Anda di halaman 1dari 91

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISA STRUKTUR DAN KOMPOSISI MATERIAL


LAPISAN TUNGSTEN CARBIDE/COBALT (WC-Co)
YANG DIPERSIAPKAN DENGAN METODE HVOF



Tesis
Diajukan sebagai salah satu syarat utama memperoleh gelar Magister Fisika
Murni dan Terapan Pasca Sarjana Universitas Indonesia



Agus Santosa
NPM: 6305220041







PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI FISIKA MURNI DAN TERAPAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA, 2008
Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008
ii
LEMBAR PENGESAHAN



Tesis ini diajukan oleh :
Nama : AGUS SANTOSA
NPM : 6305220041
Program Studi : Fisika Murni dan Terapan
J udul Tesis : Analisa Struktur dan Komposisi Material Lapisan
Tungsten Carbide/Cobalt (WC-Co) Dipersiapkan dengan
Metode HVOF



Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Progaram Studi Fisika Murni dan Terapan Fakultas
MIPA Universitas Indonesia


Dewan Penguji:


Pembimbing I


Dr. rer. nat. Kebamoto



Pembimbing II


Dr. Muhammad Hikam



Penguji


Dr. Azwar Manaf



Penguji


Dr. Budhy Kurniawan



Penguji


Dr. Agus Salam



Mengeyahui,
Ketua Program Magister Fisika
Program Pascasarjana FMIPA UI



Dr. Dedi Suyanto
NIP: 130 935 271

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
karunia -Nya sehingga penulisan thesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

Kesibukan kantor, mencari biaya kuliah agar tidak mengganggu urusan dapur,
serta kewajiban untuk membaca buku-buku literature, merupakan suatu tantangan
tersendiri bagi penulis. Begitu juga masalah-masalah lain yang penulis temukan
dalam perjalanan menempuh pendidikan ini. Namun demikian hikmah dari
masalah itu adalah membuat penulis menjadi lebih dapat memahami lika-liku
kehidupaan, mengetahui sudut-sudut kampus mulai dari Fakultas yang tercinta
sampai rektorat yang penulis hormati. Tentu saja semua pengalaman ini sangat
berharga bagi penulis, karena tidak semua mahasiswa mendapat kesempatan yang
sama. Disisi lain penulis bersyukur, walaupun penulis hampir patah semangat,
namun berkat dorongan seluruh teman-teman, kerabat, keluarga (Istri dan anak-
anak), serta kebesaran jiwa pembimbing thesis, penulis bangkit dan siap
menyelesaikan tugas akhir ini. Untuk itu, dari hati yang tulus, penulis
menghaturkan banyak terimakasih atas bantuannya, khususnya kepada:

Bapak Dr. Kebamoto selaku pembimbing dalam pengerjaan tugas ini.
Beliau sangat membantu dalam menganalisa dan menstrukturkan ide-ide
dalam pengerjaan penelitian ini dan semoga kesabarannya mendapat
balasan yang setimpal.
Universitas Indonesia
iii

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


Bapak Dr. Muhammad Hikam selaku pembimbing dalam penulisan thesis
ini, Beliau sangat membantu penulis terutama dalam memberikan motivasi
dan dorongan spirituil. Semoga kesabarannya di balas dengan pahal yang
setimpal dari Allah SWT.
Bapak Dr. Azwar Manaf selaku Kepala Departement Fisika FMIPA
Universitas Indonesia, yang selalu memberikan semangat luar biasa.
Bapak Dr. Dedy Suyanto selaku ketua Program Pasca Sarjana UI.
Dosen-dosen penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu, karena
memahami keterbatasan mahasiswa kadang-kadang kuliah menjadi lucu.
Isteri, Restu Handayani, yang selalu memberikan semangat luar biasa agar
segera menyelesaikan belajarnya.
Anak-anak : Muhammad Afif Ghaidar, Muhammad Raisul Furqon, Farah
Ainan Tajriyani, dan Shafa Kaulika Haqi, yang banyak melahirkan
inspirasi dalam segala hal.
Kedua orang tua, dan Mertua yang selalu mendoa-kan penulis dengan
tulus ikhlas.
Bapak Sidik Latuconsina, Manager Produksi, PT Teknokraf atas bantuan
teknis selama pengambilan sample untuk penelitian.
Teman-teman mengajar di SMP Islam Al Azhar 1 dan Pimpinan Sekolah,
terutama anggota ASP dan APS tercinta, teruskan perjuangaanmu.
Dan teman-teman satu perjuangan di Nano Tekhnologi dan Hendro yang
selalu membukakan kunci.

Universitas Indonesia
iv

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
masukan berupa kritik dan saran sangat diharapkan untuk pengembangan yang
lebih baik lagi.

Salemba, 27 Februari 2008
Penulis

Agus Santosa
Universitas Indonesia
v

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
(Hasil Karya Perorangan)

Sebagai sivitas akademika Universitas Indonesia, saya yang bertada tangan di
bawah ini:

Nama : AGUS SANTOSA
NPM/NIP : 6305220041
Program Studi : Fisika Murni dan Terapan
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA)
J enis karya : Tesis

demi kepentingan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive
Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: ANALISA
STRUKTUR DAN KOMPOSISI MATERIAL PADA LAPISAN TUNGSTEN
CARBIDE/COBALT (WC-Co) DIPERSIAPKAN DENGAN METODE HVOF
beserta perangkat yang ada (bila diperlukan. Dengan Hak Bebas Royalti Non-
Eksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-
kan, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya,
dan menampilkan/mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk
kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta. Segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran Hal Cipta
dalam karya ilmiah ini menjadi tanggungjawab saya pribadi.

Demikian penryataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di J akarta
Pada tanggal 27 Februari 2008.
Yang menyatakan


Agus Santosa
vi

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


Universitas Indonesia
vii

ABSTRAK

Nama : AGUS SANTOSA
Program Studi : Fisika Murni dan Terapan
J udul : Analisa Struktur Kristal Dan Komposisi Fasa Pada
Lapisan Tungsten Carbide/Cobalt (WC-Co) yang Dibuat
Dengan Menggunakn Metode HVOF

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perubahan tekanan gas
oksigen dan propana pada pelapisan baja dengan bahan pelapis Wolfram
Carbide/Cobalt dengan menggunakan metode HVOF. Untuk itu digunakan XRD,
SEM, dan EDAX.
Morfologi struktur permukaan digunakan SEM, sedangkan untuk mengetahui
komposisi digunakan EDAX selanjutnya XRD digunakan untuk mengetahui
struktur dan fasa kristal dengan bantuan program RietAn (Rietfeld Analysis). Dari
analisis XRD diperoleh bahwa struktur dan komposisi fasa sangat bergantung
pada ratio tekanan antara oksigen dan propana. Fasa-fasa yang dominan dalam
lapisan ini adalah WC dan Co. Namun fraksi fasa ini berbanding terbalik dengan
ratio tekanan oksigen dan propana. Ratio tekanan oksigen dan propana juga
mempengaruhi tingkat difusi atom Cobalt dalam kristal WC.

Kata Kunci :
RietAn, Wolfram Carbide, HVOF, XRD.

ABSTRACT

Name : AGUS SANTOSA
Study Program : Pure and Application Physic
Title : Crystal Structure Analysis and Phase Composition at
Tungsten Carbide Coating that made up by HVOF Method

The purpose of this research is to understand the influence of changing oxygen
pressure and propane by using HVOF process of coating steel with Wolfram
Carbide/Cobalt powder. XRD, SEM, and EDAX techniques have been utilized.
SEM is used to study the morphologic structure of surface, but EDAX is used to
know the composition of phase, and XRD is used to find out the structure and
crystals phases by applying RietAn (Ristfeld Analysis) program. From XRD
analysis, we find that structure and composition phase depend on the ratio of
oxygen and propanes pressure. The majority phases in this coating are WC and
Co. The mass of fraction is indirect proportional to the ratio of oxygen and
propanes pressure. Therefore, the ratio of oxygen and propane influences the
diffusion level of Cobalt (Co) in the Wolfram Carbide (WC) crystal structure.

Key word :
RietAn, Wolfram Carbide, HVOF, XRD.

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


Universitas Indonesia

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH vi
ABSTRAK vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xii

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Umum 1
1.2 Tujuan Penelitian 3
1.3 Metode Penelitian 3
1.4 Batasan Masalah 4
1.5 Terminologi 4


BAB II TEORI 5
2.1. Pelapisan 5
2.2. J enis-jenis Thermal Spray 7
2.2.1. Flame Spraying (FLSP) 8
2.2.2. Plasma Arc Spraying (PSP) 9
2.2.3. Electric Arc Spraying (AESP) 10
2.2.4. Detonation Gun (d-Gun)
2.2.5. High Velocyti Oxy Fuel (HVOF) 11
2.3. Difraksi Sinar X 14
2.3.1. Sejarah Pengumpulan Pola Difraksi 14
2.3.2. Fenomena Difraksi Sinar X 14
2.3.3. Hukum Bragg 15
2.3. Sistem Kristal 18
2.3.1. Konsep Dasar 18
2.3.2. Unit Sel 19
2.3.3. Struktur Kristal Logam 20
2.4. Perhitungan Ukuran Butir 22

BAB III LANGKAH PENELITIAN 27
3.1. Proses penelitian 27
3.1.1. Persiapan Sampel Penelitian 27
3.1.2. Preparasi Sampel 29
3.1.3. Analisis Sampel 30
3.1.3.1. EDAX 30
3.1.3.2. SEM 32
3.1.3.3. Hardness 34

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


Universitas Indonesia

ix
3.1.3.4. XRD 35
3.1.3.5. Metode Rietvelt Step by Step 37



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 39
4.1. Hasil Preparasi Lapisan Tungsten Carbide/Cobalt 39
4.2. Hasil Pengukuran Difraktometer Sinar X (XRD) Lapisan 40
4.3. Analisis XRD dengan Menggunakan Metode Rietvelt 43
4.4. Perhitungan ukuran kristal dengan Formula Debye-Shcerer 48
4.5. Analisa Struktur Kristal 50
4.6. Diskusi 53

BAB V KESIMPULAN 64

DAFTAR PUSTAKA 65

LAMPIRAN 1
HASIL PENGUKURAN DIFRAKTOMETER SINAR-X (XRD)
PADA LAPISAN
67

LAMPIRAN 2
POLA DIFRAKSI HASIL ANALISIS MENUNJUKKAN ADANYA
PUNCAK-PUNCAK YANG BERIMPIT DENGAN PROFIL POLA
DIFRAKSI FASA WC DAN CO
70

LAMPIRAN 3
POSISI ATOM, FAKTOR R DAN CHI HASIL REFINEMENT
POLA XRD
73

LAMPIRAN 4
DATA FRKSI MASA DATA KERAPAATAN ATOM DAN
VOLUME UNIT SEL
76

LAMPIRAN 5
HASIL PERHITUNGAN UKURAN GRAIN FASA WC
77

LAMPIRAN 6
HASIL PERHITUNGAN UKURAN GRAIN FASA Co
80

LAMPIRAN 7
LAPORAN PENGUJIAN EDAX, SEM, XRD DAN LAIN-LAIN
82

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


DAFTAR TABEL

hal
Tabel 1.1 : Perbandingan metode termal spray dan sifat lapisan 2
Tabel 2.1 : Perbedaan thermal spray berdasarkan jenis target dan
sumber energinya
13
Tabel 3.1 : Variasi tekanan oksigen dan propana 28
Tabel 4.1 : Hasil preparasi lapisan dengan HVOF 39
Tabel 4.2 : Data Parameter kisi hasil analisis yang diperoleh dari Rietan 47
Tabel 4.3 : Posisi atom, factor R dan chi hasil refinement pola XRD
sample A1 dengan ratio bahan baker 5,13
47
Tabel 4.4 : Hasil perhitungan ukuran grain fasa WC sample A1 dengan
ratio tekanan oksigen 5,13
49
Tabel 4.5 : Hasil perhitungan ukuran grain fasa Co sample A1 dengan
ratio tekanan bahan baker 5,13
49
Tabel 4.6 : Ikatan antar atom pada sample A1 dengan ratio tekanan
bahan baker 5,13
50
Tabel 4.7 : Ikatan antar atom pada sample A1 dengan ratio tekanan
bahan baker 5,86
51
Tabel 4.8 : Ikatan antar atom pada sample A1 dengan ratio tekanan
bahan baker 6,00
52
Tabel 4.9 : Ikatan antar atom pada sample A1 dengan ratio tekanan
bahan baker 6,25
52
Tabel 4.10 : Ikatan antar atom pada sample A1 dengan ratio tekanan
bahan baker 6,67
53


Universitas Indonesia
x

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Skema Thermal Spray 7
Gambar 2.2 : Skema FSLP 8
Gambar 2.3 : Skema proses pelapisan dengan busur plasma 9
Gambar 2.4 : Skema proses pelapisan dengan busur listrik 10
Gambar 2.5 : Skema proses pelapisan dengan suluh detonasi 11
Gambar 2.6 : Skema proses pelapisan dengan HVOF 12
Gambar 2.7 : Penampang lintang lapisan yang dibuat dengan thermal
spray
13
Gambar 2.8 : Bidang kristal berfungsi sebagai kisi difraksi 15
Gambar 2.9 : Difraksi sinar-X pada bidang kristal 16
Gambar 2.10 : Perbedaan panjang lintasan antara berkas sinar-X1 dan
sinar-X2
17
Gambar 2.11 : Perbedaan struktur dalam kristal dan amorf 18
Gambar 2.12 : Struktur kristal FCC 19
Gambar 2.13 : Struktur kristal BCC 21
Gambar 2.14 : Struktur kristal HCP (10) 22
Gambar 3.1 Skema Peralatan HVOF yang digunakan 30
Gambar 3.2 : Skema EDAX 31
Gambar 3.3 : Skema SEM 33
Gambar 3.4 : Skema mikro Hardness 34
Gambar 3.5 : Skema jejak mikro Hardness. 35
Gambar 3.6 : Pola difraksi Wolfram Carbide dalam tabel Hanawalt 36
Gambar 4.1 : Hasil Preparasi sampel lapisan dengan variasi tekanan
oksigen
40
Gambar 4.2 : Gabungan pola difraksi sinar-X sampel 40
Gambar 4.3 : Referensi profil difraksi sinar-X pada Tungsten Carbide 41
Universitas Indonesia
xi

