Anda di halaman 1dari 52

Thomas Meyer

Peran Partai Politik dalam


Sebuah Sistem Demokrasi:
Sembilan Tesis
Thomas Meyer
Peran Partai Politik dalam
Sebuah Sistem Demokrasi:
Sembilan Tesis
Peran Partai Politik dalam
Sebuah Sistem Demokrasi:
Sembilan Tesis
Penulis: Prof. Dr. Thomas Meyer
Diterbitkan oleh:
Friedrich-Ebert-Stiftung (FES)
Kantor Perwakilan Indonesia
Jalan Kemang Selatan II No. 2A
Jakarta 12730/Indonesia
Tel.: +62-21-7193711
Fax:+62-21-71791358
Email: info@fes.or.id
Website: www.fes.or.id
Cetakan Pertama, Juli 2008
Cetakan Kedua, Desember 2009
Cetakan Ketiga, Mei 2012
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan
dengan ara apapun, termasuk foto copy, tanpa izin tertulis
dari penerbit
Tidak untuk diperjualbelikan
Daftar Isi
Kata Pengantar Dr. Hans-Joachim Esderts 6
Kata Pengantar Daniel Sparingga 9
1. Tesis1: Kamajemukan (Pluralisme) 25
2. Tesis2: Peran Penting Parpol 27
3. Tesis3: Penghubung antara Negara
dan Masyarakat 30
4. Tesis 4: Fungsi Parpol yang Beragam
(Multiple Functions) 33
5. Tesis 5: Demokrasi dalam Parpol
(Internal Democracy) 34
6. Tesis 6: Struktur Rekahan Masyarakat
(Societal Cleavage Structures) 37
7. Tesis 7: Demokrasi Libertarian atau
Demokrasi Sosial 40
8. Tesis 8: Masyarakat Madani 42
9. Tesis 9: Kebutuhan Pemilih untuk
Mengkonsentrasikan Suara 44
Kesimpulan 46
Peran Partai Politik dalam
Sebuah Sistem Demokrasi:
[6]
Kata Pengantar
Selama bertahun-tahun Friedrich-Ebert-Stiftung (FES)
berusaha mendukung proses demokratisasi dan reformasi
di berbagai bidang (media, politik dan sosial ekonomi) di
Indonesia. Salah satu perkembangan terakhir yang san-
gat mengagumkan, khususnya sete]ah tumbangnya rezirn
Orde Baru dan pemerintahan-pemerintahan berikutnya
yang lebih demokratis, adalah keberadaan partai politik
(parpol) mulai berkembang pesat sehingga bisa bersaing
dalam pemilihan umum (pemilu) yang bebas dan adil.
Pada tahun 1999 dan 2004, Indonesia telah membuk-
tikan kemampuannya untuk mensukseskan pernilu, un-
tuk memilih wakil rakyat di MPR, DPRD, dan DPD. Tahun
2005, untuk pertama kalinya Indonesia dengan sukses te-
lah melaksanakan pemilihan presiden dan wakilnya secara
langsung, disusul kemudian dengan pemilihan kepala dae-
rah secara langsung (PILKADA). Menurut berbagai pihak
rangkaian pemilu ini dinilai cukup adil dan bebas serta ber-
jalan dengan rapi.
Dalam konteks pemilu tersebut di atas, parpol harus
memenuhi tugas-tugasnya yang maha penting, antara lain:
Mempersiapkan kandidat-kanditat terbaiknya di legislatif,
Sembilan Tesis
[7]
mempromosikan program politik dan platform pemilunya,
serta bersaing untuk mendapatkan mandat publik dan
suarasuaranya. Tetapi di samping itu dalam jangka yang
lebih panjang, parpol harus bisa menjadi perantara masyar-
akat dengan institusi pemerintahan. Oleh sebab itu, parpol
harus terorganisir secara demokratis, memiliki akar yang
kuat dalam masyarakat sehingga mampu mereka rnenu-
larkan demokrasi kepada masyarakat.
Sama seperti parpol di negara-negara lain yang se-
dang dalam proses transisi dan pemerintahan otoriter ke
negara demokratis, kerap kali kita melihat adanya budaya
non-demokratis di dalam parpol Indonesia. Pengalaman
selama masa pemilu dan sesudahnya menunjukkan bahwa
masih ada kebutuhan untuk mempromosikan demokrasi
dengan menjelaskan peran dan fungsi parpol, bagaimana
mereka mengatur dirinya sendiri.
Dalam buku kecil ini, Prof. Thomas Meyer berusaha
menjelaskan peran dan fungsi parpol secara sistematis.
Kami berharap buku kecil ini mampu memberikan pema-
haman mengenai konsep yang mendasari semua partai
politk dan anggota partai.
Dr. Hans-Joachim Esderts
Jakarta, Februari 2006
Peran Partai Politik dalam
Sebuah Sistem Demokrasi:
[8]
Sembilan Tesis
[9]
Kata Pengantar
Partai Politik dan Transisi Demokrasi
Daniel Sparringa
Sosiolog, Universitas Airlangga
Wakil Ketua Komunitas Indonesia untuk Demokrasi (KID)
Harus diakui bahwa ketika beberapa elemen kritis di
negeri ini mendorong terjadinya reformasi untuk demokra-
si, tidak banyak dari mereka yang membayangkan bahwa
perubahan ini akan membawa akibat yang sangat penting
pada peran partai politik. Walaupun secara umum berkem-
bang kepercayaan bahwa demokrasi memerlukan sebuah
infra-struktur politik baru, kebanyakan orang di negeri ini
kurang berhasil mengembangkan perspektif baru yang
memadai selain dari pemilihan umum yang bebas. Adalah
jelas bahwa pemilihan umum yang bebas merupakan
syarat penting dalam demokrasi. Sama pentingnya den-
gan itu tentu saja adalah membangun partai politik yang
efektif.
Percakapan untuk mendorong perubahan yang pada
awalnya terjadi di kalangan yang relatif terbatas ini men-
dapatkan momentum yang penting ketika reformasi
dipakai sebagai istilah yang dipercaya sebagai mewakili
kehendak publik yang lebih luas untuk menuntut sebuah
Peran Partai Politik dalam
Sebuah Sistem Demokrasi:
[10]
perubahan politik yang lebih mendasar. Dalam waktu yang
relatif sangat cepat terjadi perubahan yang sangat penting:
percakapan berubah menjadi sebuah gerakan yang lebih
masif walaupun kurang terorganisasi, agenda reformasi
berubah menjadi aksi jalanan menuntut perubahan, dan
pada akhirnya wacana akademis berubah menjadi praktik
yang dilembagakan.
Sangat penting untuk dicatat di sini bahwa, dalam
observasi saya, wacana dominan tentang reformasi yang
merupakan fenomena elektrik di sepanjang akhir 1997 dan
sepanjang 1998 itu pada umumnya mengasumsikan ma-
salah terpokok bagi sebuah perubahan di Indonesia terda-
pat pada negara (state) dan bukan masyarakat (civil soci-
ety). Kekuasaan yang korup, sentralistis, dan abai terhadap
hak-hak sipil dan politik rakyat, misalnya, dipandang se-
bagai sumber utama dari berbagai persoalan di Indonesia.
1

