Anda di halaman 1dari 24

BAB I PENDAHULUAN Ganguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan pada penderita yang

berkunjung ke praktek. Gangguan tidur dapat dialami oleh semua lapisan masyarakat baik kaya, miskin, berpendidikan tinggi dan rendah maupun orang muda, serta yang paling sering ditemukan pada usia lanjut. Pada orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan mengakibatkan perubahan-perubahan pada siklus tidur biologiknya, menurun daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau orang lain. Diperkirakan jumlah penderita akibat gangguan tidur setiap tahun semakin lama semakin meningkat sehingga menimbulkan masalah kesehatan.3 Lebih dari 80% penduduk usia lanjut menderita penyakit fisik yang mengganggu fungsi mandirinya. Sejumlah 30% pasien yang menderita sakit fisik tersebut menderita kondisi komorbid psikiatrik, terutama depresi dan anxietas. Sebagian besar usia lanjut yang menderita penyakit fisik dan gangguan mental tersebut menderita gangguan tidur.3 Tidur adalah kondisi organisme yang sedang istirahat secara reguler, berulang dan reversibel dalam keadaan dimana ambang rangsang terhadap rangsangan dari luar lebih tinggi jika dibandingkan dengan keadaan jaga. Diagnostic And Statictical Manual of Mental Disorders edisi ke empat (DSM-IV) mengklasifikasikan gangguan tidur berdasarkan kriteria diagnostik klinik dan perkiraan etiologi. Tiga kategori utama gangguan tidur dalam DSM-IV adalah gangguan tidur primer, gangguan tidur yang berhubungan dengan gangguan tidur mental lain, dan gangguan tidur lain, khususnya gangguan tidur akibat kondisi medis umum atau yang disebabkan oleh zat.8 Pola tidur adalah model, bentuk atau corak tidur dalam jangka waktu yang relatif menetap dan meliputi (1) jadwal jatuh (masuk) tidur dan bangun, (2) irama tidur, (3) frekuensi tidur dalam sehari, (4) empertahankan kondisi tidur, dan (5) kepuasan tidur.3 Melihat hal diatas jelas bahwa gangguan tidur merupakan masalah kesehatan yang akan dihadapkan pada tahun yang akan datang.
1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Tidur Tidur merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang memiliki fungsi perbaikan dan homeostatik , serta penting pula dalam pengaturan suhu dan cadangan energi normal. Rasa kantuk berkaitan erat dengan hipotalamus dalam otak. Dalam keadaan badan segar dan normal, hipotalamus ini bekerja baik sehingga mampu memberi respon normal terhadap perubahan tubuh maupun lingkungannya. Namun, setelah badan lelah usai bekerja keras seharian, ditambah jam rutin tidur serta sesuatu yang bersifat menenangkan di sekelilingnya, seperti suara burung berkicau, angin semilir, kasur dan bantal empuk, udara nyaman, dll., kemampuan merespon tadi berkurang sehingga menyebabkan seseorang mengantuk. Hal tersebut yang berperan adalah suatu zat yang disebut GABA (Gamma Aminobutyric Acid), merupakan asam amino yang berfungsi sebagai neurotransmiter.3 2.2 Fisiologi Tidur Setiap makhluk memiliki irama kehidupan yang sesuai dengan masa rotasi bola dunia yang dikenal dengan nama irama sirkadian. Irama sirkadian bersiklus 24 jam antara lain diperlihatkan oleh menyingsing dan terbenamnya matahari, layu dan segarnya tanam-tanaman pada malam dan siang hari, awas waspadanya manusia dan bintang pada siang hari dan tidurnya mereka pada malam hari. Tidur merupakan kegiatan susunan saraf pusat, dimana ketika seseorang sedang tidur bukan berarti bahwa susunan saraf pusatnya tidak aktif melainkan sedang bekerja.4 Sistem yang mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah reticular activating system (RAS) dan bulbar synchronizing regional (BSR) yang terletak pada batang otak.4 RAS merupakan sistem yang mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk kewaspadaan dan tidur. RAS ini terletak dalam mesenfalon dan bagian atas pons. Selain itu RAS dapat memberi rangsangan visual, pendengaran, nyeri dan perabaan juga dapat menerima stimulasi dari korteks
2

serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir. Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti norepineprin. Demikian juga pada saat tidur, disebabkan adanya pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu BSR.2 2.3. Tahapan Tidur Tidur dibagi menjadi dua fase yaitu pergerakan mata yang cepat atau Rapid Eye Movement (REM) dan pergerakan mata yang tidak cepat atau Non Rapid Eye Movement (NREM). Tidur diawali dengan fase NREM yang terdiri dari empat stadium, yaitu tidur stadium satu, tidur stadium dua, tidur stadium tiga dan tidur stadium empat; lalu diikuti oleh fase REM. Fase NREM dan REM terjadi secara bergantian sekitar 4-6 siklus dalam semalam.2 2.3.1. Tidur stadium satu Pada tahap ini seseorang akan mengalami tidur yang dangkal dan dapat terbangun dengan mudah oleh karena suara atau gangguan lain. Selama tahap pertama tidur, mata akan bergerak peralahan-lahan, dan aktivitas otot melambat. 2.3.2. Tidur stadium dua Biasanya berlangsung selama 10 hingga 25 menit. Denyut jantung melambat dan suhu tubuh menurun. Pada tahap ini didapatkan gerakan bola mata berhenti. 2.3.3. Tidur stadium tiga Tahap ini lebih dalam dari tahap sebelumnya. Pada tahap ini individu sulit untuk dibangunkan, dan jika terbangun, individu tersebut tidak dapat segera menyesuaikan diri dan sering merasa bingung selama beberapa menit. 2.3.4. Tidur stadium empat Tahap ini merupakan tahap tidur yang paling dalam. Gelombang otak sangat lambat. Aliran darah diarahkan jauh dari otak dan menuju otot, untuk memulihkan energi fisik. Tahap tiga dan empat dianggap sebagai tidur dalam atau deep sleep, dan sangat restorative bagian dari tidur yang diperlukan untuk merasa cukup istirahat dan energik di siang hari. Fase tidur NREM ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit, setelah itu akan masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung lebih cepat dan menjadi lebih intens dan panjang saat menjelang pagi atau bangun. Selama tidur REM, mata bergerak cepat
3