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


Gambar 4.4 : Referensi profil difraksi sinar-X pada Cobalt 42
Gambar 4.5 : Refining profil difraksi sinar-X pada Tungsten Carbide 43
Gambar 4.6 : Refining profil difraksi sinar-X pada Cobalt 44
Gambar 4.7 : Pola difraksi sinar-X dengan ratio tekanan oksigen dan
propane 5,13
45
Gambar 4.8 : Residu (sisa) dari hasil riefnent 46
Gambar 4.9 : Sistem kristal dengan ratio tekanan oksigen dan propana
5,13
50
Gambar 4.10 : Sistem kristal dengan ratio tekanan oksigen dan propana
5,86
51
Gambar 4.11 : Sistem kristal dengan ratio tekanan oksigen dan propana
6,00
51
Gambar 4.12 : Sistem kristal dengan ratio tekanan oksigen dan propana
6,25
52
Gambar 4.13 : Sistem kristal dengan ratio tekanan oksigen dan propana
6,67
53
Gambar 4.14 : Fraksi masa pada lapisan 54
Gambar 4.15 : Kerapatan atomic pada fasa WC dan Co 55
Gambar 4.16 : Volume unit selpada fasa WC dan Co 56
Gambar 4.17 : Ukuran grain/kristalit pada fasa WC dan Co 57
Gambar 4.18 : Parameter kisi a, b, dan c pada fasa WC 58
Gambar 4.19 : Parameter kisi a, b, dan c pada fasa Co 59
Gambar 4.20 : Model Hexagonal senyawa Wolfram Carbide 59
Gambar 4.21 : Sistem kristal Wolfram Carbide 60
Gambar 4.22 : J arak atom W-C dan C-C pada fasa WC 61
Gamabr 4.32 : J arak antar atom Co pada fasa Co 62

Universitas Indonesia
xii

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


DAFTAR LAMPIRAN

hal
Lampiran 1 : Hasil pengukuran difraktometer sinar-X (XRD) lapisan 67
Lampiran 2 : Pola difraksi hasil analisis menunjukkan adanya puncak-
puncak yang berimpit dengan profil pola difraksi fasa WC
dan Co.
70
Lampiran 3 : Posisi atom, faktor R dan Chi hasil refinement pola XRD. 73
Lampiran 4 : Data fraksi massa data kerapatan atom dan volume unit sel 76
Lampiran 5 : Hasil perhitungan ukuran grain fasa WC 77
Lampiran 6 : Hasil perhitungan ukuran grain fasa Co 81

Universitas Indonesia
xiii

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


1 Universitas Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Umum

Dalam dekade terakhir ini, pola kehidupan manusia mengarah pada era digital,
dimana segala aktifitas kehidupan selalu dapat dikaitkan dengan mesin elektronik.
Tingkat kebutuhan yang tinggi terhadap peralatan elektronik, dan didukung oleh
perkembangan nano teknologi, mendorong manusia untuk menciptakan alat yang
bersekala kecil dengan tidak mengurangi kapasitas alat. Tidak kalah hebatnya
perkembangan teknologi dalam bidang material, manusia berlomba-lomba untuk
mengembangkan material yang memilki kualitas lebih baik, dengan tingkat
kekerasan yang memadai, tahan terhadap korosi, lebih kuat dan tahan lama. Dan
yang terpenting dari semua itu adalah dapat menggantikan peran dari material
sebelumnya yang ketersediaannya sudah mulai menipis.

Berbagai upaya teknis dilakukan agar kualitas material logam dapat ditingkatkan,
salah satunya adalah dengan pelapisan (coating). Berbagai metode pelapisan
dilakukan oleh manusia. Mereka dibedakan berdasarkan jenis bahan pelapisnya
(target) ataupun bahan bakar yang digunakannya. HVOF (high velocity Oxy fuel)
adalah salah satu metode pelapisan material logam yang termasuk dalam
kelompok termal spray. Secara umum semua termal spray memiliki prinsip yang
sama yaitu: menggunakan campuran oksigen, hidrogan dan bahan bakar untuk
meleburkan target yang berupa serbuk dalam ruang pembakaran. Kemudian
menyemprotkan target yang telah meleleh ke atas permukaan substrat dengan
kecepatan tinggi. Pelapisan dengan metode HVOF memiliki kelebihan
dibandingkan dengan jenis termal spray yang lain terutama dalam hal kerapatan
lapisan, tingkat porositassnya, kandungan oksida, dan daya rekatnya terhadap
substrat. Perbandingan metode termal spray dan sifat-sifat lapisan dapat dilihat
dalam table 1.1 berikut ini:

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008





2



Tabel 1.1. Perbandingan metode termal spray dan sifat lapisan. [1]

Particle
velocity
m.s
-1
Adhesion
MPa
Oxide
content
%
Porosity
%
Deposition
rate
kg.hr
-1
Typical
deposit
thickness
Mm
Flame 40 <8 10-15 10-15 1-10 0.2-10
Arc 100 10-30 10-20 5-10 6-60 0.2-10
Plasma 200-300 20-70 1-3 5-10 1-5 0.2-2
HVOF 600-
1000
>70 1-2 1-2 1-5 0.2-2


Adapun penggunaan metode termal spray HVOF, banyak dijumpai dalam
industri, seperti industri pesawat terbang, industri otomotif, industri militer,
industri berat seperti pengeboran minyak, industri kertas, industri ban dan lain-
lain.

Sebagaimana penjelasan di atas, maka metode pelapisan HVOF memiliki
kelebihan dibanding dengan metode lainnya. Agar proses pelapisan dengan
metode HVOF ini dapat menghasilkan lapisan yang lebih baik, terutama tingkat
kekerasan lapisan dan sifat mekanik yang lain dengan biaya yang rendah, maka
perlu diadakan penelitian. Penelitian ini di fokuskan pada perubahan tekanan
oksigen dan bahan bakarnya dengan berbagai variasi. Selanjutnya karakterisasi
dilakukan dengan menggunakan berbagai analisis seperti XRD, EDAX, Hardness,
dan SEM. Hasilnya dianalisis apakah perubahan tekanan oksigen dan propana
dapat mempengaruhi struktur mikro maupun sifat mekaniknya. Dasar dari
pemikiran ini adalah sifat mekanik bahan tegantung terhadap mikrostrukturnya.
Dimana mikrostruktur di tentukan oleh jumlah fase yang ada, perbandingan fase,
dan bagaimana mereka terdistribusikan dalam bahan. Sementara itu perubahan
mikrostruktur bahan salah satunya dipengaruhi oleh adanya treatment panas
(perlakuan panas) dalam pembentukannya [2].
Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008





3



Penelitian ini dimanfaatkan untuk mengetahui apakah perubahan tekanan oksigen
dapat mempengaruhi mikrostruktur dan perubahan fasa pada lapisan yang dibuat
dengan metode Thermal Spray HVOF.


1.2. Tujuan Penelitian

Mengetahui pengaruh variasi tekanan oksigen dan propane terhadap
struktur mikro, komposisi material, dan kekerasan lapisan.

1.3. Metoda Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini, metoda yang dilakukan adalah:
Preparasi sampel
Melakukan pengukuran komposisi unsur dengan EDAX
Melakukan pemeriksaan perubahan fasa, struktur kristal, dengan XRD (X-
Ray Diffraction)
Melakukan pemeriksaan bentuk partikel yang terjadi dengan
menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy).

Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008





4



1.4. Batasan Masalah

Pada penelitian ini, yang akan dilakukan adalah menentukan perubahan komposisi
fasa Tungsten Carbide/Cobalt (WC-Co) yang terbentuk dan pengaruhnya terhadap
struktur mikro, dan komposisi fasa akibat dari perubahan tekanan oksigen.


1.5. Terminologi

Untuk memberikan keseragaman istilah dalam penyelesaian penelitian ini perlu
disampaikan terminologi yang digunakan sebagai berikut:
- Fasa : dalam hal ini adalah senyawa, atau unsur atau struktur yang berbeda.
- Struktur kristal : Bentuk geometris dari kelompok atom zat padat yang
membentuk susunan yang teratur dan berulang.
- Substrat : adalah base metal, yaitu metal yang dijadikan landasan bagi
menempelnya sampel.
- Target : adalah serbuk yang akan di tembakkkan sebagai pelapis di atas
substrat.







Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


5 Universitas Indonesia

2. TEORI


2.1 Pelapisan

Pelapisan adalah menambahkan atau menempelkan suatu material atas permukaan
material lain. Pelapisan dimaksudkan untuk:

1. Melindungi permukaan material terhadap lingkungan yang mungkin
menyebabkan korosi dan reaksi lain yang merusak.
2. Meningkatkan tampilan permukaan.
3. Meningkatkan kualitas permukaan bahan seperti kekerasan permukaan.
4. Menambah kekerasan terutama sifat tribologi.

Secara umum teknis pelapisan dibedakan menjadi dua, yaitu: pelapisan dengan
bahan dasar logam dan pelapisan dengan bahan dasar bukan logam. Pelapisan
dengan bahan dasar logam banyak digunakan terutama dalam industri-industri
berat. Dimana industri berat selalu memanfaatkan alat-alat berat yang
menggunakan gesekan dua permukaan logam. Untuk itu permukaan logam yang
bergesekan membutuhkan tingkat kekerasan yang tinggi.
Ada tiga jenis pelapisan dengan bahan dasar logam yaitu: Vapour Deposition,
Hard Vacing, dan Miscellaneous Techniques. Thermal Spray adalah satu di antara
tiga pilihan pada jenis Hard Facing, yaitu: Welding, Thermal Spray dan Clading.
Diagram teknik pelapisan ada pada Diagram 2.1 di bawah ini.

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008





6




Diagram 2.1 Berbagai jenis pelapisan.

Prinsip dasar dari proses thermal spray adalah pembentukan lapisan yang
permanent dengan meleburkan suatu material dalam suatu ruang pembakaran,
kemudian dari ruang pembakaran ini material disemprotkan ke atas permukaan
substrat dan kemudian menempelkannya di atas substrat.
Mekanisme ikatan pada suatu permukaan dalam thermal spray adalah sama
dengan platings (melapisi), yaitu mechanical interlocking dan interaksi antar
atom, dengan penyebaran kekuatan ikatan sekitar 7 MPa (10 ksi). Ketebalan
lapisan berkisar antara 25 m sampai dengan 2.5 mm [3].

Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008





7



2.2. Jenis jenis thermal spray

Thermal spray diklasifikasikan kedalam beberapa jenis berdasarkan pada jenis
bahan bakar, jenis target dan cara meleburkan target.
Secara umum semua proses thermal spray memiliki prinsip dasar yang sama
yaitu: peleburan target berupa (bubuk atau kawat) dalam ruang pembakaran
kemudian mempercepatnya dengan kecepatan tinggi untuk ditumbukkan ke
permukaan substrat. Lapisan terbentuk ketika jutaan partikel menempel pada
substrat secara tumpang tindih[4]. Partikel-partikel ini terikat oleh substrat dengan
ikatan mekanik maupun ikatan logam. Secara umum skema thermal spray dapat
dilihat padaa gambar 2.1 berikut ini:
[4]
Gambar 2.1 Skema Thermal Spray.
Material yang digunakan sebagai pelapis berupa bubuk atau kawat yang dapat
berasal dari logam, keramik atau karbida. Metode pelapisan yang biasa digunakan
adalah: Plasma, Busur, Pijar, dan HVOF. Daerah peleburan memiliki suhu yang
sangat tinggi, percikan material dibawa dengan udara yang bertekanan tinggi
menuju substrat.

Proses pelapisan
Langkah pertama semua proses pelapisan adalah mempersiapkan permukaan.
Pekerjaan ini dilakukan dengan pembersihan dan blasting permukaan yang
akan dilapisi.
Langkah ke dua adalah meleburkan target berupa bubuk atau kawat, dengan
memasukkan material ke dalam ruang pembakaran yang berisi gas yang
Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008





8



panas. Gas panas diperoleh dari reaksi kimia (pembakaran) maupun secara
fisika (plasma).
Langkah ke tiga adalah dengan mempercepat partikel ke atas permukaan
substrat dengan menggunakan aliran gas untuk ditempelkannya[3].

Berikut ini sekilas tentang masing-masing jenis thermal spray, dan akan dibahas
lebih detil pada high velocity oxygen fuel (HVOF).


2.2.1 Flame Spraying (FLSP)

FLSP adalah merupakan proses thermal spray yang paling tua. Proses thermal
spray ini menghasilkan suhu campuran bahan bakar Oxyacetylene sekitar 2760
o
C
untuk meleburkan target yang berupa bubuk, batang, atau kawat. Kecepatan aliran
material yang berupa kawat di dorong menuju nyala api (flame) dan dengan
tekanan oksigen yang tinggi digunakan untuk mengatomisasi logam cair menjadi
partikel-partikel kecil dan mempercepatnya menuju substrat [3]. Skema flame
spray dapat dilihat dalam Gambar 2.2 berikut ini:

Gambar 2.2 Skema FLSP
Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008





9



Paduan bahan bakar dan oksigen yang bertekanan tinggi menghasilkan pijaran api
yang suhunya sangat tinggi sekitar 3000
o
C. Kawat didorong maju menuju flame
dan melebur, tekanan oksigen dan tekanan udara mendorong logam cair menjadi
partikel kecil yang dipercepat menuju substrat.

2.2.2 Plasma Arc Spraying (PSP)

PSP dapat menghasilkan suhu sekitar 16.650
o
C (30.000
o
F) untuk meleburkan
bubuk. Lapisan yang dibuat dengan PSP lebih padat, porositasnya rendah, dan
adhesinya lebih kuat dibanding FLSP. Prosesnya adalah energi panas dari busur
listrik yang beroperasi pada 40 kW atau 80 kW bersama dengan suatu gas
pembentuk plasma, baik nitrogen atau argon, digunakan untuk mencairkan dan
menembakkan material pelapis pada kecepatan tinggi sekitar (600 m/det) kepada
material yang akan dilapisi (substrate) [3]. Skema busur plasma spray dapat
dilihat pada Gambar 2.3 berikut ini:

Gambar 2.3. Skema dari proses pelapisan dengan busur plasma.
Gas pembentuk plasma (nitrogen/argon) disundut dengan tegangan DC antara 40
kV 80 kV hingga terbentuk plasma. Suhu ujung suluh sekitar 16.650
o
C dan
bubuk cair disemprotkan dengan kecepatan sekitar 600 m s
-1
.





Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008





10



2.2.3 Electric Arc Spraying (AESP)

Motor menggerakkan dua kawat bermuatan listrik (dengan beda potensial 18
sampai 40 Volt) melalui suluh (gun) menuju ujung temu pada kepala suluh,
dimana busur listrik menciptakan suhu melebihi 6000
0
C, seperti terlihat pada
Gambar 2.4. Udara yang bertekanan mengatomisasi material pelapis yang sudah
cair dan menembakkannya kepada permukaan material yang akan dilapisi. Skema
busur listrik spray dapat dilihat pada Gambar 2.4. berikut ini:

Gambar 2.4. Skema proses pelapisan dengan busur listrik.
Ujung-ujung kawat diberi beda potensial sebesar 18 40 kV. Temperatur ujung
suluh mencapai 6000
o
C, udara dengan tekanan tinggi mengatomisasi pelapis yang
sudah cair dan mendorong keluar dengan kecepatan tinggi


2.2.4 Detonation Gun (d-Gun)

D-gun melelehkan bubuk dalam suluh (gun) dengan letupan sundut pada gas yang
mudah menyala (spark ignition of explosive gas). Skema busur plasma spray
dapat dilihat pada Gambar 2.5 berikut ini:
Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008





11









Gambar 2.5. Skema proses pelapisan dengan suluh detonasi (detonation gun).
Paduan bahan bakar dan oksigen diledakan dengan busi, bubuk dialirkan bersama
dengan gas nitrogen dan didorong menuju ujung suluh dengan kecepatann tinggi.


