Anda di halaman 1dari 5

Elektrolisis merupakan proses kimia yang mengubah energi listrik menjadi energi kimia.

Komponen yang terpenting dari proses elektrolisis ini adalah elektrode dan larutan
elektrolit.Elektroda yang digunakan dalam proses elektolisis dapat digolongkan menjadi dua,
yaitu:
Elektroda inert, seperti kalsium (Ca), potasium, grafit (C), Platina (Pt), dan emas
(Au).
Elektroda aktif, seperti seng (Zn), tembaga (Cu), dan perak (Ag).
Elektrolitnya dapat berupa larutan berupa asam, basa, atau garam, dapat pula leburan garam
halida atau leburan oksida. Kombinasi antara larutan elektrolit dan elektrode menghasilkan
tiga kategori penting elektrolisis, yaitu:
1. Elektrolisis larutan dengan elektrode inert
2. Elektrolisis larutan dengan elektrode aktif
3. Elektrolisis leburan dengan elektrode inert
Pada elektrolisis, katode merupakan kutub negatif dan anode merupakan kutub positif. Pada
katode akan terjadi reaksi reduksi dan pada anode terjadi reaksi oksidasi.

Penerapan dalam industri
Elektrolisis yang pertama dicoba adalah elektrolisis air (1800). Davy segera mengikuti dan
dengan sukses mengisolasi logam alkali dan alkali tanah. Bahkan hingga kini elektrolisis
digunakan untuk menghasilkan berbagai logam. Elektrolisis khususnya bermanfaat untuk
produksi logam dengan kecenderungan ionisasi tinggi (misalnya aluminum). Produksi
aluminum di industri dengan elektrolisis dicapai tahun 1886 secara independen oleh penemu
Amerika Charles Martin Hall (1863-1914) dan penemu Perancis Paul Louis Toussaint
Hroult (1863-1914) pada waktu yang sama. Sukses elektrolisis ini karena penggunaan
lelehan Na3AlF6 sebagai pelarut bijih (aluminum oksida; alumina Al2O3)
Sebagai syarat berlangsungnya elektrolisis, ion harus dapat bermigrasi ke elektroda. Salah
satu cara yang paling jelas agar ion mempunyai mobilitas adalah dengan menggunakan
larutan dalam air. Namun, dalam kasus elektrolisis alumina, larutan dalam air jelas tidak
tepat sebab air lebih mudah direduksi daripada ion aluminum sebagaimana ditunjukkan di
bawah ini.
Al
3
+ + 3e
-
> Al potensial elektroda normal = -1,662 V (10.38)
2H2O +2e
-
> H
2
+ 2OH- potensial elektroda normal = -0,828 V (10.39)
Metoda lain adalah dengan menggunakan lelehan garam. Namun Al2O3 meleleh pada suhu
sangat tinggi, sekitar 2050 C, dan elektrolisis pada suhu setinggi ini jelas tidak mungkin.
Namun, titik leleh campuran Al
2
O
3
dan Na
3
AlF
6
adalah sekitar 1000 C, dan suhu ini mudah
dicapai. Prosedur detailnya adalah: bijih aluminum, bauksit mengandung berbagai oksida
logam sebagai pengotor. Bijih ini diolah dengan alkali, dan hanya oksida aluminum yang
amfoter yang larut. Bahan yang tak larut disaring, dan karbon dioksida dialirkan ke filtratnya
untuk menghasilkan hidrolisis garamnya. Alumina akan diendapkan.
Al
2
O3(s) + 2OH-(aq)> 2AlO
2
- (aq) + H
2
O(l) (10.40) 2CO
2
+ 2AlO
2