ke berbagai arah, walaupun kelopak mata tetap tertutup. Pernafasan juga menjadi lebih cepat, tidak teratur, dan dangkal. Denyut jantung dan nadi meningkat.9 Selama tidur baik NREM maupun REM, dapat terjadi mimpi tetapi mimpi dari tidur REM lebih nyata dan diyakini penting secara fungsional untuk konsolidasi memori jangka panjang.8 2.4. Siklus Tidur Selama tidur malam yang berlangsung rata-rata tujuh jam, REM dan NREM terjadi berselingan sebanyak 4-6 kali. Apabila seseorang kurang cukup mengalami REM, maka esok harinya ia akan menunjukkan kecenderungan untuk menjadi hiperaktif, kurang dapat mengendalikan emosinya dan nafsu makan bertambah. Sedangkan jika NREM kurang cukup, keadaan fisik menjadi kurang gesit.5 Siklus tidur normal dapat dilihat pada skema berikut:

Gambar 1. Tahap-tahap siklus tidur.2

Siklus ini merupakan salah satu dari irama sirkadian yang merupakan siklus dari 24 jam kehidupan manusia. Keteraturan irama sirkadian ini juga merupakan keteraturan tidur seseorang. Jika terganggu, maka fungsi fisiologis dan psikologis dapat terganggu.2

2.5 Mekanisme Tidur Tidur NREM dan REM berbeda berdasarkan kumpulan parameter fisiologis. NREM ditandai oleh denyut jantung dan frekuensi pernafasaan yang stabil dan lambat serta tekanan darah yang rendah. NREM adalah tahapan tidur yang tenang. REM ditandai dengan gerakan mata yang cepat dan tiba-tiba, peningkatan saraf otonom dan mimpi. Pada tidur REM terdapat fluktuasi luas dari tekanan darah, denyut nadi dan frekuensi nafas. Keadaan ini disertai dengan penurunan tonus otot dan peningkata aktivitas otot involunter. REM disebut juga aktivitas otak yang tinggi dalam tubuh yang lumpuh atau tidur paradox.1 Pada tidur yang normal, masa tidur REM berlangsung 5-20 menit, rata-rata timbul setiap 90 menit dengan periode pertama terjadi 80-100 menit setelah seseorang tertidur. Tidur REM menghasilkan pola EEG yang menyerupai tidur NREM tingkat I dengan gelombang beta, disertai mimpi aktif, tonus otot sangat rendah, frekuensi jantung dan nafas tidak teratur (pada mata menyebabkan gerakan bola mata yang cepat atau rapid eye movement), dan lebih sulit dibangunkan daripada tidur gelombang lambat atau NREM.1 Pengaturan mekanisme tidur dan bangun sangat dipengaruhi oleh sistem yang disebut Reticular Activity System. Bila aktivitas Reticular Activity System ini meningkat maka orang tersebut dalam keadaan sadar jika aktivitas Reticular Activity System menurun, orang tersebut akan dalam keadaan tidur. Aktivitas Reticular Activity System (RAS) ini sangat dipengaruhi oleh aktivitas neurotransmitter seperti histaminergik.1 2.5.1. Sistem serotoninergik Hasil serotoninergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisme asam amino triptofan. Dengan bertambahnya jumlah triptofan, maka jumlah serotonin yang terbentuk juga meningkat akan menyebabkan keadaan mengantuk/ tidur. Bila serotonin dalam triptofan terhambat pembentukannya, maka terjadi keadaan tidak bisa tidur/ jaga. Menurut beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem serotoninergik ini terletak pada nucleus raphe dorsalis di batang otak, yang mana terdapat hubungan aktivitas serotonis di nucleus raphe dorsalis dengan tidur REM.
5

sistem serotoninergik, noradrenergik,

kolinergik,

2.5.2. Sistem adrenergik Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepinefrin terletak di badan sel nucleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus sangat mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM tidur. Obat-obatan yang mempengaruhi peningkatan aktivitas neuron noradrenergik akan menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur REM dan peningkatan keadaan jaga. 2.5.3. Sistem kolinergik Menurut Sitaram dkk, (1976) membuktikan dengan pemberian prostigimin intravena dapat mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur kolinergik ini, mengakibatkan aktivitas gambaran EEG seperti dalam kedaan jaga. Gangguan aktivitas kolinergik sentral yang berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat pada orang depresi, sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM. Pada obat antikolinergik (scopolamine) yang menghambat pengeluaran kolinergik dari lokus sereleus maka tampak gangguan pada fase awal dan penurunan REM. 2.5.4. Sistem histaminergik Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur. 2.5.5. Sistem hormon Siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon seperti Adrenal Corticotropin Hormone (ACTH), Growth Hormon (GH), Tyroid Stimulating Hormon (TSH), Lituenizing Hormon (LH). Hormon-hormon ini masing-masing disekresi secara teratur oleh kelenjar hipofisis anterior melalui jalur hipotalamus. Sistem ini secara teratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmitter

norepinefirn, dopamine, serotonin yang bertugas mengatur mekanisme tidur dan bangun.