2.2.5 High velocity Oxygen Fuel (HVOF)

HVOF adalah thermal spray yang menggunakan pembakaran gas, seperti hidrogen
atau bahan bakar cair seperti kerosene. Bahan bakar dan oksigen dicampur dan
mengubahnya dalam ukuran yang sangat kecil dialam ruang pembakaran di bawah
kondisi yang terkontrol pembakarannya maupun tekanannya. Proses ini
menghasilkan kecepatan yang sangat tinggi yang digunakann untuk mendorong
partikel mendekati kecepatan suara (supersonic) sebelum menumbuk substrat [4].
Skema Proses pelapisan dengan HVOF nampak pada Gambar 2.6 berikut.

Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008





12




Gambar 2.6. Skema proses pelapisan dengan HVOF.
Perpaduan antara Oksigen dan bahan bakar (methana, propana) yang teratomisasi
disundut dengan api dan menghasilkan temperatur yang mendekati 3000
o
C.
Bubuk disemprotkan ke dalam ruang pembakaran dengan menggunakan nitrogen
dan meleleh. Udara dengan tekanan tinggi yang dipadu dengan oksigen yang
tekanannya terkontrol menghasilkan gumpalan-gumpalan bubuk cair berbentuk
intan dengan kecepatan yang sangat tinggi.

Satu keuntungan dari metode HVOF adalah lapisan yang dihasilkan memiliki
kerapatan yang sangat tinggi dan rendah oksidasinya. Oksidasi rendah diakibatkan
karena tingginya kecepatan dan tingginya temperatur gas pijar (sekitar 3000
o
C)
saat menumbuk substrat dibandingkan dengan thermal spray yang lain.
Penampang lintang dari model lapisan yang diperoleh dengan thermal spray dapat
dilihat pada Gambar 2.7 berikut ini:

Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008





13




Gambar 2.7 Penampang lintang lapisan yang dibuat dengan Thermal Spray.
Metal dasar (substrat) dibersihkan dan diblasting sebelum dilapisi. Sebagian
partikel yang tidak meleleh terjebak dalam lapisan. Oksida yang terbentuk
terjebak di sela-sela lapisan.

Perbedaan di antara thermal spray ditunjukkan dalam Table 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Perbedaan thermal spray berdasarkan jenis target dan sumber energinya.
Proses Bentuk target Sumber Energi
Flame spraying (FLSP) serbuk, batang,
kawat
Oxyacetylene flame
Plasma arc spraying (PSP) Bubuk plasma gun
Electric arc spraying
(EASP)
kawat (motor
driven)
Busur listrik (electric arc)
Detonation gun (d-Gun) Bubuk spark ignition of explosive
gas gun
High-velocity oxy/fuel
(HVOF)
Bubuk oxygen, hydrogen, fuel,
e.g., methane, combustion
chamber

Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008





14



2.3. Difraksi Sinar-X

2.3.1.Sejarah Pengumpulan Pola Difraksi

Secara kualitatif analisis ini telah dimulai sejak tahun 1936, beberapa orang ahli
seperti Hanawalt, Rin dan Frevel, bersama-sama mengumpulkan berbagai pola
difraksi dari bahan-bahan yang senyawa kimianya telah diketahui. Melalui
lembaga yang bernama Dow Chemical Company, mereka berhasil mengumpulkan
kurang lebih 1000 pola difraksi dari suatu substan. Kemudian pada tahun 1941
muncullah lembaga baru yang benama ASTM, melalui lembaga ini dari tahun
1941 s/d 1969 berhasil mempublikasikan data yang lebih besar lagi. Kemudian
sejak tahun 1969 J oint Committee on Powder Difraction Standard (J CPDS)
bersama 10 negara bagian Amerika, Canada, Inggris, dan Prancis, telah
mempublikasikan sebagai standar perbandingan resmi pola difraksi sinar-X.
Diikuti oleh Powder Difractian File (PDF) berhasil menambahkan kurang lebih
2000 pola setiap tahunnya [5].


2.3.2.Fenomena Difraksi Sinar-X

Sebagimana kita ketahui bahwa pola difraksi sinar-X diperoleh dari difraksi
berkas sinar-X oleh bidang hkl pada suatu kristal. Perbedaan orientasi bidang hkl
akan menghasilkan pola puncak-puncak yang terletak pada suatu sudut difraksi
tertentu. Setiap kristal memiliki karakteristik yang berbeda yang ditunjukkan oleh
munculnya puncak-puncak yang berbeda-beda. Hal ini menunjukkan bahwa pola
difraksi sinar-X bersifat unik. Unik mengandung pengertian bahwa pola difraksi
sinar-X tidak pernah kembar.
Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008





15



Berdasarkan perbedaan pola difraksi ini, maka para ahli dapat mengidentifikasi
jenis material apa yang terdapat dalam suatu zat padat. Atau lebih lanjut dapat
mengetahui pertumbuhan suatu phase akibat dari treatmen panas dengan
mempelajari pola difraksinya.

Bagaimana pola difraksi ini dapat terbentuk, dapat kita pelajari dengan konsep
difraksi yang dikemukakan oleh Bragg. Gambar peristiwa difraksi ditunjukkan
dalam Gambar 2.8.

Gambar 2.8. Bidang kristal berfungsi sebagai kisi difraksi.
Sinar-X yang datang pada kristal dihamburkan oleh elektron, atom dan kristal

Kristal memiliki susunan atom yang teratur, baik dalam jarak maupun arah
orientasi bidang. Bidang yang dibentuk oleh susunan atom diberi indeks hkl.


2.3.3. Hukum Bragg

Hukum Bragg dapat memperkirakan kondisi-kondisi pola difraksi sinar-X yang
didifraksikan dari sebuah kristal. Sebagaimana kita ketahui bahwa difraksi hanya
akan terjadi jika cahaya memasuki celah sempit, dimana panjang gelombang
Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008





16



cahaya sama dengan lebar celah. Sebuah kristal adalah susunan atom-atom yang
teratur membentuk suatu luasan permukaan yang bersap-sap dan memiliki banyak
orientasi. J arak antar bidang yang sama orientasinya adalah sama besar. J arak
antar bidang d memiliki lebar satu orde dengan sinar-X. Bidang-bidang inilah
yang berfungsi sebagai cermin, yang akan memantulkan berkas sinar-X. Berikut
ini adalah gambar difraksi sinar-X pada permukaan bidang kristal.

Gambar 2.9. Difraksi sinar-X pada bidang kristal.
Bidang hkl berfungsi seperti cermin datar, d jarak pisah antara dua bidang
difraksi. 1 berkas sinar datang pada bidang pertama, 2 berkas sinar datang pada
bidang kedua. 1 berkas sinar hambur dari dari bidang pertama, 2 berkas sinar
hambur dari bidang kedua.

Gambar 2.8. menunjukkan sinar-X yang menumbuk keluarga bidang-bidang.
Untuk sebuah bidang tunggal, maka pemantulan akan terjadi untuk setiap nilai .
Agar diperoleh interfernsi yang konstruktif maka selisih antara dua sinar yang
dipantulkan oleh bidang-bidang haruslah saling memperkuat, yaitu besarnya sama
dengan kelipatan panjang gelombang sinar-X [6]. Secara matematis perhitungan
selisih dua buah berkas yang berinteraksi ditunjukkan pada Gambar 2.10 berikut
ini:
Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008





17



Gambar 2.10. Perbedaan panjang lintasan antara berkas sinar-X
1
dan sinar-X
2.
(a) Skema pembentukan difraksi pada kisi kristal, (b) Hubungan panjang gelombang
dan jarak antara dua bidang d. adalah sudut difraksi, d adalah jarak antar dua
bidang hkl. J ika AB +BC =kelipatan n maka berkas sinar-X
1
akan berinterferensi
konstruktif dengan sinar-X
2

Interferensi konstruktif akan diperoleh jika selisih panjang antara berkas sinar-X
1

dan sinar-X
2
adalah kelipatan dari panjang gelombangnya. Hal itu dapat dituliskan
dalam persamaan :
n = AB +BC ............................................................(1)
dimana, AB =BC
J ika jarak antar bidang d dan sudut difraksi adalah , maka
AB =d sin
Dengan demikian selisih antara dua berkas sinar-X adalah

AB +BC =2 d sin ....................................................(2)

Subtitusi persamaan (10 dan (2) diatas adalah:

n =2 d sin , n =1, 2, 3, .......................................(3)

Hubungan ini dinamakan hukum Bragg. Kuantitas d dalam persamaan ini adalah
jarak tegak lurus antara bidang-bidang tersebut.
Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008





18




2.4. Sistim kristal

2.4.1. Konsep dasar
Material padat berdasarkan susunan atom-atomnya dapat diklasifikasikan kedalam
kristal dan amorf. Kristal adalah zat padat dimana atom-atomnya tersususn secara
beraturan dalam luasan secara periodik. Sedangkan kebalikannya adalah
amorfpus[2].
Gambar 2.11 Perbedaan struktur atom dalam kristal dan amorphus.
(a) struktur kristal, (b) struktur amorf. Tampak perbedaan jelas bahwa susunan atom
pada kristal adalah teratur dan berulang secara beraturan, sementara itu amorf tidak
memiliki susunan yang teratur.

Sifat-sifat kristal zat padat tergantung pada struktur kristalnya, susunan atom-
atomnya, ion atau molekul-molekul yang tersusun. Ada banyak sekali struktur
kristal dalam zat padat, mulai dari yang sederhana sampai dengan yang sangat
rumit dan kompleks.
Agar lebih sederhana dalam menjelaskan tentang struktur kristal, maka atom atau
ion akan dianggap sebagai bola pejal yang keras yang dikenal dengan nama
atomic hard sphere model.

Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008





19



2.4.2.Unit sel
Deretan atom dalam kristal zat padat menggambarkan bahwa kelompok kecil
atom membentuk pola yang berulang. Dengan demikian untuk menjelaskan
struktur atom selalu dikembalikan ke dalam kelompok kecil dari atom-atom ini
yang disebut dengan nama unit sel. Unit sel adalah struktur dasar dari struktur
kristal. Unit sel menjelaskan struktur kristal dengan bangun hayal yang
menempatkan atom-atom pada posisinya. Gambar 2.12 mengambarkan unit sel
untuk struktur kubus.

Gambar 2.12 Struktur kristal Face Center Cubic (FCC) [2]
(a) Bulk kristal tunggal, dimana unit sel adalah bagian dari bulk. (b) unit sel
dengan atom berbentuk bola pejal yang rapat tampak atom di sudut dengan
permukaan terpotong kubus. (c) unit sel dengan atom sebagai titik pada tiap sudut
dan pusat sisinya.





Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008





20



2.4.3.Struktur kristal logam

Ikatan atom dalam struktur kristal ini adalah ikatan logam, dan tidak searah dalam
keadaan yang alami. Ada tiga kelompok struktur kristal ditemukan dalam logam
dalam kehidupan sehari-hari, yaitu: face center cubic (FCC), body center cubic
(BCC), dan Hexagonal close packet (HCP).

Struktur kristal Face center cubic (FCC)
Banyak logam ditemukan memiliki struktur kristal kubus, dimana atom ditemukan
di setiap sudut kubus dan di pusat sisinya. Beberapa logam yang memiliki struktur
ini antara lain: tembaga, alumunium, perak, dan emas. Gambar 2.12 adalah
struktur kristal FCC, Masing-masing atom bersentuhan satu sama lain pada
diagonal sisinya. Hubungan antara panjang sisi kubus a dan jari-jari atom R
dituliskan sebagai berikut:
2 2R a = ........................................................(4)
Nomer koordinasinya yaitu jumlah atom yang bersentuhan adalah CN =12,
banyaknya atom tiap unit sel adalah n =4, dan atomic packing faktor (APF) yaitu
perbandingan antara volume seluruh atom dalam satu unit sel dibagi dengan
volume sel, APF =0,74.

Struktur kristal body center cubic (BCC)
Struktur kristal yang lain dari logam adalah body center cubic (BCC), dimana
atom-atom terletak di pojok-pojok kubus dan satu di tengah kubus. Gambar 2.13
adalah struktur kristal BCC. Masing-masing atom bersentuhan satu sama lain
pada diagonal sisinya. Hubungan antara panjang sisi kubus a dan jari-jari atom R
dituliskan sebagai berikut:
3
4R
a =
...........................................................(5)
Bilangan koordinasi, CN =8, jumlah atom tiap unit selnya =2, dan atomic
packing faktornya, APF =0,68. Berikut ini adalah gambar unit sel BCC:
Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008





21




Gambar 2.13 Struktur krista Body Center Cubic (BCC) [2]
(a) Bulk kristal tunggal, dimana unit sel adalah bagian dari bulk. (b) unit sel
dengan atom berbentuk bola pejal yang rapat tampak atom disudut terpotong
dengan sisi kubus. (c) unit sel dengan atom sebagai titik pada tiap sudut dan pusat
kubus.

Struktur Kristal Hexagonal Close Packet (HCP)
Satu struktur kristal yang juga dijumpai dalam logam adalah Hexagonal close
packet (HCP). Ada 6 atom membentuk segi enam mengelilingi satu atom di
tengah. Logam-logam yang memiliki struktur kristal ini antara lain: CD, Mg, Zn,
dan TI. Setiap unit sel memiliki dua parameter kisi yaitu a dan c. Dengan ratio
ideal c/a =1.633.
Bilangan koordinasi, CN =12 (sama dengan FCC), jumlah atom tiap unit selnya =
6, dan atomic packing faktornya, APF =0,74 (sama dengan FCC). Struktur kristal
HCP dapat dilihat dalam gambar 2.14.
Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008





22




Gambar 2.14 Struktur kristal Hexagonal close Packed ( HCP) [2].
(a) Unit sel dengan atom dipandang sebagi sebuah titik berada pada tiap sudutnya.
(b) bulk kristal tunggal dimana unit sel adalah bagian darinya. Parameter kisi a
dan c dimana a adalah parameter kisi atom-atom yang membentuk formasi
segi enam, sedang c adalah parameter kisi tegaknya.
HCP adalah kristal yang terdiri dari enam atom yang membentuk formasi di
bawah dan atas dengan sebuah atom sebagai pusatnya, antar dua segi enam
dibatasi oleh tiga buah atom.


2.5. Perhitungan ukuran butir (grain size calculation)

Identifikasi fasa dengan menggunakan difraksi sinar-x terutama tergantung pada
posisi puncak pada pola difraksi dan kadang juga tergantung pada intensitas relatif
dari puncak-puncak tersebut. Akan tetapi bentuk dari puncak mengandung
informasi tambahan dan penting. Bentuk, terutama lebar puncak merupakan
ukuran dari besar osilasi termal atom-atom pada kisi kristalnya [7]. J uga bisa
merupakan ukuran kehampaan dan konsentrasi unsur pengotor (impurities) dan
bahkan deformasi plastis.

