Anda di halaman 1dari 13

BAB I

ISI
A. DEFINISI PUASA
Shaum (puasa) berasal dari kata bahasa arab yaitu shaama-yashuumu, yang bermakna menahan atau
sering juga disebut al-imsak. Yaitu menahan diri dari segala apa yang membatalkan puasa.
Adapun puasa dalam pengertian terminology (istilah) agama adalah menahan diri dari makan, minum
dan semua perkara yang membatalkan puasa sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari, dengan
syarat-syarat tertentu.
B. MACAM-MACAM PUASA DARI SEGI HUKUM
Ulama madzhab Maliki, Syafii dan hambali sepakat bahwasanya puasa itu terbagi menjadi empat
macam, yaitu :
1. Puasa wajib, yaitu puasa bulan ramadhan, puasa kifarat, puasa nazar.
2. Puasa sunnah (mandub)
3. Puasa makruh
4. Puasa haram


1. Yang Pertama Ialah Puasa Wajib (Fardhu)
A. Puasa wajib atau fardhu yaitu puasa pada bulan ramadhan.
Telah kita ketahui bahwasanya puasa fardhu ialah puasa ramadhan yang dilakukan secara tepat waktu
artinya pada bulan Ramadhan secara ada dan demikian pula yang dikerjakan secara qadha. Termasuk
puasa fardhu lagi ialah puasa kifarat dan puasa yang dinazarkan. Ketentuan ini telah disepakati menurut
para imam-imam madzhab, meskipun sebagian ulama hanafiyah berbeda pendapat dalam hal puasa yang
dinazarkan. Mereka ini mengatakan bahwa puasa nazar itu puasa wajib bukan puasa fardhu.
B. Puasa ramadhan dan dalil dasarnya
Puasa ramadhan adalah fardhu ain bagi setiap orang mukllaf yang mampu berpuasa. Puasa ramdhan
tersebut mulai diwajibkan pada tanggal 10 syaban satu setengah tahun setelah hijrah. Tentang dalil
dasarnya yang menyatakan kewajiban puasa ramadhan ialah Al-quran, hadits dan ijma. (bulan yang
diwajibkan berpuasa didalamnya) ialah bu;lan ramdhan, yang didlamanya diturunkan (permulaan) Al-
quran.(Al-baqarah 185)
2. Yang Kedua Ialah Puasa Sunnah (Mandub)
Puasa sunnah ialah puasa yang apabila kita kerjakan mendapat pahala, dan apabila kita tinggalkan atau
tidak kita kita kerjakan tidak berdosa.
Berikut contoh-contoh puasa sunnat:
- Puasa hari Tasua asyura hari-hari putih dan sebagainya
Puasa sunnah diantaranya ialah berpuasa pada bulan Muharram. Yang lebih utama adalah tanggal ke 9
dan ke 10 bulan tersebut.
- Puasa hari arafah
Disunnahkan berpuasa pada tanggal 9 dari bulan Dzulhijjah, dan hari itu disebut hari arafah.
Disunnahkannya, pada hari itu bagi selain orang yang sedang melaksanakan ibadah haji.
- Puasa hari senin dan kamis
Disunnahkan berpuasa pada hari senin dan kamis setiap minggu dan di dalam melakukan puasa dua hari
itu mengandung kebaikan pada tubuh. Hal demikian tak ada keraguan lagi.
- Puasa 6 hari di bulan syawal
Disunnhakan berpuasa selama 6 hari dari bulan syawal secara mutlak dengan tanpa syarat-syarat
- Puasa sehari dan berbuka sehari
Disunnahkan bagi oramg yang mampu agar berpuasa sehari dan tidak berpuasa sehari. Diterangkan
bahwa puasa semacam ini merupakan salah satu macam puasa sunnah yang lebih utama.
- Puasa bulan rajab, syaban dan bulan-bulan mulia yang lain.
Disunnahkan berpuasa pada bulan rajab dan syaban menurut kesepakatan tiga kalangan imam-imam
madzhab.
Adapun bulan-bulan mulia yaitu ada 4, dan yang tiga berturut-turut yakni: Dzulqadah, dzulhijjah dan
Muharram, dan yang satu sendiri yakni bulan Rajab, maka berpuasa pada bulan-bulan tersebut memang
disunnahkan .
- Bila seseorang memulai berpuasa sunnah lalu membatalkannya
Menyempurnakan puasa sunnah setelah dimulai dan meng-qadha nya jika dibatalkan adalah disunnahkan
menurut ulama syafiiyyah dan hanafiyyah.
3. Yang Ketiga Ialah Puasa Makruh
Puasa hari jumat secara tersendiri, puasa awal tahun Qibthi, puasa hari perayaan besar yang keduanya
disendirikan tanpa ada puasa sebelumnya atau sesudahnya selama hal itu tidak bertepatan dengan
kebiasaan, maka puasa itu dimakruhkan menurut tiga kelompok imam madzhab. Namun ulama madzhab
syafiI mengatakan : tidak dimakruhkan berpuasa pada kedua hari itu secara mutlaq.
Yang keempat ialah puasa haram
Maksudnya ialah seluruh ummat islam memang diharamkan puasa pada saat itu, jika kita berpuasa maka
kita akan mendapatkan dosa, dan jika kita tidak berpuasa maka sebaliknya yaitu mendapatkan pahala.
Allah telah menentukan hukum agama telah mengharamkan puasa dalam beberapa keadaan, diantaranya
ialah :
1. Puasa pada dua hari raya, yakni Hari Raya Fitrah (Idul Fitri) dan hari raya kurban (idul adha)
2. Tiga hari setelah hari raya kurban. Banyak ulama berbeda pendapat tentang hal ini(fiqih empat
madzhab hal 385)
3. Puasa seorang wanita tanpa izin suaminya dengan melakukan puasa sunnat, atau dengan tanpa
kerelaan sang suami bila ia tidak memberikan izin secara terang-terangan. Kecuali jika sang suami
memang tidak memerlukan istrinya, misalnya suami sedang pergi, atau sedang ihram, atau sedang
beritikaf.