Anggapan yang sebelumnya sangat dominan berkembang
di kalangan elite Orde Baru bahwa masyarakat Indonesia
belum siap menerima demokrasi pada umumnya ditolak,
1 Beberapa kalangan menggunakan kata krisis multidimensional
untuk menggambarkan kompleksitas permasalahan yang dihadapi
negeri ini. Istilah ini terutama dipakai di kalangan mereka yang
percaya bahwa Indonesia tidak saja sedang menghadapi krisis poli-
tik dan ekonomi melainkan juga hukum dan budaya. Di kalangan
yang lebih terbatas, pada awalnya terutama di lingkungan pemimpin
keagamaan, juga ditambahkan aspek moral, bahkan dengan konotasi
yang paling menonjol.
Sembilan Tesis
[11]
sekurang-kurangnya diremehkan, oleh para penganjur
Demokrasi Sekarang (DS).
2
Para penganjur DS yang terutama berasal dari ka-
langan aktivis mahasiswa, LSM, intelektual oposisionis
3

(baik yang berasal dari kampus maupun non-kampus) dan
sebagian kelas menengah yang berasal dari kelompok
profesional berbasis urban, pada dasarnya menghendaki
perubahan yang bersifat struktural di tingkat negara. Da-
tang dengan gagasan Reformasi Total, kelompok ini
mengoperasikan gerakan menuntut perubahan melalui
tema-tema demokrasi, HAM, keadilan, Rule of Law,
Civil Supremacy, dan clean government and good gov-
ernance. Walaupun sebagian besar tidak percaya pada
2 Para pendukung gagasan Demokrasi Sekarang pada umumnya
memegang kepercayaan bahwa negara Orde Baru dengan sengaja
membesar-besarkan potensi disintegrasi sosial melalui wacana poli-
tik mereka tentang SARA. Bahkan, para pendukung gagasan itu
menuding Orde Baru secara sistematis terlibat dalam pelestarian
hubungan antagonis di antara elemen-elemen masyarakat majemuk
Indonesia.
3 Dua kategori intelektual Indonesia lainnya adalah intelektual ortodoks
dan intelektual revisionis. Apabila yang disebut terakhir, yaitu
intelektual revisionis, percaya pada peran normatifnya sebagai guru/
pandhito yang berbicara dalam bahasa orang bijak, intelektual
ortodoks sangat percaya pada peran normatifnya sebagai formulator
gagasan-gagasan tentang pembangunanbekerja sebagai staf ahli
atau konsultan pemerintah. Daniel Sparringa, 1999, Taksonomi
Intelektual Indonesia (working paper, Laboratorium Masalah-
masalah Pembangunan, FISIP Universitas Airlangga.
Peran Partai Politik dalam
Sebuah Sistem Demokrasi:
[12]
revolusi, mereka menghendaki upaya-upaya yang cepat
bagi pemulihan demokrasi di Indonesia yang menjadi inti
dari Indonesia Baru itu.
Tentu saja, saya sendiri tidak menampik seriusnya per-
soalan yang terdapat pada negara Orde Baru sebagaimana
dinyatakan secara nyaring oleh para pendukung pembaha-
ruan politik sejak pertengahan 1970. Walaupun demikian,
saya kira, adalah sangat menyederhanakan persoalan yang
sesungguhnya apabila yang dibayangkan hanyalah sek-
edar berhubungan dengan sentralisme kekuasaan di tan-
gan Presiden Soeharto yang menghasilkan struktur politik
yang monolitik dan yang pada gilirannya juga menghasil-
kan korupsi atas kekuasaan dan pengabaiaan terhadap
hak-hak sipil dan politik warga negara. Dalam pemahaman
sosiologi politik saya, keseriusan atas kesalahan yang ber-
sifat struktural yang terjadi sebelumnya, bahkan sebelum
Orde Baru, terutama berkenaan dengan tidak hadirnya se-
buah disain kelembagaan negara moderen yang menjamin
terdapatnya pemisahan dan pembagian kekuasaan yang
jelas di antara empat hal pokok: (1) kekuasaan judisial-ek-
sekutif-legislatif (YEL); (2) pemerintah pusat-daerah; (3)
4 Saya percaya pada pemikiran sentral yang menempatkan persoalan
bagaimana kekuasaan itu dikelola sebagai salah satu elemen penting
dalam demokrasi. Inti dari perspektif semacam itu pada pokoknya
mensyaratkan pencegahan terjadinya pemusatan kekuasaan di tangan
satu lembaga dan karena itu mendiktekan hadirnya mekanisme yang
memungkinkan prinsip check and balances di antara lembaga-lembaga
Sembilan Tesis
[13]
wilayah negara-masyarakat, dan (4) kekuasaan komunal-
individual
4
.
Karena itu, dalam pemahaman saya, Orde Baru adalah
produk yang tidak terhindarkan dari sebuah sistem politik
yang kita ciptakan sendiri melalui Undang-undang Dasar
1945 sebelum diamandemen dan melalui institusionalisasi
penafsiran atas doktrin dominan tentang ajaran bernegara
dari Soepomo yang sangat menekankan hubungan yang
bersifat integralistik di antara elemen-elemen di dalam dan
di antara negara, masyarakat, dan pasar. Dengan kata lain,
kedua hal itu, yakni konstitusi dan penafsiran ajaran ne-
gara integralistik lah yang memberi peluang pada berkem-
bangnya sistem politik yang di antaranya menghasilkan
sebuah sistem kepemimpinan nasional yang sangat hege-
monik yang terjadi selama periode Demokrasi Terpimpin di
bawah Presiden Soekarno dan Orde Baru di bawah Presiden
Soeharto.
Untuk banyak hal, sistem politik Orde Baru menjadi
mungkin berkembang dan untuk waktu yang lama da-
pat dipertahankan terutama karena tiadanya civil society
yang kuat. Di antara sekian banyak masalah yang diha-
negara dan pengawasan masyarakat terhadap negara berdasarkan
kerangka umum rakyat berdaulat. Untuk uraian lebih lanjut lihat:
Daniel Sparringa, 2004, Demokrasi: Konsepsi dan Praktik (Sebuah
Tinjauan Sosiologi Politik tentang Perkembangan Demokrasi dan
Negara-Bangsa Indonesia), Nasion, 1: 19-38.
Peran Partai Politik dalam
Sebuah Sistem Demokrasi:
[14]
dapi oleh civil society di Indonesia, tiadanya partai-partai
politik yang berakar barangkali adalah masalah yang pal-
ing serius. Sangat sulit untuk dibantah bahwa untuk waktu
yang lama, tiadanya partai politik yang efektif di Indonesia
telah mengakibatkan berbagai kesulitan yang luar biasa
untuk melembagakan sebuah pola perubahan yang secara
politik tidak saja terlembaga namun juga demokratis.
Undang-undang Dasar 1945 yang telah diamande-
men selama periode parlemen 1999-2004 yang dihasilkan
oleh Pemilu 1999 mengubah banyak aspek dari hubungan
tata-kenegaraan kita. Perubahan yang terjadi itu ditandai
oleh beberapa hal, di antaranya yang terpenting adalah,
pertama, parlemen terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Kedua, selu-
ruh anggota parlemen dipilih melalui pemilu yang berimp-
likasi pada diakhirinya sistem pengangkatan dan penun-
jukan anggota TNI/Polri dan perwakilan utusan golongan
sebagai anggota parlemen. Ketiga, presiden dipilih secara