Metoda Scherrer dan Warren-Averbach

Persamaan Scherrer menerangkan pelebaran puncak sehubungan dengan
divergensi cahaya masuk yang memungkinkan untuk memenuhi kondisi Bragg
Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008





23



bidang difraksi yang tidak berdekatan. Setelah efek alat telah diselesaikan, ukuran
butir kristal mudah dihitung sebagai fungsi dari lebar puncak, posisi puncak dan
panjang gelombang.

Metoda Warren-Averbach tidak hanya memperhitungkan lebar puncak tapi juga
bentuk dari puncak. Metoda ini didasarkan dekonvolusi Fourier dari puncak yang
diukur dan pelebaran instrumentasi untuk mendapatkan pola difraksi sebenarnya.
Metoda ini mampu menghasilkan kedua-duanya distribusi ukuran butir serta
regangan mikro dari kisi.

Ukuran butir dengan persamaan Scherrer diberikan sebagai berikut:

B
B
K
D

cos
2 / 1
=
..(6)

dimana D

adalah ukuran volume berbobot , K adalah konstanta Scherrer,
B

adalah sudut Bragg, adalah panjang gelombang sinar-X, dan B
1/2
adalah lebar-
penuh-setengah-maksimum (full-width-half-max) puncak setelah dikoreksi
terhadap pelebaran yang disebabkan oleh difraktometer.
Salah satu cara menentukan B
1/2
adalah dengan persamaan:

2 2 2
2 / 1 m obs
B B B =
..................................................(7)

dimana B
obs
adalah lebar puncak yang diukur dan B
m
adalah pelebaran paruh
disebabkan mesin. Cara lain mendapatkan nilai B
1/2
adalah dari list analisisa
difraksi dengan RietAn.

Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008





24




Ukuran butir rata-rata

Metoda Sherrer dan Warren-Averbach menghasilkan karakteristik rata-rata yang
berbeda dari lebar kolom D. Scherrer menghasilkan D
vol
sedangkan Warren-
Averbach menghasilkan < L >
area
. Untuk mendapatkan ukuran butir dapat
diasumsikan bentuk dari partikel. Dengan asumsi kristal berbentuk bola, maka
diameter dari bola dapat diperkirakan yaitu:
area area
L D > < = > <
2
3
..................................................(8)

dan
vol vol
L D > < = > <
3
4
..................................................(9)

Distribusi ukuran butir

Distibusi ukuran butir cendrung dalam bentuk log-normal, suatu distribusi dimana
terdapat jumlah relatif besar partikel-partikel lebih kecil. Distribusi log-normal
yang dinormalisasi diberikan dengan hubungan berikut:

=
2
ln
) / ln(
2
1
exp
ln 2
1
) (

o
LN
D D
D
D g ..(10)

dimana D
0
adalah nilai median dan adalah lebar distribusi. Karakteristik rata-
rata diberikan oleh hubungan:



Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008





25


=
2
ln
2
1
exp
o
num
D D
.(11)

=
2
ln
2
5
exp
o
area
D D
...(11)

=
2
ln
2
7
exp
o
vol
D D
........(12)

Dengan melakukan analisa Scherrer dan Warren-Averbach dan asumsi partikel
bola akan didapatkan kedua-duanya < D >
vol
dan < D >
area
. Ini memungkinkan
untuk menghitung D
0
dan menghitung < D >
num
dan memplot distribusi ukuran
butir yang lengkap.
Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


27 Universitas Indonesia
BAB III
LANGKAH PENELITIAN


Pada penelitian ini dilakukan analisis pola difraksi sinar-X pada lapisan Tungsten
Carbide Cobalt (WC-Co) untuk mengetahui terjadinya perubahan struktur dan
perubahan fasa yang diakibatkan karena perbedaan tekanan oksigen dan tekanan
propane pada proses pelapisannya. Adapun proses pelapisannya dengan
menggunakan metode plasma spray HVOF (high velocity oxygen fuel).

Dari penelitian ini diharapkan dapat memperoleh perubahan sifat mekanik bahan
pelapis yang lebih baik, jika berhasil ini merupakan proses produksi pelapisan
dengan tingkat kekerasan permukaan yang baik dengan biaya yang lebih murah
jika dibandingkan dengan proses treatmen panas.


3.1 Proses Penelitian

3.1.1 Persiapan Sampel Penelitian

Sampel diambil di PT TeknoKraf Indoasia Rawa Buaya Cengkareng J awa Barat.
Industri ini khusus bergerak dalam bidang pelapisan logam dan penambahan
permukaan logam serta sekaligus peningkatan kualitas sifat mekanik permukaan
khususnya kekerasan. Banyak industri berat seperti pengeboran minyak, industri
ban, industri pengolahan karet dan lain-lain, menggunakan jasa PT Teknokrat
Indoasia ini untuk memperbaiki alat-alatnya yang telah aus.
Dalam penelitian ini sampel diambil dari proses pelapisan pada lempeng baja tipis
berbentuk bulatan-bulatan dengan diameter sekitar 1 cm dan ketebalan substrat
kurang dari 1 mm. Proses pelapisan ini dilakukan dengan metode plasma spray
high velocity oxygen fuel atau lebih dikenal dangan nama HVOF.

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008





28

J enis bubuk yang digunakan adalah J K 117 dengan komposisi kimia sebagai
berikut:

W - 80%
Fe - <0.1%
Co - 16 %
C - 0.42 %
Lain - sisanya

Proses awal dari persiapan sampel dikenal dengan nama blasting. Blasting
dimaksudkan untuk membuat permukaan kasar dan sekaligus membersihkan
permukaan substrat. Selanjutnya substrat dijepitkan pada suatu landasan dengan
maksud agar tidak terpental saat menjalani proses pelapisan dengan tekanan yang
tinggi. Dengan perpaduan tekanan oksigen dan bahan bakar, bubuk dicairkan
dalam suatu ruang pembakaran. Adapun suhu ruang pembakaran sekitar 2760
o
C
sampai dengan 3315
o
C, hal ini lebih dari cukup untuk melelehkan semua substarat
di atas [8].
Kemudian bubuk yang telah mencair di semprotkan dengan menggunakan
oksigen pada tekanan yang tinggi keluar dari suluh (gun), dan menempel pada
substart. Lapisan tersebut diperolah dengan membuat variasi tekanan baik pada
oksigen maupun pada propane. Adapun variasi tersebut dapat dilihat dalam Tabel
3.1.
Tabel 3.1. Variasi tekanan oksigen dan propana
Material pelapis Tekanan Oksigen (bar) Tekanan Propana (bar)
8.0 1.2
8.2 1.4
8.2 1.6
7.5 1.2
J K 117 Tungsten
Carbide 17%
Cobalt
7.8 1.3
Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008





29


3.1.2 Preparasi sampel

Preparasi sampel selalu dilakukan sebelum semua proses analisiss dilakukan. Dari
yang paling sederhana yaitu memotong sampel sampai dengan proses etching.
Satu-persatu tahapan preparasi akan diuraikan sebagai berikut:
Sampel dipotong, agar didapatkan hasil potongan yang halus dan rata,
pemotongan biasa dilakukan dengan menggunakan intan, namun demikian
pemotongan dapat juga dilakukan dengan menggunakan gergaji. Agar permukaan
bidang sentuh dan sampel tidak mengalami perubahan suhu yang drastis,
pemotongan harus disertai dengan meneteskan air sebagai pendingin.
Proses selanjutnya adalah mounting, mounting secara gramatikal (Cambridge
Dictionary) dapat diartikan menetapkan sesuatu di dinding dalam suatu
bingkai. Dalam hal ini sampel diletakkan dalam cetakan kecil kemudian cairan
dituangkan kedalam cetakaan dan dibiarkan sampai kering.
Setelah itu sampel beserta cairan yang telah kering dikeluarkan dari dalam
cetakan.
Polising, diperlukan untuk memperhalus permukaan sampel, dan proses ini
dilakukan dengan menggunakan amplas dari yang kasar sampai yang halus.
Proses dilakukan pada permukaan ampelas yang berputar, kemudian sampel
ditekan pelan-pelan pada permukaan yang berputar dengan menggunakan tangan.
Permukaan ampelas dilakukan penggantian secara degradasi dari yang paling kasr
sampai yang paling lembut. Semua proses polising diikuti dengan meneteskan air
pada sampel sebagai pendingin.
Setelah permukaan benar-benar rata dan halus, kemudian sampel dietsa. Etsa
adalah suatu proses korosi yang disengaja, yaitu membuat permukaan sampel
mengalami korosi terutama pada batas butirnya. Proses ini dilakukan dengan
mencelupkan sampel kedalam suatu cairan dan membiarkan beberapa saat. Untuk
itu cairan yang digunakan harus disesuaikan dengan jenis sampelnya. Akibat dari
Etsa maka batas butir akan menjadi jelas. Setelah preparasi sampel dilakukan
Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008





30
secara lengkap, maka proses selanjutnya adalah analisa sampel dengan
menggunakan EDAX, SEM, Hardness, dan Analisis Difraksi sinar-X dan Rietvelt.

Skema peralatan yang digunakan untuk mendapatkan sample dapat dilihat pada
Gambar 3.1 berikut

Gambar 3.1 Skema peralatan HVOF (High Velocity Oxy Fuel)
Perpaduan bahan bakar dan oksigen dalam ruang pembakaran melelehkan bubuk
logam. Tekanan oksigen dan bahan bakar juga mendorong keluar bubuk yang
sudah meleleh melalaui suluh menuju ke metal dasar yang akan dilapisi. Lelehan
bubuk menempel pada metal dasar dengan cara impak.


3.1.3 Analisis Data

3.1.3.1 EDAX (Energy Dispersion X-Ray Analysis)

EDAX adalah suatu teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi komposisi
element suatu zat. Alat ini bekerja secara bersama-sama dengan SEM dan tidak
bisa bekerja sendiri.
Dalam analisis EDAX, sample ditembak dengan elektron dari sumber filamen.
Electron yang datang pada sampel akan menumbuk electron-elektron dalam atom,
sehingga elektron-elektron yang tertumbuk akan terpental dan segera akan diisi
oleh elektron dari level energi yang lebih tinggi. Akibatnya atom-atom unsur
tersebut akan membebaskan energi dengan memancarkan sinar-X [9]. J umlah
energi yang dibebaskaan akibat perpindahan elektron tergantung asal elektron
atau kemana elektron itu menuju. Sehubungan dengan konfigurasi elektron adalah
Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008





31
unik, maka atom setiap unsur akan membebaskan energy berupa sinar-X yang
memiliki sifat yang berbeda tergantung dari jenis atomnya. Dengan demikian
dengan mengukur besarnya energi yang dibebaskan dari peristiwa bombardir
elektron pada sampel, identifikasi atom yang dihasilkan dari pancaran energi
sinar-X dapat dilakukan.
Hasil dari analisis EDAX adalah spectrum EDAX. Setiap puncak menunjukkan
identifikasi jenis-jenis atom yang mengidentifikasikan unsur tunggal. Sedangkan
tinggi puncak menggambarkan besarnya konsentrasi unsur dalam sampel. Skema
EDAX dan penjelasnnya akan ditunjukkan dalam Gambar 3.2.


Gambar 3.2 Skema EDAX dan penjelasannya
Sumber elektron menghamburkan elektron, sistem lensa illuminasi
mengumpulkan hamburan elektron, kumparan scanning memfokuskan kembali
hamburan elektron tepat pada target/sampel. Berkas elektron skunder terhambur
dari sampel dideteksi dengan menggunakan detektor. Monitor TV
memvisualisasikan berkas elektron skunder dan scanning kumparan. Puncak-
Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008





32
puncak menggambarkan energi tiap-tiap unsur yang terdeteksi. Tinggi puncak
menjelaskan konsentrasi unsur dalam sampel.


3.1.3.2 SEM (Scaning Electron Microscope)

Scaning elektron mocroscope (SEM) adalah suatu jenis mikroskop elektron yang
menghasilkan berbagai gambar dari proses tumbukan elektron dengan energi yang
tinggi terhadap permukaan suatu sampel dan kemudian mengidentifikasi sinyal-
sinyal hamburan elektron dari permukaan. Dalam SEM, sinyal yang dihasilkan
tidak hanya berasal dari elektron yang ditembakkanya, tetapi dapat juga berasal
dari interaski lain yang terjadi di dalam sampel yang dekat dengan permukaan.
SEM mampu menghasilkan gambar dengan resolusi yang sangat tinggi. Adapun
perbesaran gambar berkisar antara 15 kali hingga 200000 kali. SEM pertama kali
ditemukan oleh Manfred von Ardenne pada tahun 1937 [10]. Kemudian
dikembangkan oleh Charles Oatley dan kemudian secara komersial
disebarluaskan oleh Cambridge Instruments.

Sumber elektron adalah filamen tungtens atau lanthanum hexaborid sebagai
katoda dan dipercepat dengan anoda dalam tabung sinar katoda. Tungtens
digunakan sebagai sumber sebab memiliki titik lebur yang tinggi dan tekanan
uapnya lebih rendah dari semua metal. Elektron yang dipancarkan memiliki
energi antara ratusan eV hingga 100 keV yang difokuskan oleh satu atau dua lensa
kondenser hingga mendapatkan fokus dengan ukuran 0.4 nm sampai 5 nm.
Kemudian berkas melalui sepasang scaning coil atau pasangan plat deflektor di
dalam tabung optik elektron (electron optical column).

Cara terbentuknya gambar pada SEM berbeda dengan apa yang terjadi pada
mikroskop optic dan TEM. Pada SEM, gambar dibuat berdasarkan deteksi
elektron baru (elektron sekunder) atau elektron pantul yang muncul dari
permukaan sampel ketika permukaan sampel tersebut discan dengan berkas
elektron. Elektron sekunder atau elektron pantul yang terdeteksi selanjutnya
diperkuat sinyalnya, kemudian besar amplitudonya ditampilkan dalam gradasi
Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008





33
gelap-terang pada layar monitor CRT (cathode ray tube). Di layar CRT inilah
gambar struktur obyek yang sudah diperbesar bisa dilihat. Pada proses operasinya,
SEM tidak memerlukan sampel yang ditipiskan, sehingga bisa digunakan untuk
melihat obyek dari sudut pandang 3 dimensi [11]. Skema SEM dan penjelasannya
dapat dilihat dalam Gambar 3.3

Gambar 3.3 Skema SEM dan penjelasannya.
Sumber elektron menghamburkan elektron, sistem lensa illuminasi
mengumpulkan hamburann elektron, kumparan scanning memfokuskan kembali
hamburan elektron tepat pada target/sampel. Berkas elektron skunder terhambur
dari sampel dideteksi dengan menggunakan detektor. Monitor TV
memvisualisasikan berkas elektron skunder dan dari hasil scanning hamburan
elektron. Berkas elektron skunder ditangkap dengan detektor dan divisualisasikan
dengan monitor dalam bentuk gelap terang. Hasil akhir adalah gambar dengan
warna hitam putih.

