Anda di halaman 1dari 53

1

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. HK
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 17 September 1962
Usia : 48 tahun
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Nomor Rekam Medis : 011189
Alamat : Luwu
Tempat Pemeriksaan : Poliklinik Mata RSUH
Dokter Pemeriksa : dr. F

ANAMNESIS
Keluhan utama: Penglihatan kabur pada kedua mata
Anamnesis terpimpin : dialami sejak 9 bulan yang lalu pada kedua mata, secara
perlahan-lahan, semakin lama semakin memberat, kadang- kadang pandangan ada
yang hilang. Riwayat mata merah (-), air mata berlebihan (+), kotoran mata
berlebihan (-), gatal (-), nyeri (-), silau (-), rasa mengganjal (-), rasa berpasir (-),
riwayat trauma (-). Riwayat penyakit kencing manis diketahui sejak 3 tahun yang
lalu, namun pasien berobat tidak teratur, gula darah tidak terkontrol. Riwayat
keluarga dengan kencing manis (+) yaitu ibu pasien. Riwayat penyakit tekanan
darah tinggi (-).Riwayat alergi (-). Riwayat pemakaian kacamata (-). Riwayat
laser dan suntik pada mata kanan (+) 4 bulan yang lalu.

STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Sakit sedang, Gizi kurang, Composmentis
Tanda vital : Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
2

Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,8 C

PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
Inspeksi
Pemeriksaan OD OS
Palpebra edema (-) edema (-)
Apparatus lakrimalis lakrimasi (-) lakrimasi (-)
Silia sekret (-) sekret (-)
Konjungtiva hiperemis (-) hiperemis (-)
Mekanisme muskular

Kornea Jernih Jernih
Bilik Mata Depan Normal Normal
Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)
Pupil bulat, sentral bulat, sentral
Lensa Jernih Jernih


3



Palpasi
Palpasi OD OS
Tensi Okuler Tn Tn
Nyeri Tekan (-) (-)
Massa Tumor (-) (-)
Glandula Preaurikuler Pembesaran (-) Pembesaran (-)


Tonometri (Non Contact Tonometry) :
TOD : 13 mmHg
TOS : 12 mmHg
Pemeriksaan Visus :
VOD : 20/50, tidak dapat dikoreksi
VOS : 1/300, tidak dapat dikoreksi

Penyinaran Oblik
Pemeriksaan OD OS
4

Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Kornea Jernih Jernih
Bilik Mata Depan Normal Normal
Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)
Pupil Bulat, sentral, RC (+) Bulat, sentral, RC (+)
Lensa Jernih jernih

Color Sense
Tidak dilakukan pemeriksaan
Light Sense
Tidak dilakukan pemeriksaan
Campus visual
Tidak dilakukan pemeriksaan


Slit Lamp
SLOD : Hiperemis (-), kornea jernih, BMD kesan normal, iris coklat, kripte (+),
pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih

SLOS : Hiperemis (-), kornea jernih, BMD kesan normal, iris coklat, kripte (+),
pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih.







5

OFTALMOSKOPI
FOD


Refleks fundus (+), papil N.II batas tegas , neovaskularisasi of the disc (+), CDR
sdn, A/V=1/3, Makula, reflex fovea (+) kesan normal. Retina perifer: perdarahan
blot dot (+), fibrotik (+) pada superior nasal.

FOS


Refleks fundus (+), papil N.II batas sdn, CDR sdn, A/V=1/3, Makula, reflex fovea
(+) kesan suram hard eksudat (+) sekitar makula. Retina perifer: jaringang fibrotik
(+) retinal detachment (+) pada superonasal.








6

USG B SCAN
FOD












FOS

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
7

WBC : 5,48 (4,00 11,00) 10
3
/uL
RBC : 3,86 (4,50 5,50) 10
6
/uL
HGB : 11,5 (13,0 16,0) g/dL
HCT : 33,7 (40,0 50,0) %
PLT : 269 (150 450) 10
3
/uL
CT : 700 (4 10) Menit
BT : 300 (3 7) Menit
PT : 14,2 INR 1,17 (10,8 14,4) Detik
aPTT : 40,3 (26,4 37,6) Detik
Na : 131 (136 145) mmol/L
K : 4,1 (3,5 5,1) mmol/L
Cl : 108 (97 - 111) mmol/L
SGOT : 25 <35 U/L
SGPT : 28 <45 U/L
Ureum : 29 mg/L 0 53
Creatinine : 0,7 mg/L 0,6 1,3
HbsAg (ELISA) : < 0,13 (-) < 0,13 (-); 13,0 (+)
Anti HCV (rapid) (-) Negatif
GDP : 229 (70 110) mg/L
HbA1c 9,8 (4 6) %


Resume :
Seorang perempuan berusia 55 tahun datang ke poliklinik mata RSUH dengan
keluhan penurunan visus pada kedua mata dialami sejak 9 bulan yang lalu secara
perlahan-lahan, semakin lama semakin memberat. Riwayat penyakit kencing
manis diketahui sejak 5 tahun yang lalu, namun tidak berobat teratur, gula darah
tidak terkontrol. Riwayat keluarga dengan kencing manis (+) yaitu ibu pasien.
Riwayat penyakit tekanan darah tinggi (-). Riwayat laser dan suntik pada mata
8

kanan (+) 4 bulan yang lalu.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien sakit sedang, gizi kurang, composmentis
dengan tanda vital dalam batas normal. Dari pemeriksaan oftalmologi, Visus VOD
: 20/50, VOS : 1/300; keduanya tidak dapat dikoreksi. Segmen anterior dalam
batas normal. TODS dalam batas normal. Dari pemeriksaan funduskopi
didapatkan FOD : refleks fundus (+), papil N.II batas sdn, neovaskularisasi of the
disc (+), CDR sdn, A/V=1/3, Makula, reflex fovea (+) kesan suram. Retina
perifer: perdarahan sub retina, fibrotik (+) pada superior nasal, hard eksudat (+)
pada superotemporal dan FOS : refleks fundus (+), papil N.II batas sdn, CDR sdn,
A/V=1/3, Makula, reflex fovea (-) hard eksudat (+) sekitar makula. Retina perifer:
fibrotik (+) retinal detachment (+) pada superonasal kesan Proliferative Retinopati
Diabetik.

Diagnosis Kerja
ODS Proliferative Diabetic Retinopathy + ODS Tractional Retina Detachment

Diagnosis Banding
Non Proliferative Diabetic Retinopathy

Penatalaksanaan :
Regulasi ketat gula darah
Diet DM
Vitrektomi

Anjuran
- USG B-Scan
Prognosis
Quo ad Vitam : Dubia
Quo ad Visam : Dubia et Malam
9

Quo as Sanationam : Dubia
Quo ad Comesticam : Bonam

Diskusi
Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami penurunan
visus bilateral yang dialami sejak 9 bulan yang lalu. Tidak didapatkan adanya
riwayat tanda-tanda infeksi maupun riwayat trauma. Terdapat penyakit penyerta
berupa diabetes mellitus yang diketahui sejak 5 tahun lalu dan selama ini tidak
menjalani pengobatan secara teratur, pemeriksaan terakhir memperlihatkan kesan
gula darah tidak terkontrol. Terdapat riwayat keluarga dengan penyakit diabetes
mellitus, yaitu ibu pasien.. Berdasarkan pemeriksaan fisis didapatkan keadaan
umum dan tanda vital dalam batas normal.
Dari pemeriksaan oftalmologi, pemeriksaan inspeksi ODS dalam batas
normal, penyinaran oblik ODS dalam batas normal, palpasi ODS dalam batas
normal, namun di dapatkan penurunan visus dengan VOD : 20/50; VOS : 1/300
yang tidak dapat dikoreksi dengan pinhole. Pada slit lamp ODS menunjukkan
semua bagian dalam batas normal.
Dari pemeriksaan oftalmoskopi didapatkan neovaskularisasi, jaringan
fibrotik dan retinal detachment yang merupakan tanda-tanda proliferatif diabetic
retinopathy.
Sehingga berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang telah
dilakukan, pasien sesuai untuk di diagnosis ODS Proliferatif Diabetic
Retinopathy.
Pada saat ini pasien dikonsul ke bagian interna untuk mendapatkan terapi
diabetes mellitus yang sesuai (regulasi gula darah) dan direncanakan untuk
vitrektomi jika target gula darah telah tercapai
Terapi laser dapat menurunkan risiko penurunan visus lebih lanjut serta
dapat membantu meningkatkan fungsi penglihatan dengan cara menimbulkan
regresi dan menghilangkan neovaskularisasi yang berdampak atas adanya
10

kemungkinan perdarahan masif serta ablasio retina. Terapi dengan vitrektomi
dilakukan jika tidak terdapat perbaikan setelah laser fotokoagulasi dilakukan atau
perdarahan yang tidak mengalami perbaikan.
Sebelum melakukan terapi laser, dianjurkan untuk melakukan FFA yang bertujuan
untuk menentukan apakah penatalaksanaan dengan laser perlu dilakukan, OCT
dilakukan untuk menentukan ketebalan retina dan adanya pembengkakan di retina,
B-scan Ultrasonograpghy digunakan untuk mengevaluasi status retina jika
terhalang oleh perdarahan vitreus.












11

RETINOPATI DIABETIK

I. Pendahuluan
Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering
ditemukan pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun, dimana pasien diabetes
memiliki risiko 25 kali lebih mudah mengalami kebuataan dibanding
nondiabetes.