langsung oleh rakyat. Keempat, dibentuknya lembaga
independen penyelenggara pemilu yang bebas dari pen-
garuh pemerintah. Kelima, pembentukan Mahkamah Kon-
stitusi yang di antaranya memiliki kewenangan judicial
review. Keenam, hadirnya sistem kepartaian jamak (multi-
party system). Masih banyak yang dapat ditambahkan, di
antaranya adalah, konstitusi baru juga memberikan dasar
yang kuat pada pengakuan terhadap hak-hak asasi manu-
sia, media bebas, dan otonomi yang lebih luas bagi daerah-
Sembilan Tesis
[15]
daerah di Indonesia.
Dapat dikatakan bahwa perkembangan kelembagaan
selama lima tahun pertama transisi demokrasi di negeri
ini (1999-2004) telah dihasilkan perubahan yang sangat
penting. Tentu saja, ini tidak berarti bahwa banyak orang
sangat puas dengan hasilnya pada tingkat praktik. Keti-
dakpuasan publik pada umumnya berhubungan dengan
persepsi tentang meluasnya praktik korupsi di kalangan
birokrasi pemerintah dan DPR (pusat dan daerah) serta
persepsi tentang ketidakcapakapan pemerintah untuk se-
cara segera memulihkan perekonomian nasional sebagai
akibat dari lemahnya penegakan hukum yang dapat men-
jamin ketertiban umum dan rasa keadilan masyarakat.
Tentu saja masih banyak hal lain yang dapat disebut di
sini, di antaranya yang terpenting adalah tentang masa
depan transisi ini.
Hingga akhir periode lima tahun pertama transisi
demokrasi terdapat sejumlah pertanyaan pokok yang
berkembang di kalangan masyarakat yang menyiratkan
tidak saja keprihatinan terhadap apa yang mereka lihat
selama masa itu namun juga mencerminkan kegelisahan
mereka tentang masa depan Indonesia. Menurut saya,
kegelisahan itu pada umumnya berkisar di sekitar per-
soalan tentang (1) seberapa cepat perubahan yang nyata
itu akan terjadi, setidak-tidaknya dalam arahnya yang
menjanjikan?; (2) seberapa mungkin perubahan itu dapat
dilakukan dengan guncangan yang mereka dapat me-
Peran Partai Politik dalam
Sebuah Sistem Demokrasi:
[16]
nanggungnya lagi?; (3) seberapa masuk akal harapan ter-
hadap perubahan itu digantungkan kepada para pemimpin
mereka?; (4) seberapa siap infrastruktur yang terdapat
dalam masyarakat untuk ikut menentukan arah perubahan
itu?; dan (5) bagaimanakah masa lalu itu hendak disele-
saikan?
Respon masyarakat terhadap pertanyaan-pertanyaan
itu pada umumnya mengabarkan kerisauan dalam ihwal
bagaimana mereka semestinya mem(p)osisikan dirinya
terhadap pertanyaan-pertanyaan itu. Miskinnya pemaha-
man dan kepercayaan bahwa masyarakat sesungguhnya
dapat menjadi bagian yang berarti dalam proses peruba-
han itu, dalam hemat saya, telah mengecilkan potensi
bagi berkembangnya kesadaran kolektif yang penting bagi
sebuah perubahan yang berpola partisipatoris. Keragu-ra-
guan bahwa para pemimpin mereka sedang bekerja dalam
arah yang menjanjikan juga menimbulkan rasa frustasi
dan meningkatkan kecemasan tentang ada tidaknya masa
depan yang lebih baik itu.
Di samping berkembangnya perasaan-perasaan alien-
asi yang meluas terhadap proses perubahan dan struktur
yang memfasilitasi perubahan itu, kebanyakan dari mereka
memiliki kepercayaan yang tidak jelas terhadap bagaima-
na perubahan itu harus dilakukandari mana memulain-
ya?, siapa yang semestinya mengambil prakarsa?, mana
yang harus diubah dan mana pula yang sebaiknya diperta-
hankan?, dengan ongkos apa dan berapa besar? Dan tentu
Sembilan Tesis
[17]
saja, siapa yang menanggungnya?
Apabila terdapat rasa percaya yang berlebihan ketika
reformasi pada awalnya digulirkan, yang tampak menon-
jol pada periode 1999-2004 itu adalah kehilangan rasa
percaya diri itu. Pada umumnya terdapat suasana untuk
menghindari perdebatan tentang bagaimana masyarakat
harus mengambil posisi terhadap perubahan itu. Apa yang
tampak menonjol justru hasrat yang besar untuk melihat
bahwa perubahan itu akan datang dengan sendirinya,
pada waktunya.
Walaupun tidak mudah untuk merumuskan perasaan-
perasaan yang mewakili keprihatinan masyarakat luas itu,
saya menangkap kesan yang amat kuat bahwa masyarakat
melihat adanya kesenjangan yang besar di antara apa yang
mereka lihat dan alami pada masa itu dan gambaran yang
mewakili harapan mereka sebelumnya tentang reformasi.
Menurut saya, akibatnya sangat buruk. Banyak orang di
negeri ini menjadi tidak sabar dengan perubahan ini dan
bertanya-tanya tentang ke mana semua kekacauan ini
akan berakhir. Liberalisasi politik yang diletakkan dasar-
dasarnya sebelumnya oleh Presiden Habibie dan yang ke-
mudian dilanjutkan oleh Presiden Abdurahman Wahid dan
Presiden Megawati Soekarnoputri sering dipersepsi sebagai
hanya menghasilkan frustasi sosial yang luassebuah
kondisi yang dilihat oleh banyak orang sebagai cocok un-
tuk menghasilkan kehendak untuk kembali ke sistem poli-
tik lama.
Peran Partai Politik dalam
Sebuah Sistem Demokrasi:
[18]
Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Adakah kece-
masan bagi berkembangnya ketidakpuasan terhadap tran-
sisi demokrasi ini sebagai sungguh mencerminkan keadaan
yang sebenarnya ataukah sesuatu yang agak dilebih-lebi-
hkan? Penjelasan banyak orang tentang isu ini memang
bermacam-macam. Di kalangan para aktivis pro-demokra-
si 70-an, terdapat kecenderungan untuk percaya bahwa
apa yang sedang terjadi ini merupakan proses pencarian
keseimbangan baru. Sebuah proses yang walaupun penuh
guncangan dipercaya akan diakhiri dengan hadirnya se-
buah harmoni baru yang terutama ditandai oleh terjadinya
konsensus tentang bagaimana sebuah sistem politik baru
hendak dikelola secara kolektif. Dalam pandangan mereka,
misalnya Rahman Toleng dan Nurcholis Madjid, diperlu-
kan waktu 20 hingga 25 tahun lagi untuk menghasilkan
demokrasi yang lebih stabil.
Sementara itu, aktivis pro-demokrasi 90-an mema-
hami persoalan itu sebagai perwujudan kegagalan elemen-
elemen strategis dalam civil society untuk melakukan kon-
solidasi secara cepat dalam transisi ini. Dalam pandangan
mereka, kaum reformis dalam keadaan terpecah belah dan
tidak sepenuhnya siap untuk mengambil posisi baru terha-
dap situasi baru. Sangat sedikitnya kaum reformis untuk
terlibat secara aktif dalam partai-partai politik dan men-
jadi bagian penting dalam parlemen adalah contoh yang
umum dipakai untuk menjelaskan kecenderungan itu.
Reformasi politik di tingkat negara, oleh kalangan ini, di-
Sembilan Tesis
[19]
