Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENGANTAR MAKRO EKONOMI DAN PENGUKURAN


MAKRO EKONOMI

1.1 Makro Ekonomi dan Cakupannya


Makro ekonomi adalah suatu studi tentang perilaku peristiwa-peristiwa
ekonomi secara agregat, perhatian makro ekonomi meliputi : Tingkat
Pengangguran, Tingkat produksi secara menyeluruh/ Global dan besarnya tingkat
perubahan-perubahan, serta tingkat dan perubahan harga secara menyeluruh. Jadi
makro ekonomi merupakan suatu studi tentang perilaku pemanfaatan tenaga kerja
(employment), keluaran (output) dan inflasi.
1.2 Masalah Utama Makro Ekonomi
Perekonomian bergerak dengan pola yang tidak menentu dan tidak teratur,
pada tahun1930 an terjadi depresi ekonomi terberat dalam catatansejarah, yang
ditandai oleh seperempat jumlah tenaga kerja amerika menganggur dan
melonjaknya angka pengangguran di semua negara industri besar.
Berganti=gantinya lonjakan inflasi dan kemerosotan depresi telah
menyebabkan banyak keruwetan kebijakan di masa lalu.
1.3 Variabel Utama Makro Ekonomi
Tingkat harga, kesempatan kerja, dan total output merupakan variabel-variabel
utama makro ekonomi. Banyak variabel utama makro ekonomi yang diungkapkan
sebagai angka indeks.
Angka indek merupakan ukuran statistik yang digunakan untuk menjawab
secara ringkas berbagai pertanyaan kompleks tentang kenaikan harga dan output
negara.
Angka indeks mengukur perubahan persentase yang terjadi didalam angka
rata-rata selama jangka waktu tertentu. Angka ini menunjukan kecenderungan
menyeluruh atau gejala umum dan bukannya fakta terinci.
Untuk setiap angka indek, kita harus mempunyai satu prosedur guna
menjumlahkan setiap komponen yangtermasuk didalamnya.
Angka indek disusun dengan menetapkan bobot untuk mengungkapkan
pentingnya sesuatu hal yang akan digabungkan. Nilai indek dalam periode dasar
ditentukan sama dengan 100.
BAB II
MENGUKUR KEGIATAN MAKRO EKONOMI
2.1.Pendapatan Nasional
Pendapatan Nasional ada dua konsep yaitu :
1. GNP (Gross Nasional Product) / Produksi nasional Bruto (PNB)
2. GDP (Gross Domestic Product) / Produksi Domestik Bruto (PDB)
GNP adalah produksi barang dan jasa yang dihasilkan suatu masyarakat
negara baik yang berada diwilayah negara tersebut maupun yang berada di
wilayah luar negeri. (WNI didalam negeri dan di Luar negeri)
GDP adalah produksi barang dan jasa yang dihasilkan suatu masyarakat
negara yang berada di wilayah negeri tersebut ditambah negra asing. (WNI dan
WNA yang berada di dalam negeri).
2.2.Perhitungan Pendapatan Nasional
Dapat dilakukan melalui :
1. Pendekatan produksi
2. Pendekatan pendapatan
3. Pendekatan pengeluaran
Pendekatan produksi adalah pendekatan nasional ynag dihitung dengan cara
menjumlahkan nilai tambah dari barang dan jasa.
Pendekatan pendapatan adalah pendapatan nasional yang dihitung dengan cara
menjumlahkan pendapatan dari faktor-faktor produksi yang digunakan dalam
proses produksi. Faktor-faktor produksi diantaranya : Land, Labor, Capital dan
Skill.
Pendapatan pengeluaran adalah pendapatan nasional yang dihitung dengan
cara menjumlahkan pengeluaran dari rumah tangga konsumsi. Rumah tangga
produksi rumah tangga pemerintah dan sektor luar negeri.
Pendapatan Nasional dapat dihitung dengan dua macam harga.
1. Harga yang berlaku (Current Price)
Yaitu pendapatan nasional yang dihitung berdasarkan harga-harga yang
berlaku pada tahun dimana pendapatan nasional tersebut dihitung.
2. Constant Price / Rill Price
Yaitu pendapatan nasional yang dihitung berdasarkan tahun dasar, yaitu
tahun tertentu yang dianggap kondisi ekonomi stabil / tidak terlalu
fluktuatif yang ditujukan dengan indeks harga konsumen 100.