Hanya sampel yang terbuat dari logam atau sampel yang dilapisi dengan logam
yang dapat dianalisis dengan SEM. Untuk sampel non logam maka harus
dilapiskan dengan lapisan material konduktif.
Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008





34
Seperti pada EDAX, persiapan awal dari analisis SEM adalah: mounting,
kemudian polising, dan terakhir adalah etching.


3.1.3.3 Hardness Tester

Tes hardness dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kekerasan permukaan suatu
sampel. Hasil pengukuran diperoleh dengan mengidentifikasi kedalamaan dan
ukuran bekas indentor. Bekas indentor kemudian dihubungkan dengan tingkat
kekerasan bahan. Makin besar ukuran lubang makin lunak permukaaan sampel.
Teknik yang digunakan dalam tes kekerasan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan Vikers Microhardness Test. Vikers kadang-kadang disebut juga
dengan dyamond pyramid. Indentor yang digunakan adalah dyamond dengan
ujung berbentuk pyramid. Indentor kemudian ditekan ke dalam permukaan
sampel. Ada tiga variasi beban yang digunakan dalam uji kekerasan ini dengan
ring diantara 1 sampai dengan 1000 g [12]. Pada setiap beban diuji sebanyak 10
titik yang berbeda pada permukaan sampel. Preparasi sampel yang diperlukan
dalam uji kekerasan berupa mounting dan polesing. Satuan yang digunakan dalam
pengujian ini adalaah HV. Sketsa alat uji kekerasan dengan menggunakan mikro
hardness ditunjukkan oleh Gambar 3.4.

Gambar 3.4 Skema mikro Hardness.
Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008





35
Beban ditaruh di ujung tuas, indentor dan targetnya di tengah-tengah. Alat
pengendali melepaskan lengan beban, sehingga indentor mengenai target yang
diletakkan di meja target yang kokoh.


Sketsa jejak indentor dapat dilihat dalam Gambar 3.5 berikut ini:
Gambar 3.5 Skema mikro Hardness.
(a) indentasi Vikers, (b) pengukuran kekerasan dengan menggunakan panjang
diagonal jejak. J ejak yang ditinggalkan indentor dipengaruhi oleh besarnya beban.
Dengan membandingkan diagonal jejak hasil pengukuran dan perhitungannya dengan
menggunakan tabel kekerasan, maka tingkat kekerasan bahan dapat diketahui.


3.1.3.4 XRD dan Rietfelt Analysis

Analisis difraksi sinar-X memiliki banyak kegunaan di antaranya adalah
menentukan struktur kristal, fase-fase atau senyawa yang ada dalam suatu bahan
atau campuran seperti batuan, lempung, bahan keramik, paduan logam, produk
korosi dll. Dalam bidang kimia, metode ini dapat digunakan untuk
mengidentifikasi fasa-fasa atau senyawa dalam campuran. Analisis kualitatif
dengan mengidentifikasi pola difraksi, analisis kuantitatif dengan menentukan
intensitas puncaknya dimana intensitas lebih tinggi menunjukkan konsentrasi
lebih tinggi. Bahan logam antara lain analisis struktur kristal produk korosi,
tegangan sisa dan tekstur. Dalam bahan polimer, dapat memberikan informasi
Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008





36
untuk menentukan derajat kristalinitas, orientasi dan menentukan aditif secara
kualitatif dan kuantitatif
Analisis dilakukan dengan suatu pemahaman bahwa suatu zat selalu memberikan
pola karakteristik difraksi, apakah zat dalam keadaan murni maupun campuran.
Fakta ini digunakan sebagai dasar metode analisis kimia dengan menggunakan
difraksi sinar-X. Analisa kualitatif untuk zat tertentu diselesaikan dengan
identifikasi pola suatu zat. Hal ini sangat memungkinkan, sebab intensitas pola
difraksi sinar-X untuk satu fase suatu campuran tergantung pada perbandingan
fase itu dalam contoh bahan. Dengan demikian untuk menentukan jenis senyawa
apa yang terdapat dalam permukaan bahan, dapat diketahui dengan menggunakan
analisis kimia melalui identifikasi pola difraksi sinar-X nya.

Analisis difraksi sinar-X dimulai dengan mengidentifikasi puncak-puncak difraksi
dengan menggunakan tabel hanawalt atau yang dikenal dengan nama search-
match. Untuk mengidentifikasi senyawa yang ada digunakan hasil analisis
EDAX. Yaitu mengetahui kemungkinan senyawa yang terbentuk pada pembuatan
sampel dari kombinasi unsur-unsur yang terdeteksi dengan menggunakan EDAX.
Dari serch-match hasinya akan digunakan untuk analisis rietvelt. Informasi yang
diperlukan dalam Rietan (rietvelt analysis) adalah: speacgroup, parameter kisi dan
posisi atom. Informasi data input ditunjukkan dalam gambar 3.6.
Gambar 3.6 Pola difraksi Wolfram Carbida dalam Tabel Hanawalt

Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008





37

3.1.3.5 Metode Rietveld

Dalam menganalisis pola difraksi XRD dengan menggunakan metode RietAn,
langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Menyesuaikan format data pengukuran yang akan digunakan dengan terlebih
dahulu mengubah file ke dalam microsof excel, yaitu dengan mengcopy data
difraksinya pada microsof excel, dengan menuliskan GENERALpada baris
pertama, jumlah data (mis. 3000) pada bari kedua, dan data difraksi pada bariss
berikutnya. Setelah itu kemudian file disimpan dengan ekstension int. Langkah
selanjutnya adalah mengumpulkan informasi mengenai: (1) instrumen (, 2,
FWHM), (2) data atomik (space-group, parameter kisi, posisi atom, parameter
termal, site-occupancy), (3) memperkirakan fungsi latar dan FWHM terhadap
sudut difraksi, (4) mensimulasikan pola dengan membandingkan dengan pola
terukur secara manual. J ika dari hasil pengumpulan data didapatkan kecocokan
maka langkah selanjutnya adalah penghalusan.

Ketidakcocokan posisi puncak dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti: (1)
pergeseran sampel, (2) parameter kisi, dan (3) bisa jadi dipengaruhi oleh asimetri
puncak. Sedangkan lebar puncak dipengaruhi oleh (1) U-Gaussian, (2) parameter
Lorentzian dan (3) asimetri. Ekor puncak dipengaruhi oleh parameter Lorentzian
[13].
Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


39 Universitas Indonesia
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Hasil Preparasi Lapisan Tungsten Carbide / Cobalt

Lapisan Komposit Tungsten Carbide / Cobalt (WC-Co) dibentuk melalui proses
thermal spray. Metode yang digunakan adalah HVOF (high velocity oxygen fuel)
Thermal Spray Coating. Bahan dasar pelapisan ini secara teknis disebut dengan
KJ 117 dengan kandungan unsur sebagai berikut: Tungsten sebanyak 80%, Cobalt
sebanyak 16%, Carbon sebanyak 0,42%, Fe sebanyak <0,1%, dan lain-lain.
Sedangkan hasil preparasi sampel ditunjukkan seperti pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil preparasi lapisan dengan HVOF
Tekanan (bar) No.
Propana Oksigen
Tekanan
Propana : Oksigen
Ketebalan
(mm)
Kode Sampel
1. 1,6 8,2 1 : 5,13 0,60 A1
2. 1,4 8,2 1 : 5,86 0,55 A2
3 1,3 7,8 1 : 6,00 0,50 A3
4. 1,2 7,5 1 : 6,25 0,80 A4
5. 1,2 8,0 1 : 6,67 0,55 A5

Dari hasil preparasi lapisan seperti pada Tabel 4.1 tersebut maka tampak bahwa
lapisan tersebut dibuat berdasarkan variasi peningkatan tekanan oksigen dan
propana seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1.

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


40
5.13
5.86
6.00
6.25
6.67
-
1
2
3
4
5
6
7
8
A1 A2 A3 A4 A5
Kode Sampel
R
a
t
i
o

T
e
k
a
n
a
n

O
k
s
i
g
e
n

T
e
r
h
a
d
a
p

P
r
o
p
a
n
a

Gambar 4.1. Hasil preparasi sampel lapisan dengan variasi tekanan oksigen
terhadap propana


4.2. Hasil Pengukuran Difraktometer Sinar-X (XRD) Lapisan

Hasil pengukuran difraksi sinar-X pada kode sampel A1, A2, A3, A4, dan A5
berturut-turut dapat dilihat dalam Lampiran 1. Sedangkan gabungan pola difraksi
sinar-X dari kelima sampel tersebut ditunjukkan pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2. Gabungan pola difraksi sinar-X kode sampel A
1
A5.
Tanda () adalah puncak-puncak fasa Tungsten Carbide (WC). Tanda () adalah
puncak-puncak fasa Cobalt (Co)
Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


41


Dari Gambar 4.2. gabungan pola difraksi sinar-X di atas, tidak nampak adanya
fasa baru walaupun tekanan oksigen dan bahan bakarnya diubah. Identifikasi fasa-
fasa pada Gambar 4.2 merujuk pada database JCPDS International Center for
Diffraction Data (ICDD) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.3 dan Gambar
4.4, maka dalam lapisan ditemukan ada dua jenis fasa, yaitu: fasa Tungsten
Carbida (WC) dan fasa Cobalt (Co). Masing-masing fasa pada Gambar 4.2
ditandai dengan () untuk WC dan () untuk Co. Gambar 4.3 dan Gambar 4.4
adalah profil difraksi sinar-X menurut database JCPDS International Center for
Diffraction Data (ICDD) untuk Tungsten Carbida dan Cobalt.


Gambar 4.3. Referensi profil difraksi sinar-X pada paduan Tungsten
Carbida.Berdasarkan penelitian Metcalfe, struktur kristal Tungsten Carbida adalah
heksagonal dengan space group P-6m2 (187), dan parameter kisi a = b = 2,906 A,
dan c = 2,836 A, dan sudut yang dibentuk = = 90
o
, = 120
o
. 2 adalah sudut
difraksi sinar-X, hkl adalah indeks miller untuk bidang kristal. Sumbu mendatar
adalah sudut difraksi dan sumbu tegak adalah intensitas. Intensitas
menggambarkan kuantitas zat dalam komposit. [14, 15]

Gambar 4.3 adalah referensi Tabel Hanawalt untuk paduan Tungsten Carbida
(WC) yang merujuk pada penelitian Metcalfe yang telah dipublikasikan pada
tahun 1947. Pada Gambar 4.3 menunjukkan bahwa struktur kristal paduan
Tungsten Carbida ini adalah Heksagonal, space group P-6m2 (187), mempunyai
Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


42
parameter kisi a = b = 2,906 A, dan c = 2,836 A, dan sudut yang dibentuk = =
90
o
, = 120
o
.


Gambar 4.4. Referensi profil difraksi sinar-X pada Cobalt. Berdasarkan penelitian
Duwez dan Baen, struktur kristal Co adalah Tetragonal, dengan parameter kisi a
= b = 8,81 A, dan c = 4,56 A, dan sudut yang dibentuk = = = 90
o
. 2 adalah
sudut difraksi sinar-X, hkl adalah indeks miller untuk bidang kristal. Sumbu
mendatar adalah sudut difraksi dan sumbu tegak adalah intensitas. Intensitas
menggambarkan kuantitas zat dalam komposit.[16]

Sedangkan Gambar 4.4 adalah referensi Tabel Hanawalt untuk Cobalt (Co) yang
merujuk pada penelitian Duwez dan Baen yang telah dipublikasikan pada tahun
1950. Gambar 4.4 menunjukkan bahwa struktur kristal Cobalt ini adalah
Tetragonal, space group P4
2
/mnm (136), mempunyai parameter kisi a = b = 8,81
A, dan c = 4,56 A, dan sudut yang dibentuk = = = 90
o
.

Tampak bahwa pola difraksi sinar-X pada Gambar 4.2 menunjukkan pola yang
sesuai dengan pola difraksi sinar-X hasil penelitian Metcalfe untuk paduan WC
dan Duwez untuk Co. Jadi lapisan tersebut diasumsikan memiliki dua fasa yaitu
fasa WC dan Co.



Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


43
4.3. Analisa XRD dengan Menggunakan Metode Rietveld

Berdasarkan hasil identifikasi awal dengan menggunakan Tabel Hanawalt tersebut,
maka untuk lebih memastikan bahwa paduan yang terbentuk pada lapisan tersebut
adalah Tungsten Carbida dan Cobalt, kemudian dilakukan analisis struktur dengan
menggunakan software analisis struktur kristal yaitu RIETAN (Rietveld Analisis).
Sedangkan sebagai masukan analisis digunakan data parameter struktur yang telah
diperoleh dari identifikasi awal tersebut. Adapun hasil refining awal dari analisis
Rietveld ini ditunjukkan pada Gambar 4.5 dan Gambar 4.6, yang berturut-turut
untuk refining fasa WC dan fasa Co.


Gambar 4.5. Refining profil difraksi sinar-X pada paduan Tungsten Carbida
Refining ini diperolah dengan memasukkan input parameter kisi dan posisi atom
dari fasa Tungsten Carbide. Dengan mangasumsikan occupation factor g =1.

Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


44

Gambar 4.6. Refining profil difraksi sinar-X pada Cobalt
Refining ini diperolah dengan memasukkan input parameter kisi dan posisi atom
dari fasa Cobalt. Dengan mangasumsikan occupation factor g =1.

Pola difraksi sinar-X dianalisis dengan metode Rietveld pada lapisan dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut : Referensi yang digunakan untuk fasa
pertama adalah fasa WC, yaitu dengan memasukkan input parameter kisi dan
posisi atom dari fasa tersebut, kemudian untuk fasa kedua adalah fasa Co.
Berdasarkan komposisi unsur yang diinginkan, maka occupation factor g atom W,
C, dan Co diasumsikan 1. Pada refinement (penghalusan) tahap pertama sebanyak
20 iterasi, dihasilkan occupation factor g lebih besar dari masukannya, sedangkan
parameter-parameter lainya berharga normal. Kemudian refinement diulang
dengan memasukkan harga faktor suhu isotropik masing-masing atom B = 1.
Namun demikian hasil iterasi mendapatkan harga faktor suhu isotropik ada
sebagian yang berharga negatif , B < 0,0. Langkah selanjutnya adalah mencoba
menghaluskan kembali dengan memberi harga tetap suhu isotropik. Hasil iterasi
menunjukkan bahwa semua parameter struktur kristal dan parameter kisi berharga
normal. Atom-atom ringan seperti oksigen juga di-refinement dengan
menggunakan data dari hasil penelitian terdahulu. Pola difraksi hasil analisis
menunjukkan adanya puncak-puncak yang berimpit dengan profil pola difraksi
fasa WC dan Co

seperti yang terlihat pada Gambar 4.7 yang merupakan hasil
refinement pola difraksi sinar-X untuk kode sampel A1 dengan ratio 5,13.
Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


45
Sedangkan pola difraksi hasil analisis fasa WC dan Co kode sampel A2 dengan
ratio 5,86; kode sampel A3 dengan ratio 6; kode sampel A4 dengan ratio 6,25; dan
kode sampel A5 dengan ratio 6,67 dapat dilihat dalam Lampiran 2.