2.6. Kualitas Tidur Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk Kualitas tidur, menurut American Psychiatric Association (2000), dalam Wavy (2008), didefinisikan sebagai suatu fenomena kompleks yang melibatkan beberapa dimensi.11 Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif tidur, seperti lamanya tidur, waktu yang diperlukan untuk bisa tertidur, frekuensi terbangun dan aspek subjektif seperti kedalaman dan kepulasan tidur (Daniel et al, 1998; Buysse,1998). Persepsi mengenai kualitas tidur itu sangat bervariasi dan individual yang dapat dipengaruhi oleh waktu yang digunakan untuk tidur pada malam hari atau efesiensi tidur. Beberapa penelitian melaporkan bahwa efisiensi tidur pada usia dewasa muda adalah 80-90% (Dament et al, 1985; Hayashi & Endo, 1982 dikutip dari Carpenito, 1998). Di sisi lain, Lai (2001) dalam Wavy (2008) menyebutkan bahwa kualitas tidur ditentukan oleh bagaimana seseorang mempersiapkan pola tidurnya pada malam hari seperti kedalaman tidur, kemampuan tinggal tidur, dan kemudahan untuk tertidur tanpa bantuan medis. Kualitas tidur yang baik dapat memberikan perasaan tenang di pagi hari, perasaan energik, dan tidak mengeluh gangguan tidur. Dengan kata lain, memiliki kualitas tidur baik sangat penting dan vital untuk hidup sehat semua orang.5 Kualitas tidur seseorang dapat dianalisa melalui pemerikasaan laboraorium yaitu EEG yang merupakan rekaman arus listrik dari otak. Perekaman listrik dari permukaan otak atau permukaan luar kepala dapat menunjukkan adanya aktivitas listrik yang terus menerus timbul dalam otak. Ini sangat dipengaruhi oleh derajat eksitasi otak sebagai akibat dari keadaan tidur, keadaan siaga atau karena penyakit lain yang diderita. Tipe gelombang EEG diklasifikasikan sebagai gelombang alfa, betha, tetha dan delta.1 Selain itu, menurut Hidayat (2006), kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya. Tanda-tanda kekurangan tidur dapat dibagi menjadi
7

tanda fisik dan tanda psikologis. Di bawah ini akan dijelaskan apa saja tanda fisik dan psikologis yang dialami.1 2.6.1. Tanda fisik Ekspresi wajah (area gelap di sekitar mata, bengkak di kelopak mata, konjungtiva kemerahan dan mata terlihat cekung), kantuk yang berlebihan (sering menguap), tidak mampu untuk berkonsentrasi (kurang perhatian), terlihat tandatanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual dan pusing. 2.6.2. Tanda psikologis Menarik diri, apatis dan respons menurun, merasa tidak enak badan, malas berbicara, daya ingat berkurang, bingung, timbul halusinasi, dan ilusi penglihatan atau pendengaran, kemampuan memberikan pertimbangan atau keputusan menurun.

2.7. Gangguan Tidur


Adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami resiko perubahan jumlah dan kualitas pola istirahat yang menyebabkan ketidaknyamanan. Pada orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan mengakibatkan perubahan-perubahan pada siklus tidur biologiknya, menurun daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau orang lain. Gangguan tidur sebenarnya

bukanlah suatu penyakit melainkan gejala dari berbagai gangguan fisik, mental dan spiritual.6 Gangguan tidur dapat dialami oleh semua lapisan masyarakat baik kaya, miskin, berpendidikan tinggi dan rendah, orang muda serta yang paling sering ditemukan pada usia lanjut. Pada orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan mengakibatkan perubahan-perubahan pada siklus tidur biologisnya, menurun daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau orang lain. Gangguan tidur merupakan masalah yang sangat umum. Di Negara-negara industri khususnya, banyak orang menderita dari beberapa bentuk gangguan tidur. Data tentang frekuensi bervariasi antara 25-50% dari populasi.6
8

Tidur adalah proses yang dibutuhkan otak untuk berfungsi secara tepat. Keseriusan dari gangguan tidur tidak diketahui oleh masyarakat umum karena mereka menganggap hal ini tidak berbahaya. International Classification of Sleep Disorders (ICSD) merupakan klasifikasi paling lengkap untuk gangguan tidur dan sering digunakan. DSM-IV memasukkan banyak klasifikasi dari ICSD.11

2.7.1 Klasifikasi Gangguan Tidur I. Gangguan tidur primer2 Gangguan tidur primer adalah gangguan tidur yang bukan disebabkan oleh gangguan mental lain, kondisi medik umum, atau zat. Gangguan tidur ini dibagi dua yaitu disomnia dan parasomnia. Disomnia ditandai dengan gangguan pada jumlah, kualitas, dan waktu tidur. Parasomnia dikaitkan dengan perilaku tidur atau peristiwa fisiologis yang dikaitkan dengan tidur, stadium tidur tertentu atau perpindahan tidur-bangun.2 A. Dissomnia Adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesukaran menjadi jatuh tidur ( failling as sleep), mengalami gangguan selama tidur (difficulty in staying as sleep), bangun terlalu dini atau kombinasi diantaranya. Gambaran penting dari dissomnia adalah perubahan dalam jumlah, kualitas atau waktu tidur. Gangguan ini meliputi insomnia, yang mana terjadi gangguan tidur pada awal dan pemeliharaannya; hipersomnia, yaitu gangguan dari waktu tidur yang berlebihan atau sleep attacks; gangguan tidur berhubungan dengan pernafasan; dan gangguan tidur irama sirkadian, dimana terdapat ketidaksesuaian antara pola tidur seseorang dengan pola tidur normal lingkungannya. 1. Insomnia2 Insomnia adalah ketidakmampuan secara relatif pada seseorang untuk dapat tidur atau mempertahankan tidur baik pada saat ingin tidur, keadaan tidur yang tenang/sedang tidur ataupun bangun saat pagi sebelum waktunya (hal ini dikenal sebagai insomnia jenis awal/initial, jenis intermediate dan jenis terminal/late insomnia) atau jika orang tadi bangun dalam keadaan segar.
9

