memerlukan waktu dua sampai 4 bulan untuk membesar dan matur sebelum digunakan untuk dialisis. Setelah matur, dua jarum ditempatkan di dalam vena untuk dialisis. Satu jarum digunakan untuk mengalirkan darah ke mesin dialisis. Satu jarum digunakan untuk mengembalikan darah yang sudah bersih. 2. Graft arteriovena Graft arteriovena dilakukan pada pasien yang memiliki ukuran vena kecil atau pada pasien yang gagal dengan AVF. Gratf ini dibuat dari bahan artifisial dan jarum dialisis dimasukkan secara langsung ke dalam graft. 3. Shunt (pirai) arteriovena eksternal

4. Kateterisasi vena subklavia dan Kateterisasi vena femoralis (Central venous catheter Kateter dapat dipasang secara sementara maupun permanen. Dimana kateter ini ditempatkan di daerah leher atau pada daerah paha ke dalam pembuluh darah besar. Namun kateter ini memungkinkan terjadinya infeksi dan dapat menyebabkan pembekuan darah serta penyempitan pembuluh darah. I. Pra Hemodialisa A. Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum menyiapkan mesin HD : Mesin diperiksa harus dalam keadaan siap pakai. Hubungkan mesin dengan aliran listrik. Hubungkan mesin dengan saluran air. Drain line ditempatkan di saluran pembuangan tidak dalam keadaan tersumbat. Jerigen tempat cairan dialisat terisi sesuai jumlah yang dibutuhkan untuk satu kali dialisa. B. Menyiapkan dialisat Dialisat adalah cairan yang digunakan pada proses HD, terdiri dari campuran air dan elektrolit yang mempunyai konsentrasi hampir sama dengan serum normal dan mempunyai tekanan osmotic yang sama dengan darah. Fungsi Dialisat : Mengeluarkan dan menampung cairan serta sisa-sisa metabolisme dari tubuh. Mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialisa

Jenis Dialisat : Dialisat konsentrat Berisi larutan pekat, sebelum dipakai harus dicampur kontinyu dalam perbandingan

tertentu oleh mesin. Mudah pemakaiannya. Kesalahan pengenceran sangat kecil. Sulit transport dan penyimpanan. Bentuk kering atau puyer. Mudah menyimpan. Sulit mendapatkan komposisi yang benar. Kandungan Cairan Dialisat : Dialisat mengandung macam-macam garam / elektrolit / zat antara lain: 1. NaCl / Sodium Chloride. 2. CaCl2 / Calium Chloride. 3. Mgcl2 / Magnesium Chloride. 4. NaC2H3O2 3H2O / acetat atau NaHCO3 / Bilkarbonat. 5. KCl / potassium chloride, tidak selalu terdapat pada dialisat. 6. Dextrose. Menyiapkan / mencampur Dialisat 1. Batch Sistem Sebelum HD dimulai, dialisat disiapkan dulu dalam suatu tempat dengan jumlah tertentu sesuai kebutuhan. 2. Proportioning system Adalah system penyediaan dialisat dimana dialisat dibuat / dicampur secara otomatis oleh mesin selama HD berlangsung. DBC / Dialysate Batch Concentrate dan air dicampur dengan

perbandingan tertentu. Biasanya perbandingan air : DBC adalah 34 : 1.

C. Menyiapkan Air Air untuk dialisat seharusnya tidak mengandung zat / elektrolit / mikroorganisme dan benda asing lainnya karena itu untuk mendapatkan air yang ideal untuk dialysis maka dilakukan tindakan pengolahan air / water treatment. Pengolahan air / water treatment : 1. Saringan / filter a. Peyaring sedimen, untuk menyaring partikel. Pre filter (100 U) Sebelum masuk ke mesin HD (5 U) Sebelum masuk selang dialyzer (1 U)

b. Penyaring penyerap / adsorption filter Arang / carbon : untuk menyerap zat-zat chlorine bebas, chloraming, bahan organic atau pyrogen.

Besi : untuk menyerap besi dan mangan.

Alat ini harus sering dibersihkan atau diganti secara berkala. 2. Sistem Reverse Osmosis Air dengan tekanan cukup tinggi dialirkan melalui alat yang mempunyai membran semi permeable sehingga dihasilkan air yang murni bebas (kesadahan / CaCO kurang dari 1,8 mg/L). Sistem pengolahan air ini cukup mahal, sehingga tidak semua unit HD dapat memilikinya. D. Menyiapkan Alat-alat dan Obat-obatan 1. Peralatan Kedokteran Timbangan berat badan Tabung oksigen lengkap Alat KG Slym Zuiger Tromol (duk, kassa, klem) Bak spuit, kom kecil Korentang dan tempatnya 2. Alat-alat khusus Dyalizer : Blood line Infus set AV fistula Dialisat pekat Spuit 1 cc, 3 cc, 20 cc Conducturty meter Klem-klem (besar dan kecil) Gunting Bengkok Gelas ukuran Zeil / karet untuk alas tangan Sarung tangan Kassa Plester / band aid Verband Tensimeter dan stetoscope

3. Obat-obatan Lidocain, novocain Alcohol, betadin. 4. Lain-lain Surat izin dialysis Formulir hemodialisa Treveling hemodialisa Heparin, protamin Sodium bikarbonat Obat-obatan penyelamat hidup