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada
diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau
kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan
pembuluh darah.
1,2

Diabetes mellitus dapat menyebabkan perubahan pada sebagian besar
jaringan okuler. Perubahan ini meliputi kelainan pada kornea, glaukoma, palsi
otot ekstraokuler, neuropati saraf optik dan retinopati.
3
Perubahan-perubahan
yang terjadi pada struktur okuler ini yang paling sering menyebabkan
komplikasi kebutaan yaitu retinopati diabetik. Hampir 100% pasien diabetes
tipe 1 dan lebih dari 60% pasien diabetes tipe 2 berkembang menjadi retinopati
diabetik selama dua dekade pertama dari diabetes.
4
Berbagai usaha telah dilakukan untuk mencegah atau menunda onset
terjadinya kompilkasi kehilangan penglihatan pada pasien retinopati diabetik.
Baru-baru ini, pengobatan untuk retinopati diabetik bergantung hampir secara
eksklusif pada pengelolaan disregulasi metabolik diabetes mellitus sampai
tingkat keparahan lesi vaskular diperlukan operasi laser. Kontrol intensif
terhadap metabolik tetap menjadi sarana yang sangat efektif untuk mengontrol
retinopati dan komplikasi lain terkait diabetes pada kebanyakan pasien.
1



12

II. Definisi
Retinopati diabetik dapat didefinisikan sebagai keberadaan dan evolusi
karakteristik lesi mikrovaskular retina yang khas pada individu dengan
diabetes.

Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang
ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh darah kecil.
Kelainan patologik yang paling dini adalah penebalan membran basal endotel
kapiler dan penurunan jumlah perisit. Kapiler membentuk kantung-kantung
kecil menonjol seperti titik-titik yang disebut mikroaneurisma. Perdarahan akan
membentuk nyala api karena lokasinya berada di dalam lapisan serat saraf yang
berorientasi horizontal.
6,7

III. Epidemiologi
Diabetes adalah penyakit yang umum terjadi pada negara maju dan
menjadi masalah terbesar di seluruh dunia. Insidens diabetes telah meningkat
secara dramatis pada dekade terakhir ini dan diperkirakan akan meningkat dua
kali lipat pada dekade berikutnya. Meningkatnya prevalensi diabetes,
mengakibatkan meningkat pula komplikasi jangka panjang dari diabetes seperti
retinopati, nefropati, dan neuropati, yang mempunyai dampak besar terhadap
pasien maupun masyarakat.
2,8
Pada waktu diagnosis diabetes tipe I ditegakkan, retinopati diabetik
hanya ditemukan pada <5% pasien. Setelah 10 tahun, prevalensi meningkat
menjadi 40-50% dan sesudah 20 tahun lebih dari 90% pasien sudah menderita
rerinopati diabetik. Pada diabetes tipe 2 ketika diagnosis ditegakkan, sekitar
25% sudah menderita retinopati diabetik non proliferatif. Setelah 20 tahun,
prevalensi retinopati diabetik meningkat menjadi lebih dari 60% dalam
berbagai derajat.
1




13

IV. Anatomi
Mata adalah organ penglihatan yang terletak dalam rongga orbita dengan
struktur sferis dengan diameter 2,5 cm berisi cairan yang dibungkus oleh tiga
lapisan. Dari luar ke dalam, lapisanlapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea,
(2) koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh
jaringan ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk
bagian putih mata. Di anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas kornea
transparan tempat lewatnya berkasberkas cahaya ke interior mata. Lapisan
tengah dibawah sklera adalah koroid yang sangat berpigmen dan mengandung
pembuluh-pembuluh darah untuk memberi makan retina. Lapisan paling dalam
dibawah koroid adalah retina, yang terdiri atas lapisan yang sangat berpigmen
di sebelah luar dan sebuah lapisan syaraf di dalam. Retina mengandung sel
batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi
impuls saraf.
7
Retina
Retina adalah lapisan paling dalam dari tiga lapisan berurutan bola mata.
Retina terdiri dari dua bagian:
7
1. Bagian photoreceptive (pars optica retinae), yang terdiri dari sembilan
pertama dari 11 lapisan di bawah ini.
2. Bagian nonreceptive (pars ceca retinae) membentuk epitel corpus ciliaris
dan iris.
Pars Optica retina menyatu dengan pars ceca retinae di ora serrata.
Retina berkembang dari divertikulum otak depan (proencephalon). Vesikel
optik berkembang secara invaginate untuk membentuk mangkuk doublewalled,
cangkir optik. Dinding luar menjadi epitel pigmen, dan dinding bagian dalam
akan berdiferensiasi kemudian menjadi sembilan lapisan retina. Retina tetap
terkait dengan otak depan sepanjang hidup melalui struktur yang dikenal
sebagai saluran retinohypothalamic.
7
14


Gambar 1
Retina
(dikutip dari kepustakaan 7)

Gambar 2
Lapisan-lapisan retina
(dikutip dari kepustakaan 7 )
Lapisan retina dari luar ke dalam adalah sebagai berikut:
7

15

1. Membran limitan interna (serat sel glial yang memisahkan retina dari
corpus vitreous).
2. Lapisan serat saraf (akson dari neuron ketiga).
3. Lapisan sel ganglion (inti sel ganglion multipolar dari neuron ketiga; "
sistem akuisisi data ").
4. Lapisan plexiform dalam (sinaps antara akson dari neuron kedua dan
dendrit dari neuron ketiga).
5. Lapisan nuklear dalam (inti sel-sel saraf neuron bipolar kedua, sel
horisontal, dan sel amacrine).
6. Lapisan plexiform luar (sinaps antara akson dari neuron pertama dan
dendrit dari neuron kedua).
7. Lapisan nuklear luar (inti sel dari sel batang dan sel kerucut = neuron
pertama).
8. Membrana limitan eksterna (piringan seperti saringan proses sel glial
melalui proyeksi sel batang dan sel kerucut).
9. Lapisan batang dan kerucut (fotoreseptor yang sebenarnya).
10. Epitel pigmen retina (lapisan kubik tunggal sangat kaya sel epitel
berpigmen).
11. Bruch di membran (membran basal koroid memisahkan retina dari
koroid).

Makula lutea adalah area oval pipih di tengah retina sekitar 3-4 mm (15
0
)
dari temporal dan sedikit di bawah diskus optik. Diameternya kurang lebih
sama dengan diskus optik (1,7-2 mm). Makula terlihat kuning ketika diperiksa
di bawah lampu hijau, sehingga disebut makula lutea (titik kuning). Struktur
yang terletak di pusat adalah fovea centralis avascular, titik dimana persepsi
visual paling tajam. Fovea centralis berisi sel kerucut saja (tidak ada sel batang)
masing-masing dengan sel saraf sendiri, yang menjelaskan mengapa daerah ini
memiliki visual yang berbeda. Rangsangan cahaya di daerah ini bisa langsung
16

diterima pada sel-sel sensorik (neuron pertama) karena sel-sel bipolar (neuron
kedua) dan sel ganglion (neuron ketiga) terletak di perifer.
7

Vaskularisasi Retina
Retina menerima darah dari dua sumber, yaitu arteri retina sentralis yang
merupakan cabang dari arteri oftalmika dan khoriokapilari yang berada tepat di
luar membrana Bruch. Arteri retina sentralis memvaskularisasi dua per tiga
sebelah dalam dari lapisan retina (membran limitans interna sampai lapisan inti
dalam), sedangkan sepertiga bagian luar dari lapisan retina (lapisan plexiform
luar sampai epitel pigmen retina) mendapat nutrisi dari pembuluh darah di
koroid. Arteri retina sentralis masuk ke retina melalui nervus optik dan
bercabang-cabang pada permukaan dalam retina. Cabang-cabang dari arteri ini
merupakan arteri terminalis tanpa anastomose. Karena arteri sentralis
merupakan arteri terminal, oklusi akan menyebabkan infark retina.
7
Lapisan retina bagian luar tidak mengandung pembuluh-pembuluh
kapiler sehingga nutrisinya diperoleh melalui difusi yang secara primer berasal
dari lapisan yang kaya pembuluh darah pada koroid.
6,7
Pembuluh darah retina memiliki lapisan endotel yang tidak berlubang,
membentuk sawar darah retina. Lapisan endotel pembuluh koroid dapat
ditembus. Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel
pigmen retina. Fovea sentralis merupakan daerah avaskuler dan sepenuhnya
tergantung pada difusi sirkulasi koroid untuk nutrisinya. Jika retina mengalami
ablasi sampai mengenai fovea maka akan terjadi kerusakan yang irreversibel.
7
17


Gambar 3
Vaskularisasi retina
(dikutip dari kepustakaan 7)

Arteri retina biasanya berwarna merah cerah, memiliki strip refleks merah
terang yang menjadi lebih pucat dengan bertambahnya umur, dan tidak
menunjukkan denyut nadi. Vena retina berwarna merah gelap dengan strip
refleks sempit, dan mungkin menunjukkan pulsasi spontan pada diskus optik.
Denyut di vena retina normal, sedangkan denyut di arteri retina tidak normal.
7

Dinding pembuluh darah transparan sehingga hanya darah akan terlihat di
oftalmoskopi. Dalam hal struktur dan ukuran, pembuluh retina adalah arteriola
dan venula, meskipun mereka disebut sebagai arteri dan vena. Diameter vena
biasanya 1,5 kali lebih besar dari diameter arteri. Kapiler tidak terlihat.
18


