Anda di halaman 1dari 16

BAB II

DASAR TEORI


2.1 Battery Control Unit (BCU)
Alat ini dinamakan Battery Control Unit (BCU) yang berfungsi sebagai proteksi over
charge, tapi berfungsi juga sebagai proteksi pengosongan baterai berlebih (over
discharge), proteksi beban lebih, hubung singkat, tegangan kejut halilintar, arus balik dari
baterai ke sumber (pembangkit), dan proteksi polaritas terbalik baterai dan sumber
(pembangkit).







Pada gambar diagram blok diatas diperlihatkan bahwa pada rancangan alat Battery
Control Unit (BCU) ini menggunakan sebuah sumber yaitu dari sistem Pembangkit
Pada gambar diagram blok diatas diperlihatkan bahwa pada rancangan alat Battery
Control Unit (BCU) ini menggunakan sebuah sumber yaitu dari sistem Pembangkit
Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan menggunakan modul photovoltaic (PV) sebesar 50
Wp. Sehingga pada alat BCU ini dibuat pada kapasitas 100-120 VA.



MODUL PV
Gambar 1. diagram blok Solar Home System (SHS)
BCU
Battery
Beban
1. Blok Rangkaian
1.1 Unit HVD Swiching
HVD merupakan titik tegangan atas baterai maksimum yang pada titik ini aliran arus
pengisian dari modul photovoltaic ke baterai terputus. Mengacu pada standard UL, titik
HVD untuk baterai jenis asam timbal direkomendasikan pada tegangan 14.214.7 volt,
maka ditentukan pada rancangan spesifik untuk titik HVD pada tegangan 14.6 volt. Dan
terhubung kembali pada tegangan 13,0 volt.
Bagi BCU tipe shunt (gambar 3.2) keadaan HVD terjadi ketika arus dari modul
photovoltaic tidak mengalir ke baterai tapi ke mosfet T
1.
arus yang mengalir pada kondisi
ini merupakan arus hubung singkat modul, sehingga dapat menimbulkan panas yang
tinggi akibat rugirugi energi (I
2
R)

pada mosfet T
1
. untuk itu, diperlukan pendingin yang
baik agar tidak merusak komponen ini. Terjadinya HVD agar tidak over charge
dikendalkan oleh mosfet T
1
. kerja dari komponen ini dipengaruhi oleh perbedaan
tegangan baterai dengan tegangan referensi yang ada.
V+
V1 0V
T2
T1
baterai
fuse
PV
load
Rshunt
Dioda schottky
+ +


Gambar 3.1 rangkaian dasar BCU tipe shunt

V+
T2
R7
1K
R6
100K
DZ
8,2V
R8
100K
R4
1M
R3
1M
R5
10
R1
1K
R2
1K
LED
Hijau
HVD
VR1
20K
VR0
1M
C2
100uF
50V
C1
10uF
50V
D1
5
+
6
-
7
LM324


Pada gambar 3.2 terlihat bahwa tegangan baterai V+ dibandingkan dengan tegangan
referensi dari dioda zener (DZ) yaitu sebesar 8,2 volt. IC
1b
merupakan komparator biasa
dengan hysteresis dengan membandingkan tegangan yang ada pada kaki masukan
inverting dan non inverting. Jika tegangan baterai yang diwakili oleh tegangan pada pin 5
lebih besar dari tegangan referensi yang diwakili tegangan pada pin 6, maka keluaran
pada pin 7 terdapat tegangan yang ditandai dengan menyalanya lampu LED hijau.
Tegangan pada pin 7 berarti pula terdapat tegangan antara kaki gate dan source, yang
mengaktifkan mosfet T
2
. dan sebaliknya, jika tegangan baterai lebih kecil dari tegangan
referensi maka keluaran dari IC
1b
adalah 0 volt,sehingga lampu LED hijau mati, mosfet
tidak bekerja, dan terjadi pengisian baterai oleh modul PV.
Potensiometer atau single tune (VR1) digunakan untuk mengatur besarnya tegangan
referensi pada kaki masukan inverting, yang berarti pula untuk menseting tegangan HVD
pada 14.6 volt. Resistor pariabel lainnya yaitu VR0 digunakan untuk mengatur besarnya
histeresis, yang berarti untuk mengeset tegangan reconnect pada 13.0 volt.
1.2 Unit LVD Swiching
LVD merupakan titik tegangan mati bawah dari baterai. Pada tegangan ini arus yang
mengalir dari baterai ke beban harus diputuskan, karena untuk menjaga baterai tetapa
aman dari kerusakan. Menurut standard UL dan rekomendasi dari THE WORLD BANK
Assosiation, titik LVD untuk baterai jenis asam timbal berkisar 1.81.9 volt per sel
baterai, atau 10.8 11.6 volt baterai dan reconnect pada 11.6. pada rancangan
spesifikasi alat ditentukan titik LVD di 11,5 volt.
Gambar 3.2 diagram skematik unit HVD swiching mode on-off