C. SYARAT WAJIB PUASA
- Beragama Islam
- Baligh (telah mencapai umur dewasa)
- Berakal
- Mumayyiz
- Berupaya untuk mengerjakannya.
- Sehat
- Tidak musafir

D. SYARAT SAH PUASA
- Beragama Islam
- Berakal
- Tidak dalam haid, nifas dan wiladah (melahirkan anak) bagi kaum wanita
- Hari yang sah berpuasa.

E. RUKUN-RUKUN PUASA
1. Niat mengerjakan puasa pada tiap-tiap malam di bulan Ramadhan(puasa wajib) atau hari yang
hendak berpuasa (puasa sunat). Waktu berniat adalah mulai daripada terbenamnya matahari
sehingga terbit fajar. Meninggalkan sesuatu yang membatalkan puasa mulai terbit fajar sehingga
masuk matahari.

F. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA DAN MENGURANGI NILAI PUASA
Beberapa hal yang membatalkan dan mengurangi nilai puasa:
1. Makan
Ayat yang menjelaskan tentang batalnya puasa karena makan adalah Surah Al-baqarah ayat 187.
Artinya : dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu, mereka
itu adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya
kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu.
Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan
minumlam hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah
puasa itu sampai(datang) malam.
1. Minum
2. Hubungan seksual
Sama seperti surat diatas tapi yang membedakan adalah konsekuensi hukumnya yang lebih berat yaitu
bagi suami istri yamg vberhubungan sex saat puasa Ramadhan maka ia harus membebaskan budak jika
punya, atau jika tidak punya, berpuasalah selama 2 bulan berturut-turut, atau jika tidak mampu, memberi
makan fakir miskin 60 orang, dan mengganti puasanya. Adapun jika bermimpi di siang hari atau bangun
kesiangan padahal dia lupa mandi zunub maka hal itu tidak membatalkan puasa.
3. Muntah dengan sengaja
Hadist yang menjelaskan tentang muntah yang disengaja yang artinya : Barang siapa yang muntah maka
tidak ada kewajiban mengganti terhadapnya. Namun barang siapa muntah denjgan sengaja maka
hendaklah ia menggantinya. (HR. Tirmidzi, abu daud, ibn mazah, dari abu hurairah)
1. Keluar darah haidh dan nifas sebagai konsekwensi dari syarat syahnya puasa.
2. Gila saat sedang puasa
Sedangkan hal yang mengurangi nilai puasa adalah mengerjakan hal-hal yang memang dibenci oleh Allah
swt, seperti bertengkar berkata jorok, berperilaku curang, atau berbuat sesuatu yang tidak ada manfaatnya
dan semacamnya.
Intinya, bila seluruh panca indera dan anggota badannya tidak ikut dipuasakan terhadap hal-hal yang
memang dibenci bahkan dilarang oleh allah swt maka dapat mengurangi bahkan menghilangkan bobot
puasanya, sehingga dia termasuk orang yang merugi.
G. ADAB-ADAB BERPUASA
1. Niat karena Allah swt semata.
Niat ini cukup dalam hati tanpa diucapkan. Akan tetapi banyak ulama yang berbeda pendapat tentang hal
ini. Yang pertama ialah menurut imam hanbali, menurut beliau niat cukup pada awal puasa saja untuk