a. Insomnia primer ditandai dengan2: Keluhan sulit masuk tidur atau mempertahankan tidur atau tetap tidak segar meskipun sudah tidur. Keadaan ini berlangsung paling sedikit satu bulan Menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinik atau impairment sosial, okupasional, atau fungsi penting lainnya. Gangguan tidur tidak terjadi secara eksklusif selama ada gangguan mental lainnya. Tidak disebabkan oleh pengaruh fisiologik langsung kondisi medik umum atau zat. b. Pengobatan Insomnia7 Meskipun pengobatan hipnotik-sedatif (misalnya pil tidur) tidak dapat mencegah insomnia, tetapi dapat memberikan perbaikan secara bertahap. Obatobat tersebut seharusnya kita gunakan terutama untuk merawat transient dan insomnia jangka pendek. Manfaat jangka panjang biasanya sulit untuk dinilai dan kebanyakan pasien menjadi tergantung pada pengobatan ini. Benzodiazepin merupakan obat pilihan pertama untuk alasan kenyamanan dan manfaatnya. Benzodiazepin sebagai obat tidur meliputi estazolam, 1-2 mg malam hari; flurazepan, 15-30 mg malam hari; quazepam, 7,5 15 mg malam hari; temazepam, 15-30 mg malam hari dan triazolam, 0,25 0,25 mg malam hari. Non benzodiazepin alternatif adalah zolpidem, 5-10 mg malam hari; dan zaleplon, 1020 mg malam hari, kedua obat ini menimbukan sedikit efek ketergantungan, toleransi, dan cenderung untuk menyebabkan somnolen seharian. Obat-obat lain yang sering digunakan meliputi chloralhydrate (500-2000 mg), hipnotik-sedatif golongan non barbiturat akan meningkat potensinya bila dikonsumsi bersama alkohol, antihistamin diphenhydramine (25-100 mg) dan doxylamine (25-100 mg). Sedatif antidepresan seperti trazodone (50-20 mg) sering digunakan dalam dosis rendah sebagai hipnotik untuk pasien yang menderita insomnia primer.4,8

10

c. Kriteria Diagnostik untuk Insomnia Primer menurut DSM-IV-TR.11

Keluhan

yang

menonjol

adalah

kesulitan

untuk

memulai

atau

mempertahankan tidur, atau tidur yang tidak menyegarkan, selama sekurangnya satu bulan. Gangguan tidur (atau kelelahan siang hari yang menyertai) menyebabkan penderitaan yang bermakana secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain. Gangguan tidur tidak terjadi semata-mata selama perjalanan narkolepsi, gangguan tidur berhubungan pernafasan, gangguan tidur irama sirkadian, atau parasomnia. Gangguan tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan mental lain (misalnya, gangguan depresi berat, gangguan kecemasan umum, delirium). Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi medis umum.

2. Hipersomnia primer7 Hipersomnia (hypersomnia) primer merupakan rasa kantuk yang berlebihan sepanjang hari yang berlangsung sampai sebulan atau lebih. Rasa kantuk yang berlebihan (terkadang disebut mabuk tidur) dapat berbentuk kesulitan untuk bangun setelah periode tidur yang panjang (biasanya 8 sampai 12 jam tidur). Meskipun banyak dari kita yang merasa mengantuk sepanjang hari, orang dengan hipersomnia primer memiliki periode rasa kantuk yang lebih parah dan bertahan lebih lama mengakibatkan kesulitan untuk melakukan fungsi sehari-hari karena sulit untuk bangun tidur. Pengobatan dari hipersomnia primer meliputi kombinasi antara pengu-kuran sleep hygiene, obat-obatan stimulan, dan tidur siang untuk beberapa pasien. Obat-obat stimulan dapat mempertahankan kesadaran; dextroamphetamine dan methylphenidate keduanya mempunyai masa paruh yang singkat dan di minum dalam dosis terbagi. Femoline, stimulan kerja lama, dapat juga digunakan.
11

Modafinil, yang digunakan untuk mengobati narkolepsi, dapat juga digunakan untuk mengobati hipersomnia primer. Antidepresan trisiklik (seperti protriptyline) dapat juga digunakan. Karena obat-obatan stimulan dapat menimbulkan ketergantungan, maka penggunaannya harus benar-benar diawasi. a. Kriteria Diagnostik untuk Hipersomnia Primer menurur DSM-IV-TR Keluhan yang menonjol adalah mengantuk berlebihan di siang hari selama sekurangnya satu bulan (atau lebih singkat jika rekuren) seperti yang ditunjukkan oleh episode tidur yang memanjang atau episode tidur siang hari yang terjadi hampir setiap hari. Mengantuk berlebihan di siang hari menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain. Mengantuk berlebihan di siang hari tidak dapat diterangkan oleh Insomnia dan tidak terjadi semata-mata selam perjalan gangguan tidur lain (misalnya, narkolepsi, gangguan tidur berhubungan pernafasan, gangguan tidur irama sirkadian, atau parasomnia) dan tidak dapat diterangkan oleh jumlah tidur yang tidak adekuat. Gangguan tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan lain. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi medis umum.