Ketika tegangan baterai normal dan diberikan bahan maka keadaan mosfet T
1
aktif
(short circuit) beban menyala. Tetapi ketika baterai telah mencapai titik tegangan mati
bawah (LVD) maka mosfet T
1
tidak bekerja, sehingga sirkuit terbuka dan mati. Kerja dari
komponen T
1
ini dipengaruhi oleh perbedaan tegangan baterai dari tegangan referensi.
Pada gambar 3.4 ditunjukan skematik rangkaian untuk unit pembatas pengosongan
baterai berlebih (over discharge). Rangkaiannya berbeda dengan rangkaian LVD,
meskipun prinsipnya sama yaitu komparator dengan hysteresis. Pada rangkaian tersebut
kaki inverting (pin 2) IC
1a
merupakan tegangan masukan dari baterai, dan tegangan
referensi atau set point pada kaki non inverting (pin 3). Control on-off ini bekerja sebagai
inverse acting, artinya keluaran dari IC
1a
berlawanan dengan masukan pada kaki inverting
yang mewakili tegangan baterai. Berbeda dengan control pada HVD yang bekerja sebagai
direct acting, unit LVD switching berfungsi ditandai dengan menyalanya lampu LED
merah dan terputusnya arus beban.
V+
R7
1K
R6
100K
DZ
8,2V
R8
100K
C1
10uF
50V
D1
R10
27K
R11
320K
VR3
20K
VR4
200K
LED
Merah
LVD
R18
1K
R17
1K
D4
IN4148
R23
1K
R20
1K
T1
0V
2
-
3
+
1
LM324
TR2



1.3 Unit Fuse Elektronik
Gambar 3.4 menunjukan rangkaian pembatas arus pada sistem negatif switching.
Resistor paralel ditambahkan untuk mengukur besarnya arus beban. Tegangan pada
resistor tersebut dibandingkan dengan tegangan referensi dari dioda zener (DZ) pada op-
amp IC
1d
.normalnya, keluaran dari pin 14 sama dengan keluaran pin 8 yaitu 0 volt.
Kapasitor polar C
3
discharge melalui TR1 / R
19,
karena T
1
sedang bekerja. Jika arus beban
melebihi batas, keluaran pin 14 menjadi 12 volt, sedangkan pin 8 masih tetap 0 volt dan
Gambar 3.3 diagram skematik unit LVD swiching mode on-off

tegangan pin 10 kirakira menjadi 4 volt.keluaran IC
1c
dari pin 14 meningkat menjadi 12
volt. sekarang T
1
tidak bekerja akibat TR2 on. Tidak ada arus beban yang mengalir di R-
shunt, sehingga keluaran dari pin 14 kembali menjadi 0 volt. pin 10 akan memiliki
tegangan 0.98 v. keluaran pin 8 perlahan mengisi kapasitor C
3,
dan memerlukan waktu
kirakira 10 detik untuk mendapatkan tegangan 0.98 volt. inilah tiik ketika keluaran dari
pin 8 menjadi 0 v kembali. T
1
menjadi aktif, C
3
mengalami discharge, dan sistem kembali
ke keadaan semula. Jika masih terdapat arus pada R-shunt yang melebihi batas (over
current), siklus akan berulang kembali.
V+
R7
1K
DZ
8,2V
D1
LED
kuning
Pembatas arus
D4
IN4148
12
-
13
+
14
LM324
9
10
8
+
-
LM324
R9
320K
R12
15K
VR2
10K
C3
10uF
50V
T1
R13
100K
C4
47uF
50V
R14
1M
R15
1M
R16
2M
R22
1K
R23
1K
TR2
R21
10K
R19
24K
R20
1K
TR1
T2
0V



Bagaimanapun, interval waktu yang terjadi akan ditentukan oleh waktu pengosongan
kapasitor C
3
, yaitu kirakira 1 detik. Kapasitor C
4
dan R
16
harus ditambahkan untuk
menahan gelombang on-off switching. Sebaliknya pembatas arus akan direspon setiap
waktu oleh beban ketika dihidupkan. Ketika controller ini dihubungkan pertama kali, pin
12 merespon masukan lebih lambat dibandingkan pada pin 13 karena adanya C
4
. untuk
itu, pembatas arus dalam keadaan off setelah pemasangan pertama kali. Sistem kembali
dalam keadaan seimbang.