lihat hanya menghasilkan lembaga-lembaga baru melalui
undang-undang baru. Hasilnya hanyalah sebuah praktik
demokrasi yang berdasarkan pada formalitas, mekanisme,
dan prosedur politik untuk memperebutkan kekuasaan
daripada sekaligus sebuah tradisi baru dalam demokrasi.
Dalam bentuk yang lebih sinis, mereka bahkan menuduh
para aktor politik dominan yang sebagian besar terdiri atas
mereka yang berada di parlemen sebagai telah membajak
demokrasi; memakai tatacara demokrasi untuk tujuan
dan kepentingan mereka sendiri: kekuasaan, jabatan, dan
uang.
Di kalangan para analis politik, transisi demokrasi sela-
ma lima tahun di Indonesia ditandai oleh apa yang mereka
konseptualisasikan dengan istilah demokrasi yang men-
galami desit. Salah satu bagian terpenting dari analisis
tentang ihwal ini menyoroti peran partai politik yang di-
anggap kurang serius menjalankan agenda reformasi un-
tuk tujuan demokrasi. Secara umum, partai-partai politik
di Indonesia menjadi kehilangan orientasi ideologisnya
yang sejati bagi sebuah perubahan yang bermakna. Para
5 Dalam pemahaman saya, sekurang-kurangnya terdapat delapan aliran
ideologis yang tengah bersaing dalam masa transisi ini. Prosesnya
sendiri masih jauh dari selesai dan banyak ditandai oleh proses aliasi-
disaliasi yang terus berubah sampai sekurang-kurangnya dalam
20 tahun mendatang. Delapan aliran ideologi itu, untuk sebagain
merupakan sebuah perkembangan yang akarnya dapat ditelusur
kembali pada perkembangan politik di Indonesia tahun 50-an, atau
Peran Partai Politik dalam
Sebuah Sistem Demokrasi:
[20]
elite partai sering terlibat dalam perdebatan yang ditandai
oleh bercampurnya secara tidak jelas konik ideologis
(ideological battleeld) dan perebutan kekuasaan (power
struggle)
5
. Keduanya bercampur, sering sangat manipulatif
karena menggunakan tema ideologis untuk sebuah tujuan
yang sangat politis, yakni kekuasaan untuk kekuasaan.
Alih-alih menjadi bagian yang produktif dari transisi
ini, kebanyakan partai politik berubah menjadi alat kekua-
saan bagi sekelompok kecil pengurusnya, jatuh sebagai
kendaraan politik untuk memperjuangkan kepentingan
pribadi atau kelompok perorangan yang bergabung dengan
partai politik dengan dan untuk motif yang tidak berkaitan
sama sekali dengan tujuan reformasi yang bermuara pada
kepentingan perubahan untuk sebuah Indonesia yang
lebih demokratis, adil dan sejahtera. Salah satu implikasi
penting dari proses ini adalah menurunnya fungsi repre-
sentasi dari partai politik dan bahkan parlementerjadi
justru ketika pemilihan umum berlangsung lebih demok-
ratis. Implikasi lainnya yang datang segera dan sangat
serius adalah meningkatnya ketidakpercayaan publik pada
partai politik.
bahkan sebelumnya. Kedelapan aliran ideologi itu adalah: Islam
Kutural, Islam Politik, Nasionalis-Populis, Nasionalis-Negara, Nasionalis
Ortodoks, Pragmatis-Teknokratis, Demokrasi Liberal, dan Demokrasi
Sosial. Lihat: Daniel Sparringa, 1998, Kompetisi Aliran Ideologi
Pasca Orde Baru (working paper, Laboratorium Masalah-masalah
Pembangunan).
Sembilan Tesis
[21]
Saya kira, tidak sepenuhnya adil mengatakan bahwa
buruknya kinerja partai politik selama periode 1999-2004
itu melulu disebabkan oleh motif yang sepenuhnya poli-
tis. Dalam pandangan saya, banyak partai politik selama
periode lima tahun pertama reformasi itu kurang memiliki
peralatan ideologis, politik, dan organisasional yang me-
madai untuk memahami dan menjalankan peran strat-
egis mereka sebagai lembaga politik yang sangat penting
dalam demokrasi. Secara umum, dapat dikatakan bahwa
masalah terpokok yang dihadapi oleh partai-partai poli-
tik di Indonesia berhubungan dengan lima isu utama: (1)
kapasitas organisasional (seperti misalnya kemampuan
memobilisasi dan mengelola sumber-sumber nansial,
personel, dan material); (2) memelihara integrasi (seperti
misalnya kemampuan mencegah perpecahan internal se-
bagai akibat dari hadirnya perbedaan dalam tubuh partai);
(3) mempraktikan demokrasi secara internal (misalnya
menegakkan mekanisme yang demokratis dalam pengam-
bilan keputusan penting); (4) kemampuan memenangkan
pemilu (seperti misalnya dalam menentukan isu-isu kam-
panye dan rekrutmen kandidat anggota parlemen), dan;
(5) pengembangan ideologi partai (seperti misalnya dalam
menentukan posisi partai terhadap isu-isu strategis yang
berkembang dalam masyarakat.
Potret dari kebanyakan partai politik di Indonesia
selama masa itu pada umumnya ditandai oleh hadirnya
masalah yang serius hampir di semua isu itu: dari kapa-
Peran Partai Politik dalam
Sebuah Sistem Demokrasi:
[22]
sitas organisasional hingga ideologi. Akibatnya sangat
jelas, alih-alih menjalankan fungsi mediasi dan moderasi
kepentingan konstituen, pendidikan politik, dan rekrut-
men elite, kebanyakan partai politik lebih sibuk bertikai
satu sama lain dan, lebih buruk dari itu, bertikai di antara
mereka sendiri sesama anggota partai di hampir setiap kali
mereka harus membuat kebijakan penting partai.
Peristiwa di sekitar suksesi kepemimpinan par-tai men-
jadi ilustrasi yang baik untuk menggambar-kan kuatnya
kecenderungan partai sebagai ajang pertarungan kepent-
ingan pemimpinnya. Kepemimpinan partai politik menjadi
kian sulit dipisahkan dengan pribadi-pribadi yang menjadi
pemimpinnya. Dengan kata lain, kebanyakan partai poli-
tik mengalami proses personalisasi melalui pemimpinnya.
Pembaharuan dari dalam, termasuk di antaranya ketika
menyentuh pertanyaan tentang kepemimpinan, menjadi
tidak mudah dilakukan. Partai-partai politik semacam itu
menjadi tidak lagi bersifat terbuka pada gagasan-gagasan
alternatif yang mendorong perubahan dari dalam. Bahkan,
dalam banyak kasus, mekanisme pengambilan keputusan
penting di dalam organisasi sering mengabaikan prin-
sip-prinsip utama yang dijunjung tinggi dalam demokra-
si. Untuk menambah sedikit keruwetan yang telah ada,
proses-proses penting dalam isu rekrutmen dan sirkulasi
elite sangat diwarnai oleh kuatnya praktik-praktik manipu-
latif. Di atas semua itu, cukup banyak partai yang gagal
mengembangkan identitas partai secara jelas karena tidak
Sembilan Tesis
[23]
memiliki landasan ideologi yang kuat dan mengakar. Gam-
baran ini dengan jelas telah mengakibatkan kebanyakan
partai di Indonesia itu memiliki potret diri yang agak jauh