-(aq)
+ (n+1)H
2
O(l) >
2HCO
3
- (aq) + Al
2
O
3
nH
2
O(s) (10.41)
Alumina yang didapatkan dicampur dengan Na3AlF6 dan kemudian garam lelehnya
dielektrolisis. Reaksi dalam sel elektrolisi rumit. Kemungkinan besar awalnya alumina
bereaksi dengan Na3AlF6 dan kemudian reaksi elektrolisis berlangsung.
Al
2
O
3
+ 4AlF
6
3-
> 3Al
2
OF
6
2-
+ 6F
-
(10.42)
Reaksi elektrodanya adalah sebagai berikut.
Elektroda negatif: 2Al
2
OF
6
2-
+ 12F
-
+ C > 4AlF
6
3-
+ CO2 + 4e
-
(10.43)
Elektroda positif: AlF
6
3-
+ 3e
-
> Al + 6F
-
(10.44)
Reaksi total: 2Al
2
O
3
+ 3C > 4Al + 3CO
2
(10.45) Kemurnian aluminum yang didapatkan
dengan prosedur ini kira-kira 99,55 %. Aluminum digunakan dalam kemurnian ini atau
sebagai paduan dengan logam lain. Sifat aluminum sangat baik dan, selain itu, harganya juga
tidak terlalu mahal. Namun, harus diingat bahwa produksi aluminum membutuhkan listrik
dalam jumlah sangat besar.
Penerapan elektrolisis lainnya adalah penyepuhan logam, yaitu proses pemurnian logam dari
pengotor, seperti pemurnian tembaga untuk pembuatan kabel listrik. Contoh lainnya adalah
proses pelapisan perak kepada peralatan makan seperti sendok dan garpu.
Reaksi Elektrolisis dan Hukum faraday
SEL ELEKTROLISIS DAN HUKUM FARADAY
Sel Elektrolisis adalah sel yang menggunakan arus listrik untuk menghasilkan reaksi redoks
yang diinginkan dan digunakan secara luas di dalam masyarakat kita. Baterai aki yang dapat
diisi ulang merupakan salah satu contoh aplikasi sel elektrolisis dalam kehidupan sehari-hari
(lihat Elektrokimia I : Penyetaraan Reaksi Redoks dan Sel Volta). Baterai aki yang sedang
diisi kembali (recharge) mengubah energi listrik yang diberikan menjadi produk berupa
bahan kimia yang diinginkan. Air, H
2
O, dapat diuraikan dengan menggunakan listrik dalam
sel elektrolisis. Proses ini akan mengurai air menjadi unsur-unsur pembentuknya. Reaksi
yang terjadi adalah sebagai berikut :
2 H
2
O
(l)
> 2 H
2(g)
+ O
2(g)