Gambar 4
Fundus normal
(dikutip dari kepustakaan 7 )

Innervasi Retina
7
Retina neurosensorik tidak memiliki innervasi sensorik. Gangguan pada
retina tidak menimbulkan rasa sakit karena tidak adanya innervasi sensorik.
Ketika radiasi elektromagnetik dalam spektrum cahaya tampak (panjang
gelombang 380-760 nm) mengenai retina, kemudian diserap oleh fotopigmen
di lapisan luar. Sinyal-sinyal listrik dibuat dalam reaksi fotokimia dengan
multipel langkah. Mereka mencapai sinapsis fotoreseptor sebagai aksi potensial
kemudian diteruskan ke neuron kedua. Sinyal-sinyal ini diteruskan ke neuron
ketiga dan keempat dan akhirnya mencapai korteks visual. Cahaya harus
melewati tiga lapisan inti sel sebelum mencapai lapisan fotosensitif sel batang
dan kerucut. Posisi inversi dari fotoreseptor ini disebabkan oleh perkembangan
retina dari divertikulum dari otak depan. Retina memiliki dua jenis
fotoreseptor, batang dan kerucut. Sel batang sekitar 110-95 juta memungkinkan
visual mesopic dan scotopic (senja dan penglihatan pada malam hari). Sel
batang sekitar 500 kali lebih peka cahaya dibanding sel kerucut dan
mengandung fotopigmen rhodopsin.
19

V. Etiopatogenesis
Retinopati diabetik adalah suatu microangiopathy. Meskipun penyebab
retinopati diabetik sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun keadaan
hiperglikemik lama dianggap sebagai faktor resiko utama. Lamanya terpapar
hiperglikemik menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia yang akhinya
menyebabkan perubahan kerusakan endotel pembuluh darah. Perubahan
abnormalitas sebagian besar hematologi dan biokimia telah dihubungkan
dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara lain:
1
1) Adhesi platelet yang meningkat
2) Agregasi eritrosit yang meningkat,
3) Abnormalitas lipid serum,
4) Fibrinolisis yang tidak sempurna,
5) Abnormalitas serum dan viskositas darah.
6) Tingkat abnormal dari hormon pertumbuhan
7) Peraturan berlebih dari faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF)
Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel
saraf. Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada
jaringan kapiler retina. Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar ke
seluruh permukaan retina kecuali suatu daerah yang disebut fovea. Kelainan
dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetik terletak pada kapiler retina
tersebut.
1,2
Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel
perisit, membrana basalis dan sel endotel. Sel perisit dan sel endotel
dihubungkan oleh pori yang terdapat pada membrana sel yang terletak diantara
keduanya. Dalam keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan sel
endotel retina adalah 1:1 sedangkan pada kapiler perifer yang lain
perbandingan tersebut mencapai 20:1. Sel perisit berfungsi mempertahankan
struktur kapiler, mengatur kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi
barrier dan transportasi kapiler serta mengendalikan proliferasi endotel.
Membran basalis berfungsi sebagai barrier dengan mempertahankan
20

permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel saling berikatan
erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks ekstrasel dari membran
basalis membentuk barrier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis
protein dan molekul kecil termasuk bahan kontras flouresensi yang digunakan
untuk diagnosis penyakit kapiler retina.
1
Perubahan histopatologis kapiler retina pada retinopati diabetik dimulai
dari penebalan membrane basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel,
dimana pada keadaan lanjut, perbandingan antara sel endotel dan sel perisit
mencapai 10:1. Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima proses dasar
yang terjadi di tingkat kapiler yaitu (1) pembentukkan mikroaneurisma, (2)
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, (3) penyumbatan pembuluh darah,
(4) proliferasi pembuluh darah baru (neovascular) dan jaringan fibrosa di
retina, (5) kontraksi dari jaringan fibrous kapiler dan jaringan vitreus.
Penyumbatan dan hilangnya perfusi menyebabkan iskemia retina sedangkan
kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah.
1
Tabel 1. Hipotesis Mengenai Mekanisme Retinopati Diabetik
1,4
Mekanisme Aksi yang terjadi Usulan Terapi
Reduktase aldosa Meningkatkan produksi sorbitol
(gula alkohol diproduksi dengan
mereduksi glukosa) dan dapat
menyebabkan kerusakan
osmotik atau seluler lainnya
Aldosa reduktase inhibitor (uji
klinis di retinopati dan
neuropati sejauh ini tidak
berhasil)
21

Peradangan Meningkatkan adhesi leukosit
pada endotelium kapiler, yang
dapat menurunkan aliran darah
dan meningkatkan hipoksia,
juga dapat meningkatkan
kerusakan darah barrier retina
dan meningkatkan edema
macula
Aspirin (tidak efektif dalam
Studi Pengobatan Dini
Retinopati Diabetes, tetapi
tidak meningkatkan
perdarahan vitreous, sehingga
tidak kontraindikasi pada
pasien dengan diabetes yang
membutuhkan untuk alasan
lain); kortikosteroid (injeksi
intravitreal atau implan release
lambat untuk edema makula
sekarang sedang diuji)
Protein kinase C Mengatur peningkatan VEGF
dan juga diaktivasikan saat
VEGF mengikat sitokin pada
reseptor selular. aktivitas
Protein kinase C meningkat oleh
karena diacylglycerol, yang
dipercepat oleh hiperglikemia
Uji klinis dari suatu
penghambat protein kinase
C isoform pada retinopati
gagal
Spesies oksigen
reaktif
Oksidasi merusak enzim dan
komponen seluler lainnya
Antioksidan (evaluasi terbatas
dalam uji klinis)
Protein glikasi
nonenzimatik;
produk akhir
glikasi lanjut
Inaktivasi enzim kritis;
perubahan struktural protein
kunci
Aminoguanidine (uji klinis
untuk nefropati dihentikan
oleh sponsor)
Bentuk induksi
dari sintasis
oksida nitrat
Meningkatkan produksi radikal
bebas; mungkin mengatur
peningkatan VEGF
Aminoguanidine
Perubahan Dapat disebabkan oleh Tidak ada saat ini
22

ekspresi gen kritis hiperglikemia dengan cara yang
belum dipahami. Dapat
menyebabkan perabahan jangka
panjang dari satu atau lebih
jalur selular kritis
Apoptosis
pericytes kapiler
retina, sel endotel
Mengurangi aliran darah ke
retina, yang mengurangi fungsi
dan meningkatkan hipoksia
Tidak ada saat ini
VEGF Meningkatkan hipoksia retina
dan mungkin mekanisme
lainnya; menginduksi kerusakan
darah barier retina,
menyebabkan
Pengurangan VEGF oleh
photocoagulation luas
(panretinal) laser; beberapa
terapi medis sedang diuji
edema makula, induksi
proliferasi sel kapiler retina dan
neovaskularisasi

PEDF Protein biasanya dirilis di retina
menghambat
neovascularization,
pengurangan pada diabetes
mungkin mengeliminasi
penghambatan ini
Gen PEDF pada adenovirus
nonreplikasi ke dalam mata
untuk menyokong
pembentukan PEDF di retina
(fase 1 percobaan klinis
sedang berlangsung)
Hormon
pertumbuhan dan
IGF-1
Peran permisif memungkinkan
tindakan patologis VEGF;
penurunan hormon
pertumbuhan atau IGF-1
mencegah neovaskularisasi
Hypophysectomy (sekarang
ditinggalkan); pegvisomant
(pertumbuhan hormon-
reseptor blocker; uji klinis
singkat gagal); octreotide
(somatostatin analog, uji klinis
sedang berlangsung)
23

VEGF= vascular endothel growth factor PEDF= pigment-epithelium-derived
factor; GF= growth factor; IGF-I= insulin-like growth factor I
.

Gambar 5
Oklusi Mikrovaskular pada Retinopatik Diabetik
(dikutip dari kepustakaan 9)

Sebagai hasil dari perubahan mikrovaskular tersebut adalah terjadinya
oklusi mikrovaskular yang menyebabkan hipoksia retina.Hilangnya perfusi
(nonperfussion) akibat oklusi dan penumpukan leukosit kemudian
menyebabkan iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua
komponen darah.Hal ini menimbulkan area non perfusi yang luas dan
kebocoran darah atau plasma melalui endotel yang rusak. Ciri khas dari
stadium ini adalah cotton wool spot. Efek dari hipoksia retina yaitu
arteriovenous shunt.A-V shunt berkaitan dengan oklusi kapiler dari arterioles
dan venules. Inilah yang disebut dengan Intraretinal microvascular
abnormalities (IRMA. Selain itu, dapat ditemukan dot hemorrhage dan vena
yang seperti manik-manik.
9

24


Gambar 6
Akibat dari Iskemik Retina pada Retinopati Diabetik
(Dikutip dari kepustakaan 9)



Gambar 7
Intraretinal Microvascular Abnormalities (IRMA), berlokasi di retina superficial
berdekatan dengan area non perfusi.
(Dikutip dari kepustakaan 9)