3. Narkolepsi Ditandai oleh serangan mendadak tidur yang tidak dapat dihindari pada siang hari, biasanya hanya berlangsung 10-20 menit atau selalu kurang dari 1 jam, setelah itu pasien akan segar kembali dan terulang kembali 2- 3 jam berikutnya. Gambaran tidurnya menunjukkan penurunan fase REM 30-70%. Pada serangan tidur dimulai dengan fase REM.8

12

Berbagai bentuk narkolepsi:9 1. Narkolepsi kataplesia, adalah kehilangan tonus otot yang sementara baik sebagian atau seluruh otot tubuh. 2. Hypnagogic halusinasi auditorik/visual adalah halusinasi pada saat jatuh tidur sehingga pasien dalam keadaan jaga, kemudian ke kerangka pikiran normal (hypnopompic hallucinations terjadi hanya setelah bangun). 3. Sleep paralis adalah otot volunter mengalami paralis pada saat masuk tidur sehingga pasien sadar ia tidak mampu menggerakkan ototnya. Gangguan ini merupakan kelainan heriditer, kelainannya terletak pada lokus kromoson 6 didapatkan pada orang-orang Caucasian white dengan populasi lebih dari 90%, sedangkan pada bangsa Jepang 20-25%, dan bangsa Israel 1:500.000. Tidak ada perbedaan antara jenis kelamin laki dan wanita. Kelainan ini diduga terletak antara batang otak bagian atas dan kronik pada malam harinya serta tidak rstorasi seperti terputusnya fase REM. 4 Penatalaksanaan dari narkolepsi mencakup pengobatan yang berbeda untuk serangan tidur dan gejala auxilary. Stimulan adalah obat yang sering digunakan untuk mengatasi serangan tidur karena mula kerjanya yang singkat dan sedikitnya efek samping yang ditimbulkan. Sebagai contoh, methylphenidate sangat tepat untuk mengatasi serangan tidur/sleep attack, digunakan dalam dosis terbagi dengan dosis awal 5 mg, dosis tersebut dinaikkan secara bertahap hingga 60 mg per hari. Dextroamphetamine dapat digunakan dengan dosis yang serupa. Pemoline digunakan dengan dosis antara 18,75 sampai 150 mg, dengan dosis yang terbagi. Modafinil, merupakan obat baru yang disetujui oleh U.S. Food and Drug Administration sebagai alternatif lain dalam pengobatan narkolepsi. Obat tersebut toleransinya baik dan efek kardiovaskular-nya sedikit; dosis hariannya 200 sampai 400 mg. Antidepresan trisiklik sering digunakan untuk menangani cataplexy atau sleep paralysis tetapi mempunyai sedikit efek pada serangan tidur; dosis yang digunakan untuk mengontrol gejala ini lebih rendah dibandingkan dengan dosis yang digunakan untuk mengobati depresi (misalnya, imipramin, 10 sampai 75 mg malam hari).7

13

Dokter harus menjelaskan tentang gangguan ini kepada pasien dan keluarganya. Rekan kerja dan lingkungan sosial harus juga diberikan pengetahuan mengenai gejala dari narkolepsi. Kerjasama dan pertolongan dari lingkungan sosial diperlukan untuk mengurangi kesulitan kerja dan membantu menurunkan tingkat kebutuhan pasien terhadap obat-obatan stimulan. 4. Gangguan tidur yang berhubungan dengan pernafasan (sleep apnea)10 Terdapat tiga jenis sleep apnea yaitu central sleep apnea, upper airway obstructive apnea dan bentuk campuran dari keduanya. Apnea tidur adalah gangguan pernafasan yang terjadi saat tidur, yang berlangsung selama lebih dari 10 detik. Dikatakan apnea tidur patologis jika penderita mengalami episode apnea sekurang kurang lima kali dalam satu jam atau 30 episode apnea selama semalam. Selama periodik ini gerakan dada dan dinding perut sangat dominan. Apnea sentral sering terjadi pada usia lanjut, yang ditandai dengan intermiten penurunan kemampuan respirasi akibat penurunan saturasi oksigen. Apnea sentral ditandai oleh terhentinya aliran udara dan usaha pernafasan secara periodik selama tidur, sehingga pergerakan dada dan dinding perut menghilang. Hal ini kemungkinan kerusakan pada batang otak atau hiperkapnia. Gangguan saluran nafas (upper airway obstructive) pada saat tidur ditandai dengan peningkatan pernafasan selama apnea, peningkatan usaha otot dada dan dinding perut dengan tujuan memaksa udara masuk melalui obstruksi. Gangguan ini semakin berat bila memasuki fase REM. Gangguan saluran nafas ini ditandai dengan nafas megap-megap atau mendengkur pada saat tidur. Mendengkur ini berlangsung 3-6 kali bersuara kemudian menghilang dan berulang setiap 20-50 detik. Serangan apnea pada saat pasien tidak mendengkur. Akibat hipoksia atau hipercapnea, menyebabkan respirasi lebih aktif yang diaktifkan oleh formasi retikularis dan pusat respirasi medula, dengan akibat pasien terjaga dan respirasi kembali normal secara reflek. Baik pada sentral atau obstruksi apnea, pasien sering terbangun berulang kali dimalam hari, yang kadang-kadang sulit kembali untuk jatuh tidur.
14

Gangguan ini sering ditandai dengan nyeri kepala atau tidak enak perasaan pada pagi hari. Pada anak-anak sering berhubungan dengan gangguan kongenital saluran nafas, dysotonomi syndrome, adenotonsilar hypertropi. Pada orang dewasa obstruksi saluran nafas septal defek, hipotiroid, atau bradikardi, gangguan jantung, PPOK, hipertensi, stroke, GBS, arnord chiari malformation. 5. Gangguan tidur irama sirkadian11 Sleep wake schedule disorders (gangguan jadwal tidur) yaitu gangguan dimana penderita tidak dapat tidur dan bangun pada waktu yang

dikehendaki,walaupun jumlah tidurnya tetap. Gangguan ini sangat berhubungan dengan irama tidur sirkadian normal. Bagian-bagian yang berfungsi dalam pengaturan sirkadian antara lain temperatur badan,plasma darah, urine, fungsi ginjal dan psikologi. Dalam keadan normal fungsi irama sirkadian mengatur siklus biologi irama tidur bangun, dimana sepertiga waktu untuk tidur dan dua pertiga untuk bangun/aktivitas. Siklus irama sirkadian ini dapat mengalami gangguan, apabila irama tersebut mengalami pergeseran. Menurut beberapa penelitian terjadi pergeseran irama sirkadian antara onset waktu tidur reguler dengan waktu tidur yang irreguler (bringing irama sirkadian). Perubahan yang jelas secara organik yang mengalami gangguan irama sirkadian adalah tumor pineal. Gangguan irama sirkadian dapat dikategorikan dua bagian: 1. Sementara (acut work shift, Jet lag) 2. Menetap (shift worker) Keduanya dapat mengganggu irama tidur sirkadian sehingga terjadi perubahan pemendekan waktu onset tidur dan perubahan pada fase REM.