Gambar 3.4 diagram rangkaian pembatas arus dengan fuse elektronik

1.4 Unit Indikator
Indicator yang digunakan pada rangkaian terdiri dari 3 buah lampu LED dan masing
masing warna memiliki arti yang berbeda, yaitu :
1. LED warna hijau, sebagai indikator baterai sudah penuh. Jika lampu ini menyala,
maka menunjukan unit HVD switching bekerja. Sehingga tidak ada lagi arus yang
mengalir ke baterai.
2. LED warna merah, sebagai indikator baterai kosong (pada tegangan rendah). Jika
lampu ini menyala, maka menunjukan unit LVD switching berfungsi. Sehingga
arus ke beban terputus.
3. LED warna kuning, sebagai indikator pembatas arus dan proteksi beban berlebih.
Jika lampu ini menyala, unit pembatas arus bekerja. Berfungsinya pembatas arus
dengan fuse elektronik, ditandai dengan matinyala pada beban (waktu mati
sekitar 10 detik) dan menyebabkan terjadinya proses pengisian pada baterai
(charging).

1.5 Unit Proteksi
1.5.1 Proteksi Arus Balik
Pada malam hari, tegangan listrik di modul photovoltaic adalah nol, tapi baterai terisi
penuh hasil pengisian pada siang hari. Untuk menghindari terjadinya arus balik dari
baterai ke modul photovoltaic akibat beda tegangan, maka dipasang dioda penghambat
atau blocking dioda pada BCU. Dioda schottky B1645 (D1) dipasang untuk melakukan
fungsi tersebut. Biasanya pada modul photovoltaic yang standard juga sudah terpasang
dioda penghambat tersebut.
1.5.2 Proteksi Polaritas Terbalik
Berdasarkan standard dari UL, sebuah BCU atau BCR harus memiliki proteksi
terhadap pemasangan polaritas yang terbalik. Pemasangan polaritas kabel yang terbalik
dapat terjadi pada modul, baterai, dan beban. Jika terjadi kesalahan polaritas pada modul,
maka akan menimbulkan arus hubung singkat yang melewati mosfet T
2
. sebab didalam
komponen tersebut terdapat juga internal freewalk diode yang bisa mengalirkan arus dari
kaki sumber ke cerat. Akibat dari arus hubung singkat ini diperlukan pendingin yang
bagus untuk mosfet T
2
, karena terdapat rugi energi berupa panas yang tinggi akibat drop
tegangan dan arus yang besar. Sehingga pendingin yang baik bisa mengatasi masalah ini.
Polaritas terbalik dari baterai, juga akan mengakibatkan arus short circuit pada
baterai. Arus ini mengalir dari polaritas positif ke terminal negatif baterai melalui 2 dioda
yaitu schottky dan dioda internal pada mosfet T
2
. keadaan ini bisa diatasi dengan adanya
fuse.
1.5.3 Proteksi Hubung Singkat Dan Beban Lebih
Hubung singkat pada beban dapat menimbulkan arus yang besar. Hal ini terjadi
mungkin dikarenakan rusaknya beban atau sambungan kabel + dan karena
terkelupas,dsb. Begitu juga pada saat beban lebih, arus yang disuplai ke beban melewati
batas maks dari sesifikasi alat. Untuk mengatasi adanya arus yang besar ini rangkaian
dilengkapi fuse elektronik dan fuse biasa (kawat termal).
Cara kerja fuse elektronik sudah dijelaskan pada sub bab unit fuse elektronik bab
II.fuse kawat dipasang sebagai pendukung (back up) dari fuse elektronik. Ketika fuse
elektronik tidak berfungsi masih terdapat fuse kawat untuk melindungi alat. Tujuan dari
fuse elektronik adalah untuk menghindari seringnya mengganti fuse kawat setiap kali
terjadi arus beban yang melebihi arus maks dan adanya arus hubung singkat.
1.5.4 Proteksi Tegangan Kejut dari Halilintar
Sesuai dengan standard dunia bahwa perlindungan tegangan kejut dari halilintar pada
BCU sangat diperlukan, sebab dibeberapa daerah sering terjadi halilintar. Halilintar yang
mengenai modul photovoltaic pada sistem PLTS dapat merusak komponen lain yang
terhubung dengan modul. Tegangan induksi pada kabel dari modul photovoltaic yang
sangat tinggi dapat menyebabkan kerusakan. Komponen yang dapat meredam tegangan
kejut dari halilintar salah satunya adalah metal-oxide varistor (MOV).
Sesuai dengan hasil pengujian yang dilakukan AT&T dan IEC, jika digunakan visitor
dengan tegangan stand off 30 volt maka maksimum tegangan puncak yang terjadi tidak
30 volt tapi lebih yaitu sekitar 60 volt. ini berarti jika modul photovoltaic terkena
halilintar, tegangan keluaran menjadi 60 volt. sehingga tegangan ini juga ditanggung oleh
mosfet dan pada dioda schottky terjadi beda tegangan sebesar 48 volt (gambar 3.5). ini
merupakan kelemahan dari sistem regulator shunt.
D1
F1
BAT
IRF
PV