25

Hilangnya sel perisit pada hiperglikemia menyebabkan antara lain
terganggunya fungsi barrier, kelemahan dinding kapiler serta meningkatnya
tekanan intraluminer kapiler. Kelemahan fisik dari dinding kapiler
menyebabkan terbentuknya saccular pada dinding pembuluh darah yang
dikenal dengan mikroaneurisma yang kemudian bisa menyebabkan kebocoran
atau menjadi thrombus. Konsekuensi dari meningkatnya permeabilitas vaskular
dalam hal ini adalah rusaknya barrier darah-retina sehingga terjadi kebocoran
plasma ke dalam retina yang menimbulkan edema macula. Edema ini dapat
bersifat difus ataupun local. Edema ini tampak sebagai retina yang menebal dan
keruh disertai mikroaneurisma dan eksudat intraretina sehingga terbentuk zona
eksudat kuning kaya lemak bentuk bundar (hard exudates) di sekitar
mikroaneurisma dan paling sering berpusat di bagian temporal makula.
9
Perdarahan dapat terjadi pada semua lapisan retina dan berbentuk nyala
api karena lokasinya di dalam lapisan serat saraf yang berorientasi horizontal.
Sedangkan perdarahan bentuk titik-titik (dot hemorrhage) atau bercak terletak
di lapisan retina yang lebih dalam tempat sel-sel akson berorientasi vertical.
Perdarahan terjadi akibat kebocoran eritrosit, eksudat terjadi akibat kebocoran
dan deposisi lipoprotein plasma, sedangkan edema terjadi akibat kebocoran
cairan plasma.
9

Gambar 8
Akibat dari Peningkatan Permeabilitas Vaskular pada Retinopati Diabetik
26

(Dikutip dari kepustakaan 9)

Pada retina yang iskemik, faktor angiogenik seperti vascular endothelial
growth factor (VEGF) dan insulin-like growth factor-1 (IGF-1)diproduksi.
Faktor-faktor ini menyebabkan pembentukan pembuluh darah baru pada area
preretina dan nervus optik (PDR) serta iris (rubeosis iridis).Neovaskularisasi
dapat terjadi pada diskus (NVD) atau dimana saja (NVE).
9

Gambar 9
Lokasi NVD dan NVE
(Dikutip dari kepustakaan 9)

Pembuluh darah baru yang terbentuk hanya terdiri dari satu lapisan sel
endotel tanpa sel perisit dan membrane basalis sehingga bersifat sangat rapuh
dan mudah mengalami perdarahan. Pembuluh darah baru tersebut sangat
berbahaya karena bertumbuhnya secara abnormal keluar dari retina dan meluas
sampai ke vitreus, menyebabkan perdarahan disana dan dapat menimbulkan
kebutaan. Perdarahan ke dalam vitreus akan menghalangi transmisi cahaya ke
dalam mata dan memberi penampakan berupa bercak warna merah, abu-abu,
atau hitam pada lapangan penglihatan. Apabila perdarahan terus berulang,
27

dapat terjadi jaringan fibrosis atau sikatriks pada retina.Oleh karena retina
hanya berupa lapisan tipis yang terdiri dari beberapa lapisan sel saja, maka
sikatriks dan jaringan fibrosis yang terjadi dapat menarik retina sampai terlepas
sehingga terjadi ablasio retina.
9


Gambar 10
Retina normal (A), Retinopati Proliferative Diabetic (B)
(Dikutip dari kepustakaan 4)

Sebuah retina normal ditunjukkan pada Panel A, dan retina dari pasien dengan
retinopati diabetik proliferatif ditampilkan di Panel B. Beberapa faktor
pertumbuhan dan membran reseptor polipeptida memiliki relevansi untuk
patogenesis retinopati diabetes, tetapi faktor pertumbuhan endotel vaskular
(VEGF) dan reseptornya, VEGFR-1 dan VEGFR-2, dan pigment-epithelium
derived factor (PEDF), yang reseptor belum ada diidentifikasi, sedang
menjalani penyelidikan paling intensif. Kedua faktor pertumbuhan keduanya
28

diproduksi di epitel pigmen retina, di mana sekresi konstitutif mereka
tampaknya sangat terpolarisasi.
4
Neovaskularisasi retina pada retinopati diabetik proliferatif dan penyakit
pembuluh darah retina hampir selalu terjadi jauh dari epitel pigmen retina dan
menuju ruang vitreous.Ada bukti bahwa kedua VEGF dan PEDF diproduksi
dalam neuron retina dan dalam sel glial, seperti sel-sel Mller.Dalam retina
normal, VEGFR-1 adalah reseptor VEGF dominan pada permukaan retina sel
endotel vaskular, namun pada diabetes, VEGFR-2 muncul pada membran
plasma sel endotel.
9
Potensi hilangnya penglihatan pada pasien dengan diabetes retinopati
dapat dikaitkan dengan kondisi di bawah ini:
9
1. Edema makula (kebocoran kapiler)
2. Iskemia makula (oklusi kapiler)
3. Gejala sisa dari iskemia akibat neovaskularisasi
Diabetes mellitus dapat menyebabkan perubahan dalam hampir setiap
jaringan okular. Ini termasuk gejala keratokonjungtivitis sicca, xanthelasma,
infeksi orbital mikotik, perubahan refraksi sementara, katarak, glaukoma,
neuropati saraf optik, dan kelemahan oculomotor. Namun, 90% dari kebutaan
pada pasien diabetes disebabkan oleh retinopati diabetik.
9

Klasifikasi
Retinopati diabetik diklasifikasikan menjadi tahap awal, nonproliferative
diabetic retinophaty (NPDR), dan tahap lanjut, proliferatif diabetic retinophaty
(PDR). PDR adalah manifestasi iskemia yang menginduksi neovaskularisasi
pada diabetes. Perkembangan dari tahap ringan menjadi proliferasi lanjut
terjadi dalam mode bertahap yang dapat diprediksi. Laju perkembangan
bervariasi pada pasien. NPDR, juga dikenal sebagai background diabetic
retinopathy, selanjutnya dinilai menjadi mild, moderate, severe, dan very
severe. PDR digambarkan sebagai early, high-risk, atau advanced.
9

29

1. Nonproliferative diabetic retinophaty (NPDR)
9

Perubahan mikrovaskuler retina yang terjadi pada NPDR terbatas pada
batas retina dan tidak melampaui membrana limitan interna. Temuan
karakteristik di NPDR termasuk microaneurysms, area nonperfusi kapiler,
infarkpada nerve fiber layer (NFL), intraretinal microvascular abnormalities
(lRMAs), perdarahan intraretinal berupa titik dan blot, edema retina, eksudasi
padat, kelainan arteriolar, dan pelebaran vena retina.

NPDR dapat mempengaruhi fungsi visual melalui dua mekanisme, yaitu:
1. Peningkatan permeabilitas vaskular intraretinal, menghasilkan edema
makula.
2. Derajat bervariasi dari penutupan kapiler intraretinal, mengakibatkan
iskemia makula.
Karakteristik severe NPDR seperti dijelaskan oleh Early Treatment Diabetic
Retinopathy Study (EDTR) dalam aturan 4:2:1 adalah salah satu dari berikut
ini:
1. Perdarahan intraretinal diffuse dan mikroaneurisma pada 4 kuadran
2. Perdarahan vena pada 2 kuadran
3. IRMAs pada 1 kuadran
Aturan ini menolong untuk mengidentifikasi pasien yang memiliki resiko
besar berkembang menjadi PDR dan high-risk PDR.EDTR menemukan bahwa
severe NPDR memiliki 15% kemungkinan berkembang menjadi high-risk PDR
dalam 1 tahun.Very severe NPDR, memiliki 2 gejala diatas, memiliki 45%
kemungkinan berkembang menjadi high-risk PDR dalam 1 tahun.

2. Proliferative diabetic retinophaty (PDR)
9

Proliferasi fibrovaskular ekstraretinal ditemukan pada berbagai stadium
PDR. Pembuluh darah baru berkembang dalam 3 stadium, yaitu:
1. Pembuluh darah baru halus dengan jaringan fibrous minimal dan meluas
ke belakang membrana limitan interna
30

2. Pembuluh darah baru membesar dalam ukuran dan luas, disertai
peningkatan komponen fibrous
3. Pembuluh darah baru berkurang, menyisakan proliferasi fibrovaskular
residual di sepanjang hyaloid posterior
Berdasarkan luasnya proliferasi, PDR dibagi menjadi early, high-risk, dan
advanced. Lokasi dari proliferasi neurovascular baik di diskus (NVD) ataupun di
NVE dan secara umum mengikuti pola vaskularisasi vitreus, dimana direkapitulasi
pada ontogenesis dan penyakit.
Advanced PDR berhubungan dengan resiko terjadinya penyakit
kardiovaskuler.Pasien dengan PDR memiliki resiko tinggi terjadinya serangan
jantung, strok, nefropati diabetic, amputasi, dan kematian.
Tabel 2 Klasifikasi dan perubahan yang terjadi pada retinopati diabetik
7
Stadium retinopati Perubahan pada retina
Nonproliferative Diabetic Retinopathy
1. Mild Setidaknya 1 mikroaneurisme, perdarahan retinal,
eksudatif padat
2. Moderate Mild intraretinal microvascular abnormalities (IRMA)
pada 4 kuadran retina
Perdarahan moderat pada 2 atau 3 kuadran
Perdarahan vena pada 1 kuadran
3. Severe Perdarahan moderat pada 4 kuadran
Perdarahan vena pada 4 kuadran
IRMA moderat pada 1 kuadran
Proliverative Diabetic Retinopathy
I. Mild New vessel elsewhere (NVE) < 0,5 dari area diskus pada 1
atau lebih kuadran
II. Moderate NVE 0,5 dari area diskus pada 1 atau lebih kuadran
New vessel on disc (NVD) < 0,3 0,25 dari area diskus
III. High-risk NVD 0,3 0,25 dari area diskus
31

