BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. ENDOMETRIOSIS
2.1.1. DEFINISI
Endometriosis adalah implan jaringan (sel-sel kelenjar dan stroma) abnormal
mirip endometrium (endometrium like tissue) yang tumbuh di sisi luar kavum uterus,
dan memicu reaksi peradangan menahun.
3,4,6,8,12,16
2.1.2. INSIDENSI DAN EPIDEMIOLOGI
Endometriosis sering ditemukan pada wanita remaja dan usia reproduksi dari
seluruh etnis dan kelompok masyarakat,
2,4
walaupun tidak tertutup kemungkinan
ditemukannya kasus pada wanita perimenopause, menopause dan
pascamenopause.
Insidensi endometriosis di Amerika 6-10 % dari wanita usia reproduksi.
7
Di
Indonesia sendiri, insidensi pasti dari endometriosis belum diketahui.
2.1.3. ETIOPATOGENESIS
Mekanisme terjadinya endometriosis belum diketahui secara pasti
6
dan
sangat kompleks,
7
berikut ini beberapa etiologi endometriosis yang telah diketahui:
Regurgitasi haid
6-8,16
Gangguan imunitas
6,16
Luteinized unruptured follicle (LUF)
16
Spektrum disfungsi ovarium
16
Universitas Sumatera Utara
6
antara stenosis pelvik dan endometriosis pada penderita nyeri pelvik kronik. Paling
umum, tanda positif dijumpai pada pemeriksaan bimanual dan rektovaginal.
16
Hasil pemeriksaaan fisik yang normal tidak menyingkirkan diagnosis
endometriosis, pemeriksaan pelvik sebagai pendekatan non bedah untuk diagnosis
endometriosis dapat dipakai pada endometrioma ovarium.
16
J ika tidak tersedia pemeriksaan penunjang lain yang lebih akurat untuk
menegakkan diagnosis endometriosis, gejala, tanda fisis dan pemeriksaan bimanual
dapat digunakan.
12,16
Tabel 1. Kemungkinan endometriosis berdasarkan gejala
16
Kelompok Gabungan gejala
Kemungkinan
endometriosis(%)
1.
nyeri haid
tumor >2x2 atau nodul
infertilitas
89,09
2.
nyeri haid
tumor >2x2 atau nodul
65,45
3.
nyeri haid
infertilitas
60,00
4.
tumor >2x2 atau nodul
infertilitas
52,73
2.1.4.2. DIAGNOSIS PENCITRAAN
Pencitraan berguna untuk memeriksa penderita endometriosis terutama bila
dijumpai massa pelvis atau adnexa seperti endometrioma.
2,9,16
Ultrasonografi pelvis
secara transabdomnial (USG-TA), transvaginal (USG-TV) atau secara transrektal
(TR), CT Scan dan pencitraan resonansi magnetik telah digunakan secara nir-invasif
untuk mengenali implan endometriosis yang besar dan endometrioma. Tetapi hal ini
tidak dapat menilai luasnya endometriosis. Bagaimanapun, cara-cara tersebut masih
Universitas Sumatera Utara
13
penting untuk menetapkan sisi lesi atau menilai dimensinya, yang mungkin
bermanfaat untuk menentukan pilihan teknik pembedahan yang akan dilakukan.
16
2.1.4.3. DIAGNOSIS LAPAROSKOPI
Merupakan baku emas yag harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis
endometriosis, dengan pemeriksaan visualisasi langsung ke rongga abdomen,yang
mana pada banyak kasus sering dijumpai jaringan endometriosis tanpa adanya
gejala klinis.
2,4,7,16
Invasi jaringan endometrium paling sering dijumpai pada ligamentum sakrouterina,
kavum douglasi, kavum retzi, fossa ovarika, dan dinding samping pelvik yang
berdekatan. Selain itu juga dapat ditemukan di daerah abdomen atas, permukaan
kandung kemih dan usus.
2,4,7,16
Penampakan klasik dapat berupa jelaga biru-hitam dengan keragaman
derajat pigmentasi dan fibrosis di sekelilingnya.
4,7,16
Warna hitam disebabkan
timbunan hemosiderin dari serpih haid yang terperangkap, kebanyakan invasi ke
peritoneum berupa lesi-lesi atipikal tak berpigmen berwarna merah atau putih.
7,16
Diagnosis endometriosis secara visual pada laparoskopi tidak selalu sesuai
dengan pemastian histopatologi meski penderitanya mengalami nyeri pelvik
kronik.
2,4,7,16
Endometriosis yang didapat dari laparoskopi sebesar 36%, ternyata
secara histopatologi hanya terbukti 18% dari pemeriksaan histopatologi.
16
Universitas Sumatera Utara
14
2.1.4.4. BIOPSI
Inspeksi visual biasanya adekuat tetapi konfirmasi histologi dari salah satu
lesi idealnya tetap dilakukan.
4,8
Pada pemeriksaan histopatologis dapat dijumpai endometriosis yang
menyebuk dalam dan makrofag yang termuati hemosiderin dapat dikenal pada 77%
bahan biopsi endometriosis.
16
Secara histopatologis, endometriosis ada beberapa
bentuk (distrofik, glanduler, stroma, atau diferensiasi progresif. Diagnosis pasti
endometriosis dapat dibuat hanya dengan laparoskopi dan pemeriksaan
histopatologis, yang menampilkan kelenjar-kelenjar endometrium dan stroma.
4,16
2.1.5. STADIUM ENDOMETRIOSIS
Penentuan stadium endometriosis sangat penting dilakukan terutama untuk
menerapkan cara pengobatan yang tepat dan untuk evaluasi hasil pengobatan.