Traveling dialysis Formulir-formulir : laboratorium, radiology dan lain-lain

E. Menjalankan Mesin HD 1. Periksa saluran listrik dan saluran air 2. Hubungkan slang water inlet ke kran air dan slang water outlet ke lubang pembuangan 3. Hubungkan kabel power dengan stop kontak 4. Siapkan cairan dialisat dalam jerigen sebanyak yang dibutuhkan, perhatikan cairan yang diperlukan apakah standar atau free potassium 5. Hidupkan mesin dengan posisi rinse selama 15 menit, bila mesin mengandung formalin, maka posisi rinse lebih lama (30 menit) 6. Setelah rinse selesai, masukan slang untuk concentrate ke dalam jerigen dialisat. 7. Lampu temperatur, lampu conductivity dan lampu concentrate di mesin akan warna merah, tunggu lampu 2 tersebut sampai warna hijau. 8. Pindahkan tombol ke posisi dialisa bila lampu sudah berwana hijau. 9. Mesin HD siap digunakan. F. Menyiapkan Sirkulasi Darah Yaitu menyiapkan dialyzer dan blood lines pada mesin HD. Hal-hal yang harus dilakukan : 1. Soaking yaitu melembabkan dialyzer (hubungkan dialyzer dengan sirkulasi dialisat). 2. Rinsing yaitu membilas dialyzer dan blood lines 3. Priming yaitu dialyzer dan blood lines. G. Menyiapkan pasien 1. Persiapan mental a. Memberitahu pada pasien bahwa akan dilakukan HD b. Memberi penjelasan dan motivasi mengenai proses HD dan komplikasi yang mungkin terjadi selama HD. 2. Persiapan fisik a. Menimbang berat badan

b. Observasi keadaan umum c. Observasi tanda-tanda vital d. Mengatur posisi 3. Mengisi izin hemodialisa a. Izin / persetujuan HD b. Harus tertulis c. Pasien dan keluarga harus mendapatkan infomasi yang jelas tentang HD d. Izin HD merupakan dasar pertanggung jawaban yang sah bagi dokter kepada pasien dan keluarga. e. Surat izin HD disimpan pada rekam medis II.Proses Pelaksanaan Hemodialisa 1. Menyiapkan sarana hubungan sirkulasi Untuk menghubungkan sirkulasi darah dari mesin dengan sirkulasi sistemik dilakukan dengan : a. Cara Sementara. Yaitu punksi V femoralis untuk inlet dan untuk outlet dapat dipilih salah satu vena di tangan. b. Cara permanent. Yaitu dengan membuat shunt antara lain : c mino shunt; dan seribner shunt. 2. Antikoagulansi Yaitu obat yang diperlukan untuk mencegah pembekuan darah selama HD. Obat yang digunakan adalah heparin. Pemakaian heparin : Intermiten : diberikan selama 1 jam Continous : terus-terusan selama HD berjalan Minimal : diberikan pada waktu menyiapkan sirkulasi darah Regional : pada ABL diberikan heparin pada BL diberikan protamin Dosis heparin : 1000 unit / jam. Dosis awal : diberikan pada waktu punksi ke sirkulasi sisemik dan pada waktu darah mulai ditarik. Dosis selanjutnya diberikan ke sirkulasi ekstra corporeal. III. Post Hemodialisa 1. Persiapan Untuk mengakhiri HD a. Plester c. Alat/obat yang disiapkan b. Deppers d. Bethadin

e. Alat penekan g. Ember f. Sarung tangan 2. Hal-hal yang dilakukan setelah HD selesai Setelah HD selesai maka mesin harus dibersihkan baik bagian diluar maupun dalam. Cara membersihkan : a. Bagian luar mesin Seluruh permukaan dan slang dialisat bagian luar dilap dengan larutan chlorine 0,5 % lalu dilap basah dan dikeringkan. b. Bagian dalam mesin Disesuaikan dengan protocol pembersihan masing-masing tipe mesin. HAL-HAL LAIN YANG PERLU DIKETAHUI SEPUTAR HEMODIALISIS

HD harus dilakukan teratur setiap 2-3 hari sekali HD tidak dapat dilakukan pada pasien yang tidak kooperatif dan pasien dengan hemodinamik sistem sirkulasi yang tidak stabil, misal tekanan darah mudah turun (drop) tiba-tiba ke level yang berbahaya selama proses HD.

HD tidak dapat menggantikan fungsi endokrin ginjal seperti: fungsi ginjal sebagai organ pembentuk berbagai substansi dan hormon diantaranya: erythropoietin (hormon yang mengatur pembentukan sel darah merah). Oleh karena itu pasien CRF stadium akhir akan mengalami anemia berat (kurang darah) dimana Hb turun hingga dibawah 10 g/dl walaupun sudah melakukan HD teratur.

Efek samping Hemodialisis yang dapat terjadi antara lain:


o o o o o o o o

Sakit punggung (5%) Nyeri dada (5%) Sakit kepala (5%) Gatal di kulit (5%) Rasa kram di kaki (5 - 20%) Mual dan muntah (15%) Hipotensi (tekanan darah tiba-tiba turun drastis) (20%) Demam dan menggigil (jarang) Komplikasi berat yang jarang terjadi seperti: reaksi alergi (anaphylaksis) akut, banyak sel-sel darah merah pecah (hemolisis), adanya gelembung udara (air embolism) yang menyumbat pembuluh darah, kadar oksigen yang rendah dalam darah (hipoksemia)

Komplikasi jangka panjang seperti: anemia, infeksi, denyut jantung tidak teratur (aritmia), penyakit jantung koroner, gizi kurang, kekurangan mineral (degenerasi) tulang, kekurangan vitamin dan mineral.

PERAWATAN HD Pada pasien yang baru pertama kali hemodialisis, jika kondisi pasien memungkinkan, pasien diorientasikan pada ruangan paviliun II dan alat-alat yang ada. Selain itu pasien diberikan penjelasan ringkas tentang prosedur yang akan dijalankan, prinsip hemodialisis, diet, pembatasan cairan, perawatan cimino, hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama hemodialisis dan efek dari hemodialisis. Pada pre hemodialisis, kegiatan perawatan meliputi : menghidupkan mesin, meyediakan alat-alat, memasang alat pada mesin, sirkulasi cairan NaCl pada mesin, mengawasi penimbangan berat badan pasien, mengukur suhu badan, mengukur tekanan darah dan menghitung denyut nadi. Pada tahap pemasangan alat dan selama pemasangan, kegiatannya meliputi : desinfeksi daerah penusukan, pemberian anestesi lokal (kalau perlu), penusukan jarum, pemasukan heparin (bolus), selanjutnya menyambung jarum pada arteri blood line. Lalu menekan tombol BFR, membuka klem venous dan arteri blood line, memprogram penurunan berat badan, waktu pelaksanaan, venous pressure, kecepatan aliran heparin dan UFR. Kemudian