dari gambaran sebuah partai moderen.
Buku yang ditulis oleh Prof. Dr. Thomas Meyer ini jelas
dapat menjadi salah satu jawaban penting dari usaha un-
tuk menemukan jalan keluar yang dihadapi oleh partai-
partai politik di Indonesia. Secara ideologis, gagasan dasar
tentang demokrasi sosialyang di Indonesia lebih populer
disebut dengan istilah SOSDEM (sebuah singkatan yang
diambil dari istilah Social Democracy) yang mewarnai
pemikiran penulisnya sesungguhnya tidak sepenuhnya
baru dalam sejarah pemikiran politik di Indonesia. Ga-
gasan tentang pentingnya peran negara dalam menjamin
kesejahteraan rakyat telah lama menjadi pemikiran utama
dari pendiri negara. Bahkan, penegasan tentang tanggung
jawab negara dalam menjamin hak-hak ekonomi, sosial,
dan kultural rakyat dengan jelas disebut dalam Undang-
undang Dasar 1945, baik yang belum maupun yang te-
lah diamandemen. Secara kultural pun, gagasan tentang
tanggung jawab sosial yang lebih luas juga memiliki akar
yang kuat, baik dalam pemikiran maupun praktik sosial di
negeri ini.
Oleh karena itu, seperti yang diimplikasikan oleh pe-
nulisnya dalam buku ini dan buku-buku lainnya yang juga
telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dalam lima
tahun belakangan ini, demokrasi sosial sesungguhnya bu-
Peran Partai Politik dalam
Sebuah Sistem Demokrasi:
[24]
kankah sebuah ideologi dalam maknanya yang dogmatik
itu. Sebaliknya, demokrasi sosial adalah agenda perubahan
yang di dalamnya memuat berbagai peta jalan (road map)
yang menuntun kita dalam menghasilkan aksi dan pro-
gram nyata yang menjawab kebutuhan dasar dari sebuah
sistem politik yang demokratis dan berkeadilan ekonomi,
sosial, dan kultural. Di tempat seperti inilah peran partai
politik menjadi sangat penting.
Dalam kepercayaan saya, buku ini menjadi istimewa
karena menawarkan gagasan terobosan yang sebagian
besar pemikiran dasarnya mencerminkan jalan keluar dari
persoalan yang dihadapi oleh partai-partai politik di In-
donesia. Semoga buku ini dapat menggerakkan lahirnya
pemikiran-pemikiran kritis, dan akhirnya praktik-praktik
baru yang dapat mengkoreksi kesalahan yang bersifat
mendasar demi dihasilkannya sebuah bangunan masyar-
akat dan negara yang bertumpu pada gagasan demokrasi
sosial yang berpendekatan pada kemakmuran dan keadi-
lan politik, ekonomi, sosial, dan kultural.
Sembilan Tesis
[25]
Setelah hak dasar politik dilembagakan dan orang-
orang diberi kebebasan untuk mengekspresikan kepent-
ingan, nilai-nilai, dan pendapat mereka, di dalam masyar-
akat akan muncul berbagai kelompok kepentingan. Proses
demokrasi mengakomodasi* keberagaman semacam ini
dengan menawarkan peraturan (aturan main) dan norma.
Peraturan dan norma tersebut menjadi landasan bagi
konsensus mayoritas* dari berbagai kepentingan dan ni-
lai yang ada. Inilah inti dari proses politik dalam sebuah
masyarakat yang demokratis. Kemajemukan kepentin-
gan dan nilai bukan saja tidak terhindarkan tetapi juga sah
selama semua pihak masih menghormati legitimasi* dari
Tesis 1:
Kemajemukan
(Pluralisme)
* Akomodasi: Memberi tempat dan kesempatan agar sesuatu
berkembang.
* Konsensus mayoritas: Kesepakatan atas dasar suara terbanyak.
* Legitimasi: Keabsahan suatu lembaga atan perorangan yang didapatkan
karena dukunganmasyarakat Juas.
Peran Partai Politik dalam
Sebuah Sistem Demokrasi:
[26]
lembaga demokrasi dan hukum yang ada.
Fungsi dasar dari sebuah partai politik (parpol) adalah
untuk mengagregasikan* kepentingan masyarakat, men-
garahkannya pada kepentingan bersama, dan merancang-
nya dalam bentuk legislasi* dan kebijakan, sehingga men-
jadi sebuah agenda* yang bisa mendapatkcin dukungan
rakyat di saat pemilihan umum.
Parpol merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
sistem demokrasi modern. Tantangannya adalah bagaim-
ana cara mengatur parpol dan membuat mereka berfungsi
secara demokratis.
* Agregasi: Mengumpulkan sesuato hingga berjurnlat banyak.
* Legislasi: Raneangan undang-undang.
* Agenda: Vial yang akan dicapai oleb suato partai politik.
Sembilan Tesis
[27]
Organisasi yang berperan dalam proses formulasi*
kepentingan antara lain adalah sektor perantara (inter-
mediary sector) dan masyarakat madani (civil society).
Sektor perantara menghubungkan suatu masyarakat den-
gan sistem politik mereka. Contohnya adalah kelompok
kepentingan seperti serikat pekerja, asosiasi pengusaha,
organisasi profesi, kelompok inisiatif warga dan organisasi
keagamaan.
Sedangkan dalam rnasyarakat madani muncul berb-
agai macam inisiatif yang berkisar pada tujuan dan masa-
lah tertentu seperti lingkungan hidup, hak azasi manusia,
gender, dan lain-lain. Salah satu perbedaan antara kelom-
pok kepentingan dan masyarakat madani adalah bahwas-
anya kelompok kepentingan hanya melayani kepentingan
klien* mereka saja, sedangkan masyarakat madani dihara-
Tesis 2:
Peran Penting Parpol
* Formulasi: Penyusunan suatu konsep.
* Klien: Anggota
Peran Partai Politik dalam
Sebuah Sistem Demokrasi:
[28]
pkan merangkul kepentingan masyarakat bersama yang
lebih umum.
Dibandingkan dengan kelompok kepentingan dan
masyarakat madani, parpol memainkan peran khusus
yang tak dapat digantikan oleh organisasi lainnya. Peran
penting ini mendudukkan parpol di posisi pusat (political
centrality). Posisi pusat ini memiliki dua dimensi:
1. Setelah berhasil mengagregasikan berbagai kepen-
tingan dan nilai yang ada dalam masyarakat, parpol
kemudian mentransformasikannya* menjadi sebuah
agenda yang dapat dijadikan platform* pemilu. Diha-
rapkan platform tersebut mampu menarik banyak
suara dari rakyat sehingga parpol akan mendapatkan
banyak kursi di parlemen*. Selanjutnya parpol harus
mampu mem-pengaruhi proses politik dalam legisla-
si* dan impleinentasi* program kebijakan publik itu.
2. Parpol adalah satu-satunya pihak yang dapat mener-
jemahkan kepentingan dan nilai masyarakat ke dalam
legislasi dan kebijakan publik yang mengikat. Hal ini
dapat mereka lakukan setelah mereka mendapatkan
posisi yang kuat dalam parlemen daerah maupun na-
sional.
* Transformasi: Perubahan.
* Platform: Susunan tujuan dan aksi yang konkrit yang akan dicapai oleh
suatu partai politik, biasanya dijabarkan saat kampanye pemilu.
* Parlemen: Dewan Perwakilan Rakyat.
* Implementasi: Pelaksanaan undang-undang.
Sembilan Tesis
[29]
T
i
n
g
k
a
t