satu bulan penuh. Kedua, ialah menurut imam Maliki yang mengatakan niat bisa dimulai ketika awal
ramadhan sekaligus. Yang terakhir yaitu menurut imam Syafii yang mengatakan bahwa niat dilakukan
setiap malam atau bertepatan dengan terbitnya fajar shadiq. Bahkan jika semisal ada seseorang yang
berniat puasa satu tahun yang lalu itupun sebenarnya sudah bisa dikatakan niat.
Berbeda halnya dengan puasa wajib, untuk puasa sunat kebanyakan ulama membolehkan berniat puasa
pada siang hari, sebagaimana riwayat dari Aisyah bahwa Rosululloh saw pernah datang kepadanya dan
bertanya apakah kamu punya sesuatu (maksudnya makanan?) jawab aisyah tidak! Kata Nabi saw
kalau begitu saya puasa saja. Dan dari riwayat tersebut dapat disimpulkanb bahwa niat puasa sunat bisa
dilakukan pada siang hari.
2. Makan sahur
Nabi saw bersabda yang artinya sahurlah kalian, karena pada sahur itu terdapat berkah (HR. Jamaah
kecuali abu Daud, dari Anas ra). Dari riwayat tersebut sudahlah jelas bahwa sahur pada saat akan
berbuasa sangatlah dianjurkan.
Sedangkan waktu makan sahur yang disunatkan dan yang paling baik menurut Nabi saw yaitu diakhir
malam.
3. Menjahui hal-hal yang dapat membatalkan puasa atau mengurangi nilai puasa.
Selain yang telah disebutkan di atas berkumur secara berlebihan saat berwudu juga termasuk salah satu
hal yang bisa mengurangi nilai puasa. Seperti sabda Nabi saw yang artinya sempurnakanlah dalam
berwudhu, sela-selailah diantara jari-jemarimu dan smpikanlah (ke dalam-dalam) dalam berkumur,
kecualai kamu berpuasa. ( HR. Imam yang lima, dari Laqith bin Shabirah).
4. Berbuka puasa dengan segera.
Bila waktu berbuka sudah tiba, sangat dianjurkan untuk menygerakannya. Hal ini karena Nabi saw
bersabda yang artinaya: manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan
berbuka. Segerakanlah berbuka karena orang Yahudi mengakhirkannya.
H. HALANGAN PUASA
Beberapa uzur (halangan) yang membolehkan berbuka (tidak berpuasa)
1. Sakit dan menderita kepayahan yang sangat
Beberapa uzur atau halangan yang membolehkan orang yang berpuasa, berbuka atau membatalkan
puasanya diantaranya ialah sakit. Apabila orang yang berpuasa jatuh sakit dan ia merasa khawatir
bertambah sakit jika berpuasa atau ia khawatir terlambat kesembuhannya, atau ia malah menderita
kepayahan yang sangat jika berpuasa maka ia diperbolehkan berbuka.
2. Khawatirnya wanita hamil dan wanita menyusui terhadap bahaya bila berpuasa.
Apabila wanita hamil dan wanita menyusui merasa khawatir ditimpa bahaya akibat berpuasa yang kelak
akan menimpa pada diri mereka dan anak mereka sekaligus, atau pada dirinya saja, atau pada anak
mereka saja, maka mereka diperbolehkan tidak berpuasa(berbuka).
3. Berbuka sebab bepergian
Diperbolehkan berbuka(tidak berpuasa) bagi orang yang bepergian dengan syarat bepergiannya itu dalam
jarak yang jauh yang membolehkan shalat qashar, sesuai dengan ketentuannya. Dan dengan syarat