Gangguan tidur gangguan irama sirkadian adalah sebagai berikut: a. Tipe fase tidur terlambat (delayed sleep phase type) yaitu ditandai oleh waktu tidur dan terjaga lebih lambat yang diinginkan. Gangguan ini sering

ditemukan dewasa muda, anak sekolah atau pekerja sosial. Orang-orang


15

tersebut sering tertidur (kesulitan jatuh tidur) dan mengantuk pada siang hari (insomnia sekunder). b. Tipe Jet lag ialah mengantuk dan terjaga pada waktu yang tidak tepat menurut jam setempat, hal ini terjadi setelah berpergian melewati lebih dari satu zone waktu. Gambaran tidur menunjukkan sleep latensnya panjang dengan tidur yang terputus-putus. c. Tipe pergeseran kerja (shift work type). Pergeseran kerja terjadi pada orang yang secara teratur dan cepat mengubah jadwal kerja sehingga akan mempengaruhi jadwal tidur. Gejala ini sering timbul bersama-sama dengan gangguan somatik seperti ulkus peptikum. Gambarannya berupa pola irreguler atau mungkin pola tidur normal dengan onset tidur fase REM. d. Tipe fase terlalu cepat tidur (advanced sleep phase syndrome). Tipe ini sangat jarang, lebih sering ditemukan pada pasien usia lanjut,dimana onset tidur pada pukul 6-8 malam dan terbangun antara pukul 1-3 pagi. Walaupun pasien ini merasa cukup ubtuk waktu tidurnya. Gambaran tidur tampak normal tetapi penempatan jadwal irama tidur sirkadian yang tdk sesuai. e. Tipe bangun-tidur beraturan f. Tipe tidak tidur-bangun dalam 24 jam.

2.8 Faktor yang Dapat Mempengaruhi Kualitas Tidur Kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kualitas tersebut dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur dan memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan kebutuhannya. Di antara faktor yang dapat memengaruhinya adalah : 9 1. Penyakit Sakit dapat memengaruhi kebutuhan tidur seseorang. Banyak penyakit yang dapat memperbesar kebutuhan tidur seperti penyakit yang disebabkan oleh infeksi, terutama infeksi limpa. Infeksi limpa berkaitan dengan keletihan, sehingga penderitanya membutuhkan lebih banyak waktu tidur untuk mengatasinya. Banyak juga keadaan sakit yang menjadikan pasien kurang tidur, bahkan tidak bisa tidur.

16

2. Latihan dan kelelahan Keletihan akibat aktivitas yang tinggi dapat memerlukan lebih banyak tidur untuk menjaga keseimbangan energi yang telah dikeluarkan. Hal tersebut terlihat pada seseorang yang telah melakukan aktivitas dan mencapai kelelahan. Maka, orang tersebut akan lebih cepat untuk dapat tidur karena tahap tidur gelombang lambatnya diperpendek. 3. Stres psikologis Kondisi stres psikologis dapat terjadi pada seseorang akibat ketegangan jiwa. Seseorang yang memiliki masalah psikologis akan mengalami kegelisahan sehingga sulit untuk tidur. 4. Obat-Obatan Obat Obatan dapat juga memengaruhi proses tidur. Beberapa jenis obat yang mempengaruhi proses tidur jenis golongan obat diuretik dapat menyebabkan insomnia, antidepresan dapat menekan, kafein dapat meningkatkan saraf simpatis yang menyebabkan kesulitan untuk tidur, golongan beta bloker dapat berefek pada timbulnya insomnia dan golongan narkotik dapat menekan RF:M sehingga mudah mengantuk. 5. Nutrisi Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat proses tidur. Konsumsi protein yang tinggi maka sescorang tersebut akan mempercepat proses tcrjadinya tidur, karena dihasilkan triptofan yang merupakan asam amino hasil pencernaan protein yang dicerna dapat membantu mudah tidur. Demikian sebaliknya, kebutuhan gizi yang kurang dapat juga memengaruhi prosca tidur, bahkan terkadang sulit untuk tidur. 6. Lingkungan Lingkungan Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seseorang dapat mempercepat proses terjadinya tidur. Sebaliknya lingkungan yang tidak aman dan nyaman bagi seseorang dapat menyebabkan hilangnya ketenangan sehingga mempengaruhi proses tidur.

17

7. Motivasi Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseorang untuk tidur, dapat memengaruhi proses tidur. Selain itu, adanya keinginan untuk tidak tidur dapat mcnimbulkan gangguan proses tidur.