Gambar 4.7 Pola difraksi sinar-X dengan ratio tekanan oksigen dan propana 5,13.
WC adalah Tungsten Carbide, Co adalah Cobalt. () adalah puncak-puncak fasa
Tungsten Carbide (WC) () adalah puncak-puncak fasa Cobalt (Co)

Simbol (+) merah merupakan hasil pengukuran sampel dengan menggunakan
difraksi sinar-X yang lazim disebut garis observasi. Garis biru muda adalah hasil
perhitungan berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian Metcalfe (referensi
fasa WC) dan Duwez (referensi fasa Co) yang kemudian disebut dengan garis
kalkulasi. Garis putus-putus berbentuk simbol bar (l) adalah titik-titik puncak fasa
WC (warna hijau) dan Co (warna kuning) dari hasil perhitungan berdasarkan
referensi. Garis warna biru merupakan selisih dari profil hasil observasi dan profil
hasil kalkulasi. Semakin datar garis biru ini berarti bahwa profil hasil observasi ini
semakin cocok dan terfitting baik dengan profil hasil kalkulasi. Hal ini
menunjukkan bahwa sampel yang terbentuk merupakan fasa yang diinginkan,
yaitu fasa WC dan Co. Gambar 4.8 Residu (sisa) ditandai dalam lingkaran merah.
Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


46

Gambar 4.8. Residu (sisa) dari hasil refinement.
WC adalah Tungsten Carbide, Co adalah Cobalt. () adalah puncak-puncak fasa
Tungsten Carbide (WC) () adalah puncak-puncak fasa Cobalt (Co)

Walaupun faktor R dan faktor S sudah lebih kecil dari standar Rietveld (S
standar
=
1,30), namun masih nampak adanya residu dalam lapisan Tungsten Carbida dan
Cobalt yang belum mampu terdeteksi. Hal tersebut mengingat: (1) Adanya fasa-
fasa yang sulit dideteksi seperti WC dan Co bisa bereaksi dengan O, H atau
bahkan dengan bahan bakar Propana sendiri. (2) Resolusi data XRD yang
menyebabkan fitting kurang teliti, dan (3) Kompromi hasil analisis mengingat
keterbatasan waktu dan biaya dalam penelitian ini.

Data parameter kisi ditunjukkan pada tabel 4.2, dan posisi atom, nilai R dan chi
square (s) dari struktur kristal hasil analisis untuk kode sampel A1 dengan ratio
tekanan oksigen dan propana 5,13 ditunjukkan pada Tabel 4.3, sedangkan untuk
kode sampel A2 dengan ratio tekanan oksigen dan propana 5,86; sampel A3
dengan ratio tekanan oksigen dan propana 6; sampel A4 dengan ratio tekanan
oksigen dan propana 6,25; dan sampel A5 dengan ratio tekanan oksigen dan
propana 6,67 dapat dilihat pada Lampiran 3.



Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


47
Tabel 4.2. Data parameter kisi hasil analisis yang diperoleh dari RIETAN
Parameter kisi ()
Tungsten Carbida (WC) space group P-6m2 (187)
Ratio a b c
5,13 2,903 2,903 2,836
5,86 2,904 2,904 2,836
6,00 2,903 2,903 2,836
6,25 2,904 2,904 2,836
6,67 2,904 2,904 2,836
Cobalt (Co) space group P4
2
/mnm (136)
Sampel a b c
5,13 8.820 8.820 4,786
5,86 8,811 8,811 4,498
6,00 8,831 8,831 4,485
6,25 8,852 8,852 4,465
6,67 8,854 8,854 4,556


Tabel 4.3. Posisi atom, faktor R dan chi hasil refinement pola XRD sampel
A1dengan ratio tekanan Oksigen dan Propana 5,13
Posisi atom Unsur Faktor
Hunian x y z
Faktor R (%) dan
chi square (S)
Tungsten Carbida (WC) space group P-6m2 (187)
W 0,99(9) 0,0000 0,0000 0,0000
C 0,97(9) 0,4534(2) -0,6427(7) 0,5000
Cobalt (Co) space group P4
2
/mnm (136)
Co1 0,56(3) 0,0000 0,0000 0,0000
Co2 0,47(2) 0,3934(5) 0,3912(3) 0,0000
Co3 0,48(3) 0,4674(2) 0,1323(3) 0,0000
Co4 0,47(6) 0,7370(1) 0,0675(1) 0,0000
Co5 0,50(1) 0,1729(4) 0,1746(6) 0,2589(2)
R
wp
= 16,37
R
p
= 12,30
S = 1,40
WC
R
I
= 9,35
R
F
= 5,41
Co
R
I
= 4,57
R
F
= 2,60

Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


48

Tampak bahwa faktor R relative kecil, dan faktor S bernilai mendekati nilai
standar Rietveld. Refinement ini menunjukkan bahwa hasil fitting antara observasi
dan kalkulasi sudah cukup baik. Hasil refinement pola difraksi dengan program
rietveld analysis yang dikeluarkan oleh Izumi [17] menunjukkan bahwa lapisan ini
memiliki dua fasa, yaitu : fasa Tungsten Carbida (WC) yang berstruktur kristal
heksagonal dengan group ruang P-6m2 (187), dan fasa Cobalt (Co) yang
berstruktur kristal Tetragonal dengan group ruang P4
2
/mnm (136).

Berdasarkan data hasil dari analisis Rietveld tersebut dapat diperoleh pula jumlah
kandungan masing-masing baik fasa WC maupun fasa Co dalam bentuk fraksi
massa (%). Data fraksi massa data kerapatan atom dan volume unit sel dari kode
sampel A1, A2, A3, A4, dan A5 dapat dilihat dalam Lampiran 4.


4.4. Perhitungan ukuran kristal dengan Formula Debye Scherer

Berdasarkan formula Debye Scherer dan hasil analisis metode Rietveld pada
sampel ini, maka dapat diperoleh besarnya diameter ukuran grain/kristalit (grain
size) dengan hasil perhitungan pada fasa WC untuk kode sampel A1 ditunjukkan
pada Tabel 4.4, sedangkan untuk kode sampel A2, A3, A4, dan A5 dapat dilihat
pada Lampiran 5.

Perhitungan ukuran grain kristalit di bawah hanya dilakukan berdasarkan data
observasi untuk lebar setengah puncaknya (B
obs
), tanpa menggunakan faktor
kesalahan dari alat. Hal ini disebabkan karena untuk mendapatkan faktor
kesalahan dari alat terutama lebar setengan puncak dari mesin (B
m
) diperlukan
bubuk standard untuk WC maupun Co yang dianalisis langsung dengan alat
tersebut.
Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


49

Tabel 4.4. Hasil perhitungan ukuran grain fasa WC kode sampel A1 dengan ratio
tekanan oksigen dan propana 5,13
No. Bidang hkl Sudut 2
(
o
)
K
(rad.A
-2
)
Lamda
(A)
FWHM
(
o
)
Ukuran grain
(nm)
1. 001 31,52 0,9 1,5406 0,3765 22
2. 100 35,77 0,9 1,5406 0,3873 22
3. 101 48,33 0,9 1,5406 0,4196 21
4. 110 64,09 0,9 1,5406 0,4597 20
5. 002 65,80 0,9 1,5406 0,4641 20
6. 111 73,18 0,9 1,5406 0,4832 20
7. 200 75,57 0,9 1,5406 0,4894 21
8. 102 77,17 0,9 1,5406 0,4937 21
Rata-rata ukuran grain 21

Sedangkan Tabel 4.5, adalah hasil perhitungan ukuran grain fasa Co dengan kode
sample sampel A1, dan hasil perhitungan ukuran grain untuk kode sampel, A2,
A3, A4, dan A5 dapat dilihat pada Lampiran 6.

Tabel 4.5 Hasil perhitungan ukuran grain fasa Co kode sampel A1 dengan ratio
tekanan oksigen dan propana 5,13
No. Bidang hkl Sudut 2
(
o
)
K
(rad.A
-2
)
Lamda
(A)
FWHM
(
o
)
Ukuran grain
(nm)
1. 311 37,283 0,9 1,5406 1,8844 5,4
2. 002 37,552 0,9 1,5406 1,5670 5,4
3. 410 42,212 0,9 1,5406 1,6875 5,1
4. 330 43,497 0,9 1,5406 1,7214 5,0
5. 411 46,460 0,9 1,5406 1,8014 4,8
Rata-rata ukuran grain 5.1

Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


50

4.5. Analisa Struktur Kristal

Analisis struktur kristal dilakukan dengan memberikan masukan data berdasarkan
hasil analisis Rietveld, yaitu parameter kisi, space group, posisi atom, dan jarak
ikatan antar atom yang dapat diperoleh dari jari-jari masing-masing atom baik
untuk fasa Tungsten Carbida (WC) maupun fasa Cobalt (Co). Dengan demikian
sistem kristal baik untuk fasa Tungsten Carbida (WC) maupun fasa Cobalt (Co)
dari lapisan ini dapat diilustrasikan seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4.9,
Gambar 4.10, Gambar 4.11, Gambar 4.12, dan Gambar 4.13 yang berturut-turut
untuk kode sampel A1, A2, A3, A4, dan A5. Sedangkan jarak antar atom baik
untuk fasa Tungsten Carbida (WC) maupun fasa Cobalt (Co) dari lapisan ini
ditunjukkan pada Tabel 4.6, Tabel 4.7, Tabel 4.8, Tabel 4.9, dan Tabel 4.10 yang
berturut-turut untuk sampel A1, A2, A3, A4, dan A5.


WC

Co
Gambar 4.9. Sistem kristal dari WC dan Co dengan ratio tekanan oksigen dan
propana 5,13

Tabel 4.6. Ikatan antar atom pada sampel A1 dengan ratio tekanan oksigen dan
propana 5,13
Antar atom Jarak ()
W C 1,8584
C C 0,5495
Co1 Co2 5,4269
Co1 Co3 4,7499
Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


51
Co1 Co4 2,3501
Co1 Co5 2,4514


WC

Co
Gambar 4.10. Sistem kristal dari WC dan Co dengan ratio tekanan oksigen dan
propana 5,86

Tabel 4.7. Ikatan antar atom pada sampel A2 dengan ratio tekanan oksigen dan
propana 5,86
Antar atom Jarak ()
W C 1,9929
C C 0,1455
Co1 Co2 4,4781
Co1 Co3 4,9621
Co1 Co4 3,6462
Co1 Co5 2,6308


WC

Co
Gambar 4.11. Sistem kristal dari WC dan Co dengan ratio tekanan oksigen dan
propana 6,00
Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


52

Tabel 4.8. Ikatan antar atom pada sampel A3 dengan ratio tekanan oksigen dan
propana 6,00
Antar atom Jarak ()
W C 2,0228
C C 1,1348
Co1 Co2 4,0067
Co1 Co3 4,4292
Co1 Co4 2,5644
Co1 Co5 2,3571


WC

Co
Gambar 4.12. Sistem kristal dari WC dan Co dengan ratio tekanan oksigen dan
propana 6,25

Tabel 4.9. Ikatan antar atom pada sampel A4 dengan ratio tekanan oksigen dan
propana 6,25
Antar atom Jarak ()
W C 2,0506
C C 0,8949
Co1 Co2 5,2197
Co1 Co3 4,7052
Co1 Co4 2,8216
Co1 Co5 2,4468

Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


53

WC

Co
Gambar 4.13. Sistem kristal dari WC dan Co dengan ratio tekanan oksigen dan
propana 6,67

Tabel 4.10. Ikatan antar atom pada sampel A5 dengan ratio tekanan oksigen dan
propana 6,67
Antar atom Jarak ()
W C 2,0117
C C 0,2370
Co1 Co2 4,8571
Co1 Co3 4,3392
Co1 Co4 3,8904
Co1 Co5 2,5642


4.6. Diskusi

Gambar 4.14 menunjukkan hubungan antara fraksi massa fasa yang terkandung di
dalam sampel dengan tingkat tekanan oksigen pada proses preparasi sampel.
Berdasarkan hasil dari analisis Rietveld menunjukkan bahwa semakin tinggi
tekanan oksigen pada saat proses preparasi sampel berakibat semakin menurunnya
fasa WC, sedangkan fasa Co tampak semakin meningkat. Hal ini berarti bahwa
tekanan oksigen dapat mempercepat proses pemanasan dan meningkatkan suhu
pemanasan. WC memiliki titik lebur lebih tinggi dibandingkan dengan Co (titik
lebur WC 2870C [18], dan titik lebur Co1495C [19]), sehingga dengan
meningkatnya komposisi tekanan oksigen ini semakin banyak fasa Co yang segera
Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


54
melebur dan berkurangnya fasa WC pada lapisan. Hal tersebut dapat dilihat dalam
Gambar 4.14 berikut.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
5.13 5.86 6.00 6.25 6.67
Ratio tekanan Oksigen/Propana
F
r
a
k
s
i

F
a
s
a

W
C

(
%
)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
F
r
a
k
s
i

F
a
s
a

C
o

(
%
)
Tungsten Carbida (WC)
Cobalt (Co)

Gambar 4.14. Fraksi masa pada lapisan
Fraksi masa fasa Tungsten Carbida (WC) berkurang, sementara fraksi masa fasa
Cobalt bertambah dengan bertambahnya ratio tekanan oksigen dan propane.

Secara mikroskopik, berkurangnya fraksi massa fasa WC dan meningkatnya fraksi
massa Co ini ternyata memberikan dampak pada kerapatan atom pada masing-
masing fasa seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4.24.
Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


55

9
10
11
12
13
14
15
16
17
5.13 5.86 6.00 6.25 6.67
Ratio tekanan Oksigen/Propana
K
e
r
a
p
a
t
a
n

A
t
o
m
,

W
C

(
g
r
.
c
m
-
3
)
0
1
2
3
4
5
6
7
K
e
r
a
p
a
t
a
n

A
t
o
m
,

C
o

(
g
r
.
c
m
-
3
)
Tungsten Carbida (WC)
Cobalt (Co)

Gambar 4.15. Kerapatan atomic pada fasa WC dan Co.
Meningkatnya tekanan oksigen pada preparasi lapisan ini, kerapatan atom fasa
WC semakin kecil sedangkan kerapatan atom fasa Co semakin besar.

Tampak pada Gambar 4.15 bahwa dengan meningkatnya tekanan oksigen pada
preparasi lapisan ini, kerapatan atom fasa WC semakin kecil sedangkan kerapatan
atom fasa Co semakin besar. Kondisi ini sangat bersesuaian dengan hukum
kerapatan bahwasanya kerapatan itu berbanding lurus dengan massanya hanya
saja apabila volumenya tetap atau berkurang.