Rangkaian sel elektrolisis hampir menyerupai sel volta. Yang membedakan sel elektrolisis
dari sel volta adalah, pada sel elektrolisis, komponen voltmeter diganti dengan sumber
arus (umumnya baterai). Larutan atau lelehan yang ingin dielektrolisis, ditempatkan dalam
suatu wadah. Selanjutnya, elektroda dicelupkan ke dalam larutan maupun lelehan elektrolit
yang ingin dielektrolisis. Elektroda yang digunakan umumnya merupakan elektroda inert,
seperti Grafit (C), Platina (Pt), dan Emas (Au). Elektroda berperan sebagai tempat
berlangsungnya reaksi. Reaksi reduksi berlangsung di katoda, sedangkan reaksi oksidasi
berlangsung di anoda. Kutub negatif sumber arus mengarah pada katoda (sebab
memerlukan elektron) dan kutub positif sumber arus tentunya mengarah pada anoda.
Akibatnya, katoda bermuatan negatif dan menarik kation-kation yang akan tereduksi
L1.1
menjadi endapan logam. Sebaliknya, anoda bermuatan positif dan menarik anion-anion
yang akan teroksidasi menjadi gas. Terlihat jelas bahwa tujuan elektrolisis adalah untuk
mendapatkan endapan logam di katoda dan gas di anoda.
Ada dua tipe elektrolisis, yaitu elektrolisis lelehan (leburan) dan elektrolisis larutan. Pada
proses elektrolisis lelehan, kation pasti tereduksi di katoda dan anion pasti teroksidasi di
anoda.
Dari pembahasan di atas, kita dapat menarik beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan
reaksi elektrolisis :
1. Baik elektrolisis lelehan maupun larutan, elektroda inert tidak akan bereaksi;
elektroda tidak inert hanya dapat bereaksi di anoda
2. Pada elektrolisis lelehan, kation pasti bereaksi di katoda dan anion pasti bereaksi di
anoda
3. Pada elektrolisis larutan, bila larutan mengandung ion alkali, alkali tanah, ion
aluminium, maupun ion mangan (II), maka air yang mengalami reduksi di katoda
4. Pada elektrolisis larutan, bila larutan mengandung ion sulfat, nitrat, dan ion sisa
asam oksi, maka air yang mengalami oksidasi di anoda
Salah satu aplikasi sel elektrolisis adalah pada proses yang disebut penyepuhan. Dalam
proses penyepuhan, logam yang lebih mahal dilapiskan (diendapkan sebagai lapisan tipis)
pada permukaan logam yang lebih murah dengan cara elektrolisis. Baterai umumnya
digunakan sebagai sumber listrik selama proses penyepuhan berlangsung. Logam yang ingin
disepuh berfungsi sebagai katoda dan lempeng perak (logam pelapis) yang merupakan
logam penyepuh berfungsi sebagai anoda. Larutan elektrolit yang digunakan harus
mengandung spesi ion logam yang sama dengan logam penyepuh (dalam hal ini, ion perak).
Pada proses elektrolisis, lempeng perak di anoda akan teroksidasi dan larut menjadi ion
perak. Ion perak tersebut kemudian akan diendapkan sebagai lapisan tipis pada permukaan
katoda. Metode ini relatif mudah dan tanpa biaya yang mahal, sehingga banyak digunakan
pada industri perabot rumah tangga dan peralatan dapur.
Satuan yang sering ditemukan dalam aspek kuantitatif sel elektrolisis adalah Faraday (F).
Faraday didefinisikan sebagai muatan (dalam Coulomb) mol elektron. Satu Faraday
equivalen dengan satu mol elektron. Demikian halnya, setengah Faraday equivalen dengan
setengah mol elektron. Sebagaimana yang telah kita ketahui, setiap satu mol partikel
mengandung 6,02 x 10
23
partikel. Sementara setiap elektron mengemban muatan sebesar 1,6 x
10
-19
C. Dengan demikian :
1 Faraday = 1 mol elektron = 6,02 x 10
23
partikel elektron x 1,6 x 10
-19
C/partikel elektron
1 Faraday = 96320 C (sering dibulatkan menjadi 96500 C untuk mempermudah perhitungan)
Hubungan antara Faraday dan Coulomb dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :
Faraday = Coulomb / 96500
Coulomb = Faraday x 96500
Coulomb adalah satuan muatan listrik. Coulomb dapat diperoleh melalui perkalian arus
listrik (Ampere) dengan waktu (detik). Persamaan yang menunjukkan hubungan Coulomb,
Ampere, dan detik adalah sebagai berikut :
Coulomb = Ampere x Detik
Q = I x t
Dengan demikian, hubungan antara Faraday, Ampere, dan detik adalah sebagai berikut :
Faraday = (Ampere x Detik) / 96500
Faraday = (I x t) / 96500
Dengan mengetahui besarnya Faraday pada reaksi elektrolisis, maka mol elektron yang
dibutuhkan pada reaksi elektrolisis dapat ditentukan. Selanjutnya, dengan memanfaatkan
koefisien reaksi pada masing-masing setengah reaksi di katoda dan anoda, kuantitas produk
elektrolisis dapat ditemukan.
anyak zat yang mengendap pada elektrode dapat dihitung dengan
HUKUM
FARADAY
.
Hukum Faraday I
massa zat yang dihasilkan atau melarut selama elektrolisis (G) berbanding lurus dengan
jumlah muatan listrik yang melalui sel elektrolisis (Q).
G~Q
G = massa zat yang dibebaskan atau melarut
Q = jumlah muatan listrik yang digunakan

Pengukuran jumlah listrik dalam prakteknya dapat dilakukan
denganbantuan nstrumen berupa amperemeter dan pancatat waktu. Jumlah listrik yang
digunakan dalam elektrolisis merupakan hasil kali kuat arus (ampere) dengan
waktu (detik) atau dapat ditulis:
Q=ixt

Hukum Faraday II
massa zat yang dihasilkan berbanding lurus dengan massa ekuivalennya untuk jumlah listrik
yang sama. Massa ekuivalen adalah massa atom relatif dibagi dengan muatan ion logam.
G ~ ME ME = massa ekivalen