hendaknya ia telah mulai pergi sebelum terbit fajar, yaitu sekiranya ia bisa sampai di tempat dimana ia
memulai meng-qashar shalat sebelum terbit fajar. Apabila keadaan pergi itu yang membolehlkan meng-
qashar shalat, maka ia tidak boleh berbuka.
4. Puasa wanita yang sedang haidh dan nifas
Apanila wanita yang sedang berpuasa datang bulan atau haidh, atau nifas, maka wajiblah berbuka dan
haramlah baginya berpuassa. Jikalau ia memaksakan diri berpuasa, maka puasanya adalah batal dan
dalam hal ini ia berkewajiban meng-qadha.
5. Orang yang ditimpa kelaparan atau kehausan yang sangat.
Adapun kelaparan dan kedahagaan yang sangat yang dengan kedua-duanya itu seorang seseorang tidak
kuat berpuasa, maka bagi orang yang tertimpa hal seperti itu boleh berbuka dan ia berkewajiban meng-
qadha.
6. Orang yang sudah lanjut usia
Orang yang telah berusia lanjut, yang tidak kuat melakukan puasa pada seluruh masa dalam setahun, ia
boleh berbuka, artinya ia boleh tidak berpuasa Ramadhan, tetapi ia berkewajiban membayar fidyah, yaitu
memberi makan orang miskin.
Orang yang sudah lanjut usia tidak berkewajiban meng-qadha. Sebab sudah tidak mampu melakukan
puasa.
7. Orang yang ditimpa penyakit gila disaat berpuasa.
Apabila orang yang berpuasa ditimpa penyakit gila, meskipun hanya sekejap mata, maka ia tidak
berkewajiban berpuasa dan puasanya tidak sah. Kewajiban atas meng-qadaha puasanya itu dijelaskan
oleh imam syafiI sebagai berikut: bila ia sengaja dengan penyakit gilanya misalnya di malam harinya
secara sengaja memakan sesuatu benda yang pagi harinya bisa menghilangkan akalnya, maka ia
berkewajiban meng-qadha hari-hari dimana ia gila. Tetapi kalau ia tidak bersengaja gila, maka ia tidak
berkewajiban meng-qadha.
I. HAL-HAL YANG DISUNNAHKAN DALAM BERPUASA
Disunnahkan bagi orang yang berpuasa itu beberapa hal, yaitu:
1. Bersegera untuk berbuka setelah nyata-nyata matahari terbenam. Dan berbuka itu dilakukan
sebelum shalat. Dan disunnahkan berbuka itu dengan kurma basah, atau kurma kering, atau
manisan atau air. Hendaknya yang dibuat berbuka itu ganjil, yaitu tiga atau lebih.
2. Berdoa setelah berbuka dengan doa yang telah diajarkan oleh Nabi SAW.
3. Makan sahur dengan sesuatu makanan walaupun sedikit. Meskipun hanya seteguk air. Seperti
sabda Nabi SAW yang menjelaskan tentang makan sahur itu adalah berkah.
4. Mencegah lisan dari omongan yang tidak berfaidah. Sedangkan mencegah lisan dari hal yang
haram seperti menggunjing (ghibah) dan adu domba, maka hal itu adalah wajib setiap saat, dan hal
itu lebih dikukuhkan pada bulan Ramadhan.
5. Memperbanyak sedekah dan berbuat baik kepada sanak saudara, kaum fakir dan miskin.
6. Menyibukkan diri dalam menunutut ilmu, membaca Al-Quran, berzikir, membaca shalawat atas
Nabi SAW. Bilamana ada kesempatan untuknya baik siang hari maupun malamnya.
7. Beritikaf.