19
Namun stadium ini tidak memiliki korelasi dengan derajat nyeri
7,8
, keluhan pasien
6,18
maupun prediksi respon terapi terhadap nyeri atau infertilitas.
9
Hal ini dapat
dimengerti karena endometriosis dapat dijumpai pada pasien yang asimptomatik.
6
Klasifikasi Endometriosis yang digunakan saat ini adalah menurut American
Society For Reproductive Medicine yang telah di revisi pada tahun 1996 yang
berbasis pada tipe, lokasi, tampilan, kedalaman invasi lesi, penyebaran penyakit dan
perlengketan.
6,8,10
Penentuan stadium atau keterlibatan endometriosis didasarkan pada system nilai
bobot (weighted point system). Sebaran nilai-nilai tersebut telah ditetapkan secara
sembarang. Untuk menjamin penilaian yang sempurna, inspeksi pelvis hendaknya
dilakukan searah jarum jam atau berlawanan. Catat jumlah, ukuran dan letak
susukan endometriosis, bongkah (plak), endometrioma, dan atau perlekatan. Pada
Universitas Sumatera Utara
17
Serum level dari CA 125 dapat berbeda pada berbagai tingkatan usia. Akan
tetapi beberapa penelitian menunjukkan hasil yang berbeda terhadap level dari CA
125 bila dihubungkan dengan perubahan usia.
23
Hubungan antara endometriosis dengan peningkatan kadar CA 125 telah
dikemukakan sejak tahun 1980-an, dimana peningkatan ini terjadi karena
konsentrasi yang lebih tinggi dari ektopik endometrium dibanding eutopik
endometrium.
2
CA 125 dihasilkan juga oleh ektopik endometrium. Selama siklus
haid normal, ektopik endometrium adalah sumber utama dari produksi dan sekresi
CA 125 ke dalam rongga kelenjar dan pembuluh darah
10
sehingga pada beberapa
wanita dapat dijumpai peningkatan CA 125 selama menstruasi,
12
baik yang
mengalami endometriosis maupun tidak.
24,24
Hal ini mungkin disebabkan refluks
endometrium menstrual ke rongga peritoneum.
6,23
Deposit ektopik endometrium ini
dapat dijumpai di ovarium, peritoneum, ligamentum uterosacral dan kavum
douglas.
12
Kadar CA 125 ini juga secara langsung berkaitan terhadap skor adhesi,
keterlibatan peritoneal pada endometriosis.
25
CA 125 meningkat pada
endometriosis lanjut, sehingga lebih baik sebagai penapisan bagi diagnosis
endometriosis sedang hingga berat (stadium III dan IV). Kegunaannya terbatas
untuk menasah endometriosis minimal dan ringan, karena kepekaan teranya
rendah.
6,10
Kadarnya sangat beragam tergantung dalamnya implantasi, pada
endometriosis superfisial sekresi CA 125 cenderung ke peritoneum dan lambat
diserap karena berat molekul yang tinggi sedangkan infiltrasi yang dalam
menyebabkan sekresi CA 125 banyak ke dalam darah. Kista endometriosis
mengandung konsentrasi CA 125 yang sangat tinggi.
13,25
Universitas Sumatera Utara
19
100% dan spesifisitas berkisar antara 44% 95%. Kurva ROC menunjukkan
performa diagnostik yang lebih baik.
26
Keterbatasan utama dari penelitian metaanalysis ini adalah bahwa penelitian
tersebut tidak memasukkan kemungkinan yang dapat meningkatkan sensitivitas
ataupun spesifisitas dari penelitian (seperti riwayat terjadinya dismenore). Bila tujuan
dari penelitian tersebut adalah untuk mengidentifikasi mayoritas pasien dengan
penyakit maka akurasi diagnostik dari kadar serum CA 125 adalah tidak adekuat.
Penggunaan pemeriksaan kadar serum CA 125 secara rutin tidak dapat digunakan
sebagai alat diagnostik untuk menyingkirkan endometriosis pada pasien dengan
keluhan nyeri pelvis yang kronik ataupun infertil.
26
Kegunaan lain yang lebih penting terhadap peranan CA 125 adalah untuk
mengevaluasi kekambuhan penyakit ataupun untuk menilai keberhasilan terapi
operatif. Pada penelitian yang ditujukan untuk menilai prognosis dengan
memeriksakan kadar CA 125 secara serial yang dilakukan terhadap 342 orang
pasien yang telah menjalani laparoskopi karena infertil menunjukkan sebanyak 123
pasien (36%) menderita endometriosis dan telah diterapi secara operatif. 56 orang
dari 123 pasien tersebut (45%) merupakan wanita infertil yang menderita
endometriosis yang memiliki kadar CA 125 sebelum operasi lebih besar atau sama
dengan 16 IU/mL yang kemudian dilanjutkkan dengan pemeriksaan kadar CA 125
serial selama 12 bulan. Hasil utama yang diinginkan adalah kehamilan yang terjadi
dalam kurun waktu 12 bulan setelah operatif. Peneliti kemudian mendapatkan hasil
bahwa kadar CA 125 sebelum tindakan operatif secara statistik tidak berbeda jauh
dengan wanita yang sedang hamil, namun kadar CA 125 setelah tindakan operatif
akan berbeda jauh pada wanita yang sedang hamil. Analisa univariat lainnya
menunjukkan hasil bahwa kadar CA 125 preoperatif berkisar antara 16 dan 25 IU/mL
Universitas Sumatera Utara
21