L1.2
JEMBATAN WHEATSTONE
A. PENGERTIAN
Jembatan Wheatstone adalah alat ukur yang ditemukan oleh Samuel Hunter Christie pada 1833 dan
meningkat kemudian dipopulerkan oleh Sir Charles Wheatstone pada tahun 1843. Ini digunakan untuk
mengukur suatu yang tidak diketahui hambatan listrik dengan menyeimbangkan dua kali dari rangkaian
jembatan, satu kaki yang mencakup komponen diketahui kerjanya mirip dengan aslinya potensiometer.
Jembatan Wheatstone adalah suatu alat pengukur, alat ini dipergunakan untuk memperoleh ketelitian
dalam melaksanakan pengukuran terhadap suatu tahanan yang nilainya relatif kecil sekali umpamanya
saja suatu kebocoran dari kabel tanah/ kartsluiting dan sebagainya. Jembatan Wheatstone adalah alat
yang paling umum digunakan untuk pengukuran tahanan yang teliti dalam daerah 1 sampai 100.000 .
Jembatan Wheatstone terdiri dari tahanan R
1
, R
2
, R
3
, dimana tahanan tersebut merupakan tahanan yang
diketahui nilainya dengan teliti dan dapat diatur
Metode Jembatan Wheatstone adalah susunan komponen-komponen elektronika yang berupa resistor
dan catu daya seperti tampak pada gambar berikut:

Hasil kali antara hambatan hambatan berhadapan yang satu akan sama dengan hasil kai hambatan
hambatan berhadapan lainnya jika beda potensial antara c dan d bernilai nol. Persamaan R1 . R3 = R2 .
R4 dapat diturunkan dengan menerapkan Hukum Kirchoff dalam rangkaian tersebut. Hambatan listrik
suatu penghantar merupakan karakteristik dari suatu bahan penghantar tersebut yang mana adalah
kemampuan dari penghantar itu untuk mengalirkan arus listrik, yang secara matematis dapat dituliskan:
R = p. (L/A)
Dimana:
R : Hambatan listrik suatu penghantar ()
: Resitivitas atau hambatan jenis (. m)
L : Panjang penghantar (m)
A : Luas penghantar ( m)
B. Hukum dasar rangkaian listrik yang berhubungan dengan jembatan wheatstone:
Hukum Ohm
Hukum Ohm menyatakan Jika suatu arus listrik melalui suatu penghantar, maka kekuatan arus tersebut
adalah sebanding-larus dengan tegangan listrik yang terdapat diantara kedua ujung penghantar tadi.
Hukum ini dicetuskan oleh Georg Simon Ohm, seorang fisikawan dari Jerman pada tahun 1825 dan
dipublikasikan pada sebuah paper yang berjudul The Galvanic Circuit Investigated
Mathematically pada tahun 1827.
Hukum Ohm :
Tegangan dinyatakan dengan nilai volt, disimbolkan E dan V.
Arus dinyatakan dengan Ampere, disimbolkan I
Hambatan dinyatakan dengan Ohm, disimbolkan R.
Jika luas penampang A yang diperhatikan cukup kecil dan tegak lurus kearah J (misalnya panjang
konduktor besar sekali dibanding dengan luas penampangnya), maka J dapat dianggap sama pada
seluruh bagian penampang hingga I = J . A maka untuk beda potensial berlaku V = E . dl dan juga
integrasi diambil sepanjang suatu garis gaya V = E . dl
Terlihat bahwa faKtor yang berupa integrasi hanya tergantung dari konduktornya dan merupakan sifat
khusus konduktornya dan biasa disebut sebagai tahanan (R) atau resistansinya. Dapat dituliskan V = I .
Rumus Hukum Ohm
Secara matematis, hukum Ohm ini dituliskan
V = I.R
atau
I = V / R
Dimana:
I = arus listrik yang mengalir pada suatu penghantar (Ampere)
V = tegangan listrik yang terdapat pada kedua ujung penghantar (Volt)
R = hambatan listrik yang terdapat pada suatu penghantar (Ohm)
Hukum Kirchoff I
Dipertengahan abad 19, Gustav Robert Kichoff (1824-1887) menemukan cara untuk menentukan arus
listrik pada rangkaian bercabang yang kemudian dikenal dengan hukum Kirchoff. Hukum Kirchoff
berbunyi Jumlah kuat arus yang masuk dalam titik percabangan sama dengan jumlah kuat arus yang
keluar dari titik percabangan.
Jumlah I masuk = I keluar
Hukum Kirchoff II
Hukum Kirchoff II berbunyi, Dalam rangkaian tertutup, jumlah aljabar GGL (E) dan jumlah
penurunan potensial sama dengan nol.
Maksud dari jumlah penurunan potensial sama dengan nol adalah tidak adanya energi listrik yang
hilang dalam rangkaian tersebut atau dalam arti semua energi bisa digunakan atau diserap.
C. Pengertian Galvanometer