2. Rangkaian keseluruhan BCU
Komponen utama dari rangkaian terdiri dari IC LM 324, mosfet tipe IRF9540, dan
dioda schottky tipe B1645. IC LM 324 merupakan IC dengan 4 buah Op-amp dengan
sumber tunggal yaitu +V
cc
dan ground. Keempat op-amp digunakan untuk unit sistem
yang ada. IC
a
(kaki 1, 2,dan 3) digunakan untuk unit LVD switching, IC
b
(kaki 5,6 dan 7)
digunakan untuk unit HVD switching, sedang untuk IC
c
dan IC
d
digunakan untuk fuse
elektronik (current limiter).
Mosfet IRF9540 digunakan sebagai switching, saklar pemutus arus dari baterai
maupun yang menuju ke baterai. Digunakannya 2 buah IRF9540 yaitu yang satu untuk
pemutus hubungan baterai dengan modul photovoltaic (dengan short circuit pada modul
yaitu mosfet aktif / on), dan yang lainnya untuk pemutus hubungan baterai dengan beban
(mosfet tidak aktif / off).
Dioda skottky merupakan piranti unipolar karena elektron bebas pembawa mayoritas
pada kedua sisi sambungan. Dioda schottky tidak mempunyai lapisan pengosongan atau
penyimpan muatan sehingga ia dapat di switch nyala-mati lebih cepat daripada dioda
bipolar. B1645 artinya dioda ini dapat dilewati arus maksimal 16 amp dan tegangan
antara anoda dan katoda ketika reverse bias maksimal 45 volt. pada saat pengisian terjadi
rugi-rugi daya akibat terjadi jatuh tegangan pada komponen ini. Untuk itu, diperlukan
dioda dengan tahanan dalam sangat kecil untuk meminimalisasi energi yang terbuang.
Karakteristik ini terdapat pada dioda schottky.
Gambar 3.5 jatuh tegangan akibat tegangan kejut halilintar

Sumber energi untuk rangkaian kontrol BCU diambil dari baterai atau modul
photovoltaic. Ketika tidak terjadi pengisian, tidak ada energi yang dihasilkan oleh modul
photovoltaic, energi BCU disuplai oleh baterai. Dan ketika terjadi proses pengisian ke
baterai, energi BCU diambil dari modul photovoltaic. Energi untuk rangkaian regulator
sangat kecil sehingga energi yang diambil jauh lebih kecil dari energi pengisian. Hal ini
ditunjukan oleh arus konsumsi rangkaian regulator yang hanya sekitar 1% dari arus rata-
rata pengisian.

2.2 Solar Cell
Secara sederhana, cara kerja panel surya PV dalam mengubah cahaya matahari
menjadi energi listrik dapat dirangkum ke dalam tiga urutan proses konversi:



1. Ketika foton yang terdapat pada sinar matahari mengenai sel-sel PV pada panel
surya, sebagian akan diserap oleh material semikonduktor (silikon). Energi dari foton
yang diserap itu dengan demikian juga ditransfer kepada semikonduktor.

2. Elektron-elektron yang terkena tumbukan energi foton akan terlepas dari atom,
membuat mereka mengalir secara bebas dan dengan demikian menciptakan arus
listrik. Komposisi dan desain khusus pada sel-sel PV mengarahkan elektron-elektron
tersebut agar mengalir sesuai jalur yang dikehendaki.