Perdarahan vitreus dengan pembuluh darah baru dimana
saja
Rubeosis iridis Pembuluh darah baru di iris, berisiko terjadinya glaucoma
sekunder sudut tertutup


Gambar 11 Gambar 12
Nonproliferative Diabetic Proliferative Diabetic Retinophaty (PDR)
Retinophaty (NPDR) (Dikutip dari kepustakaan 7 )
(Dikutip dari kepustakaan 7)

Tabel 3. Perbedaan antara NPDR dan PDR
1,2,7
NPDR PDR
Mikroaneurisma (+) Mikroaneurisma (+)
Perdarahan intraretina (+) Perdarahan intraretina (+)
Hard eksudat (+) Hard eksudat (+)
Oedem retina(+) Oedem retina (+)
Cotton Wool Spots (+) Cotton Wool Spots (+)
IRMA (+) IRMA(+)
Neovaskularisasi (-) Neovaskularisasi (+)
Perdarahan Vitreous (-) Perdarahan Vitreous (+)
Pelepasan retina secara traksi (-) Pelepasan retina secara traksi (+)


32






Gejala Klinis
Retinopati diabetik biasanya asimtomatis untuk jangka waktu yang
lama. Hanya pada stadium akhir dengan adanya keterlibatan macular atau
hemorrhages vitreus maka pasien akan menderita kegagalan visual dan
buta mendadak. Gejala yang dapat dirasakan :
1,2,7
1. Kesulitan membaca
2. Penglihatan kabur disebabkan karena edema macula
3. Penglihatan ganda
4. Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
5. Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah terjadi perdarahan vitreus
6. Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip

Diagnosis
4. Anamnesis
Pada stadium awal dari retinopati diabetik, pasien umumnya
simptomatik. Retinopati diabetik tetap tanpa gejala untuk waktu yang
lama. Pada stadium yang lanjut, pasien dapat mengeluhkan gejala seperti
floaters, blurred vision, distorsi, dan gangguan visus yang progresif.
Hanya di tahap akhir dengan keterlibatan makula atau perdarahan
vitreous akan pemberitahuan pasien gangguan penglihatan atau tiba-tiba
menjadi buta.
3,7
5. Pemeriksaan Oftalmologi
Diagnosis retinopati diabetes dapat ditegakkan melalui
pemeriksaan oftalmologi lengkap dan pemeriksaan retinal dilatasi oleh
33

oftalmologis atau spesialis retina atau ahli bedah retina. Dari pemeriksaan
oftalmoskopi dapat ditemukan beberapa hal berikut ini:
1,2,7,9
Mikroaneurisma
Mikroaneurisma adalah gejala klinis awal dari retinopati
diabetes dan terjadi karena hilangnya dinding kapiler akibat
hilangnya pericytes. Mikroaneurisma, merupakan penonjolan
dinding kapiler terutama daerah vena dengan bentuk berupa bintik
merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus
posterior. Mikroaneurisma berupa titik merah yang bulat dan kecil,
awalnya tampak pada temporal dari fovea. Perdarahan dapat dalam
bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat
mikroaneurisma dipolus posterior.
Dot and blot hemorrhages
Dot and blot hemorrhages terjadi karena adanya ruptur dari
mikroaneurisma pada lapisan retina yang lebih dalam, seperti
lapisan nuclear dalam dan lapisan plexiform luar. Gambaran ini
mirip dengan mikroaneurisma jika kecil, angiografi fluerecens
dapat menolong untuk membedakannya.
Flame-shape hemorrhages
Flame-shape hemorrhages merupakan perdarahan yang
terjadi pada lapisan fiber saraf yang lebih superfisial
Retinal edema and hard exudates
Retinal edema and hard exudates terjadi karena rusaknya
barier darah retina, menyebabkan kebocoran protein serum, lipid,
dan protein dari pembuluh darah. Edema retina dengan tanda
hilangnya gambaran retina terutama daerah makula (macula edema)
sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan. Edema retina
awalnya terjadi antara lapisan pleksiform luar dan lapisan nucleus
dalam. Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina.
34

Gambarannya khusus yaitu iregular, kekuning-kuningan. Pada
permulaan eksudat pungtata membesar dan bergabung. Eksudat ini
dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.
Venous loops and venous beading
Venous loops and venous beading biasanya terjadi dekat area
nonperfusi dan mencerminkan peningkatan proses iskemik pada
retina. Gambaran ini merupakan prediktor yang paling signifikan
dari progresifitas retinopati diabetes proliferatif.
Intraretinal mikrovasculae abnormalities (IRMAs)
IRMAs merupakan kapiler remodeling tanpa perubahan
proliferasi. Pembuluh darah kolateral ini tidak terisi pada angiografi
flouresens dan hanya dapat ditemukan di pinggir dari retina yang
nonperfusi.
Edema macula
Edema macula adalah penyebab utama gangguan visus pada
pasien diabetes. Hal edema macula dapat disebabkan oleh
kerusakan fungsional dan nekrosis dari kapiler retina. Secara klinis,
edema macula dapat dibagi menjadi :
1. Penebalan retina pada 500m atau kurang dari pusat foveal
avascular zone (FAZ)
2. Hard exudates dengan penebalan retina 500m atau kurang
dari pusat FAZ
3. Penebalan retina berukuran 1 area diskus atau lebih, lokasi
dalam diameter 1 diskus dari FAZ

6. Pemeriksaan Penunjang
Retinopati diabetik dan stadiumnya didiagnosis dengan
pemeriksaan stereoskopik fundus dengan dilatasi pupil. Oftalmoskopi
dan evaluasi foto fundus stereoscopic merupakan gold
35

standard. Fluorescein angiography digunakan untuk menentukan apakah
penatalaksanaan dengan laser dibutuhkan. Adanya iridis rubeosis
dikonfirmasi atau disingkirkan menggunakan pemeriksaan lampu celah
dengan pupil yang bergerak, yaitu tanpa menggunakan midriaticum dan
oleh gonioscopy dari sudut kamera anterior. Dengan optical coherence
tomography (OCT), edema makula, eksudat padat, dan maculopati
cystoid dapat didiagnosis.
7
Angiografi fluorsens
Pada pemeriksaan angiografi floursens, mikroaneurisme
tampak sebagai lesi hiperfluoresens menentukan di fase awal
angiogram dan biasanya bocor di tahap akhir tes. Perdarahan blot
dan dot dapat dibedakan dari mikroaneurisme sebagai
hipofluoresens bukan hiperfluoresens. Daerah nonperfusion tampak
sebagai hipofluoresens yang homogen atau patch gelap dibatasi
oleh pembuluh darah yang oklusi. Kelainan mikrovaskuler
intraretinal dibuktikan dengan pembuluh darah kolateral yang tidak
bocor, biasanya ditemukan di perbatasan retina nonperfusi.
Lempengan neovascular yang bocor bewarna karena memiliki
permeabilitas tinggi, tampak sebagai daerah hiperfluoresens yang
meningkat dalam ukuran dan intensitas pada tahap akhir tes.
3,7
Optical coherence tomography
Optical coherence tomography (OCT) menggunakan cahaya
untuk menghasilkan gambar penampang retina. Ini digunakan
untuk menentukan ketebalan retina dan adanya pembengkakan di
dalam retina serta traksi vitreomacular. Tes ini terutama digunakan
untuk diagnosis dan manajemen edema makula diabetes atau edema
makula yang signifikan secara klinis.
3
B-Scan ultrasonography
36

B-scan ultrasonografi dapat digunakan untuk mengevaluasi
status retina jika media terhalang oleh perdarahan vitreous.
3

Penatalaksanaan
Mengontrol diabetes dan mempertahankan tingkat HbA1c pada
kisaran 6-7% adalah tujuan yang optimal dalam pengelolaan diabetes dan
retinopati diabetik. Jika tingkat dipertahankan, maka perkembangan
retinopati diabetes berkurang secara substansial, menurut The Diabetes
Control and Complications Trial. ETDRS menemukan bahwa operasi
laser untuk edema makula mengurangi kejadian hilangnya penglihatan
moderat (dua kali lipat dari sudut visual atau kira-kira kehilangan 2-baris
visual) dari 30% menjadi 15% selama periode 3 tahun.
3
The Diabetic Retinopathy Clinical Research network (DRCR) uji
acak mengevaluasi ranibizumab ditambah laser prompt or deferred atau
triamcinolone ditambah laser untuk edema macula diabetes, yang dikenal
sebagai Laser-Ranibizumab-triamcinolone for DME Study 2-years
menunjukkan hasil bahwa ranibizumab ditambah laser prompt atau
deferred fokal/grid mencapai ketajaman visual yang superior dan hasil
OCT dibandingkan dengan penatalaksanaan sengan laser fokus / grid
saja. Dalam kelompok ranibizumab, sekitar 50% mata mengalami
perbaikan besar (10 atau lebih huruf) dan 30% diperoleh 15 atau lebih
huruf. Intravitreal triamsinolon dikombinasikan dengan laser fokus / grid
tidak menimbulkan hasil ketajaman visual baik dibandingkan dengan
laser saja, tetapi tampaknya memiliki manfaat ketajaman visual mirip
dengan ranibizumab di mata pseudophakic. Studi retinopati diabetik telah
menemukan bahwa panretinal photocoagulation laser mengurangi resiko
kehilangan penglihatan berat (<5/200) oleh lebih dari 50%.
3
1. Glukosa Kontrol
1,7