menghubungkan heparin contnous ke sirkulasi, monitoring pernafasan, makan dan minum, pengaturan posisi tubuh, monitoring alat-alat dan kelancaran sirkulasi darah, mengukur tekanan darah dan menciptakan suasana ruangan untuk mengisi kegiatan pasien selama hemodialisis berlangsung. Pada tahap penghentian hemodialisis meliputi : penghentian aliran darah, mencabut jarum inlet dan menekan bekas tusukan sambil menunggu sampai aliran darah pada venous blood line habis. Langkah selanjutnya adalah mencabut jarum out line dan menekan bekas tusukan, mengganti gaas bethadine dan fiksasi dengan plester. Setelah penghentian hemodialisis, dilakukan pengukuran tekanan darah, mengukur suhu, mengawasi

penimbangan berat badan, membereskan alat-alat dan dilanjutkan dengan desinfeksi alat. Semua kegiatan baik pada tahap pre hemodialisis selama pemasangan dan penghentian hemodialisis dilakukan oleh perawat kecuali penimbangan berat

badan dan minum yang pada beberapa pasien dilakukan sendiri. Disamping itu beberapa pasien telah dapat melaporkan pada perawat apabila ada ketidakberesan pada mesin atau akses vaskular, setelah mencoba mengatasi sendiri.Sistem pencatatan dan pelaporan yang dijalankan dalam bentuk lembaran observasi pasien yang berisi tentang : TTV sebelum atau selama dan sesudah HD, BB sebelum dan sesudah HD, dosis heparin, program penurunan BB , priming dan keluhan pasien setelah HD. Komplikasi Akses Vaskular 1. Infeksi 2. Penjepit tetap 3. Thrombosis vena pusat atau striktur 4. Stenosis atau thrombosis 5. Iskemia pada tangan 6. Aneurisma atau pseudoneurisma. (Nursalam & Fransisca, B.B. 2006) Pemantauan selama hemodialisis 1. Monitor status hemodinamik, elektrolit, dan keseimbangan asam-basa, demikian juga sterilisasi dan system tetutup 2. Biasanya dilakukan oleh perawat yang terlatih dan familiar dengan protocol dan peralatan yang digunakan. (Nursalam & Fransisca, B.B. 2006) Pengelolaan Hemodialisis Kronis 1. Penatalaksanaan diet ketat (protein, sodium, dan potasium) dan pembatasan cairan masuk 2. Pantau kesehatan secara terus-menerus meliputi penatalaksanaan terapi hingga eksresi ginjal normal 3. Komplikasi survailana: a. Penyakit kardiovaskular arterosklerosis, CHF, gangguanmetabolisme lipid (hipertrigliserida), penyakit jantung coroner, atau stroke b. Infeksi kambuhan c. Anemia dan kelelahan d. Ulkus lambung dan masalah lainnya e. Masalah tulang (ostedistropi ginjal dan nekrosis aseptic pinggul) akibat gangguan metabolism kalsium

f. Hipertensi g. Masalah psikososial ; depresi, bunuh diri, dan disfungsi seksual 4. Dukungan dari lembaga, misalnya organisasi ginjal. (Nursalam & Fransisca, B.B. 2006) c. Transplantasi ginjal Transplantasi ginjal adalah suatu metode terapi dengan cara

"memanfaatkan" sebuah ginjal sehat (yang diperoleh melalui proses pendonoran) melalui prosedur pembedahan. Ginjal sehat dapat berasal dari individu yang masih hidup (donor hidup) atau yang baru saja meninggal (donor kadaver). Ginjal cangkokan ini selanjutnya akan mengambil alih fungsi ginjal yang sudah rusak. Biasanya ginjal transplan diletakkan di fosa iliaka anterior sampai Krista iliaka pasien. Ureter dari ginjal transplant ditanamkan ke kandung kemih atau dianastomosiskan ke ureter resipien. Ginjal lama, walaupun sudah tidak banyak berperan tetap berada pada posisinya semula, tidak dibuang, kecuali jika ginjal lama ini menimbulkan komplikasi infeksi atau tekanan darah tinggi. Faktor faktor yang memengaruhi keberhasilan transplantasi ginjal terdiri dari faktor yang bersangkut paut dengan donor, resipien, faktor imunologis, faktor pembedahan seperti penanganan pra-operatif, peri operatif, dan pasca operatif. a. Donor ginjal Donor hidup bisa berasal dari individu yang mempunyai hubungan keluarga atau tidak ada hubungan keluarga. Donor hidup khususnya yang mempunya hubungan keluarga harus memenuhi beberapa syarat : 1. Usia > 18 tahun s.d. < 65 tahun; 2. Memiliki motivasi yang tinggi untuk menjadi donor tanpa paksaan; 3. Kedua ginjalnya normal; 4. Tidak mempunyai peyakit yang dapat mengakibatkan penurunan fungsi ginjal dalam jangka waktu yang lama; 5. Kecocokan golongan darah ABO, HLA dan tes silang darah (cross match); 6. Tidak memiliki penyakit yang dapat menular kepada pasien; 7. Sehat mental; dan

8. Toleransi terhadap operasi baik. Pemeriksaan calon donor meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik lengkap, pemeriksaan laboratorium lengkap termasuk tes fungsi ginjal, pemeriksaan golongan darah dan system HLA, pemeriksaan pertanda infeksi virus (hepatitis B, hepatitis C, CMV, dan HIV), foto dada, IVP, ekokardiografi, dan arteriografi ginjal. Sedangkan pada donor jenazah (cadaver) syarat yang harus dipenuhi diantaranya: 1. Berasal dari pasien yang mengalami mati batang otak akibat kerusakan otak yang fatal; 2. Usia 10 60 tahun ; 3. Tidak mempunyai penyakit yang dapat ditularkan seperti hepatitis, HIV, atau penyakit keganasan (kecuali tumor otak primer); atau 4. Fungsi ginjal harus baik sampai pada saat akhir menjelang kematian. Donor ginjal Xenogenik. Alasan yang kuat untuk mengembangkan xenotransplantasi adalah kurangnya jumlah organ donor untuk