3. Kontak/penghubung logam pada bagian atas dan bawah sel-sel surya menyalurkan
keluar listrik arus searah (direct current, DC) yang dihasilkan untuk digunakan sesuai
kepentingan.

Secara detil, proses yang terjadi sesungguhnya jauh lebih rumit. Namun ketiga urutan
langkah di atas menggambarkan secara sederhana apa yang terjadi di dalam sebuah
panel surya ketika mereka bekerja keras mengubah sinar matahari menjadi listrik yang
bermanfaat buat kepentingan manusia.

Proses konversi
Proses pengubahan atau konversi cahaya matahari menjadi listrik ini dimungkinkan karena
bahan material yang menyusun sel surya berupa semikonduktor. Lebih tepatnya tersusun
atas dua jenis semikonduktor; yakni jenis n dan jenis p.
Semikonduktor jenis n merupakan semikonduktor yang memiliki kelebihan elektron,
sehingga kelebihan muatan negatif, (n = negatif). Sedangkan semikonduktor jenis p memiliki
kelebihan hole, sehingga disebut dengan p ( p = positif) karena kelebihan muatan positif.
Caranya, dengan menambahkan unsur lain ke dalam semkonduktor, maka kita dapat
mengontrol jenis semikonduktor tersebut, sebagaimana diilustrasikan pada gambar di bawah
ini.

Pada awalnya, pembuatan dua jenis semikonduktor ini dimaksudkan untuk meningkatkan
tingkat konduktifitas atau tingkat kemampuan daya hantar listrik dan panas semikonduktor
alami. Di dalam semikonduktor alami (disebut dengan semikonduktor intrinsik) ini, elektron
maupun hole memiliki jumlah yang sama. Kelebihan elektron atau hole dapat meningkatkan
daya hantar listrik maupun panas dari sebuah semikoduktor.
Misal semikonduktor intrinsik yang dimaksud ialah silikon (Si). Semikonduktor jenis p,
biasanya dibuat dengan menambahkan unsur boron (B), aluminum (Al), gallium (Ga) atau
Indium (In) ke dalam Si. Unsur-unsur tambahan ini akan menambah jumlah hole. Sedangkan
semikonduktor jenis n dibuat dengan menambahkan nitrogen (N), fosfor (P) atau arsen (As)
ke dalam Si. Dari sini, tambahan elektron dapat diperoleh. Sedangkan, Si intrinsik sendiri
tidak mengandung unsur tambahan. Usaha menambahkan unsur tambahan ini disebut
dengan doping yang jumlahnya tidak lebih dari 1 % dibandingkan dengan berat Si yang
hendak di-doping.
Dua jenis semikonduktor n dan p ini jika disatukan akan membentuk sambungan p-n atau
dioda p-n (istilah lain menyebutnya dengan sambungan metalurgi / metallurgical
junction) yang dapat digambarkan sebagai berikut.
1. Semikonduktor jenis p dan n sebelum disambung.


2. Sesaat setelah dua jenis semikonduktor ini disambung, terjadi perpindahan elektron-
elektron dari semikonduktor n menuju semikonduktor p, dan perpindahan hole dari
semikonduktor pmenuju semikonduktor n. Perpindahan elektron maupun hole ini hanya
sampai pada jarak tertentu dari batas sambungan awal.


3. Elektron dari semikonduktor n bersatu dengan hole pada semikonduktor p yang
mengakibatkan jumlah hole pada semikonduktor p akan berkurang. Daerah ini akhirnya
berubah menjadi lebih bermuatan positif..
Pada saat yang sama. hole dari semikonduktor p bersatu dengan elektron yang ada pada
semikonduktor n yang mengakibatkan jumlah elektron di daerah ini berkurang. Daerah ini
akhirnya lebih bermuatan positif.


4. Daerah negatif dan positif ini disebut dengan daerah deplesi (depletion region) ditandai
dengan huruf W.
5. Baik elektron maupun hole yang ada pada daerah deplesi disebut dengan pembawa muatan
minoritas (minority charge carriers) karena keberadaannya di jenis semikonduktor yang
berbeda.
6. Dikarenakan adanya perbedaan muatan positif dan negatif di daerah deplesi, maka timbul
dengan sendirinya medan listrik internal E dari sisi positif ke sisi negatif, yang mencoba
menarik kembali hole ke semikonduktor p dan elektron ke semikonduktor n. Medan listrik
ini cenderung berlawanan dengan perpindahan hole maupun elektron pada awal terjadinya
daerah deplesi (nomor 1 di atas).