The Diabetes Control and Complications Trial telah
menemukan bahwa kontrol glukosa secara intensif pada pasien
37

dengan insulin-dependent diabetic mellitus (IDDM) mengalami
penurunan kejadian dan perkembangan retinopati diabetik.
Meskipun tidak ada uji klinis yang sama untuk pasien dengan non-
insulin-dependent diabetic mellitus (NIDDM), mungkin logis untuk
mengasumsikan bahwa prinsip yang sama berlaku.
2. Injeksi Anti VEGF
Penelitian terbaru telah mengidentifikasi peran sentral faktor
pertumbuhan endotel vaskular (VEGF) pada lesi vaskular pada
retinopati diabetes, dan agen baru yang menghambat aktivasi
VEGF memberikan pengobatan yang efektif untuk pasien yang
tidak cukup dengan kontrol metabolik saja. Fakta bahwa
pengobatan komplikasi vaskular di retina mempertahankan
ketajaman visual pada pasien dengan retinopati diabetes menyoroti
keterkaitan saraf retina dengan pembuluh darah retina dan unit
fungsional neurovaskular di retina.
1,2,9
Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF
manusia. Pengobatan dengan bevacizumab tampaknya memiliki
pengaruh yang cepat dan kuat pada neovaskularisasi patologis.
Avastin merupakan anti angiogenik yang tidak hanya menahan dan
mencegah pertumbuhan prolirerasi sel endotel vaskular tapi juga
menyebabkan regresi vaskular oleh karena peningkatan kematian
sel endotel. Untuk pengunaan okuler, avastin diberikan via intra
vitreal injeksi ke dalam vitreus melewati pars plana dengan dosis
0,1 mL. Lucentis merupakan versi modifikasi dari avastin yang
khusus dimodifikasi untuk penggunaan di okuler via intra vitreal
dengan dosis 0,05 mL.
1,9
Bevacizumab (Avastin) telah digunakan untuk mengobati
perdarahan vitreous. Selain itu, agen ini telah digunakan untuk
mengobati saraf optik atau neovaskularisasi retina serta rubeosis.
3

38

Fotokoagulasi
Suatu uji klinik yang dilakukan oleh National Institute of
Health di Amerika Serikat jelas menunjukkan bahwa pengobatan
fotokoagulasi dengan sinar laser apabila dilakukan tepat pada
waktunya, sangat efektif untuk pasien dengan retinopati diabetik
proliferatif dan edema makula untuk mencegah hilangnya fungsi
penglihatan akibat perdarahan vitreus dan ablasio retina. Indikasi
terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif, edema
macula dan neovaskularisasiyang terletak pada sudut bilik anterior.
Ada 3 metode terapi fotokoagulasi yaitu :
1
Panretinaphotocoagulation (PRP), dilakukan pada kasus
dengan kemunduran visus yang cepat atau retinopati diabetik
resiko tinggi dan untuk menghilangkan neovaskular dan
mencegah neovaskularisasi progresif nantinya pada saraf
optikus dan pada permukaan retina atau pada sudut bilik
anterior dengan cara menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke
daerah retina yang jauh dari macula untuk menyusutkan
neovaskular. Adanya High-risk PDR merupakan indikasi
untuk penatalaksanaan segera.
1


Gambar 13.
Panretina Photocoagulation
39

(dikutip dari kepustakaan 10)

Focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma atau
lesi mikrovaskular di tengah cincin hard exudates yang
terletak 500-3000 m dari tengah fovea. Teknik ini
mengalami bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan
edema macula.
1


Gambar 14.
Focal photocoagulation
(dikutip dari kepustakaan 10)

Strategi untuk mengobati edema makula tergantung pada jenis dan tingkat
kebocoran pembuluh darah. Jika edema adalah karena kebocoran fokal,
microaneurime diterapi langsung dengan photocoagulation laser. Dalam kasus di
mana fokus kebocoran tidak spesifik, pola grid laser diterapkan. Laser (100-200
m) ditempatkan 1 burn-ukuran terpisah, meliputi daerah yang terkena.
Mekanisme yang tepat dimana PRP bekerja tidak sepenuhnya dipahami. Satu teori
adalah bahwa menghancurkan retina hipoksia mengurangi produksi faktor
vasoproliferative, seperti VEGF, sehingga mengurangi tingkat neovaskularisasi.
1

3. Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami
kekeruhan (opacity) vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi
40

aktif. Vitrektomi dapat juga membantu bagi pasien dengan
neovaskularisasi yang ekstensif atau yang mengalami proliferasi
fibrovaskuler. Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien
yang mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus setelah
fotokoagulasi, RDP berat, dan perdarahan vitreus yang tidak
mengalami perbaikan.
1,2,3
Menurut The Diabetic Retinopathy Vitrectomy Study,
vitriektomi disarankan untuk mata dengan perdarahan vitreous
yang gagal untuk hilang secara spontan dalam waktu 6 bulan.
Vitriektomi dini (<6 bulan, > 4 bulan) dapat menyebabkan
pemulihan visus sedikit lebih besar pada pasien dengan diabetes
tipe I. Berikut ini adalah 5 indikasi yang paling umum dan
tradisional untuk pars plana vitriektomi pada pasien dengan
diabetes:
3,9
1. Perdarahan vitreous nonclearing yang padat
2. Ablasio retina tractional yang melibatkan atau mengancam
makula
3. Ablasio retina kombinasi tractional dan rhegmatogenous
4. DME diffuse terkait dengan traksi hyaloidal posterior
5. Perdarahan vitreous signifikan berulang meskipun PRP
maksimal
1

Untuk mengevaluasi ada tidaknya ablasi retina pada pasien dengan perdarahan
vitreous nonclearing padat, diperlukan echography. Jika ablasi retina hadir,
disarankan melakukan vitriektomi sejak awal.Pasien dengan perdarahan vitreous
bilateral yang parah umumnya harus menjalani vitrektomi dalam 1 mata ketika
mereka stabil secara medis.
9
Data DRVS menunjukkan bahwa, untuk pasien dengan
diabetes tipe I dengan perdarahan vitreous padat dan kehilangan
penglihatan berat pada 1 mata, pembedahan awal (1 - 6 bulan
setelah kehilangan penglihatan) adalah lebih baik untuk menunggu
1 tahun atau lebih.Para DRVS shmved ada perbedaan dalam hasil
41

dari 10/20 atau lebih baik antara kelompok vitriektomi awal dan
akhir pada pasien diabetes tipe 2 dengan perdarahan vitreous parah.
Kurangnya perbedaan mungkin disebabkan frekuensi yang lebih
tinggi maculopati pada pasien diabetes tipe 2, menyebabkan
penurunan visus berkisar 20/200. Karena terapi endolaser belum
tersedia untuk digunakan selama DRVS dan teknik mikro telah
membaik sejak kesimpulan dari studi pada tahun 1988, hasil dari
pars plana vitriektomi sekarang mungkin lebih baik daripada yang
dilaporkan dalam publikasi DRVS.
9
Ablasio retina tractional tidak melibatkan makula dapat tetap
stabil selama bertahun-tahun. Ketika makula terlibat, vitriektomi
umumnya langsung dianjurkan. Kombinasi ablasi retina tractional
dan rhegmatogenous dapat berkembang dengan cepat, dan operasi
dini harus dipertimbangkan pada pasien ini.
9
Indikasi tambahan dilaporkan untuk vitriektomi pada pasien
dengan diabetes meliputi:
9
1. Proliferasi fibrovascular progresif yang parah
2. Proliferasi hyaloidal fibrovascular anterior
3. Glaucoma yang diinduksi oleh sel darah merah
(erythroclastic)
4. Neovaskularisasi segmen anterior dengan kekeruhan media
yang mencegah photocoagulation
5. Perdarahan premacular (subhyaloid) yang padat
42


Gambar 15.
Vitrectomy
(dikutip dari kepustakaan 10)


Komplikasi
1,3,9,11

A. Katarak Komplikata
11

Katarak merupakan salah satu akibat dari gangguan penglihatan pada
pasien diabetes dengan insiden dan progresif katarak yang meningkat pada
pasien dengan diabetes melitus. Dengan meningkatnya insiden dari diabetes
tipe 1 dan tipe 2, secara seimbang meningkatkan diabetik katarak.