2.9 Penatalaksanaan gangguan tidur Langkah pertama untuk mengatasi insomnia sekunder terhadap gangguan medik atau psikiatrik adalah mengoptimalkan terapi terhadap penyakit yang mendasarinya. Cara farmakologik dan nonfarmakologik diperlukan untuk terapi gangguan tidur baik primer maupun sekunder . 1.Farmakologik Benzodiazepin paling sering digunakan dan tetap merupakan pilihan utama untuk mengatasi insomnia baik primer maupun sekunder. Kloralhidrat dapat pula bermanfaat dan cenderung tidak disalahgunakan. Antihistamin, prekursor protein seperti l-triptofan yang saat ini tersedia dalam bentuk suplemen juga dapat digunakan. Penggunaan jangka panjang obat hipnotik tidak dianjurkan. Obat hipnotik hendaklah digunakan dalam waktu terbatas atau untuk mengatasi insomnia jangka pendek. Dosis harus kecil dan durasi pemberian harus singkat. Benzodiazepin dapat direkomendasikan untuk dua atau tiga hari dan dapat diulang tidak lebih dari tiga kali. Penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan masalah tidur atau dapat menutupi penyakit yang mendasari. Penggunaan benzodiazepin harus hatihati pada pasien penyakit paru obstruktif kronik, obesitas, gangguan jantung dengan hipoventilasi
2,11 2

Benzodiazepin dapat mengganggu ventilasi pada apnea tidur. Efek samping berupa penurunan kognitif dan terjatuh akibat gangguan koordinasi motorik sering ditemukan. Oleh karena itu, penggunaan benzodiazepin pada lansia harus hati-hati dan dosisnya serendah mungkin. Benzodiazepin dengan waktu paruh pendek (triazolam dan zolpidem) merupakan obat pilihan untuk membantu orang-orang yang sulit masuk tidur. Sebaliknya, obat yang waktu paruhnya panjang (estazolam, temazepam, dan lorazepam) berguna untuk penderita yang
18

mengalami interupsi tidur. Benzodiazepin yang kerjanya lebih panjang dapat memperbaiki anksietas di siang hari dan insomnia di malam hari. Sebagian obat golongan benzodiazepin dimetabolisme di hepar. Oleh karena itu, pemberian obatobat yang menghambat oksidasi sitokrom (seperti simetidin, estrogen, INH, eritromisin, dan fluoxetine) dapat menyebabkan sedasi berlebihan di siang hari. Triazolam tidak menyebabkan gangguan respirasi pada pasien COPD ringan-sedang yang mengalami insomnia. Neuroleptik dapat digunakan untuk insomnia sekunder terhadap delirium pada lansia. Dosis rendah-sedang benzodiazepin seperti lorazepam digunakan untuk memperkuat efek neuroleptik terhadap tidur. Antidepresan yang bersifat sedatif seperti trazodone dapat diberikan bersamaan dengan benzodiazepin pada awal malam. Antidepresan kadang-kadang dapat memperburuk gangguan gerakan terkait tidur (RLS) . Mirtazapine merupakan antidepresan baru golongan noradrenergic and specific serotonin antidepressant (NaSSA). Ia dapat memperpendek onset tidur, stadium 1 berkurang, dan meningkatkan dalamnya tidur. Latensi REM, total waktu tidur, kontinuitas tidur, serta efisiensi tidur meningkat pada pemberian mirtazapine. Obat ini efektif untuk penderita depresi dengan insomnia tidur
11 2

tidak dianjurkan menggunakan imipramin, desipramin, dan monoamin oksidase inhibitor pada lansia karena dapat menstimulasi insomnia. Lithium dapat menganggu kontinuitas tidur akibat efek samping poliuria. Khloralhidrat dan barbiturat jarang digunakan karena cenderung menekan pernafasan. Antihistamin dan difenhidramin bermanfaat untuk beberapa pasien tapi penggunaannya harus hati-hati karena dapat menginduksi delirium . Melatonin merupakan hormon yang disekresikan oleh glandula pineal. Ia berperan mengatur siklus tidur. Efek hipnotiknya terlihat pada pasien gangguan tidur primer. Ia juga memperbaiki tidur pada penderita depresi mayor
11 11,12 2

Melatonin juga dapat memperbaiki tidur, tanpa efek samping, pada lansia dengan insomnia .

19

2. Non farmakologik a. Higene tidur 9 Memberikan lingkungan dan kondisi yang kondusif untuk tidur merupakan syarat mutlak untuk gangguan tidur. Jadual tidur-bangun dan latihan fisik seharihari yang teratur perlu dipertahankan. Kamar tidur dijauhkan dari suasana tidak nyaman. Penderita diminta menghindari latihan fisik berat sebelum tidur. Tempat tidur jangan dijadikan tempat untuk menumpahkan kemarahan. Perubahan kebiasaan, sikap, dan lingkungan ini efektif untuk memperbaiki tidur. Edukasi tentang higene tidur merupakan intervensi efektif yang tidak memerlukan biaya. b. Terapi pengontrolan stimulus Terapi ini bertujuan untuk memutus siklus masalah yang sering dikaitkan dengan kesulitan memulai atau jatuh tidur. Terapi ini membantu mengurangi faktor primer dan reaktif yang sering ditemukan pada insomnia.9 Ada beberapa instruksi yang harus diikuti oleh penderita insomnia: 1. Ke tempat tidur hanya ketika telah mengantuk. 2. Menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur. 3. Jangan menonton TV, membaca, makan, dan menelpon di tempat tidur. 4. Jangan berbaring-baring di tempat tidur karena bisa bertambah frustrasi jika tidak bisa tidur. 5. Jika tidak bisa tidur (setelah beberapa menit) harus bangun, pergi ke ruang lain, kerjakan sesuatu yang tidak membuat terjaga, masuk kamar tidur setelah kantuk datang kembali. 6. Bangun pada saat yang sama setiap hari tanpa menghiraukan waktu tidur, total tidur, atau hari (misalnya hari Minggu). 7. Menghindari tidur di siang hari. 8. Jangan menggunakan stimulansia (kopi, rokok, dll) dalam 4-6 jam sebelum tidur.
20