J. MENG-QADHA PUASA RAMADHAN
Barang siapa berkewajiban meng-qadha puasa Ramadhan karena membatalkannya secara sengaja, atau
karena suatu sebab dari beberapa sebab terdahulu, maka ia berkewajiban meng-qadha sebagai pengganti
hari-hari yang ia batalkan dan ia qadha pada masa yang diperbolehkan melakukan puasa sunnah. Jadi
tidak dianggap mencukupi meng-qadha puasa Ramadhan pada hari-hari yang dilarang berpuasa padanya.
Seperti hari raya, baik idul fitri maupun idul adha. Juga tidak dianggap mencukupi pada hari-hari yang
memang ditentukan untuk berpuasa fardhu, seperti bulan ramadhan yang sedang tiba waktunya, hari-hari
nazar yang ditentukan, misalnya ia bernazar akan berpuasa sepuluh hari diawal bulan bulan Dzulqodah.
Jadi meng-qadha puasa ramadhan pada hari-hari itu tidak bisa dinilai mencukupi. Sebab telah ditentukan
untuk nazar. Demikianlah menurut kalangan ulama Malikiyah dan Syafiiyyah.
Begitu juga tidak bisa mencukupi melakukan qadha pada bulan Ramadhan yang sedang tiba saatnya.
Sebab bulan tersebut ditentukan untuk menunaikan kewajiban puasa secara khusus. Jadi tidak bisa untuk
dibuat melakukan puasa selainnya. Melakukan puasa qadha dianggap sah pada hari syak, karena pada
hari itu melakukan puasa sunnah dianggap sah. Ketentuan meng-qadha ialah dengan cara mengikuti
jumlah puasa yang terluput(tertinggal), bukan mengikuti hilal atau tanggal bulan. Jadi kalau seseorang
meninggalkan puasa selama 30 hari atau sebulan penuh, maka ia harus meng-qadha(berpuasa) selama 30
hari juga. Jika dalam bulan yang ia puasa tersebut ada 29 hari, maka ia harus menambah 1 hari lagi.
Bagi yang mempunyai kewajiban meng-qadha puasa disunnahkan untuk segera meng-qadha puasanya.
Disunnahkan juga agar dilakukan secara berturut-turut dalam melakukannya. Dan berkewajiban juga
meng-qadha secara segera apabila Ramadhan yang selanjutnya akan segera tiba. Barang siapa
mengundur-undur qadha hingga bulan Ramadhan keduanya tiba maka ia berkewajiban membayar fidyah
sebagai tambahan atas kewajiban meng-qadha. Yang dimaksud fidyah ialah memberi makanan orang
miskin untuk setiap hari dari hari-hari qadha. Ukurannya ialah sebagaimana yang diberikan kepada orang
miskin dalam kifarat.
- Cara mengeluarkan fidyah
Maksud Fidyah ialah satu cupak makanan asasi tempatan yang disedekahkan kepada fakir miskin
mewakilli satu hari yang tertinggal puasa Ramadhan padanya. Makanan asasi masyarakat Malaysia
adalah beras, maka wajib menyedekahkan secupak beras kepada fakir miskin bagi mewakili sehari puasa.
Ukuran secupak beras secara lebih kurang sebanyak 670gram. Contohnya sipulan telah meninggalkan
puasanya sebanyak 5 hari, maka dia wajib membayar Fidyahnya sebanyak 5 cupak beras kepada fakir
miskin. Firman Allah yang bermaksud :
(Puasa Yang Diwajibkan itu ialah beberapa hari Yang tertentu; maka sesiapa di antara kamu Yang
sakit, atau Dalam musafir, (bolehlah ia berbuka), kemudian wajiblah ia berpuasa sebanyak (hari Yang
dibuka) itu pada hari-hari Yang lain; dan wajib atas orang-orang Yang tidak terdaya berpuasa (kerana
tua dan sebagainya) membayar Fidyah Iaitu memberi makan orang miskin. maka sesiapa Yang Dengan
sukarela memberikan (bayaran Fidyah) lebih dari Yang ditentukan itu, maka itu adalah suatu kebaikan
baginya; dan (Walaupun demikian) berpuasa itu lebih baik bagi kamu daripada memberi Fidyah), kalau
kamu mengetahui. (Al-Baqarah : 184)