Patogenesis
11
Sorbitol dibentuk dari glukosa dalam jalur polyol dengan enzim aldose
reductase, enzim pertama pada jalur polyol. Jalur ini tidak hanya terdapat pada
lensa, tetapi juga terdapat pada jaringan lain, termasuk dalam kornea, iris,
retina, saraf dan ginjal. Diketahui bahwa akumulasi dari sorbitol pada jaringan
intraselular menghasilkan perubahan osmotik pada jaringan lensa yang bersifat
hidropik yang akhirnya berdegernerasi dan membentuk gula katarak. Di lensa,
sorbitol diproduksi lebih cepat dibandingan perubahannya menjadi fruktosa
oleh enzim sorbitol dehidrogenase. Peningkatan akumulasi dari sorbitol
43

membuat keadaan hiperosmotik sehingga cairan masuk karena adanya
perbedaan gradien osmotik.
Dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh hewan, akhirnya
ditemukan sebuah hipotesis osmotik dari katarak akibat mekanisme gula, yang
menghasilkan peningkatan cairan di daerah intraselular yang merupakan respon
dari media AR pada jalur polyol sehingga menghasilkan pembengkakkan
lensa dikarenakan oleh perubahan biokimia yang berakhir dengan pembentukan
katarak.
Perubahan tekanan osmotik yang disebabkan oleh akumulasi dari
sorbitol membuat perubahan pada endoplasmik retikulum yang kemudian hal
ini menyebabkan terbentuknya radikal bebas. ER juga menyebabkan fluktuasi
dari kadar glukosa yang menghasilkan reaktif oksigen spesies dan
menyebabkan stress oksidatif yang merusak serat lensa.
Kemudian perubahan osmotik yang terjadi di lensa, menganggu
permeabilitas membran dari lensa, yang berakibatkan kadar ion kalium, asam
amino, dan myoinositol lebih tinggi didalam lensa dibandingkan jaringan
sekitarnya yang berupa cairan intraokular, sehingga terjadi perembesan dari
lensa keluar. Ion Natrium dan klorida dibentuk didalam lensa karena hilangnya
kadar kalium, sehingga terjadi gangguan elektrolit didalam lensa yang
menyebabkan kekeruhan pada lensa. Ini merupakan mekanisme awal yang
terjadi akibat dari kerja aldose reduktase yang membuat kekeruhan pada lensa.
Penelitian yang dilakukan oleh Beaver Dam Eye study dengan 3684
koresponden dengan usia diatas 43 tahun , dan dilakukan selama 5 tahun
ditemukan bahwa terdapat korelasi antara diabetes melitus dan pembentukan
katarak . Didalam penelitian tersebut juga dikatakan bahwa insiden dari
kortikal dan posterior subcapsular katarak berhubungan dengan diabetes.
Penelitian lebih lanjut menunjukan pasien dengan diabetes sangat
cenderung berkembang opaksiatas pada lensa bagian kortikal dan menunjukan
bahwa tingginya prevalensi operasi katarak, dibandingkan pada pasien yang
non-diabetik.
44


Gambar 16
Tampak gamaran snow flake appearance pada katarak diabetik
(dikutip dari kepustakaan 10)

Dari analisis yang dilakukan dibuktikan bahwa semakin lama durasi dari
diabetes yang dialami sangat berhubungan dengan peningkatan frekuensi
katarak kortikal yang juga meningkatkan frekuensi dari operasi katarak .
Katarak yang terjadi pada pasien diabetes melitus dapat terjadi dalam 3 bentuk,
yaitu :
1. Pasien dengan dehidrasi berat , asidosis dan hiperglikemia nyata, pada
lensa akan terlihat kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut.
Bila dehidrasi lama akan terjadi kekeruhan lensa , kekeruhan akan hilang
bila terjadi rehidrasi dan kadar gula normal kembali.
2. Pasien diabetes juvenil dan tua tidak terkontrol , dimana terjadi katarak
serentak pada kedua mata dalam 48 jam , bentuk dapat snow flake atau
bentuk piring subkapsular
3. Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara histologik
dan biokimia sama dengan katarak pasien non diabetik.
Pada kasus-kasus ini perlu dilakukan pemeriksaan urine dan darah untuk
mengetahui kadar glukosa darah puasa.


45

Pengobatan
11
Pengobatan yang dapat dilakukan pada pasien katarak diabetikum biasanya
yang paling sering digunakan adalah dengan teknik fakoemulsifikasi, karena
hasil yang didapatkan mengurangi resiko dari inflamasi post operasi, dan
astigmat, rehabilitasi visual secara cepat. Operasi sebaiknya dilakukan sebelum
lensa semakin opak dan matur. Hasil yang didapatkan dari operasi katarak
sangat baik, tetapi pasien dengan diabetes memiliki penglihatan lebih kurang
dibandingankan pasien tanpa diabetes melitus. Operasi memiliki kemungkinan
untuk terjadi retinopati secara cepat, menyebabkan terjadinya rubeosis atau
dapat terjadi perubahan makula, seperti makula eema atau sistoid edema
makula. Yang terburuk adalah pada mata yang dioperasi dapat terjadi
proliferatif retinopati dan atau tanpa disertai dengan edema makula.
Pengobatan yang dapat dilakukan dapat berupa :
1. Aldose-Reductase Inhibitors merupakan suatu enzim yang didapat dari
ekstrak tumbuhan , jaringan hewan atau spesifik molekul yang kecil. Pada
percobaan yang dilakukan oleh hewan zat ini dapat memperlambat
pembentukan dari katarak diabetikum. Beberapa tumbuhan yang dikenal
untuk ekstrak dari enzim ini adalah Ocimum sanctum, Withania somnifera,
Curcuma longa,and Azadirachta indica
Pada beberapa penelitian yang dilakukan , didapatkan hewan percobaan yang
diberikan AR inhibitor yang bersifat untuk preventif ditambah dengan
pengobatan dari diabetesnya menunjukan tidak ada tanda-tanda dari
degenerasi, pembengkakan ataupun gangguan pada lensanya dibandingkan
dengan pasien yang diberikan AR ini dengan yang tidak diobati untuk
diabetesnya.
2. Pengobatan dengan anti oksidan, karena pada katarak diabetikum terjadi
terjadi kerusakan akibat stress oksidatif yang merusak jalur polyol secara
tidak langsung, maka dapat diberikan anti oksidan yang berguna untuk
menghambat pembentukan katark. Beberapa anti oksidan yang telah diteliti
pada hewan yang dapat menghambat perkembangan dari katarak
46

diabetikum ini adalah alpha lipoic acid, vitamin E,dan Piruvat. Penggunaan
piruvat menunjukan selain sebagai efek menghambat perkembangan katarak
diabetikum , juga dapat mengurangi akumulasi dari sorbitol dan lipid
peroksidase pada lensa. Studi yang dilakukan pada manusia, menunjukam
hal ini efeknya sangat kecil dan secara penelitian tidak relevan.
3. Terapi farmokologi untuk mengobati edema makula setelah operasi katarak
Proinflamasi prostaglandin dikatakan berhubungan dengan mekanisme
keluarnya cairan dari kapiler-kapiler foveal kedalam ruang
ekstraseluler daridaerah makula. Karena kerja dari NSAIDs ( nonsteroidal
anti-inflammatory drugs) adalah menghambat enzim siklooksigenase yang
berfungsi dalam memblok produksi dari prostaglandin. Pada penelitian
dilakukan terapi pemberian prednisolone pada pasien setelah operasi dengan
pemeberian prednisolon dengan nepafenac. Didapatkan hasil bahwa
pemberian hanya dengan prednisolon menunjukan insidensi terjadinya
edema makular lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian prednisolon
dengan nepafenac.

B. Rubeosis iridis progresif.
Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling sering.
Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon
terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit,
baik pada mata maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati
diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil
sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk
membrane fibrovaskular pada permukaan iris secara radial sampai ke
sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body dan sclera spur
mencapai jaring trabekula sehingga menghambat pembuangan aquous
dengan akibat intra ocular presure meningkat dan keadaan sudut masih
terbuka.Suatu saat membrane fibrovaskular ini konstraksi menarik iris
perifer sehingga terjadi sinekia anterior perifer (PAS) sehingga sudut
47

bilik mata depan tertutup dan tekanan intra okuler meningkat sangat
tinggi sehingga timbul reaksi radang intra okuler. Sepertiga pasien
dengan rubeosis iridis terdapat pada penderita retinopati diabetika.

C. Glaukoma neovaskular
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder
yang terjadi akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan
iris dan jaringan anyaman trabekula yang menimbulkan gangguan aliran
aquous dan dapat meningkatkan tekanan intra okuler. Nama lain dari
glaukoma neovaskular ini adalah glaukoma hemoragik, glaukoma
kongestif, glaukoma trombotik dan glaukoma rubeotik. Etiologi biasanya
berhubugan dengan neovaskular pada iris (rubeosis iridis).
Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon
terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit,
baik pada mata maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati
diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil
sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk
membrane fibrovaskuler pada permukaan iris secara radial sampai ke
sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body dan sclera spur
mencapai jaring trabekula sehingga menghambat pembuangan akuos
dengan akibat Intra Ocular Presure meningkat dan keadaan sudut masih
terbuka.

D. Perdarahan vitreus rekuren
Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik
proliferatif. Perdarahan vitreus terjadi karena terbentuknya
neovaskularisasi pada retina hingga ke rongga vitreus. Pembuluh darah
baru yang tidak mempunyai struktur yang kuat dan mudah rapuh
sehingga mudah mengakibatkan perdarahan. Perdarahan vitreus memberi
gambaran perdarahan pre-retina (sub-hyaloid) atau intragel. Perdarahan
48

intragel termasuk didalamnya adalah anterior, middle, posterior, atau
keseluruhan badan vitreous. Gejalanya adalah perkembangan secara tiba-
tiba dari floaters yang terjadi saat perdarahan vitreous masih sedikit. Pada
perdarahan badan kaca yang massif, pasien biasanya mengeluh
kehilangan penglihatan secara tiba-tiba. Oftalmoskopi direk secara jauh
akan menampakkan bayangan hitam yang berlawanan dengan sinar
merah pada perdahan vitreous yang masih sedikit dan tidak ada sinar
merah jika perdarahan vitreous sudah banyak. Oftalmoskopi direk dan
indirek menunjukkan adanya darah pada ruang vitreous. Ultrasonografi B
scan membantu untuk mendiagnosa perdarahan badan kaca.
E . Ablasio Retina Traksi
Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan
parut pada korpus vitreus (badan kaca). Pada badan kaca terdapat jaringan
fibrosis yang dapat disebabkan diabetes melitus proliferative, trauma, dan
perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi. Tipe ini juga dapat terjadi
sebagai komplikasi dari ablasio retina regmatogensa.
Ablasio retina tipe regmatogenosa yang berlangsung lama akan membuat
retina semakin halis dan tipis sehingga dapat menyebabkan terbentuknya
proliferatif vitreotinopathy (PVR) yang sering ditenukan pada tipe
Regmetogenosa yang lama PVR juga dapat terjadi kegagalan dalam
penatalaksanaan ablasio retina regmatogenosa. Pada PVR, epitel pigmen retina,
sel glia, dan sel lainya yang berada di dalam maupun di luar retina pada badan
vitreus akan membentuk membrane. Kontraksi dari membrane tersebut akan
menyebabkan retina tertarik ataupun menyusut, sehingga dapat mengakibatkan
terdapatnya robekan baru atau brkembang menjadi ablasio retina traksi.