Pada Gambar 4.16 ditunjukkan hasil analisis Rietveld hubungan antara volume
unit sel terhadap komposisi tekanan oksigen untuk masing-masing fasa. Tampak
pada Gambar 4.16 bahwa volume unit sel untuk fasa WC relatif tetap sedangkan
volume unit sel untuk fasa Co semakin menurun sampai pada batas
rasio/perbandingan tekanan propane dan oksigen 1 : 6, kemudian setelah tekanan
oksigen terus dinaikkan ternyata volume unit sel fasa Co ini kembali meningkat.
Hal ini memberikan arti bahwa pada lapisan tersebut terdapat kerapatan atom Co
yang sangat tinggi pada saat volume unit sel dari atom ini paling kecil. Sehingga
diduga secara mikroskopik bahwa pada komposisi perbandingan tekanan propane
dan oksigen 1 : 6 ini memiliki kerapatan lapisan yang optimal. Sebagai kristal
yang memiliki sifat anisotropi, sifat-sifat fisik cristal Co dipengaruhi oleh arah
orientasi struktur cristal (bidang hkl) [2][20], dimana parameter kisi Co berubah
Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


56
dengan variaasi tekanan oksigen dan hal ini berpengaruh terhadap volume unit sel,
begitu juga kerapaatan unit selnya. Dan hasil ini didukung dengan perhitungan
ukuran grain/kristalit dari masing-masing fasa. Hipotesisnya adalah semakin kecil
ukuran grain/kristalitnya maka semakin tinggi kerapatannya. Hal ini karena
semakin kecil ukuran grain/kristalit berakibat semakin besar luas permukaan
kontak antar grain tersebut sehingga berdampak meningkatnya kerapatan bahan
tersebut.
10
15
20
25
5.13 5.86 6.00 6.25 6.67
Ratio tekanan Oksigen/Propana
V
o
l
u
m
e

W
C

(
A
3
)
320
330
340
350
360
370
380
390
V
o
l
u
m
e

C
o

(
A
3
)
Tungsten Carbida (WC)
Cobalt (Co)

Gambar 4.16. Volume unit sel pada fasa WC dan Co
Volume unit sel untuk fasa WC relatif tetap sedangkan volume unit sel untuk fasa
Co semakin menurun sampai pada batas rasio/perbandingan tekanan propane dan
oksigen 1 : 6, kemudian setelah tekanan oksigen terus dinaikkan ternyata volume
unit sel fasa Co ini kembali meningkat

Pada Gambar 4.17 diperlihatkan hubungan antara ukuran grain/kristal masing-
masing fasa terhadap komposisi tekanan oksigen. Tampak bahwa ukuran
grain/kristalit fasa WC relatif sama sampai pada batas rasio tekanan propane dan
oksigen 6, kemudian meningkat setelah tekanan oksigen dinaikkan. Namun
ukuran grain/kristalit fasa Co pada awalnya turun sampai pada batas rasio tekanan
propane dan oksigen 6, kemudian meningkat pula setelah tekanan oksigen
dinaikkan. Jadi pada rasio tekanan propane dan oksigen 6, memiliki ukuran
Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


57
grain/kristalit baik fasa WC maupun Co yang paling kecil. Sehingga dengan
demikian hasil ini sangat bersesuaian dengan hasil kerapatan atom yang diperoleh.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
5.13 5.86 6.00 6.25 6.67
Ratio tekanan Oksigen/Propana
U
k
u
r
a
n

G
r
a
i
n

W
C
,

D

(
n
m
)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
U
k
u
r
a
n

G
r
a
i
n

C
o
,

D

(
n
m
)
Tungsten Carbida (WC)
Cobalt (Co)

Gambar 4.17. Ukuran grain/kristalit pada fasa WC dan Co
Ukuran grain/kristalit fasa WC relatif sama sampai pada batas rasio tekanan
propane dan oksigen 1 : 6, kemudian meningkat setalah tekanan oksigen
dinaikkan. Namun ukuran grain/kristalit fasa Co pada awalnya turun sampai pada
batas rasio tekanan propane dan oksigen 1 : 6, kemudian meningkat pula setelah
tekanan oksigen dinaikkan

Berdasarkan analisis struktur kristal bahwa berkurangnya volume unit sel ini,
berasal dari mengecilnya jarak parameter kisi pada atom-atom tersebut. Pada
Gambar 4.18 diperlihatkan hubungan antara parameter kisi fasa WC terhadap
komposisi tekanan oksigen. Dan pada Gambar 4.18 diperlihatkan hubungan antara
parameter kisi fasa Co terhadap komposisi tekanan oksigen. Pada Gambar 4.18
tampak bahwa jarak parameter kisi baik a, b, dan c tetap. Hal ini bersesuaian
dengan hasil yang diperoleh pada volume unit sel WC yang tetap.
Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


58
0
1
2
3
4
5
5.13 5.86 6.00 6.25 6.67
Ratio tekanan Oksigen/Propana
P
a
r
a
m
e
t
e
r

K
i
s
i

W
C
,

a

=

b

(
A
)
0
1
2
3
4
P
a
r
a
m
e
t
e
r

K
i
s
i

W
C
,

c

(
A
)
Parameter Kisi a
Parameter Kisi c

Gambar 4.18. Parameter kisi a, b, dan c pada fasa WC
Tampak bahwa jarak parameter kisi baik a, b, dan c tetap untuk fasa Tungsten
Carbida. Menunjukkan bahwa oksigen tidak mempengaruhi Tungsten Carbida

Sedangkan Gambar 4.19 tampak bahwa jarak parameter kisi a dan b relatif tetap,
namun jarak parameter kisi c semakin berkurang dengan meningkatnya komposisi
tekanan oksigen. Hal ini juga bersesuaian dengan hasil yang diperoleh pada
volume unit sel Co yang menurun seiring dengan meningkatnya komposisi
tekanan oksigen. Jadi berkurangnya volume unit sel pada fasa Co ini berasal dari
mengecilnya jarak parameter kisi c.

Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


59
5
5.5
6
6.5
7
7.5
8
8.5
9
9.5
5.13 5.86 6.00 6.25 6.67
Ratio tekanan Oksigen/Propana
P
a
r
a
m
e
t
e
r

K
i
s
i

C
o
,

a

=

b

(
A
)
3.9
4.2
4.5
4.8
5.1
5.4
P
a
r
a
m
e
t
e
r

K
i
s
i

C
o
,

c

(
A
)
Parameter Kisi a
Parameter Kisi c

Gambar 4.19. Parameter kisi a, b, dan c pada fasa Co
Jarak parameter kisi a dan b relatif tetap, namun jarak parameter kisi c semakin
berkurang dengan meningkatnya komposisi tekanan oksigen. Menunjukkan
bahwa oksigen mempengaruhi Cobalt

Sementara itu model ikatan carbon dalam hexagonal Tungsten Carbida dapat
dilihat dalam Gambar 4.20 dan Gambar 4.21 berikut:

Gambar 4.20 Model hexagonal senyawa Tungsten Carbide
(a) adalah bulk dari struktur Hexagonal, (b) adalah unit sel struktur hexagonal.
Atom karbon (C) membentuk formasi hexagonal, sementara tungsten memisahkan
formasi hexagonalnya atom karbon (C). C-C adalah jarak antara atom C dengan
C, W-C adalah jarak antara atom W dan C.

Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


60

Gambar 4.21 Sistem kristal Tungsten Carbide
Dari model sistem kristal WC, W adalah Tungsten dengan bulataan yang besar, C
adalah karbon dengan bulatan yang kecil.

Apabila ditinjau dari jarak antar atom, jarak atom W C pada fasa WC relatif
tetap sementara jarak atom C C semakin jauh sampai pada batas rasio tekanan
propane dan oksigen 1 : 6, kemudian semakin mendekat pada tekanan oksigen
yang lebih tinggi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.22. Hal ini terjadi
karena, peningkatan suhu ruang pembakaran akibat meningkatnya ratio tekanan
oksigen dan propana meningkatkan jumlah Co yang meleleh, hal ini
mengakibatkan atom Co terdifusi kedalam struktur kristal WC sampai dengan
batas ratio tekanan propana dan oksigen optimum sebesar 1 : 6. Namun jika ratio
tekanan oksigen dan propana ditambah, justru proses penambahan jarak pisah
antar atom C - C pada fasa WC berhenti, bahkan mengalami penyusutan sekalipun
fraksi massa fasa Cobalt terus bertambah.

Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


61
Gambar 4.22 menggambarkan jarak antar atom pada kristal Tungsten Carbida

1
1.2
1.4
1.6
1.8
2
2.2
5.13 5.86 6.00 6.25 6.67
Ratio tekanan Oksigen/Propana
J
a
r
a
k

A
t
o
m

W

-

C

(
A
)
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
J
a
r
a
k

A
t
o
m

C

-

C

(
A
)
J arak Atom W - C
J arak Atom C - C

Gambar 4.22. Jarak atom W C dan C C pada fasa WC
Jarak antar atom bahwa jarak atom W C relatif tetap dan jarak atom C C
semakin jauh pada batas rasio tekanan propane dan oksigen 1 : 6, kemudian
semakin dekat setelah tekanan oksigen dinaikkan

Sedangkan jarak antar atom Co relatif semakin dekat pada batas rasio tekanan
propane dan oksigen 1 : 6, kemudian semakin jauh setelah tekanan oksigen
dinaikkan seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.23. Hal itu karena: pada saat
jarak antar atom C C ini semakin jauh pada komposisi tekanan propena dan
oksigen 1 : 6, kecenderungan atom Co mengisi lebih rapat yaitu dengan
diperlihatkan bahwa jarak antar atom Co lebih dekat pada komposisi ini
sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4.23 berikut ini.

Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


62
0
1
2
3
4
5
6
5.00 5.50 6.00 6.50 7.00
Ratio tekanan Oksigen/Propana
J
a
r
a
k

A
t
o
m

C
o

(
A
)
J arak AtomCo1 - Co2
J arak AtomCo1 - Co3
J arak AtomCo1 - Co4
J arak AtomCo1 - Co5

Gambar 4.23. Jarak antar atom Co pada fasa Co

Dari hasil analisis memberikan kesimpulan bahwa pada komposisi tekanan
propena dan oksigen 1 : 6 merupakan komposisi optimum yang diperoleh untuk
mendapatkan kerapatan yang maksimal pada lapisan tersebut. Dan sebagai
konfirmasi akhir bahwa pada komposisi ini memiliki kerapatan yang maksimum,
telah dilakukan pengukuran kekerasan (Hardness) pada lapisan ini dan diperoleh
bahwa pada komposisi ini memiliki harga kekerasan yang paling tinggi yaitu
sebesar 440 Hv.


Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


64 Universitas Indonesia

5. KESIMPULAN


Dari penelitian terhadap lapisan WC-Co yang dilakukan dengan metode HVOF,
didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Melalui analisa pola difraksi sinar-X nya, lapisan yang dibuat dengan
menggunakan bubuk J K 117 atau WC-17%Co menghasilkan dua fasa
utama yaitu Wolfram Carbide (WC) dan Cobalt (Co).
2. Variasi tekanan oksigen dalam proses pelapisan sangat berpengaruh
terhadap kualitas lapisan, dimana peningkatan ratio tekanan oksigen akan
mengubah fraksi masa fasa Co dan WC, ratio tekanan makin tinggi, fraksi
masa fasa WC makin rendah dan fraksi masa fasa Co bertambah.
3. Variasi ratio tekanan oksigen dan propana mempengaruhi jarak antar atom
pada fasa WC. Dimanan jarak antar atom C - C optimum pada ratio
tekanan oksigen dan propana 6, hal ini berakibat atom Cobalt terdifusi
kedalam struktur kristal WC.
4. Variasi ratio tekanan oksigen dan propana menambah jumlah Co dalam
komposit, hal ini mengakibatkan tingkat kekerasan lapisan perkurang.
5. Pada ratio tekanan propena dan oksigen 6 adalah komposisi optimum yang
diperoleh untuk mendapatkan kerapatan yang maksimal, hal tersebut
sesuai dengan hasil pengukuran kekerasan (Hardness) pada lapisan ini.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa perubahan ratio tekanan oksigen dan
propana pada proses pelapisan dengan menggunakan metode HVOF efektif untuk
mendapatkan sifat mekanik bahan yanga lebih baik.

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008



65
DAFTAR REFERENSI

1. Halldearn, Richard., Termal Tpray, High Velocity Oxy Fuel (HVOF),
http://www.twi.co.uk/j32k/protected/band_3/ksrdh002.html, 22 J anuari
2008
2. Callister, William D. J r., Material Science And Anginering An
Introduction, Third Edition, New York, J ohn Wiley, 1994, hal 239.
3. Common Thermal Spraying Processes,
http://www.efunda.com/processes/surface/thermal_sparyings.cfm, 1
J anuari 2008.
4. Thermal Spray Process, Principle of termal sprayy,
http://www.plasmacoat.co.uk/technologies.htm, 14 Februari 2008
5. Cullity, B.D., Element of X-Ray Difraction, Scond Edition, New York,
Addison-Wesley, 1978, hal 399
6. Kittel, Charles., Introduction to Solid States Physics, Seventh Edition,
New York, J ohn Wiley & Sons, Hal 29
7. N.R. Herdianita, Ong H.L., E.A. Subroto, dan B. Priadi, Pengukuran
kristalinitas silika berdasarkan metode difraktometer sinar-X, 1 Mei 1999,
http://www.lp.itb.ac.id/product/vol31no1/herdianita/herdianita.html. 13
Pebruari 2008
8. Plasma & Thermal Coatings Applied Surface Technology, Thermal Spray
Process, http://www.plasmacoat.co.uk/technologies.htm, 1 J anuari 2008
9. EDX Analysis and WDX Analysis,
http://www.siliconfareast.com/edxwdx.htm, 11 Februari 2008
10. Scanning Elecron Microscope, Wikipedia Enciklopedi, 12 J anuari 20
11. Nuryadi, Ratno, Rabu, 5 April 2006, Artikel Iptek - Bidang Nanoteknologi
dan Material, Mikroskop dan Teknologi Nano (1),
http://www.beritaiptek.com/zberita-beritaiptek-2006-04-05-Mikroskop-
dan-Teknologi-Nano-(1).shtml, 11 Februari 2008
12. Surface Engineering Forum, Hardness Testing,
http://www.gordonengland.co.uk/hardness/, 5 Februari 2008
13. Pratapa, Suminar, Workshop Bag. 2 - Analisis Difraksi, Pusat Penelitian
Ilmu Bahan dan Ilmu-ilmu Dasar (IBID)
14. Metcalfe, AE.,J ,.Inst. Met, 73, 591 (1947)
Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008



66
15. Calculated from ICSD using POWD.12**,(1997)
16. Duwez Baen Private Communication (1950)
17. Izumi, Fujio., (1989), The World of The Integrated Rietvelt Analysis
System Fat-Rietan A Message to Users of The Rigaku Version, The
Rigaku J ournal, Vol. 6, No. 2
18. tungsten_carbide.htm, http://www. Micronmetals.com (1 J uni 2005)
19. National/encyklopedia, Swedishencyclopedia., http://www.ne.se, (Mei
2005)
20. Brandon, David., Kaplan, Wayne D., Microstructural Characterization of
Material, New York, J ohn Wiley & Sons, September 2003

Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


67
LAMPIRAN 1

HASIL PENGUKURAN DIFRAKTOMETER SINAR-X (XRD) LAPISAN


Gambar 4.2. Pola difraksi sinar-x sampel A1 dengan ratio tekanan oksigen dan
propana =5,13


Gambar 4.3. Pola difraksi sinar-x sampel A2 dengan ratio oksigen dan propana =
5,86

Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


68

Gambar 4.4. Pola difraksi sinar-x sampel A3 dengan ratio oksigen dan propana =
6,00


Gambar 4.5. Pola difraksi sinar-x sampel A4 dengan ratio oksigen dan propana
opana =6,25

Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


69

Gambar 4.6. Pola difraksi sinar-x sampel A5 dengan ratio oksigen dan propana =
6,67

Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


70
LAMPIRAN 2

POLA DIFRAKSI HASIL ANALISIS MENUNJUKKAN ADANYA
PUNCAK-PUNCAK YANG BERIMPIT DENGAN PROFIL POLA
DIFRAKSI FASA WC DAN CO.