transplantasi pada manusia. Xenotransplantasi adalah transplantasi jaringan atau organ diantara dua spesies berbeda, misalnya dari hewan ke manusia. Namun kendala non-munologik, berupa resiko transmisi infeksi, kecocokan fisiologik, dan masalah etika dan agama yang berkaitan dengan pemanfaatan organ berasal dari hewan untuk manusia b. Resipien ginjal Pasien gagal ginjal terminal yang potensial menjalani transplantasi ginjal harus dinilai status kesehatannya oleh tim transplantasi, setelah itu dilakukan evaluasi dan persiapan untuk transplantasi. Resipien tetap menjalani hemodialisis secara teratur sebelum operasi transplantasi. Frekuensi dialysis menjadi lebih sering menjelang operasi untuk mencapai keadaan seoptimal mungkin pada saat menjalani operasi. Pemeriksaan jasmani yang teliti dilakukan untuk menetapkan adanya hipertensi, penyakit pembuluh darah perifer, penyakit jantung koroner, ulkus peptikum, dan keadaan saluran kemih. Di samping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium lengkap seperti petanda infeksi virus (hepatitis, CMV, HIV), foto dada, USG, EKG, ekokardiografi. Pemeriksaan gigi geligi dan THT juga dilakukan.

Resipien yang potensial untuk tranplantasi ginjal: 1. Dewasa; 2. Pasien yang kesulitan dalam menjalani hemodialisis dan CAPD; 3. Saluran kemih bawah harus normal bila ada kelainan dikoreksi terlebih dahulu; dan 4. Dapat menjalani terapi imunosupresan dalam jangka waktu yang lama dan kepatuhan berobat tinggi. Kontraindikasi : 1. Infeksi akut : tuberculosis, ISK, hepatitis akut; 2. Infeksi kronik; 3. Brokiektasis; 4. Ateroma yang berat ; 5. Ulkus peptikum yang aktif; 6. Penyakit keganasan; dan 7. Malnutrisi. c. Imunologi Transplantasi Ginjal donor harus mempunyai kecocokan secara imunologi dengan ginjal resipien agar transplantasi berhasil baik. Golongan darah (ABO)yang sama merupakan syarat yang utama. Kesesuaian imunologis pada transplantasi ginjal dinilai dengan memeriksa pola HLA. Kompleks histokompabilitas mayor (MHC) adalah suatu kompleks ge yang berperan dalam pengenalan dan pemberi sinyal diantara sel sel imun. Kelompok gen tersebut merupakan lokus awal yang menentukan ekspresi molekul molekul permukaan sel tubuh dan sangat berperan dalam menentukan kecocokan jaringan antara donor dan resipien. Sel sel tubuh yang berinti memiliki determinan antigen permukaan yang ekspresinya sudah ditentukan secara genetik. Pada manusia untuk pertama kalinya antigen permukaan tersebut ditemukan pada leukosit. Oleh karena itu timbul istilah Human Leucocyte Antigen (HLA). Ekspresi antigen HLA pada permukaan sel ditentukan oleh suatu kompleks gen yang terletak pada kromosom nomor 6. HLA di dalam kromoHLA di dalam kromosom berpasang pasangan, masing masing disebut haplotip. Setiap haplotip menentukan pembentukan molekul permukaan sel yang merupakn cirri antigen

tersebut. Dalam suatu saudara kandung akan didapatkan kemungkinan 25% haplotip yang identik, 50% haplotip yang sama, dan 25% tidak mempunyai haplotip yang sama. Makin mendekati identik hasil transplantasi akan semakin baik. MHC kelas 1 (Antigen kelas-1) yaitu kompleks HLA-A, HLA-B, dan HLA-C. molekul ini menetapkan ekspresi antigen permukaan kelas-1, berupa protein pada membrane permukaan semua sel tubuh yang memiliki inti dan trombosit. MHC kelas-1 dapat dikenal oleh sel sitotoksik (sel Tc) yang berperan pada penolakan transplant. Karena itu molekul ini disebut juga antigen transplantasi. Bila ginjal yang dicangkokkan tidak cocok secara imunologis, akan timbul reaksi rejeksi. Reaksi ini merupakan usaha tubuh resipien untuk menolak benda asing yang masuk ke tubuhnya. Ada 3 jenis reaksi rejeksi yang dikenal pada transplantasi ginjal, yaitu: 1. Rejeksi hiperakut Terjadi segera dalam beberapa menit atau beberapa jam setelah klem pembuluh darah dilepas. Disebabkan adanya antibody terhadap system ABO atau system HLA yang tidak cocok. Rejeksi hiperakut tidak bisa diatasi, harus segera dilaksanakan nefrektomi ginjal cangkok. Rejeksi hiperakut saat ini sangat jarang terjadi oleh karena dapat dihindarkan dengan pemeriksaan reaksi silang. 2. Rejeksi akut Biasanya terjadi dalam waktu 3 bulan pascatransplantasi, dapat dicetuskan oleh penghentian atau pengurangan dosis obat

imunosupresi. Manifestasi klinis terjadinya rejeksi akut : Demam, mialgia, malaise, edema; Nyeri tekan pada ginjal baru; Produksi urin menurun; Berat badan meningkat; Tekanan darah meningkat; Histopatologi (biopsi).

Terapi rejeksi akut Metal prednisolon : 250 mg 1 g IV/hari selama 3 hari.

ALG (anti lymphocyte globulin), ATG (anti thymocyte globulin) atau antibody monoclonal (OKT-3) sebagai terapi alternative bila tidak teratasi.