Diagnosis Banding
9,10

7. Retinopati Hipertensi
Retinopati hipertensi merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan
kelainan vaskuler retina pada penderita hipertensi. Kelainan vaskuler yang
49

terjadi dapat berupa penyempitan vaskular, percabangan vaskular, fenomena
crossing atau sklerosis dari vaskular.
Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami
beberapa perubahan patofisiologis. Pada tahap awal pembuluh darah retina
akan mengalami vasokonstriksi secara generalisata yang merupakan akibat
dari peningkatan tonus arterioles dari mekanisme autoregulasi yang
sebenarnya merupakan mekanisme kompensasi. Sehingga pada keadaan
ini, pada pemeriksaan funduskopi akan tampak penyempitan arteriol retina
secara generalisata.
Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan
terjadinya penebalan intima pembuluh darah, hyperplasia dinding tunika
media dan degenerasi hyalin. Pada tahap ini akan terjadi penyempitan
arteriolar yang lebih berat dan perubahan pada persilangan arteri-vena
yang dikenal sebagai arteriovenous nicking. Terjadi juga perubahan pada
refleks cahaya arteriolar yaitu terjadi pelebaran dan aksentuasi dari refleks
cahaya sentral yang dikenal sebagai copper wiring. Setelah itu akan
terjadi tahap pembentukan eksudat, yang akan menimbulkan kerusakan
pada sawar darah-retina, nekrosis otot polos dan sel-sel endotel, eksudasi
darah dan lipid, dan iskemik retina. Perubahan-perubahan ini
bermanifestasi pada retina sebagai gambaran mikroaneurisma, hemoragik,
hard exudate dan infark pada lapisan serat saraf yang dikenal sebagai
cotton-wool spot. Edema diskus optikus dapat terlihat pada tahap ini, dan
biasanya merupakan indikasi telah terjadi peningkatan tekanan darah yang
sangat berat.
Manifestasi klinis pada diabetik hipertensif berupa pembuluh darah
(terutama arteriole retina) yang berwarna lebih pucat. kaliber pembuluh
yang menjadi lebih kecil atau ireguler (karena spasme lokal), percabangan
arteriol yang tajam, pembuluh darah yang irregular dan terdapat fenomena
crossing berupa elevasi (pengangkatan vena oleh arteri yang berada
dibawahnya), deviasi (penggeseran posisi vena oleh arteri yang
50

bersilangan dengan vena tersebut dengan sudut persilangan yang lebih
kecil) dan kompresi (penekanan yang kuat oleh arteri yang menyebabkan
bendungan vena).

Gambar 17
Retinopati Hipertensi
Dikutip dari kepustakaan nomor 9
8. Central Retina Artery Occlusion (CRAO)
Hilangnya visus yang tiba-tiba, semakin memberat dan tanpa nyeri
pada salah satu mata merupakan karakteristik dari oklusi arteri retina sentral.
Retina akan menjadi opaque dan edema, khususnya dibagian kutub posterior
dimana serabut saraf dan sel-sel ganglion menjadi tebal. Oklusi arteri retina
sentral yang merupakan cabang dari arteri oftalmika hanya menyebabkan
iskemia pada retina bagian dalam. Oklusi ini akan menyebabkan iskemia
pada daerah yang tidak mendapat oksigen dan dapat menyebabkan kebutaan
yang permanen.
Pada pemeriksaan fisis defek pupil aferen dapat muncul dalam
beberapa detik setelah sumbatan arteri retina. Reaksi pupil jadi melambat
dan anisokor. Pada pemeriksaan funduskopi akan tampak retina berwarna
pucat akibat edema dan gambaran seperti sosis pada arteri retina akibat
51

pengisian yang tidak merata. Sesudah beberapa jam retina tampak pucat,
keruh, keabu-abuan yang disebabkan edema lapisan dalam retina dan
lapisan sel ganglion. Pada keadaan ini akan tampak cherry red spot pada
fovea.


Gambar 18.
Central Retinal Artery Occlusion
(Dikutip dari kepustakaan nomor 9)
Pencegahan
7

Kegagalan untuk melakukan pemeriksaan rutin skrining ophthalmologi pada
pasien dengan diabetes mellitus adalah kelalaian yang mengekspos pasien untuk
risiko kebutaan. Semua pasien dengan diabetes tipe 2 karena itu perlu diberikan
pemeriksaan ophthalmologi untuk diagnosis gangguan, dan jenis pasien diabetes
tipe 1 harus melakukan pemeriksaan ophthalmologi dalam waktu 5 tahun dari
diagnosis. Setelah itu, pasien diabetes harus menjalani pemeriksaan ophthalmologi
sekali setahun, atau lebih sering jika terdapat retinopati diabetes.Pasien hamil
harus diperiksa sekali setiap trimester.


Prognosis
1,7

Kontrol kondisi retina juga perlu dilakukan secara berkala, berikut adalah
tabel waktu follow up pasien diabetik retinopathy berdasarkan jenisnya
52

Table 1. Tabel waktu follow up
Kelainan Retina Follow-up yang disarankan
Normal or rare microaneurysms Setiap tahun
Mild NPDR Setiap 9 months
Moderate NPDR Setiap 6 months
Severe NPDR Setiap 2-4 months
CSME Setiap 2-4 months" (careful follow-up)
PDR Setiap 2-3 months" (careful follow-up)

Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat mempertahankan atau
menunda retinopati. Hipertensi arterial tambahan juga harus diobati (dengan
tekanan darah disesuaikan <140/85 mmHg). Tanpa pengobatan, Detachment
retinal tractional dan edema macula dapat menyebabkan kegagalan visual yang
berat atau kebutaan. Bagaimanapun juga, retinopati diabetik dapat terjadi
walaupun diberi terapi optimum.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pandelaki K. Retinopati Diabetik. Sudoyo AW, Setyiohadi B, Alwi I,
Simadibrata KM, Setiati S, editors. Retinopati Diabetik. Dalam : Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Penerbit Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. p.1857,
1889-1893.
2. Zing-Ma J, Sarah X-hang. Endogenous Angiogenic Inhibitors in Diabetic
Retinopathy. In: Ocular Angiogenesis Disease. Mew Jersey : Humana Press ;
2006. p 23-35.
3. Bhavsar AR. Diabetic retinopathy. [monograph on the internet]. Medscape
Reference; 2014 [cited 2014 Februari 7]. Available from:
http://www.emedicine.medscape.com/article/1225122
53

4. Frank RN. Medical Progress Diabetic Retinopathy. N Engl J Med. 2004;
350:48-58
5. Antonetti DA, Klein R, Gardner TW. Mechanism of Disease Diabetic
Retinopathy. N Eng J Med 2012; 366: 1227-39
6. Vaughan D. Oftalmologi umum: Retina dan tumor intraocular. Edisi 14.
Jakarta :WidyaMedika; 2000. p. 13-4, 211-17.
7. Lang GE, Lang GK. In: Lang GK. Opthalmology a Pocket Textbook Atlas
Second Edition. New York: Thieme; 2006. p.332-342
8. Ming AS, Constable lj, eds. Ocular Manifestation of Systemic Disease in
Color Atlas of Ophtalmology, 3
rd
ed, p.81-86,91-97
9. Kanski J. Retinal Vascular Disease. In :Clinical Ophthalmology.
London:Butterworth-Heinemann;2003. p.439-54,468-70
10. Knobbe C.A. Diabetic Eye Center A Review of Diabetic Retinopathy.
Available from: http://www.texomaeyedoctors.com/diabetic-eye-center
11. Pollreisz A, Schmidt U in Journal of Ophthalmology. Review Article Diabetic
Cataract Pathogenesis, Epidemiology and Treatment. Department of
Ophthalmology and Optometry, Medical University Vienna, Available from:
http://www.hindawi.com/journals/joph/2010/608751/
12. Regillo C, et al. Retinal Vascular Disease. In : Skuta GL, et al. Basic and
Clinical Science course section 12 retinal and vitreus 2011 2012. San Fran-
cisco: Lifelong education for the ophthalmologist: 2011.p.115-130
13. Netter FH, Atlas of Neuroanatomy and Neurophysiology. Comtan: U.S.A.
2002. p. 82
14. Kanski J. Retinal Vascular Disease. In :Clinical Ophthalmology. Lon-
don:Butterworth-Heinemann;2003. p.439-54,468-70
15. American Academy of Ophtalmology Retina Panel. Preffered Practice Pattern
Guidelines. Diabetic Retinopathy San Fransisco: American Academy of Oph-
talmology; 2012.

Anda mungkin juga menyukai