Fidyah dikenakan kepada orang yang tidak mampu berpuasa dan memang tidak boleh berpuasa lagi.
Maka dengan itu Islam telah memberikan keringanan (rukshoh) kepada mereka yang tidak boleh berpuasa
dengan cara membayar Fidyah yaitu memberikan secupak beras kepada orang fakir miskin. Begitu juga
kepada orang yang meninggalkan puasa dan tidak menggantikan puasanya sehingga menjelang puasa
Ramadhan kembali (setahun), maka dengan itu mereka dikehendaki berpuasa dan juga wajib memberikan
secupak beras kepada fakir miskin. Begitu juga pada tahun seterusnya. Fidyah akan naik setiap tahun
selagi mana orang tersebut tidak menggantikan puasanya.
K. HIKMAH PUASA
Puasa memiliki hikmah yang sangat besar terhadap manusia, baik terhadap individu maupun social,
terhadap ruhani maupun jasmani.
Terhadap ruhani, puasa juga berfungsi mendidik dan melatih manusia agar terbiasa mengendalikan hawa
nafsu yang ada dalam diri setiap individu. Puasa juga mampu melatih kepekaan dan kepedulian social
manusia dengan merasakan langsung rasa lapar yang sering di derita oleh orang miskin dan di tuntunkan
untuk membantu mereka dengan memperbanyak shadaqah.
Sedangkan terhadap jasmani, puasa bisa mempertinggi kekuatan dan ketahanan jasmani kita, karena
pertama, umumnya penyakit bersumber dari makanan, dan kedua, sebenarnya Allah SWT menciptakan
makhluq-Nya termasuk manusia sudah ada kadarnya. Allah memberikan kelebihan demikian pula
keterbatasan pada manusia, termasuk keterbatasan pada soal kadar makan-minumnya.
Berikut ini hikmah yang kita dapatkan setelah berjuang seharian sacara umum:
1. Bulan Ramadhan bulan melatih diri untuk disiplin waktu. Dalam tiga puluh hari kita dilatih disiplin
bagai tentara, waktu bangun kita bangun, waktu makan kita makan, waktu menahan kita sholat,
waktu berbuka kita berbuka, waktu sholat tarawih, iktikaf, baca quran kita lakukan sesuai
waktunya. Bukankah itu disiplin waktu namanya? Ya kita dilatih dengan sangat disiplin, kecuali
orang tidak mau ikut latihan ini.
2. Bulan Ramadhan bulan yang menunjukkan pada manusia untuk seimbang dalam hidup. Di bulan
Ramadhan kita bersemangat untuk menambah amal-amal ibadah,
dan amal-amal sunat.
3. Bulan Ramadhan adalah bulan yang mengajarkan Manusia akan pentingnya arti persaudaraan, dan
silaturahmi.
4. Bulan Ramadhan mengajarkan agar peduli pada orang lain yang lemah.
5. Bulan Ramadhan mengajarkan akan adanya tujuan setiap perbuatan dalam kehidupan.
6. Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita hidup ini harus selalu mempunyai nilai ibadah. Setiap
langkah kaki menuju masjid ibadah, menolong orang ibadah, berbuat adil pada manusia ibadah,
tersenyum pada saudara ibadah, membuang duri di jalan ibadah, sampai tidurnya orang puasa
ibadah, sehingga segala sesuatu dapat dijadikan ibadah. Sehingga kita terbiasa hidup dalam ibadah.
Artinya semua dapat bernilai ibadah.
7. Bulan Ramadhan melatih diri kita untuk selalu berhati-hati dalam setiap perbuatan, terutama yang
mengandung dosa.
8. Bulan Ramadhan melatih kita untuk selalu tabah dalam berbagai halangan dan rintangan.
9. Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita akan arti hidup hemat dan sederhana.
10. Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita akan pentingnya rasa syukur kita, atas nikmat-nikmat
yang diberikan pada kita.
Dan masih banyak lagi manfaat atau hikmah puasa yang lain baik di dalam bidang kesehatan dan lain-
lain.