Gambar 4.12. Pola difraksi sinar-X dengan ratio tekanan oksigen dan propana
5,13. WC adalah Wolfram Carbide, Co adalah Cobalt. () adalah puncak-puncak
fasa Wolfram Carbide (WC) () adalah puncak-puncak fasa Cobalt (Co)


Gambar 4.13. Pola difraksi sinar-X sampel A2 dengan ratio bahan bakan 5,86
WC adalah Wolfram Carbide, Co adalah Cobalt. () adalah puncak-puncak fasa
Wolfram Carbide (WC) () adalah puncak-puncak fasa Cobalt (Co)

Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


71
Gambar 4.14. Pola difraksi sinar-X sampel A3 dengan ratio bahan bakar 6,00
WC adalah Wolfram Carbide, Co adalah Cobalt. () adalah puncak-puncak fasa
Wolfram Carbide (WC) () adalah puncak-puncak fasa Cobalt (Co)


Gambar 4.15. Pola difraksi sinar-X sampel A4 dengan ratio bahan bakar 6,25
WC adalah Wolfram Carbide, Co adalah Cobalt. () adalah puncak-puncak fasa
Wolfram Carbide (WC) () adalah puncak-puncak fasa Cobalt (Co)

Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


72

Gambar 4.16. Pola difraksi sinar-X sampel A5 dengan ratio bahan bakar 6,68
WC adalah Wolfram Carbide, Co adalah Cobalt. () adalah puncak-puncak fasa
Wolfram Carbide (WC) () adalah puncak-puncak fasa Cobalt (Co)

Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


73
LAMPIRAN 3

POSISI ATOM, FAKTOR R DAN CHI HASIL REFINEMENT POLA XRD.

Kode sampel A1dengan ratio tekanan oksigen dan propana 5,13
Posisi atom Faktor R (%) dan
chi square (S)
Unsur Faktor
Hunian
x y z
Tungsten Carbida (WC) space group P-6m2 (187)
W 0,99(9) 0,0000 0,0000 0,0000
C 0,97(9) 0,4534(2) -0,6427(7) 0,5000
Cobalt (Co) space group P4
2
/mnm (136)
Co1 0,56(3) 0,0000 0,0000 0,0000
Co2 0,47(2) 0,3934(5) 0,3912(3) 0,0000
Co3 0,48(3) 0,4674(2) 0,1323(3) 0,0000
Co4 0,47(6) 0,7370(1) 0,0675(1) 0,0000
Co5 0,50(1) 0,1729(4) 0,1746(6) 0,2589(2)
R
wp
=16,37
R
p
=12,30
S =1,40
WC
R
I
=9,35
R
F
=5,41
Co
R
I
=4,57
R
F
=2,60

Kode sampel A2 dengan ratio tekanan oksigen dan propana 5,86
Posisi atom Unsur Faktor
Hunian x y z
Faktor R (%) dan
chi square (S)
Tungsten Carbida (WC) space group P-6m2 (187)
W 1,00 0,0000 0,0000 0,0000
C 0,82(5) 0,4268(4) -0,4769(3) 0,5000
Cobalt (Co) space group P4
2
/mnm (136)
Co1 0,71(6) 0,0000 0,0000 0,0000
Co2 0,83(5) 0,5888(1) -0,1551(3) 0,0000
Co3 0,72(4) 0,4588(9) 0,2037(1) 0,0000
Co4 0,14(7) 0,0873(1) 0,3138(5) 0,0000
Co5 0,79(8) 0,1871(5) 0,1765(8) 0,2030(2)
R
wp
=14,41
R
p
=10,52
S =1,25
WC
R
I
=3,85
R
F
=2,56
Co
R
I
=2,34
R
F
=1,47

Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


74
Kode sampel A3dengan ratio tekanan oksigen dan propana 6
Posisi atom Unsur Faktor
Hunian x y z
Faktor R (%) dan
chi square (S)
Tungsten Carbida (WC) space group P-6m2 (187)
W 0,99(1) 0,0000 0,0000 0,0000
C 0,83(8) 0,4564(2) -0,4707(4) 0,5000
Cobalt (Co) space group P4
2
/mnm (136)
Co1 0,60(8) 0,0000 0,0000 0,0000
Co2 0,90(6) 0,3901(1) 0,2317(6) 0,0000
Co3 0,65(4) 0,4744(8) 0,1628(4) 0,0000
Co4 0,28(7) 0,7249(5) 0,0930(6) 0,0000
Co5 0,76(8) 0,1945(1) 0,1827(9) 0,0120(5)
R
wp
=15,95
R
p
=12,16
S =1,33
WC
R
I
=6,51
R
F
=3,95
Co
R
I
=2,86
R
F
=1,85


Kode sampel A4 dengan ratio tekanan oksigen dan propana 6,25
Posisi atom Unsur Faktor
Hunian x y z
Faktor R (%) dan
chi square (S)
Tungsten Carbida (WC) space group P-6m2 (187)
W 0,95(3) 0,0000 0,0000 0,0000
C 1,00 0,5660(4) -0,5619(1) 0,5000
Cobalt (Co) space group P4
2
/mnm (136)
Co1 0,50 0,0000 0,0000 0,0000
Co2 0,18(7) 0,4065(8) 0,3448(5) 0,0000
Co3 0,62(3) 0,5083(5) 0,2020(3) 0,0000
Co4 0,86(7) 0,6878(7) 0,0644(5) 0,0000
Co5 0,86(1) 0,1960(1) 0,1935(2) 0,4534(9)
R
wp
=16,25
R
p
=12,44
S =1,30
WC
R
I
=5,62
R
F
=3,32
Co
R
I
=4,06
R
F
=2,23

Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


75

Kode sampel A5 dengan ratio tekanan oksigen dan propana 6,67
Posisi atom Unsur Faktor
Hunian x y z
Faktor R (%) dan
chi square (S)
Tungsten Carbida (WC) space group P6m2 (187)
W 0,86(8) 0,0000 0,0000 0,0000
C 0,98(3) 0,5600(1) -0,6416(1) 0,5000
Cobalt (Co) space group P4
2
/mnm (136)
Co1 0,88(6) 0,0000 0,0000 0,0000
Co2 0,60(5) 0,4640(5) 0,1395(4) 0,0000
Co3 0,72(5) 0,5278(9) 0,1313(5) 0,0000
Co4 0,87(3) 0,6438(4) -0,0007(9) 0,0000
Co5 0,89(5) 0,1930(5) 0,1592(1) 0,2165(6)
R
wp
=16,20
R
p
=12,27
S =1,25
WC
R
I
=6,13
R
F
=3,49
Co
R
I
=6,08
R
F
=4,15

Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


76
LAMPIRAN 4

DATA FRAKSI FASA DATA KERAPATAN ATOM DAN VOLUME UNIT
SEL .

Data fraksi massa
Fraksi Massa (%) Ratio
Tungsten Carbida (WC) Cobalt (Co)
5,13 83.42 16.58
5,86 80.09 19.91
6,00 72.19 27.81
6,25 64.08 35.92
6,67 57.92 42.08


Data kerapatan atom dan volume unit sel
Kerapatan atom (gr.cm
-3
) Volume unit sel (A
3
) Ratio
WC Co WC Co
5,13 15.69 3.58 20.70 378.80
5,86 15.53 4.73 20.71 349.22
6,00 15.41 4.89 20.70 345.98
6,25 15.05 5.44 20.71 349.81
6,67 13.73 6.24 20.72 357.14

Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


77
LAMPIRAN 5

HASIL PERHITUNGAN UKURAN GRAIN FASA WC

Kode sampel A1 dengan ratio tekanan oksigen dan propana 5,13

No. Bidang hkl Sudut 2
(
o
)
K
(rad.A
-2
)
Lamda
(A)
FWHM
(
o
)
Ukuran grain
(nm)
1. 001 31,52 0,9 1,5406 0,3765 22
2. 100 35,77 0,9 1,5406 0,3873 22
3. 101 48,33 0,9 1,5406 0,4196 22
4. 110 64,09 0,9 1,5406 0,4597 20
5. 002 65,80 0,9 1,5406 0,4641 20
6. 111 73,18 0,9 1,5406 0,4832 20
7. 200 75,57 0,9 1,5406 0,4894 20
8. 102 77,17 0,9 1,5406 0,4937 20
Rata-rata ukuran grain 21

Kode sampel A2 dengan ratio tekanan oksigen dan propana 5,86
No. Bidang hkl Sudut 2
(
o
)
K
(rad.A
-2
)
Lamda
(A)
FWHM
(
o
)
Ukuran grain
(nm)
1. 001 31,521 0,9 1,5406 0,3422 24
2. 100 35,671 0,9 1,5406 0,3501 24
3. 101 48,331 0,9 1,5406 0,371 23
4. 110 64,079 0,9 1,5406 0,3892 24
5. 002 65,809 0,9 1,5406 0,3905 24
6. 111 73,167 0,9 1,5406 0,3934 25
7. 200 75,551 0,9 1,5406 0,3932 26
8. 102 77,164 0,9 1,5406 0,3927 26
Rata-rata ukuran grain 25

Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


78

Kode sampel A3 dengan ratio tekanan oksigen dan propana 6,00
No. Bidang hkl Sudut 2
(
o
)
K
(rad.A
-2
)
Lamda
(A)
FWHM
(
o
)
Ukuran grain
(nm)
1. 001 31,521 0,9 1,5406 0,3567 23
2. 100 35,679 0,9 1,5406 0,3645 23
3. 101 48,338 0,9 1,5406 0,3856 23
4. 110 64,095 0,9 1,5406 0,4049 23
5. 002 65,809 0,9 1,5406 0,4064 23
6. 111 73,182 0,9 1,5406 0,4109 24
7. 200 75,571 0,9 1,5406 0,4115 24
8. 102 77,169 0,9 1,5406 0,4116 25
Rata-rata ukuran grain 24

Kode sampel A4 dengan ratio tekanan oksigen dan propana 6,25
No. Bidang hkl Sudut 2
(
o
)
K
(rad.A
-2
)
Lamda
(A)
FWHM
(
o
)
Ukuran grain
(nm)
1. 001 31,521 0,9 1,5406 0,2584 32
2. 100 35,669 0,9 1,5406 0,2654 31
3. 101 48,33 0,9 1,5406 0,2838 32
4. 110 64,075 0,9 1,5406 0,3 31
5. 002 65,809 0,9 1,5406 0,3012 31
6. 111 73,163 0,9 1,5406 0,3046 32
7. 200 75,546 0,9 1,5406 0,3049 32
8. 102 77,163 0,9 1,5406 0,3049 33
Rata-rata ukuran grain 32






Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


79

Kode sampel A5 dengan ratio tekanan oksigen dan propana 6,67
No. Bidang hkl Sudut 2
(
o
)
K
(rad.A
-2
)
Lamda
(A)
FWHM
(
o
)
Ukuran grain
(nm)
1. 001 31,521 0,9 1,5406 0,2508 33
2. 100 35,662 0,9 1,5406 0,256 33
3. 101 48,324 0,9 1,5406 0,2676 33
4. 110 64,239 0,9 1,5406 0,2706 35
5. 002 65,809 0,9 1,5406 0,2699 35
6. 111 73,15 0,9 1,5406 0,2628 38
7. 200 75,529 0,9 1,5406 0,2587 39
8. 102 77,159 0,9 1,5406 0,2552 40
Rata-rata ukuran grain 36

Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


80
LAMPIRAN 6

HASIL PERHITUNGAN UKURAN GRAIN FASA Co

Kode sampel A1 dengan ratio tekanan oksigen dan propana 5,13
No. Bidang hkl Sudut 2
(
o
)
K
(rad.A
-2
)
Lamda
(A)
FWHM
(
o
)
Ukuran grain
(nm)
1. 311 37,283 0,9 1,5406 1,8844 5
2. 002 37,552 0,9 1,5406 1,5670 5
3. 410 42,212 0,9 1,5406 1,6875 5
4. 330 43,497 0,9 1,5406 1,7214 5
5. 411 46,460 0,9 1,5406 1,8014 5
Rata-rata ukuran grain 5

Kode sampel A2 dengan ratio tekanan oksigen dan propana 5,86
No. Bidang hkl Sudut 2
(
o
)
K
(rad.A
-2
)
Lamda
(A)
FWHM
(
o
)
Ukuran grain
(nm)
1. 311 37,954 0,9 1,5406 2,7244 3
2. 002 40,059 0,9 1,5406 2,7975 3
3. 410 42,254 0,9 1,5406 2,8756 3
4. 330 43,541 0,9 1,5406 2,9222 3
5. 411 47,038 0,9 1,5406 3,0569 3
Rata-rata ukuran grain 3

Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008


81
Kode sampel A3 dengan ratio tekanan oksigen dan propana 6,00
No. Bidang hkl Sudut 2
(
o
)
K
(rad.A
-2
)
Lamda
(A)
FWHM
(
o
)
Ukuran grain
(nm)
1. 311 37,907 0,9 1,5406 4,0048 2
2. 002 40,369 0,9 1,5406 4,1315 2
3. 410 42,163 0,9 1,5406 4,226 2
4. 330 43,333 0,9 1,5406 4,2886 2
5. 411 46,922 0,9 1,5406 4,486 2
Rata-rata ukuran grain 2

Kode sampel A4 dengan ratio tekanan oksigen dan propana 6,25
No. Bidang hkl Sudut 2
(
o
)
K
(rad.A
-2
)
Lamda
(A)
FWHM
(
o
)
Ukuran grain
(nm)
1. 311 38,079 0,9 1,5406 2,9551 3
2. 002 40,154 0,9 1,5406 3,0321 3
3. 410 42,411 0,9 1,5406 3,118 3
4. 330 43,702 0,9 1,5406 3,1682 3
5. 411 47,202 0,9 1,5406 3,3076 3
Rata-rata ukuran grain 3

Kode sampel A5 dengan ratio tekanan oksigen dan propana 6,67
No. Bidang hkl Sudut 2
(
o
)
K
(rad.A
-2
)
Lamda
(A)
FWHM
(
o
)
Ukuran grain
(nm)
1. 311 37,679 0,9 1,5406 0,6529 13
2. 002 39,524 0,9 1,5406 0,6792 12
3. 410 42,043 0,9 1,5406 0,7158 12
4. 330 43,323 0,9 1,5406 0,7348 12
5. 411 46,727 0,9 1,5406 0,7864 11
Rata-rata ukuran grain 12


Universitas Indonesia

Analisa struktur..., Agus Santosa, FMIPA UI, 2008

Anda mungkin juga menyukai