K
e
k
u
a
s
a
a
n

P
e
m
e
r
i
n
t
a
h
E
l
e
m
e
n
-
e
l
e
m
e
n

y
a
n
g

m
e
n
g
h
u
b
u
n
g
k
a
n

T
i
n
g
k
a
t

M
e
n
e
n
g
a
h
P
e
r
g
e
r
a
k
a
n

S
o
s
i
a
l
I
n
i
s
i
a
t
i
f
M
a
s
y
a
r
a
k
a
t
M
a
d
a
n
i
L
S
M
L
e
m
b
a
g
a

P
e
n
d
i
d
i
k
a
n

d
a
n

K
e
i
l
m
u
a
n
K
e
a
g
a
m
a
a
n
A
d
m
i
n
i
s
t
r
a
s
i
P
a
r
t
a
i

y
a
n
g

b
e
r
k
u
a
s
a
(
k
a
b
i
n
e
t

d
a
n

p
a
r
l
e
m
e
n
)
S
i
s
t
e
m

P
e
r
a
d
i
l
a
n
*
*
(
M
a
h
k
a
m
a
h

A
g
u
n
g
,

P
e
n
g
a
d
i
l
a
n
,

d
a
n

J
a
k
s
a

P
e
n
u
n
t
u
t

U
m
u
m
)
P
a
r
p
o
l
M
e
d
i
a

M
a
s
s
a
R
a
k
y
a
t

/

K
e
p
e
n
t
i
n
g
a
n
D
e
m
o
k
r
a
s
i
,

S
e
b
u
a
h

P
e
n
g
a
n
t
a
r

u
n
t
u
k

P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n
n
y
a
B
a
s
i
s

E
k
o
n
o
m
i
*

S
k
e
m
a

i
n
i

h
a
n
y
a

m
e
n
u
n
j
u
k
k
a
n

h
u
b
u
n
g
a
n
-
h
u
b
u
n
g
a
n

u
t
a
m
a
.

G
a
r
i
s

l
u
r
u
s

m
e
n
a
n
d
a
k
a
n

h
u
b
u
n
g
a
n

d
a
l
a
m

p
r
o
s
e
s

p
o
l
i
t
i
k
.
S
e
d
a
n
g
k
a
n

a
n
a
k

p
a
n
a
h

m
e
n
u
n
j
u
k
k
a
n

a
r
a
h
.
*
*

S
i
s
t
e
m

p
e
r
a
d
i
l
a
n

t
i
d
a
k

d
i
j
e
l
a
s
k
a
n

d
e
n
g
a
n

r
i
n
c
i
.

G
a
r
i
s

h
u
b
u
n
g
a
n

t
i
d
a
k

d
i
c
a
n
t
u
m
k
a
n

a
g
a
r

g
a
m
b
a
r

t
e
t
a
p

j
e
l
a
s
.
S
u
m
b
e
r
:

U
l
r
i
c
h

v
o
n

A
l
e
m
a
n
n

P
a
r
t
e
i
e
n

i
n

d
e
r

G
e
s
e
l
l
s
c
h
a
f

d
e
r

B
u
n
d
e
s
r
e
p
u
b
l
i
k


,

d
a
l
a
m

A
.

M
i
n
t
z
e
l
/
H
.