BAB III
PENGELUARAN AGREGAT DAN PERMINTAAN AGREGAT
3.1.Konsumsi dan Penentuan Pendapatan
3.1.1. Fungsi Konsumsi
Konsumsi adalah komponenterbesar pengeluaran agragat. Secara normal
mencapai 65% dari GNP. Konsumsi bergantung pada beberapa faktor, faktor yang
terpenting adalah [enghasilan rumah tangga setelah pajak (Disposabel). Jika
konsumsi naik, maka produksi dan penerimaan penghasilan naik secara
bersamaan.
Perkiraan nasional (Nasional Accounts) dengan semua variabel dalam arti rill,
akan terlihat seperti berikut :

Tabungan adalah selisih antara C dan garis 45 derajat / bisa ditarik langsung
sebagai fungsi S. koefisien arah fungsi tabungan adalah kecenderungan marginal
menabung (Marginal Prospencity to sale) / (MPS). Nilainya selalu satu dikurangi
kecenderungan marjinal menabung adalah 0,25. penting untuk diingat.
Bahwasetiap kenaikan penghasilan berubah menjadi tambahan konsumsi /
tabungan, dengan MPC dan MPS menunjukan proporsinya.
Jika penghasilan 100, konsumsinya pun 100. titik ini disebut “titik tabungan
nol”, akan tetapi, jika pendapatan naik 100 menjadi 200, kenaikan konsumsi yang
ditimbulkan adalah 75 menjadi 175. rasio antara kenaikan penghasilan dan
kenaikan konsumsi ini adalah “ koefisien arah fungsi konsumsi ” atau disebut
“kecenderungan marjinal Konsumsi (marginal posperity to consume)”. Dalam
contoh, nilai kecenderungan marginal mengkonsumsi (MPC)ini ¾. Dengan
demikian, setiap kali penghasilan naik $1, konsumsi naik 75 sen dan 25 sen
lainnya menjadi tambahan tabungan.
Gambar 3.1.1
Fungsi-fungsi konsumsi dan tabungan (semua nilai dalam nilai riil)
3.2.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Agregart
Proporsi yang menyatakan bahwa konsumsi riil agregat adalah fungsi dari
tingkat pendapatandisposabel agrerat berasal dari karya revolusioner Keynes,
yang menyatakan dalam The General Theory of Employment, Interest, and
Money:
“Hukum psikologis fundamental adalah bahwa orang Inggris, sebagai suatu
kaidah dan umumnya, menaikan konsumsi mereka begitu pendapatanya naik,
tetapi tidak sebanyak pendapatan mereka”.
Mengikuti Keynes, konsumsi agregat untuk waktu yang lama dianggap
sebagai komponen pasif dari pengeluaran agregat, ditentukan dalam cara yang
kurang lebih mekanis.
Memahami fungsi konsumsi sangatlah penting, yang bertujuan meramalkan
kegiatan perekonomian dan mengembangkan tanggapan-tanggapan kebijakan
yang dapat dipercayauntuk meminimalisasi dampak dari gangguan dan menjaga
perekonomian berada dalam lintasan yang tepat.
Faktor-faktor demografik seperti umur, kelamin, besarnya keluarga, akan
sangat memainkan peran.
Gambar 3.2
Fungsi-fungsi komsimsi jangka panjang d
BAB IV
GABUNGAN KESEIMBANGAN PENDAPATAN-PENGELUARAN
4.1 Model Ls – Lm
Investasi bergantung pada suku bunga, sedangkan suku bunga ditentukan oleh
faktor-faktor moneter. Karena itu kita memerlukan perkakas analis yang lebih
ampuh. Perkkas ini adalah model LS – LM yang pertama kali disajikan oleh J.R
Hicks.
Gambar 4.1
“keseimbangan pasar barang”.
Pada kuadaran 1 : suku bunga diukur dengan suku pertikal dan tingkat
invertasi diukur dengan sumbu horizontal. Dalam kuadran 2: disajikan kondisi
keseimbangan invertasi yang diinginkan- tabungan ( intended – investment –
saving) . kurva ini haruslah garis lurus menanjak dari titik awal, dengan sudut
450 . karena investasi diinginkan harus sama dengan tabungan pada
keseimbangan. Skedul tabungan ditempatkan dalam kuadran 3, berhadapan
dengan tingkat pendapatan. Kita asumsikan bahwa tabungan nol pada
tingkatpendapatan $ 100 milyar. Dan bahwa kecenderungan marginal untuk
menabung (marginal prospensity to save) adalah 0,25. catat bahwa tingkat
pendapatan dari nol sampai $ 100 milyar dihilangkan dari diagram untuk
menghemat ruang.
Mulai dengan suku bunga 2% dan berangkat dari kuadran 1, dimana tampak
bahwa investasi direncanakan sebanyak $ 25 milyar akan dilakukan. Pindah ke
kuadran 2, kita lihat bahwa tabungan haruslah $ 25 milyar pula, agar investasi
direncanakan sama dengan tabungan. Kuadran 3 menunjukan bahwa tabungan
sebanyak itu akan terjadi pada tingkat pendapatan $ 200 milyar. Ini berarti jika
kita turunkan ke kuadran 4 tingkat pendapatan $ 200 milyar berhubungan dengan
suku bunga 2% . karena iti, ini adalah salah satu titik keseimbangan antara
penghasilan dan pemgeluaran (keseimbangan pasar barang). Jadi, jika suku bunga
adalah 2%, tingkat pendapatan yan menyebabkan pendapatan sama dengan
pengeluaran, dan investasi samadengan tabungan, adalah $ 200 milyar.
4.2 Ramuan Moneter Fiskal Dan Berbagai Isyu Kebijakan Lainya.
Gambar 4.2
“pergeseran ramuan kebijakan yang berorientasi kepada pertumbuhan”.