Galvanometer adalah alat yang digunakan untuk deteksi dan pengukuran arus. Kebanyakan alat itu
kerjanya tergantung pada momen yang berlaku pada kumparan di dalam medan magnet.
Bentuk mula-mula dari galvanometer adalah seperti alat yang dipakai Oersted yaitu jarum kompas yang
diletakkan dibawah kawat yang dialiri arus yang akan diukur. Kawat dan jarum diantara keduanya
mengarah utara-selatan apabila tidak ada arus di dalam kawat. Kepekaan galvanometer semacam ini
bertambah apabila kawat itu dililitkan menjadi kumparan dalam bidang vertical dengan jarum kompas
ditengahnya. Dan instrument semacam ini dibuat oleh Lord Kelvin pada tahun 1890, yang tingkat
kepekaanya jarang sekali dilampaui oleh alat-alat yang ada pada waktu ini.

D. Prinsip Kerja Jembatan Wheatstone, yaitu:
Hubungan antara resitivitas dan hambatan, yang berarti setiap penghantar memiliki besar hambatan
tertentu. Dan juga menentukan hambatan sebagai fungsi dari perubahan suhu.
Hukum Ohm yang menjelaskan tentang hubungan antara hambatan, tegangan dan arus listrik. Yang mana
besar arus yang mengalir pada galvanometer diakibatkan oleh adanya suatu hambatan.
Hukum Kirchoff 1 dan 2, yang mana sesuai dari hukum ini menjelaskan jembatan dalam keadaan
seimbang karena besar arus pada ke-2 ujung galvanometer sama besar sehingga saling meniadakan

E. Aplikasi Jembatan Wheatstone
L2.1
Salah satunya adalah dalam percobaan mengukur regangan pada benda uji berupa beton atau baja.
Dalam percobaan kita gunakan strain gauge, yaitu semacam pita yang terdiri dari rangkaian listrik
untuk mengukur dilatasi benda uji berdasarkan perubahan hambatan penghantar di dalam strain gauge.
Strain gauge ini direkatkan kuat pada benda uji sehingga deformasi pada benda uji akan sama dengan
deformasi pada strain gauge. Seperti kita ketahui, jika suatu material ditarik atau ditekan, maka terjadi
perubahan dimensi dari material tersebut sesuai dengan sifat2 elastisitas benda. Perubahan dimensi
pada penghantar akan menyebabkan perubahan hambatan listrik, ingat persamaan R = .L/A.
Perubahan hambatan ini sedemikian kecilnya, sehingga untuk mendapatkan hasil eksaknya harus
dimasukkan kedalam rangkaian jembatan Wheatstone. Rangkaian listrik beserta jembatan
Wheatstonenya sudah ada di dalam strain gauge.
F. Kelebihan Jembatan Wheatstone
dapat mengukur perubahan hambatan yang sangat kecil pada penghantar.
Contoh aplikasi : strain gauge, yang digunakan untuk mengukur regangan material (baja atau beton)
didasarkan pada perubahan kecil penghantar yang berdeformasi akibat gaya eksperimen. Perubahan
kecil dimensi penampang dihitung dari peribahan hambatan pada rangkaian jembatan wheatstone yang
dihubungkan sensor ke alat pencatat data logger untuk setiap transducer.
G. Manfaat Jembatan Wheatstone di bidang Perikanan
Perancangan dan pembuatan perhitungan ikan secara otomatis diciptakan alat-alat yang bertujuan untuk
mempermudah tugas manusia dalam pekerjaan sehari-hari. Dalam bidang perikanan perlu diciptakan
suatu alat yang dapat menmggantikan tugas manusia untuk menghitung jumlah ikan-ikan saat beri
makan ikan-ikan, akan menjaga jumlah ikan-ikan dalam jumlah banyak sehingga tugas manusia dapat
digantikan oleh alat ini juga dapat mempercepat proses perhitungan ikan otomatis ini dapat dihitung
jumlah ikan dalam jumlah banyak, dalam waktu yang relatif cepat.