3. Rejeksi kronik Terjadi setelah berbulan bulan atau bertahun pasca transplantasi. Pada rejeksi kronik terjadi penurunan fungsi ginjal cangkok. Belum ada pengobatan yang spesifik untuk mengobati rejeksi kronik. d. Penatalaksanaan Praoperatif Tujuan praoperatif adalah mengembalikan status metabolisme pasien ke kadar normal sedekat mungkin. Pemeriksaan fisik lengkap dilakukan untuk mendeteksi dan menangani setiap kondisi yang kemungkinan dapat menyebabkan komplikasi akibat transplantasi. Sampel jaringan, sampel darah, dan skrining antibody dilakukan untuk menentukan kecocokan jaringan dan sel dari donor dan resipien.traktus urinarius bawah diteliti untuk mengkaji fungsi leher kandung kemih dan mendeteksi refluks uretral. Pasien harus bebas dari infeksi pada saat menjalani transplantasi ginjal karena pasien ini mengalami imunosupresi dan beresiko terhadap infeksi. Evaluasi psikososial diarahkan untuk mengkaji kemampuan pasien dalam menyesuaikan diri dengan transplant, pola koping, riwayat social, ketersediaan dukungan social, dan sumber financial. Riwayat penyakit psikiatrik juga penting untuk dikaji karena kondisi psikiatrik sering diperburuk oleh kortikosteroid yang diperlukan untuk imunosupresi pada transplantasi. Sedangkan persiapan praoperatif untuk calon donor bertujuan untuk : Menilai kerelaan (tidak ada unsure paksaan atau jual beli); Menilai kemampuan untuk nefrektomi; Menilai akibat jangka panjang ginjal tungal; dan Menilai kecocokan golongan darah ABO, HLA dan crossmatch. e. Penatalaksanaan Pascaoperatif Tujuan perawatan setelah transplntasi ginjal adalah mempertahankan homeostasis sampai ginjal transplant berfungsi dengan baik. Ginjal yang dapat berfungsi segera merupakan prognosis yang baik.

Pasca operasi masalah yang harus diwaspadai adalah infeksi, komplikasi bedah dan timbulnya rejeksi. Pasien yang menjalani transplantasi daya tahan tubuhnya menurun dan sangat mudah terkena infeksi. Oleh karena itu pasien yang menjalani transplantasi daya tahan tubuhnya menurun dan sangat mudah terkena infeksi. Oleh karena itu pasien dirawat dir diruang isolasi yang semi stuang isolasi yang semi steril dan bersih. Setiap hari selama beberapa hari dilakukan pemeriksaan Hb, hitung leukosit, trombosit, ureum, kreatinin, elektrolit dan urin. Keadaan hidrasi dan jumlah urin dipantau dengan ketat. Sebagian pasien akan memerlukan hemodialisis sampai ginjal baru dapat berfungsi dengan baik. Ginjal dari donor hidup biasanya segera berfungsi setelah operasi dan menghasilkan urin encer. Ginjla dari cadaver mungkin mengalami nekrosis tubuler akut sehingga tidak berfungsi untuk 2 sampai 3 minggu. Anuria Ginjal dari donor hidup biasanya segera berfungsi setelah operasi dan menghasilkan urin encer. Ginjla dari cadaver mungkin mengalami nekrosis tubuler akut sehingga tidak berfungsi untuk 2 sampai 3 minggu. Anuria Ginjal dari donor hidup biasanya segera berfungsi setelah operasi dan menghasilkan urin encer. Ginjla dari cadaver mungkin mengalami nekrosis tubuler akut sehingga tidak berfungsi untuk 2 sampai 3 minggu. Anuria, oliguria, atau poliuria dapat muncul. Selama fase ini pasien akan mengalami perubahan status cairan dan elektrolit yang signifikan; sehingga pemantauan yang cermat diindikasikan. Haluaran urin dari kateter (yang dihubungkan dengan drainase system tutup) diukur setiap jam. Cairan intravena diberikan sesuai dengan volume urin dan kadar elektrolit serum dan sesuai dengan resep dokter. Hemodialisis mungkin diperlukan jika cairan berlebihan dan muncul hiperkalemia. Komplikasi bedah yang dapat timbul sehubungan proses transplantasi adalah perdarahan, thrombosis arteri atau vena renalis, kebocoran ureter atau terjadi obstruksi, striktur, dan limfokel. Jika transplant ditolak pasien akan kembali menjalani dialysis. Ginjal yang ditolak tersebut dapat diangkat atau tidak bergantung pada kapan penolakan tersebut terjadi dan risiko infeksi jika ginjal dibiarkan ditempat.

d. Penatalaksanaan Farmakologi Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan Epogen (Eritropoetin manusia rekombinan). Terapi epogen diberikan secara Intravena atau subkutan sebanyak tiga kali dalam seminggu. Terapi ini diberikan untuk memperoleh nilai hematokritsebesar 33% sampai 38% yang biasanya memulihkan gejala anemia. Biasanya dibutuhkan waktu 2 sampai 6 minggu untuk menaikkan hematokrit, sehingga Epogen tidak diindikasikan untuk pasien yang memerlukan koreksi anemia dengan segera. Efek samping terapi epogen ini mencakup hipertensi (terutama selama tahap awal penanganan), peningkatan bekuan pada tempat akses vascular, kejang dan penipisan cadangan besi tubuh. (Brunner and Sudarth. 2006) Ranitidine yaitu antagonis terhadap reseptor H2, dipakai dalam bentuk garam hidrokolrida pada pengobatan refluks gastroesofageal. Ranitidine adalah obat yang disebut histamine-2 blockers. Ranitidine bekerja dengan mengurangi kadar produksi asam perut. Ranitidine digunakan untuk mengobati dan mencegah luka pada perut dan pencernaan. Obat ini juga mengobati kondisi dimana perut memproduksi terlalu banyak asam, seperti Zollinger-Ellison syndrome. Ranitidine juga mengobati gastroesophageal reflux disease (GERD) dan kondisi lain dimana asam naik dari perut ke dalam esophagus yang menyebabkan mulas. Informasi Penting Sebelum menggunakan obat ini, katakan pada dokter anda jika anda alergi terhadap obat apapun, atau jika anda memiliki penyakit ginjal, penyakit hati atau porphyria. Menggunakan ranitidine dapat meningkatkan risiko terkena pneumonia. Gejala pneumonia antara lain nyeri pada dada, demam, napas terasa pendek, dan batuk dengan lendir hijau atau kuning. Tanyakan pada dokter anda mengenai risiko spesifik pneumonia. Butiran tablet ranitidine dan effervescent harus dilarutkan dalam air sebelum anda menggunakannya. Dokter anda mungkin akan merekomendasikan antacid untuk membantu meredakan rasa nyeri. Ikutilah petunjuk dokter anda dengan