Untuk mengubah sumber-sumber kedalam investasi, kita harus menurunkan


suku bunga, dengan demikian penawaran uang harus dinaikan, menggeser kurva
LM ke LM2 . namun perpotongan antara LS1 dan LM2 berada disebelah kanan Y*
sehingga kebijakan ini dengan sendirinya inflasioner. Dengan demikian,
perubahan ramuan kebijakan diperlukan, kebijakan moneter ekspansioner harus
dicampur dengan kebijakan fiscal restriktif yang menggeser kurva Ls ke Ls 2.
kurva-kurva Ls dan LM berpotongan di Y*, sehingga memelihara pemanfaatan
penuh tenaga kerja tanpa inflasi, namun perubahan ramuan tersebut berhasil
menurunkan suku bunga.

BAB V
PENAWARAN AGREGAT: INFLASI, STAGFLASI DAN
PERTUMBUHAN
5.1 Gejolak Penawaran Dan Stagflasi
5.1.1 Inflasi Dorongan-Biaya (Cost-Push Inflation) Dan Peraturan Upah
Minimum
Inflasi dorongan biaya mungkin timbul karena peningkatan kekuatan pasar
perusahaan-perusahaan. Bias karena sejumlah kecil perusahaan memperoleh porsi
pasar yang lebih baik atau karena pengetatan cara perusahaan mengatur harga dan
mengalokasikan keluaran sebagai respon terhadap lemahnya pelaksanaan
ketentuan anti truts. Mungkin pula karena adanya kenaikan dalam proporsi
angkatan kerja yang menjadi anggota serikat buruh/ barangkali karena serikat
buruhnya sekarang lebih memperhatikan upah, dibanding dengan masalah
pemanfaatan tenaga kerja. Setiap perubahan itu dapat menghasilkan dorongan
eksogen pada upah dan harga akibat adanya perkembangan tersebut disalah satu
sector perekonomian, teori keseimbangan umum makro ekonomi meramalkan
bahwa sumber-sumber daya yang terbebaskan, akan mencari kesempatan
pemanfaatan di sector lainya. Monopolisasi menimbulkan misalokasi sumber daya,
tetapi tidak akan meyebabkan pengangguran (kecuali yan sifatnya friksional
berjangka pendek).
Lain lagi masalahnya jika dilihat dari sudut teori makro ekonomi. Bagi para
ahli makro ekonomi, dorongan harga sektoral demikian berarti adanya pergeseran
seketika kurva penawaran agregat ke kiri karena keluaran agregat yang
samaseperti sebelumnya hanya mumgkin ditawarkan ke pasar kalo rata-rata
tingkat harga sekarang lebih tinggi. Keadaan ini menggerakan mekanisme
investasi bunga dan efek saldo riil, yang menghasilkan tingkat produksi
keseimbangan dan pemanfaatan tenaga kerja yang lebih rendah serta tingkat harga
yang lebih tinggi.
Hasila yang sama juga dapat diharapkan dari ketentuan hukum yang
mengharuskan peningkatan tingkat upah minimum. Secara periodic, perundangundangan
akan meninjau kembali besarnya tingkat upah nominal minimum yang
berlakudi dalam negeri. Hal ini selalu mendapat sokongan dari mereka yang
beraliran liberal dan serikat buruh, tetapi ditentang oleh para ahli ekonomi.
Tekanan untuk nelakukan peninjauan kembali semacam ini umumnya sangat
terasa selama masa resesi. Mereka berpendapat bahwa peningkatan pendapatan
buruh yang berpenghasilan rendah akan meningkatkan pula konsumsi mereka, dan
hal ini akan membantu mengangkat perekonomian dari jurang resesi.
Bila kita kemudian mengikuti analisis Keynes-pigeo mengenai perkembangan
berikutnya, kita akan segera melihat bahwa peraturan perundangan tentang upah
minimum merupakan salah satu unsur stagflasi. Lebih tingginya upah nominal
akan memperkecil pemanfaatan tenaga kerja dan tingkat produksi, dengan akibat
lanjutan berupa pendapatan yang lebih rendah karena kecendeungan marginal