H. Alat dan Fungsi
Rangkaian jembatan wheatstone jenis kawat geser untuk menentukan nilai suatu hambatan
(L
1
dan L
2
)
Power supply untuk mengubah arus AC bolak-balik menjadi arus DC (searah)
Galvanometer untuk mendeteksi arus listrik kecil yang mengalir
RS (Resistor standart) tahanan standart yang telah diketahui nilainya (10, 12 , 15 , 33
, 47 )
RX (Resistor Variable) (tahanan yang akan ditentukan besarannya) untuk sebagai resistor
yang akan dicari nilainya
Kabel penghubung untuk menghubungkan arus listrik yang mengalir
Kontak geser untuk memutuskan atau mengalirkan arus listrik (saklar)
Kawat mikron sebagai media stabilitas arus listrik (hambatannya konstan)
I Kesalahan Pada Jembatan Wheatstone
Jembatan Wheatstone dipakai secara luas pada pengukuran presisi tahanan dari sekitar 1 sampai
rangkuman mega ohm rendah. Sumber kesalahan utama terletak pada kesalahan batas dari ketiga
tahanan yang diketahui. Kesalahan-kesalahan lain bisa mencakup:
1. Sensitivitas detektor nol yang tidak cukup
2. Perubahan tahanan lengan-lengan jembatan karena efek pemanasan arus melalui tahanan-tahanan
tersebut. Efek pemanasan (I
2
R) dari arus-arus lengan jembatan dapat mengubah tahanan yang diukur.
Kenaikan temperatur bukan hanya mempengaruhi tahanan selama pegukuran yang sebenarnya, tetapi
arus yang berlebihan dapat mengakibatkan perubahan yang permanen bagi nilai tahanan. Hal ini tidak
boleh terjadi, karena pengukuran-pengukuran selanjutnya akan menjadi salah karena itu disipasi daya
dalam lengan-lengan jembatan harus dihitung sebelumnya sehingga arus dapat dibatasi pada nilai yang
aman.
3. GGL termal dalam rangkaian jembatan atau rangkaian galvanometer dapat juga mengakibatkan
masalah sewaktu mengukur tahanan-tahanan rendah. Untuk mencegah ggl termal, kadang-kadang
galvanometer yang lebih sensitif dilengkapi dengan sistem kumparan tembaga dari sistem suspensi
tembaga yakni untuk mencegah pemilikan logam-logam yang tidak sama yang saling kontak satu sama
lain dan untuk mencegah terjadinya ggl termal.
4. Kesalahan-kesalahan karena tahanan kawat sambung dan kontak-kontak luar memegang peranan
dalam pengukuran nilai-nilai tahanan yang sangat rendah.
Untuk menentukan apakah galvanometer mempunyai sensitivitas yang diperlukan untuk mendeteksi
kondisi setimbang atau tidak, arus galvanometer perlu ditentukan. Galvanometer-galvanometer yang
berbeda bukan hanya memerlukan arus satu per satuan defleksi yang berbeda (sensivitas arus), tetapi
juga dapat mempunyai tahanan dalam yang berbeda. Adalah tidak mungkin mengatakan tanpa
menghitung sebelumnya, galvanometer mana yang akan membuat rangkaian jembatan lebih sensitif
terhadap suatu kondisi tidak setimbang. Sensitivitas ini dapat ditentukan dengan memecahkan
persoalan rangkaian jembatan pada ketidaksetimbangan yang kecil. Pendekatan ini didekati dengan
mengubah jembatan Wheatstone menjadi rangkaian Thevenin.
Penurunan Rumus
Kita sudah melihat bagaimana rumus untuk menghitung hambatan yang ingin
diketahui. Namun darimana kita bisa mendapatkan persamaan tersebut? Petunjuknya
adalah menggunakan hukum Kirchoff. Lebih tepatnya adalah hukum Kirchoof pertama
untuk mencari arus yang mengalir pada simpul B dan D.


Kemudian hukum Kirchoff kedua untuk mencari tegangan pada loop ABD dan BCD.


Jika dianggap jembatan dalam keadaan seimbang, I
g
= 0, sehingga persamaan di atas dapat
ditulis sebagai berikut:


L2.2
Kemudian persamaan-persamaan tersebut dibagi dan disusun menjadi:

Dari aturan pertama, I
3
= I
x
and I
1
= I
2
Sehingga nilai R
x
sekarang diketahui dengan
persamaan:

Jika keempat nilai resistor dan sumber tegangan diketahui dan hambatan galvanometer
cukup tinggi sehingga arus I
g
dapat diabaikan, tegangan pada jembatan (V
G
) dapat diketahui
dengan cara memeriksa tegangan setiap pembagi tegangan dan mengurangi nilainya dari
masing-masing komponen lain. Langsung saja contohnya:

Persamaan ini dapat disederhanakan menjadi:

Dimana V
G
adalah tengangan simpul B relatif terhadap simpul D.

L2.3

Anda mungkin juga menyukai