O
b
e
r
r
e
u
t
e
r

(
H
g
.
)
,

P
a
r
t
e
i
e
n

i
n

d
e
r

B
u
n
d
e
s
r
e
p
u
b
l
i
k

D
e
u
t
s
c
h
l
a
n
d
,

B
o
n
n

d
a
n

O
p
l
a
n
d
e
n
,

1
9
9
2
Peran Partai Politik dalam
Sebuah Sistem Demokrasi:
[30]
Partai politik memainkan peran yang menentukan
dalam sebuah sistem demokrasi modern dan merupakan
pilar utama dalam pranata* sistem politik. Parpol mener-
jemahkan nilai dan kepentingan suatu masyarakat dalam
proses dari-bawah-ke-atas* sehingga nilai dan kepentingan
dari masyarakat itu menjadi rancangan undang-undang
negara, peraturan-peraturan yang mengikat, dan program
bagi rakyat.
Karena partai politik sangat penting untuk pertumbu-
han demokrasi, maka di banyak negara terdapat pendana-
an publik* bagi parpol. Penyaluran dana publik tersebut
dibatasi oleh peraturan dan perundang-undangan yang
tegas. Ini menjarnin agar publik bisa ikut mengawasi ang-
Tesis 3:
Penghubung antara
Negara dan Masyarakat
* Pranata: Kelembagaan, institusi.
* Dari-bawah-ke-atas: Pendesakan suatu masalah dan pemecahannya
dari rakyat ke pemerintah, bottom-up.
* Dana publik: Dana yang dihimpun oleh negara dan pajak rakyat,
maupun dari kegiatan ekonomi negara tersebut.
Sembilan Tesis
[31]
garan parpol. Masyarakat bisa ikut meningkatkan tran-
sparansi dalam perilaku serta kinerja sehingga tahu ke-
pada kepentingan siapa parpol berpihak. Dengan demikian
kualitas demokrasi dalam suatu proses politik bisa menjadi
semakin baik.
Dana publik jumlahnya terbatas dan harus secara te-
gas diatur oleh undang-undang. Dengan ini diharapkam
parpol tidak menjadi tergantung dengan uang dari sek-
tor swasta. Di Amerika Serikat sudah ada banyak contoh
di mana banyak parpol yang bergantung pada suntikan
dana dari sektor bisnis. Mereka akhirnya menjadi memihak
kepentingan dan tekanan tertentu dari sektor bisnis ini.
Sedangkan di Jerman, ketergantungan semacam itu
diantisipasi* dengan memberi dana publik kepada parpol.
Partai diharapkan dari sejak awal mengumpulkan uang dari
para anggota dan pengikutnya sehingga mereka mengakar
dalam masyarakat. Tentu saja konsekuensinya adalah
bahwa jumlah dana publik tidak boleh melebihi jumlah
dana yang dikumpulkan dari pengikut dan anggota par-
tai politik tersebut. Perbandingan dana publik tergantung
jumlah biaya keanggoaan partai dan dukungan elektoral*
yang berhasil didapatkannya.
* Antisipasi: Pencegahan.
* Dukungan elektoral: Suara pendukung dari rakyat.
Peran Partai Politik dalam
Sebuah Sistem Demokrasi:
[32]
Dana publik yang terlalu banyak akan membuat par-
pol menjadi partai pemerintah. ini akan memutuskan par-
pol dari akar mereka dalam masyarakat. Sebaliknya, bila
dana publik kurang maka partai politik bisa menjadi sangat
tergantung pada uang dari sektor usaha swasta. Akhirnya
hal ini mengasingkan mereka dari kepentingan dan nilai-
nilai masyarakat di mana mereka berakar.
Perkumpulan
Partai
Politik
Lembaga
Pemerintah
(Pembuat
Keputusan
Warga Negara
TEKANAN
FEEDBACK
MASUKAN
BERORGANISASI
M
E
M
I
L
I
H
ARTIKULASI AGREGASI
Partai Politik dan Pemilu
Sembilan Tesis
[33]
Di antara banyak fungsi demokratisasi oleh parpol,
ada lima yang sangat penting:
1. Mengagregasikan kepentingan-kepentingan dan ni-
lai-nilai dan berbagai kalangan masyarakat.
2. Menjajaki, membuat, dan memperkenalkan kepada
masyarakat platform pemilihan umum parpol mereka.
3. Mengatur proses pembentukan kehendak politis (po-
litical will) dengan menawarkan alternatif-alternatif
kebijakan yang lebih terstruktur.
4. Merekrut, mendidik, dan mengawasi staf yang kompe-
ten untuk kantor publik mereka dan untuk menduduki
kursi di parlemen.
5. Memasyarakatkan, mendidik, serta menawarkan ke-
pada anggota-anggotanya saluran mana yang efek-
tif bagi partisipasi* politik mereka sepanjang masa
antarpernilu.
Tesis 4:
Fungsi Parpol
yang Beragam
(Multiple Functions)
* Partisipasi: Keikutsertaan.
Peran Partai Politik dalam
Sebuah Sistem Demokrasi:
[34]
Jelaslah sudah bahwa fungsi-fungsi yang telah kita
bahas di atas hanya bisa dijalankan bila partai politik juga
mengalami proses demokratisasi di dalam tubuh mereka
sendiri. Proses itu disebut sebagai demokrasi internal.
Setelah syarat ini tercapai maka partai politik yang te-
lah menang pemilu tersebut akan ikut mendukung proses
demokrasi dan tidak akan menjadi ancaman bagi pranata
demokrasi.
Suatu sistem demokrasi mengharuskan semua partai
politik untuk selalu menerapkan demokrasi internal. Hal
ini harus diundangkan juga sehingga berjalannya suatu
demokrasi internal tidak bergantung pada kemauan baik
(goodwill) dari pemimpin partai tersebut. Karena bila ti-
dak, demokrasi akan terancam.
Demokratisasi internal menjamin adanya dialog ter-
buka dalam proses pembentukan kehendak politik. Dalam
Tesis 5:
Demokrasi dalam
Parpol
(Internal Democracy)
Sembilan Tesis
[35]
suatu partai politik harus ada sistem pemilu bebas yang
memungkinkan pergantian anggota secara adil dan bisa
dipertanggungjawabkan kepada pengadilan publik.
Para pemimpin dan fungsionaris* partai memiliki
kecenderungan untuk menghimpun kekuasaan di dalam
parpol mereka dan pada berebut kekuasaan di luar par-
tai. Demokrasi internal yang berjalan dengan baik akan
mengimbangi kecenderungan ini dan menjaga struktur
organisasi agar tetap terbuka terhadap kontrol demokratis
dan partisipasi anggotanya serta memberikan kesempatan
bagi masyarakat madani untuk memberikan pengaruh-
nya.
* Fungsionaris: Pemegang jabatan.
Peran Partai Politik dalam
Sebuah Sistem Demokrasi:
[36]
Badab Arbitrase
Partai
Kongres Partai
Dewan Pimpinan
Partai
Badab Pengurus
Partai
Tingkat Nasional
badan
Arbitrase
Nasional
Kongres
nasional
Dewan
Pimpinan
Pusat
Badan
Pengurus
Nasional
Tingkat Provinsi
badan
Arbitrase
DATI I
Rapat DATI I
Dewan
Pimpinan
DATI I
Badan
Pengurus
DATI I
Tingkat
Kabupaten-
Kotamadya
badan
Arbitrase
DATI II
Rapat DATI II
Dewan
Pimpinan
DATI II
Badan
Pengurus
DATI II
Tingkat
Kecamatan
Rapat Wilayah
Dewan
Pimpinan
Wilayah
Organ
Partai
Tingkat
Daerah
= Memilih delegasi
= Mengirim delegasi
Dikutip dari Nicklau, 1995, hlm. 127, aslinya diambil dari Bodo, Zeuner
Struktur Internal Partai Politik
Sembilan Tesis
[37]
Tujuan jangka panjang sistem demokrasi adalah agar
partai politik dapat mencerminkan struktur rekahan sosial
dan politik dalam suatu masyarakat. Dengan begitu sistem
partai bisa mewakili rakyatnya, memperjelas dasar konik
dalam masyarakat, dan akhirnya menawarkan pilihan-pi-
lihan yang transparan untuk proses pembuatan keputusan
dan penyelesaian masalah bagi warga negaranya.
Struktur rekahan masyarakat tertentu sudah umum
dikenal di masyarakat Eropa dan sampai sekarang tetap
memainkan peran dalam pembentukan kehendak politik.
Rekahan tersebut antara lain:
1. Adanya konik sosial yang mendasar antara pemilik
modal dan para pekerja.
Tesis 6:
Struktur Rekahan
Masyarakat
(Societal Cleavage
Structures)
Peran Partai Politik dalam
Sebuah Sistem Demokrasi:
[38]
2. Adanya konik antara politik pusat* dan politik ping-
gir* akibat dari tidak beresnya proses pembentukan
bangsa.
3. Adanya konik antara sektor pertanian dan sektor in-
dustrial (pedesaan dan perkotaan).
4. Adanya konik antara kepentingan agama dan pen-
dukung sekularisasi* dalam politik.
5. Akhir-akhir ini bisa ditambahkan adanya konik
antara pendukung industrialisasi dan pemerhati ling-
kungan hidup.
Konik-konik tersebut bisa saja tumpang tindih se-
hingga satu pihak yang sama mewakili kepentingan peker-
ja, sektor industri, dan sekularisme sedangkan pihak yang
lain mewakili kepentingan para pemilik modal, dengan ori-
entasi keagamaan tertentu, dan industrialisasi. Cara bagai-
mana suatu konik mendasar dalam masyarakat bisa ter-
cermin pada struktur partai politik dan bagaimana seorang
warga negara memiliki anggapan yang berbeda dengan
warga negara lainnya tentang tinggi rendah hierarki* garis
rekahan tersebut adalah masalah empiris yang hanya bisa
* Politik pusat: Politik di pemerintahan pusat.