Hasil terapi ini jarang terlihat pada beberapa bulan pertama. Bila kebiasaan ini terus dipraktikkan, gangguan tidur akan berkurang baik frekuensinya maupun beratnya. c. Sleep Restriction Therapy Membatasi waktu di tempat tidur dapat membantu mengkonsolidasikan tidur . Terapi ini bermanfaat untuk pasien yang berbaring di tempat tidur tanpa bisa tertidur. Misalnya, bila pasien mengatakan bahwa ia hanya tertidur lima jam dari delapan jam waktu yang dihabiskannya di tempat tidur, waktu di tempat tidurnya harus dikurangi. Tidur di siang hari harus dihindari. Lansia dibolehkan tidur sejenak di siang hari yaitu sekitar 30 menit. Bila efisiensi tidur pasien mencapai 85% (rata-rata setelah lima hari), waktu di tempat tidurnya boleh ditambah 15 menit. Terapi pembatasan tidur, secara berangsur-angsur, dapat mengurangi frekuensi dan durasi terbangun di malam hari. 9 d. Terapi relaksasi dan biofeedback Terapi ini harus dilakukan dan dipelajari dengan baik. Menghipnosis diri sendiri, relaksasi progresif, dan latihan nafas dalam sehingga terjadi keadaan relaks cukup efektif untuk memperbaiki tidur. Pasien membutuhkan latihan yang cukup dan serius. Biofeedback yaitu memberikan umpan-balik perubahan fisiologik yang terjadi setelah relaksasi. Umpan balik ini dapat meningkatkan kesadaran diri pasien tentang perbaikan yang didapat. Teknik ini dapat dikombinasi dengan higene tidur dan terapi pengontrolon tidur. e. Terapi apnea tidur obstruktif Apnea tidur obstruktif dapat diatasi dengan menghindari tidur telentang, menggunakan perangkat gigi (dental appliance), menurunkan berat badan, menghindari obat-obat yang menekan jalan nafas, menggunakan stimulansia pernafasan seperti acetazolamide (Diamox), nasal continuous positive airway pressure (NCPAP), upper airway surgery (UAS). Nasal continuous positive airway pressure ditoleransi baik oleh sebagian besar pasien. Metode ini dapat memperbaiki tidur pasien di malam hari, rasa mengantuk di siang hari, dan keletihan serta perbaikan fungsi kognitif.
21

Uvulopalatopharyngeoplasty (UPP) merupakan salah satu teknik pembedahan yang digunakan untuk terapi apnea tidur. Efikasi metode ini kurang. Trakeostomi juga merupakan pilihan terapi untuk apnea tidur berat. Penggunaan kedua bentuk terapi bedah ini sangat terbatas karena risiko morbiditas dan mortalitas. 9

22

BAB III KESIMPULAN Tidur merupakan suatu proses di otak yang dibutuhkan seseorang untuk dapat berfungsi dengan baik. Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan. Sekitar 67% lansia mengalami gangguan tidur. Gangguan tidur yang paling sering ditemukan pada lansia yaitu insomnia, gangguan ritmik tidur, dan apnea tidur. Berdasarkan dugaan etiologinya, gangguan tidur dibagi menjadi empat kelompok yaitu, gangguan tidur primer, gangguan tidur akibat gangguan mental lain, gangguan tidur akibat kondisi medik umum, dan gangguan tidur yang diinduksi oleh zat. Beberapa kondisi medik umum seperti penyakit

kardiovaskuler, penyakit paru, neurodegenerasi, penyakit endokrin, kanker, dan penyakit saluran pencernaan, serta penyakit muskuloskeletal sering menimbulkan gangguan tidur. Gangguan mental seperti depresi, anksietas, demensia serta delirium dapat pula menimbulkan gangguan tidur. Pola gangguan tidur pada penderita depresi berbeda dengan yang tidak menderita depresi; pada depresi terjadi gangguan pada setiap stadium gangguan tidur. Langkah pertama mengobati gangguan tidur adalah mengoptimalkan terapi terhadap penyakit yang mendasarinya. Terapi farmakologik seperti benzodiazepin merupakan pilihan utama untuk mengatasi gangguan tidur; walaupun demikian, lama penggunaannya harus dibatasi karena penggunaan jangka lama malah dapat menimbulkan masalah tidur atau dapat menutupi gangguan yang mendasarinya. Efek samping sedasi dapat menyebabkan kecelakaan seperti terjatuh. Obat-obat seperti antidepresan, neuroleptik dapat pula digunakan untuk gangguan tidur.

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006. p. 777-785. 2. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Tidur Normal dan Gangguan Tidur. Sinopsis Psikiatri Jilid 2. Tangerang: Binarupa Aksara Publisher,2010.p.210-2117. 3. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Sleep Disorders. Kaplan & Sadocks Comprehensive Textbook of Psychiatry Volume II. 9th ed. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins. 2009. p. 2150 -2177 4. Buysse DJ. Chronic Insomnia. Am J Psychiatry. 2008; 165(6): 678-686 5. Anonim. NIH State-of-the-Science Conference Statement on Manifestations and Management of Chronic Insomnia in Adult. The Journal of Lifelong Learning In Psychiatry. 2009; 7(4): 538-546. 6. Davies C. Chronic Insomnia. Carle Selected Papers. 2007;50(1): 11-15 7. Benca RM. Diagnosis and Treatment of Chronic Insomnia: A Review. 2005. p. 332-43 8. N Buscemi, B Vandermeer, C Friesen. Manifestations and management of Chronic Insomnia in Adults.2006; p.1-10 9. Buysse DJ, et al. Insomnia. The Journal of Lifelong Learning In Psychiatry . 2005; 3(4): 568-584. 10. Mai E, Buysse DJ. Insomnia: Prevalence, Impact, Pathogenesis, Differential Diagnosisi, and Evaluation. The Journal of Lifelong Learning In Psychiatry. 2009; 7(4): 491-498

11. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fouth Edition (DSM IV). Washington DC. American Psychiatric Association, 1994.

24

Anda mungkin juga menyukai