BAB II
KESIMPULAN

Puasa adalah salah satu rukun islam, maka dari itu wajiblah bagi kita untuk melaksanakan puasa dengan
ikhlas tanpa paksaan dan mengharap imbalan dari orang lain. Jika kita berpuasa dengan niat agar
mendapat imbalan atau pujian dari orang lain, maka puasa kita tidak ada artinya. Maksudnya ialah kita
hanya mendapatkan rasa lapar dan haus dan tidak mendapat pahala dari apa yang telah kita kerjakan.
Puasa ini hukumnya wajib bagi seluruh ummat islam sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang
sebelum kita. Sebagaimana firman Allah swt yang artinya: Wahai orang-orang yang beriman!
Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertaqwa(Q.S Al-Baqarah)
Berpuasalah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah dibuat oleh Allah swt. Allah telah memberikan
kita banyak kemudahan(keringanan) untuk mengerjakan ibadah puasa ini, jadi jika kita berpuasa sesuai
dengan ketentuan-ketentuan yang telah kami sebutkan diatas, kita sendiri akan merasakan betapa
indahnya berpuasa dan betapa banyak faidah dan manfaat yang kita dapatkan dari berpuasa ini.
Maka dari itu saudara-saudari kami sekalian, janganlah sesekali meninggalkan puasa, karena puasa ini
mempunyai banyak nilai ibadah. Mulai dari langkah, tidur dan apapun pekerjaan orang yang berpuasa itu
adalah ibadah.







BAB III
DAFTAR PUSTAKA

1. Fiqih Empat Madzhab (bagian ibadah) oleh Drs. H. Moh. Zuhri, Dipil. Tafl dkk.
2. Buku puasa lahir dan batin oleh Malaki Tabrizi
3. Terjemah ihya ulumiddin( jilid II) oleh imam ghazali
4. Al-Habsyi Muhammad Bagir. Fiqih Praktis. 2000. Bandung: Mizan.
5. A. Ridwan Wawan. 1983. Ilmu Fiqih. Jakarta: PTAI IAIN.
6. Aulia Nofisah Bunda. 1001 Cara Dahsyat Melatih Anak
(online), http://books.google.co.id, diunduh 7 Desember 2012 pukul 10:29
WIB).
7. Al-Zuhayly Wahbah. 1996. Puasa & Itikaf. Bandung: Remaja Rosdakarya.
8. Ash Shiddieqy Teungku Muhammad Hasbi. 1987. Al Islam. Semarang: PT. Pustaka Rizki
Putra.
9. Burhanudin Yusuf. Misteri Bulan Ramadhan. 2006. Jakarta: QultumMedia.

Anda mungkin juga menyukai