* Politik pinggir: Politik di pemerintahan DATI I, II, maupun yang lebih
rendah.
* Sekularisasi: Proses pemisahan dogma dan institusi keagamaan ter-
tentu dari sistem pemerintahan umum.
* Hierarki: Susunan tinggi rendah menurut penting atau tidaknya hal itu.
Sembilan Tesis
[39]
diamati dan dinilai secara langsung.
Garis rekahan lain bisa muncul dalam masyarakat
yang berbeda-beda. Walaupun begitu suatu proses koalisi
parpol (lihat tesis 9) tetap harus dipupuk ketika partai poli-
tik mulai menjamur dan tidak lagi mereekskan* struktur
rekahan masyarakat yang ada.
* Reeksi: Cerminan.
Peran Partai Politik dalam
Sebuah Sistem Demokrasi:
[40]
Setelah demokrasi liberal yang berdasar pada hak aza-
si kemanusiaan dan kepatuhan hukum berjalan di suatu
negara, rakyatnya masih bisa memilih salah satu dari
dua model demokrasi, yaitu demokrasi libertarian atau
demokrasi sosial.
Demokrasi libertarian berarti pengakuan hak-hak
azasi sipil dan politik saja. Penganut demokrasi liberal ini
percaya bahwa kebebasan diakomodasi paling baik oleh
sistem ekonomi pasar bebas tanpa pembatasan harta mi-
lik pribadi. Integrasi sosial dicapai dengan berlandaskan
kepercayaan pada sistem kontrak bebas.
Sebaliknya, demokrasi sosial berarti pengakuan atas
kelima kategori hak azasi manusia yaitu hak sipil, poli-
tik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Sistem kenegaraan
yang dianut demokrasi sosial adalah negara kesejahtera-
an. Sistem ini didasarkan pada hak-hak azasi tersebut
Tesis 7:
Demokrasi Libertarian
atau Demokrasi Sosial
Sembilan Tesis
[41]
(rights-based-welfare state) dan di dalamnya terdapat
ekonomi pasar yang terkoordinasi oleh negara beserta ke-
lompok kepentingan dan masyarakat madani. Demokrasi
kemasyarakatan menjadi pranata kelengkapannya.
Bila dua perbedaan tipe demokrasi yang sangat men-
dasar ini tidak terwakilkan atau ditampakkan dalam suatu
sistem kepartaian, maka sistem tersebut bisa dianggap
cacat dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Apalagi
dalam suatu sistem kepartaian yang ramai oleh klaim*
dari berbagai partai keagamaan, yang menganggap ikat-
an agama tertentu sebagai asas tunggal platform kebija-
kan. Jika diteliti lebih lanjut, akan terungkap bahwa ikatan
keagamaan tersebut sebenarnya juga terbuka terhadap
berbagai pilihan kebijakan yang bisa didukung oleh warga
negara lainnya yang memeluk agama berbeda.
* Klaim: Tuntutan yang dasarnya masih hams diuji.
Peran Partai Politik dalam
Sebuah Sistem Demokrasi:
[42]
Dalam situasi tertentu, memang menjadi tujuan uta
ma dari organisasi masyarakat madani untuk mengung-
kapkan prol asli dari berbagai parpol. Organisasi tersebut
kemudian juga memberikan penerangan kepada para pe-
milih mengenai perbedaan yang nyata dari partai-partai
tersebut. Sedangkan partai politik sendiri berkecenderung-
an untuk menutup-nutupi kepentingan dan bentuk kebi-
jakan mereka dengan harapan mereka bisa meningkatkan
dukungan dari masyarakat dan pada saat bersamaan me-
ngurangi tingkat pertanggungjawaban mereka.
Cara yang paling efektif untuk membuat partai politik
lebih bertanggung jawab kepada para pemilih mereka di
luar masa pemilihan umum adalah dengan menjaga parpol
di dalam lingkaran kelompok-kelompok pengaruh (clusters
of inuence). Di dalamnya kelompok kepentingan dan ini-
siatif masyarakat madani berinteraksi secara langsung dan
terus-menenus dengan partai politik untuk mempenganuhi
Tesis 8:
Masyarakat Madani
Sembilan Tesis
[43]
proses pembuatan kebijakan dan pelaksanaannya oleh
partai tersebut. Umumnya beberapa kelompok pengaruh
muncul dalam masyarakat seturut dengan alur kepenting-
an dan nilai yang tumpang tindih antara berbagai kelom-
pok kepentingan, parpol, dan masyarakat madani.
Peran Partai Politik dalam
Sebuah Sistem Demokrasi:
[44]
Proses pengkonsentrasian suana pada suatu sistem
kepantaian bisa dipercepat dan ditumbuhkembangkan
dengan undang-undang pemilihan umum. Batas quorum*
3% atau 5% bagi partai politik untuk mendapatkan kursi di
parlemen bisa membatasi agar partai yang dogmatis dan
bertujuan tunggal tidak masuk dalam proses politik.
Hal ini juga bisa mendidik perilaku para pemilih dalam
pemilu. Dengan sistem tersebut masyarakat akan belajar
bahwa agar vote* mereka efektif* maka mereka harus
Tesis 9:
Kebutuhan
Pemilih untuk
Mengkonsentrasikan
Suara
* Quorum: Batas jumlah suara minimum yang diperoleh suatu partai
politik dalam pemilu untuk bisa mendapatkan kursi di parlemen.
* Vote: Suara/pilihan.
* Efektif: Berdaya guna, berhasil mencapai tujuan.
Sembilan Tesis
[45]
mengkonsentrasikan vote mereka untuk partai politik yang
benar-benar berkemampuan untuk mendapatkan quorum
dan mendapat kursi di panlemen.
Para aktivis politik juga harus berusaha menghimpun
parpol-parpol dengan prol dan kepentingan yang hampir
sama. Mereka harus mempertimbangkan hal ini sebelum
mendirikan pantai baru yang tampaknya melegitimasi
kepentingan yang lebih mendasar dengan lebih konsekuen
dibandingkan partai politik yang sudah ada. Cara lain yang
bisa ditempuh adalah dengan melibatkan diri dalam pantai
dengan prol yang sudah sesuai dengan pemikiran mere-
ka. Salah satu strategi yang efektif untuk mendorong par-
tai politik yang sudah ada agar menjadi responsif* kepada
kepentingan-kepentingan dan nilai-nilai yang muncul dari
suatu masyarakat adalah dengan mendidik, memberi in-
formasi dan penerangan kepada para pemilih.
* Responsif: Peka dan mau menanggapi
Peran Partai Politik dalam
Sebuah Sistem Demokrasi:
[46]
Kesimpulan
Apapun kritik yang dilontarkan terhadap partai politik
yang ada dan sistem kepartaiannya, mereka tetaplah bagi-
an yang tak terpisahkan dari proses demokrasi. Karena itu
selain aktif dalam kegiatan masyarakat madani yang me-
mang berlegitimasi dan berharga bagi proses demokratisa-
si, kita juga harus terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang
dapat meningkatkan kualitas demokrasi dan kepekaan
pantai-pantai politik terhadap pemilihnya.
Sembilan Tesis
[47]
Peran Partai Politik dalam
Sebuah Sistem Demokrasi:
[48]
Prof. Dr. Thomas Meyer
adalah Wakil Ketua Komite Peny-
usun Prinsip Dasar Partai Sosial
Demokrat Jerman (SPD). Dia per-
nah menjadi Direktur Akademi
Politik Friedrich-Ebert-Stiftung,
Yayasan Politik tertua dan terbe-
sar di Jerman. Setelah pensiun
dari tugasnya sebagai Profesor
Senior Ilmu Politik di Universitas
Dortmund Jerman, sejak 2008 dia menjabat sebagai Edi-
tor Jurnal Neue Gesellschaft/Frankfurter Hefte. Buku ter-
barunya Was ist Fundamentalismus? (Apa itu Fundamen-
talisme?) telah dicetak Penerbit Wiesbaden tahun2011.
Thomas Meyer juga menulis banyak buku diantaranya :
The Concept of Social Democracy in Theory and Practice,
The Theory of Social Democracy , Identity Mania.
Prol Penulis
Sembilan Tesis
[49]
Friedrich-Ebert-Stiftung ( FES) adalah s ebuah yayasan
politik non-pemerintah d ari Jerman, y ang bekerja
berdasarkan p rinsip-prinsip demokrasi dan keadilan
sosial. Yayasan i ni b erdiri t ahun 1925 s ebagai s ebuah
warisan politik d ari Friedrich-Ebert, P residen pertama
Jerman yang terpilih secara demokratis. Selain di Jerman
FES m emiliki kantor p erwakilan di 9 0 negara d an
melaksanakan kegiatan d i lebih dari 1 00 n egara
termasuk I ndonesia. K antor Perwakilan d i Indonesia
secara r esmi b erdiri s ejak 1968. S ejak s aat itu FES
Indonesia telah menjalankan kegiatan kerjasama
dengan berbagai Organisasi Non-Pemerintah/Lembaga
Swadaya Masyarakat, Universitas, L embaga P enelitian,
dan Instansi P emerintah terkait di b idang p enegakan
HAM, demokratisasi, pendidikan politik, fasilitasi dialog
sosial, penguatan serikat pekerja, r eformasi s ektor
keamanan, pengarusutamaan gender, dan media.
Friedrich Ebert Stiftung
Kantor Perwakilan Indonesia
Jl. Kemang Selatan II No. 2A
Jakarta 12730/INDONESIA
Telp :+62-21- 719 3711
Fax : +62-21- 7179 1358
Email : info@fes.or.id
Website : www.fes.or.id

Anda mungkin juga menyukai