7. Adanya medan listrik mengakibatkan sambungan pn berada pada titik setimbang, yakni saat
di mana jumlah hole yang berpindah dari semikonduktor p ke n dikompensasi dengan
jumlah hole yang tertarik kembali kearah semikonduktor pakibat medan listrik E. Begitu
pula dengan jumlah elektron yang berpindah dari smikonduktor n ke p, dikompensasi
dengan mengalirnya kembali elektron ke semikonduktor n akibat tarikan medan listrik E.
Dengan kata lain, medan listrik E mencegah seluruh elektron dan hole berpindah dari
semikonduktor yang satu ke semiikonduktor yang lain.
Pada sambungan p-n inilah proses konversi cahaya matahari menjadi listrik terjadi.
Untuk keperluan sel surya, semikonduktor n berada pada lapisan atas sambungan p yang
menghadap kearah datangnya cahaya matahari, dan dibuat jauh lebih tipis dari
semikonduktor p, sehingga cahaya matahari yang jatuh ke permukaan sel surya dapat terus
terserap dan masuk ke daerah deplesi dan semikonduktor p.

Ketika sambungan semikonduktor ini terkena cahaya matahari, maka elektron mendapat
energi dari cahaya matahari untuk melepaskan dirinya dari semikonduktor n, daerah deplesi
maupun semikonduktor. Terlepasnya elektron ini meninggalkan hole pada daerah yang
ditinggalkan oleh elektron yang disebut dengan fotogenerasi elektron-hole (electron-hole
photogeneration) yakni, terbentuknya pasangan elektron dan hole akibat cahaya matahari.

Cahaya matahari dengan panjang gelombang (dilambangkan dengan simbol lambda sbgn di
gambar atas ) yang berbeda, membuat fotogenerasi pada sambungan pn berada pada bagian
sambungan pnyang berbeda pula.
Spektrum merah dari cahaya matahari yang memiliki panjang gelombang lebih panjang,
mampu menembus daerah deplesi hingga terserap di semikonduktor p yang akhirnya
menghasilkan proses fotogenerasi di sana. Spektrum biru dengan panjang gelombang yang
jauh lebih pendek hanya terserap di daerah semikonduktor n.
Selanjutnya, dikarenakan pada sambungan pn terdapat medan listrikE, elektron hasil
fotogenerasi tertarik ke arah semikonduktor n, begitu pula dengan hole yang tertarik ke arah
semikonduktor p.
Apabila rangkaian kabel dihubungkan ke dua bagian semikonduktor, maka elektron akan
mengalir melalui kabel. Jika sebuah lampu kecil dihubungkan ke kabel, lampu tersebut
menyala dikarenakan mendapat arus listrik, dimana arus listrik ini timbul akibat pergerakan
elektron.

Pada umumnya, untuk memperkenalkan cara kerja sel surya secara umum, ilustrasi di bawah
ini menjelaskan segalanya tentang proses konversi cahaya matahari menjadi energi listrik.


2.3 Perhitungan Solar Sell

DIKETAHUI
R
load
= 30 watt P
panel
= 50 watt
V = 12 volt V = 12 volt
I = 2,5 ampere I = 4,16 ampere
t = 10,3 hours
(6.30 p.m. 4.50 a.m.)



Radiasi sinar matahari yang diterima





SOAL
a. Tentukan berapa banyak jumlah panel yang dibutuhkan
b. Tentukan besar Ah batere yang diperlukan
JAWAB
Arus yang dapat disuplai panel ke batere 12 volt dalam satu hari
I
panel
=

( )


= 6,24 Ah + 20,83 Ah + 4,16Ah
= 31,23 Ah

Besar beban maksimal untuk satu panel
I
load
= (90% x I
panel
)/t
= (90% x 31,23Ah)/10,3h
= 2,72 A

a. Jumlah panel yang dibutuhkan
n = I
loadmax
/I
load

= 2,72A / 2,5A
1 buah

b. Besar Ah batere yang dibutuhkan
I
batere
= 110% x I
panel

= 110% x 31,23 Ah
= 34,35Ah 35Ah





P(watt)
50

6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Jam

Anda mungkin juga menyukai