seksama mengenai jenis antacid yang anda gunakan dan kapan penggunaannya. Hindari minum alkohol karena dapat meningkatkan risiko kerusakan perut. Ini akan membutuhkan waktu lebih dari 8 minggu penggunaan ranitidine sebelum luka benar-benar sembuh. Untuk hasil terbaik, tetap gunakan obat sesuai petunjuk. Katakan pada dokter anda jika gejala tidak membaik setelah 6 minggu pengobatan. Perut mulas dapat juga merupakan gejala awal serangan jantung. Cari pertolongan medis darurat jika anda mengalami nyeri atau rasa berat pada dada, pusing, nyeri yang menyebar ke lengan atau pundak, berkeringat, mual atau muntah dan tidak enak badan. Efek Samping Hentikan penggunaan ranitidine dan panggil pertolongan medis darurat jika anda memiliki tanda apapun dari reaksi alergi ini: o Gatal dengan bintik merah o Sulit bernapas o Pembengkakan pada wajah, bibir, lidah atau tenggorokan Hubungi dokter anda jika anda memiliki efek samping serius berikut: o Nyeri pada dada, demam, napas terasa pendek, batuk dengan lendir berwarna hijau atau kuning o Mudah memar atau berdarah, rasa lemah yang tidak wajar o Detak jantung cepat atau lambat o Masalah dengan penglihatan o Demam, radang tenggorokan, dan sakit kepala dengan lepuhan, pengelupasan dan ruam kemerahan kulit yang parah o Mual, sakit perut, demam ringan, hilang nafsu makan, urin berwarna gelap, kotoran seperti tanah liat o jaundice (kulit atau mata menguning) Efek samping lainnya: o Sakit kepala (dapat menjadi parah) o Mengantuk, pusing o Sulit tidur o Menurunnya kemampuan seksual, impoten, atau sulit mendapatkan orgasme

o Bengkak atau rasa kebal pada payudara (pada laki-laki) o Mual, muntah, sakit perut o Diare atau konstipasi Transfusi PRC Indikasi : Hb < 8 gr% dengan kondisi klinis preioperativ, bone marrow failure, acute & chronic anemia, beberapa penyakit kardiorespiratory, dan berapapun kadar Hb jika terjadi kehilangan darah > 25%. Dosis : PRC (ml) = BB (Kg) x Hb (gr%) x 4 Hb = Hb normal Hb klien o Setiap 5 10 ml/KgBB PRC akan meningkatkan kadar Hb 2 4 gr%. o Kecepatan transfuse 1 2 ml/menit. o Lama transfuse 2 4 jam. o Hb < 8 gr%, transfuse dimulai dengan volume 5 ml/KgBB/hari. e. Pengobatan alternative Terapi sengat lebah atau Apipuntur Telah diakui oleh WHO (Organisasi Kesehatan dunia) pada konferensi ke II terapi akupungtur lebah dan apiterapi di Nanjing Cina tahun 1993, sebagai alternatif pengobatan. Terapi pengobatan sengat lebah dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah maupun medis. terapi ini telah dikenal ribuan tahun lalu dan jutaan orang telah terbantu dengan pengobatan ini. Terapi sengat lebah dipercaya bisa mengatasi sejumlah penyakit. Antara lain darah tinggi, jantung, stroke, diabetes, sakit kepala, rematik, hingga susah memperoleh keturunan. Cara pengobatannya adalah satu lebah diambil menggunakan sumpit. Kemudian, lebah disengatkan di titik-titik syaraf tubuh pasien. Sengatan lebah tersebut akan mengalirkan racun melalui peredaran darah ke seluruh tubuh. Racun itu akan bekerja mengatasi masalah yang dihadapi pasien. Terapi sengat lebah hanya menggunakan lebah penghasil madu jenis Apis mellyfera. Lebah jenis itu dipercaya mengeluarkan racun yang mengandung venon. Venon mengandung lebih dari 40 zat dan zat ini bisa menormalkan syaraf-syaraf yang terganggu. Penyakit Rematik dan Asam Urat adalah penyakit yang umum di jumpai pada masyarakat Indonesia terutama memasuki usia tua. Gejala yang biasa

dijumpai adalah nyeri, bengkak sendi, kaku ketika bangun tidur, otot nyeri dan kesemutan, kepala pusing, badan pegal-pegal, lemah/lesu, dll. E. Komplikasi Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain : F. Prognosis Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium1.Stadium I Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % - 75 %). Tahap inilah yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini belum merasasakan gejala gejala dan pemeriksaan Laboratorium faal ginjal masih dalam masih dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberikan beban kerja yang berat, sepersti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test GFR yang teliti.2.Stadium IIInsufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjaL menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat daloam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjaL menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat daloam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter / hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal Ginjal dengan faal ginjal diantara 5 % - 25 % . faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala gejala kekurangan darah, tekanan darah akan naik, , aktifitas penderita mulai terganggu.3.Stadium IIIUremi gagal ginjal (faal ginjal Hiperkalemia Perikarditis Hipertensi Anemia Penyakit tulang

kurang dari 10 %)Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan diman tak dapat melakukan tugas sehari hair sebaimana mestinya. Gejal gejal yang timbul antara lain mual, munta, nafsu makan berkurang., sesak nafas, pusing, sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur, kejang kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Stadum akhir timbul pada sekitar 90 % dari massa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau kurang.Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis caiaran dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/ hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula mula menyerang tubulus ginjal,kompleks menyerang tubulus gijal, kompleks perubahan biokimia dan gejala gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan menggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis. G. Patofisiologi (terlampir) H. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian A. Biodata 1. Nama 2. Usia 3. Jenis kelamin 4. Tgl masuk RS : Tn. K : 45 tahun : Laki-laki : -

5. Diagnosa Medis : GGK B. Riwayat Kesehatan 1. Keluhan utama : Saat akan melakukan HD, muka klien tampak pucat,

edema anasarka, dan mengeluh lemas. 2. Riwayat kesehatan sekarang (jabarkan PQRST) Tn. K mengeluh cepat lelah dan nafasnya terasa sesak saat aktivitas dan selalu diikuti dengan tremor, gatal-gatal di seluruh tubuhnya, kadang sering keluar darah dari hidungnya, kulit tampak kering dan banyak mengelupas, rambut tampak kusam dan kemerahanRiwayat kesehatan dahulu. 3. Riwayat kesehatan keluarga : 4. Riwayat kesehatan masalalu: Mempunyai riwayat hipertensi 15 tahun yang lalu dan tidak terkontrol, dan telah melakukan HD sejak 2 tahun yang lalu.