mengkonsumsi (marginal prospensity to consume) lebih kecil dari satu, konsumsi
akan menurun , tetapi tidak sebanyak penurunan dalam pendapatan. Hasilnya
adalah munculnya kelebihan permintaan umum yang akan menaikan harga-harga
bahkan di pasar yang kompetitif dimana perusahaan-perusahaan tidak mempunyai
control atas harga. Kenaikan tingkat harga kemudian akan menurunkan kuantitas
riil uamg, meningkatkan suku bunga, dan membatasi pengeluaran yang peka
terhadap bunga (interst-sensitive expenditures). Sementara itu kenaikan tingkat
harga menciutkan saldo riil, dan penurunan kekayaan ini akan membatasi pula
pengeluaran agregat. Akibatnya adalah pendapatan yang lebih rendah, lebih
sempitnya pendapatan tenaga kerja dan lebih tingginya tingkat harga.
Model inflasi dorongan biaya kadang-kadang disebut sebagai “model dilema” .
karena tekanan sisi penawaran menimbulkan kesulitan bagi kebijakan stabilisasi.
Pembuatan kebijakan sekarang menghadapi dilema, kalau mereka bereaksi
penganggapan tersebut dengan cara memekarkan permintaan agregat, hal ini akan
menimbulkan tambahan inflasi.
5.2 Pajak Dan Stagflasi
Kenaikan pajak akan menciutkan permintaan agregat karena terbatasnya daya
beli, baik akibat menyusutnya pendapatan yang dapat dibelanjakan / secara tidak
langsung karena meningkatnya harga barang konsumsi. Mengingat kenaikan
beberapa jenis pajak berpengaruh menaikan harga dan biaya, kenaikan itupun
mempengaruhi kurva penawaran agregat, dan mungkin akan merupakan sumber
stagflasi. Kesimpulan penting yang bias ditarik adalah bahwa kenaikan pajak
merupakan cara pengendalian inflasi yang tidak efsien dan bertambah parahnya
stagflasi.
5.3 Masalah Kebijakan Makro Ekonomi Pengorganisasian Kebijakan
Ekonomi Menghadapi Stagflasi)
5.3.1 Teori Kebijakan Ekonomi
Dibawah ini tuntunan intelektual dari ahli ekonomi Belanda yaitu: Jan
Tinbergen, para ahli ekonomi telah mengembangkan suatu pendekatan pemikiran
mengenai masalah kebijakan yang disebut sebagai “teori kebijakan ekonomi”
(theory of economic policy). Gagasanya adalah memilih kuantitas-kuantitas
ekonomi utama dalam dua kelompok. Kelompok pertama terdiri dari variabelvariabel
sasaran seperti misalnya kecepatan laju inflasi, pertumbuhan produktifitas
dan tingkat penghasilan riil. Kelompok kedua terdiri dari “instrument” atau
kebijakan variabel-variabel seperti: penawaran uang, belanja pemerintah, berbagai
jenis pajak dan lainya. Setelah itu, pada variabel sasaran tadi dibubuhi nilai-nilai
yang diinginkan, lalu kita hitung nilai dan variabel instrument sedemikian rupa
sehingga beberapa sasaran bisa dicapai secara simultan.
Dua metodologi utama dari analisis ekonomi adalah apa yang disebut
sebagaiteori ekonomipositif dan teori ekonomi normatif. Salah satu masalah
dalam teori ekonomi posittif adalah lapangan kerja. Teori ekonomi normatif
meninjau masalahnya dari sudut yang berlawanan. Teori ini misalnya, mulai
dengan penetapan suatu sasaran tingkat pemanfaatan tenaga kerja, lalu
mempersoalkan berapa seharusnya dilakukan pemotongan pajak untuk mencapai
sasaran tadi.
Misalkan kita mempunyai dua sasaran : tingkat pendapatan y dan laju inflasi x.
andaikan juga kita memiliki dua instrumen kebijakan : penawaran uang riil (m)
dan defisit terhitung pada pemanfaatan penuh tenaga kerja WD (Weighted full
emploiment Deficit). Bila hubunganya bersifat linear, maka:

Jika diperkirakan kebijakan fiscal tidak akan mempengaruhi salah satu sasaran
itu, sedangkan kebijakan moneter mempengaruhi pemanfaatan tenaga
kerjamaupun inflasi, maka 11 dan 12 keduanya akan nol, sehingga:
Penecahan tunggal mungkin saja dicapai sepanjang instrumen-instrumen
tersebut memiliki dampak yang berbeda pada beberapa sasaran. Bila instrumenya
saling dipertukarkan, maka tidaklah ada bedanya apakah akan menggunakan
kebijakan fiscal/ moneter. Mengingat dalam keadaan demikian kita hanya
memiliki satu kebijakan, padahal yang dibutuhkan dua, tentunya salah satu
sasatan kita tidak akan tercapai kecuali secara kebetulan kedua sasaran itu dapat
dicapai bersamaan.
Gambar 5.3.1
“kombinasi keketatan moneter dan tingkat pajak yang akan mencegah timbulnya
pengangguran dan inflasi jika kebijakan-kebijakan itu dapat saling dipertukarkan”.

Gambar 5.3.2
“kombinasi keketatan moneter dan tingkat pajak yang dapat mencegah
pengangguran inflasi jika kebijakan-kebijakan mempunyai dampak yang berbedabeda”.

Anda mungkin juga menyukai