5. Riwayat kesehatan lingkungan dan kebiasaan : sebelumnya Tn. K bekerja di ruangan AC dan minum kurang dari 4gelas/hari. C. Data Biologis 1. Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum Kesadaran : normal Orientasi : normal

b. Tanda-tanda vital Temperatur HR RR TD :: 96 x/menit : 24 x/menit : 170/100 mmHg :-

Keluhan

c. Pemeriksaan head to toe Kepala dan leher 1. Bentuk 2. Ekspresi wajah 3. Mata 4. Telinga 5. Hidung 6. Mulut 7. Rongga mulut 8. Leher Keluhan Dada 1. Inspeksi 2. Palpasi 3. Perkusi 4. Auskultasi Keluhan Perut 1. Inspeksi 2. Palpasi 3. Perkusi 4. Auskultasi ::::::::::::::::::-

Keluhan Sakral Genitalia Ekstremitas 1. Ekstremitas atas a. Pergerakan b. Kekuatan otot c. Massa otot d. Turgor e. CRT Keluhan 2. Ektremitas bawah a. Pergerakan b. Kekuatan otot c. Massa otot d. Turgor e. Refleks f. Edema Keluhan D. Data Penunjang Pemeriksaan 1. Darah HT HB BUN 35 45 % 14-16 mg% Nilai normal

:::-

::::::-

:::::::-

Hasil klien

Interpretasi

8 mg%

HD setiap 2 minggu sekali

2. Urine Protein urine Serum kolesterol Serum albumin Serum 0,2 0,4 mg/dL 3,1 mg% 120 200 ml/kgBB/hr 3,9 5,0 gr% ---

kreatinin Produksi urine Serum Ureum 3. Terapi 312 mg% direncanakan transfuse PRC 2 labu, diet rendah garam,dan rendah kolestrol, hemapo 50iu/kgIV 500 600 ml/24 jam

2. Analisa Data NO DATA 1 DS : DO: o anasarka edema o BB = 56 o TB = 152

ETIOLOGI Penyakit infeksi, peradangan, arteriosklerosis, hipertensi, dll. GFR Kerusakan ginjal permeabilitas glomerulus Retensi Na dan H2O volume plasma Shift cairan ke interstisial Edema Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit Kerusakan ginjal sekresi eritropoetin produksi Hb HbO2 supply O2 ke jaringan Distribusi O2 dan nutrisi ke jaringan Gangguan perfusi jaringan

MASALAH Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit

dan

DS : 2 DO : o TD = 170/100, o Hb = 8mg/dl , o kadar ureum tinggi 312

Gangguan perfusi jaringan

DS : o klien sesak DO :

mengeluh

o RR = 24x /menit

DS : 4 DO : o Hb = 8 gr% o Ureum 312

DS : DO : o Ruam kemerahan o Gatal o Adanya lecet o Kulit kering dan banyak mengelupas o Rambut kemerahan

Edema beban jantung Hipertropi ventrikel kiri Gagal jantung kiri Bendungan di atrium kiri Tekanan vena pulmonalis Edema paru ekspansi paru RR Pola napas tidak efektif Kerusakan ginjal Sekresi protein terganggu Sindrom uremia Gangguan keseimbangan asm basa HCl Iritasi lambung Mual, muntah intake makanan Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan Kerusakan ginjal Sekresi protein terganggu Sindrom uremia Perpostatemia Pruritus Kerusakan integritas kulit

Pola napas tidak efektif

Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

Kerusakan integritas kulit

DS : 6 o klien mengeluh lemas dan capek ketika beraktivitas DO : -

Edema beban jantung Hipertropi ventrikel kiri Gagal jantung kiri Bendungan di atrium kiri Tekanan vena pulmonalis Edema paru ekspansi paru Supply O2 Metabolism aerob Metabolism anaerob Penimbunan Asam laktat << ATP << energy Kelemahan Intoleran Aktivitas

Intoleran Aktivitas

3. NO 1

Rencana Asuhan Keperawatan DIAGNOSA Kelebihan volume TUJUAN Setelah dilakukan keperawatan, diharapkan volume cairan tubuh akan Kaji dan catat tekanan darah, pembesaran abdomen, BJ urine Timbang berat badan tiap hari dalam skala yang sama Auskultasi paru Mengidentifikasi adanya edema paru akibat kelebihan cairan dengan adanya bunyi nafas tambahan Kaji tingkat kesadaran Dapat menunjukan perpindahan cairan, akumulasi toksik, asidosis, ketidak Mencegah edema bertambah berat INTERVENSI Awasi denyut jantung, TD, CVP Catat pemasukan dan pengeluaran cairan secara akurat RASIONAL Mengawasi intravascular Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan

cairan asuhan

berhubungan dengan kehilangan protein

penurunan resiko kelebihan cairan Estimasi penurunan edema tubuh

sekunder akibat seimbang peningkatan permiabilitas glomerulus dengan kriteria :

o Penurunan edema,ascites, ditandai dengan o kadar protein pasien darah mengalami meningkat, o Berat badan edema stabil o output urine adekuat 600 700 ml/hari, o tekanan darah normal(<120/8 0 mmHg )

seimbangan elektrolit Kolaborasi: Berikan diuretic sesuai indikasi Mengubah fase oliguri menjadi non oliguri, melebarkan lumen tubular dari debris,

meningkatkan volume urin adekuat

Gangguan

o nadi dalam o batas normal Setelah dilakukan keperawatan, diharapkan gangguan dapat perfusi diatasi

Observasi tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah dan pernafasan). Tinggikan kepala tempat tidur sesuai indikasi

Indicator keadekuatan perfusi sistemik, kebutuhan cairan darah, dan terjadinya komplikasi Meningkatkan memaksimalkan kebutuhan selular ekspansi paru dan untuk

perfusi jaringan asuhan berhubungan dengan penurunan kadar Hb darah Ditandai

oksigenasi

dengan kriteria :

Awasi upaya pernapasan; auskultasi bunyi napas

Dipsnea, gemericik menunjukkan GJK karena regangan jantung lama/ peningkatan kompensasi curah jantung

dengan dengan o membrane : Hb 8gr% = mukosa warna merah muda,

(normal

Observasi Produksi urine setiap jam. Observasi perubahan tingkat kesadaran.

Menentukan fungsi ginjal Mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia jaringan

13gr% - 18gr%) o pengisian Ureum = 312 (normal= 20mg 40mg) kapiler dengan baik o Produksi urine 30 50 cc perjam. o Perifer hangat o Tanda-tanda vital dalam

Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi

Iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial / potensial risiko infark

Berikan lingkungan yang istirahat dan batasi aktivitas sesuai kebutuhan

Aktivitas yang meningkatkan kebutuhan oksigen dapat mencetus timbulnya penyakit lain dan memperburuk keadaan anemia

Kolaborasi Transfusi PRC dan pemberian Hemapo

dan kadar Hb darah Hemapo dengan indikasi untuk mengatasi

batas normal :

o Sistolik 100 140 mmHg. o Diastolik 70 90 mmHg. o Hb dbn 3 Perubahan pola Setelah dilakukan napas efektif berhubungan tidak asuhan keperawatan, diharapkan pola klien efektif Posisikan klien semi fowler Anjurkan klien batuk efektif, napas dalam laboratorium : kadar

anemia

dan

transfusi

PRC

untuk

mencukupi kadar Hb dalam darah dengan pemberian PRC Formula : Hb normal Hb pasien = hasil Hasil x BB x jenis darah (PRC atau WBC) Kortikosteroid Pemeriksaan Membantu vasodilatasi kapiler. Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan Kalsium merupakan bahan utama

ureum/kreatinin, Hb, urine HCT. Pemberian diet rendah protein, rendah kalsium dan posfat Pemberian mandelamine. Siapkan untuk hemodialisi sesuai indikasi Auskultasi bunyi napas ammonium chloride dan

pembentukan batu Menurunkan pembentukan batu fosfat Memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit, asam/basa dan untuk mengilangkan toksik Menyatakan adanyakongesti paru / pengumpulan secret menunjukan kebutuhan untuk intervensi lebih lanjut. Membersihkan jalan napas dan memudahkan aliran oksigen. Posisi semi fowler dapat meningkatkan ekspansi paru

dengan adanya napas penurunan ekspansi paru. kembali

dengan kriteria :

Kolaborasi

o TTV dbn o Napas teratur

Berikan oksigen tambahan

Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek iskemia / hipoksia.

Gangguan pemenuhan nutrisi

Setelah dilakukan asuhan klien terpenuhi

Kaji/catat pemasukan diet

Membantu mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet

kurang keperawatan,

Berikan makan sedikit dan sering

Meminimalkan sehubungan

anoreksia dengan

dan

mual status

dari kebutuhan diharapkan berhubungan dengan peningkatan katabolisme protein, HCl mendapatkan nutrisi

uremik/menurunnya peristaltic Timbang berat badan setiap hari Pasien katabolic 0,2 0,5 kg akan secara normal

optimal/kebutuhan nutrisi

kehilangan kelebihan Kolaborasi Berikan kalori tinggi, diet rendah/sedang protein Batasi kalium, natrium dan pemasukan fosfat

kg/hari. dapat

Perubahan menunjukan

dengan kriteria: o kembalinya nafsu makan o absorbs kalori dalam jumlah adekuat

perpindahan keseimbangan cairan Memenuhi kebutuhan energy dan

membatasi jaringan katabolisme Pembatasan elektrolit ini diperlukan untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut

Kerusakn

Setelah dilakukan keperawatan, diharapkan zat tidak klien

Kaji terhadap pruritus, kekeringan kulit, dan infeksi.

Perubahan mungkin disebabkan oleh penurunan aktivitas kelenjar keringat / pengumpulan kalsium dan pospat pada lapisan cutaneous.

integritas kulit asuhan berhubungan dengan akumulasi

mengalami

Kaji terhadap adanya purpura dan ptechie.

Perdarahan abnormal sering dihubungkan

sisa di kulit

kerusakn integritas kulit kriteria : o Tidak ada ruam di kulit o Tidak ada gatal o Kulit lembab dengan Anjurkan klien menggunting kuku dan pertahankan tetap pendek. Pantau intake cairan dan hidrasi kulit, membrane mukosa. Setelah dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan klien

dengan penurunan jumlah platelet akibat uremia. Untuk mencegah injury akibat garukan dan infeksi. Mendeteksi adanya dehidrasi / overhidrasi yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan. Berikan perawatan kulit. Mengurangi pengeringan dan robekan kulit.

Kolaborasi Berikan pengobatan anti-pruritus sesuai indikasi. 6 Intoleran aktivitas berhubungan dengan pembentukan Asam Laktat Pertahankan tirah baring awal bila edema berat Atur keseimbangan antara istirahat dengan aktivitas ambulasi Rencanakan ketenangan Pantau tingkat kemampuan pasien dalam beraktivitas dan rencanakan serta sediakan aktivitas secara bertahap dan berikan aktivitas Aktivitas yang tenang mengurangi Tirah baring sesuai gravitasi dapat Mengurangi pruritus.

menurunkan edema Ambulasi menyebabkan kelelahan

dapat beraktivitas kembali normal kriteria : o TTV dbn o Asam laktat << dengan dengan

penggunaan energy Untuk menghindari terjadinya kelelahan

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC. Corwin, Elizabeth. J. 2001. Buku saku Patofisiologi. Jakarta : EGC Doenges,E. Marilynn. 2002.Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien). Jakarta : EGC Long,Barbara C.2001. Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan). Bandung : Yayasan IAPK Padjajaran Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, jilid2. Jakarta : EGC Price, Sylvia. A.2005. Patofisiologi vol 2. Jakarta : EGC Suyono, slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi 3, jilid 3. Jakarta : Balai penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai