Anda di halaman 1dari 7

Penyederhanaan Parpol melalui Parlementer threshold (PT)

PRO KONTRA
Teoritik
C.F Strong: Dalam bingkai Negara
kesejahteraan, Negara diletakkan pada
suatu tanggung jawab yang besar
untuk menyejahterahkan rakyatnya.
Oleh karena itu, Negara mempunyai
wewenang untuk mencari cara dan
kebijakan terbaik yang bisa dijadikan
potensi dalam usaha mensejahterakan
rakyatnya (Muh. Yusuf), termasuk
memilih sistem pemerintahan yang
benar-benar cocok dan terbaik untuk
Negara ini.
Donner mengatakan, ada dua fungsi
Negara: 1. Politich als etich 2. Politich
als technich. Tujuan Negara Indonesia
telah terekstraksi dalam butir-butir
konstitusi yang kemudian memberikan
wewenang dan kewajiban kepada
Negara untuk bisa dipenuhi.
Pemenuhan apa yang menjadi cita-cita
Negara inilah yang menjadikan Negara
sebagai fungsi dari politich als technich
( cara mencapai tujuan), dalam hal ini
para pembuat undang-undang
memandang bahwa kita memilih
menggunakan system pemerintahan
presidensil, maka idealnya meilhat
teori system presidensiil murni, tidak
Teoritik
Menurut Harris Soche, demokrasi
adalah bentuk pemerintahan rakyat,
karena itu kekuasaan pemerintahan itu
melekat pada diri rakyat diri orang
banyak dan merupakan hak bagi rakyat
atau orang banyak untuk mengatur,
mempertahankan dan melindungi
dirinya dari paksaan dan pemerkosaan
orang lain atau badan yang diserahi
untuk memerintah. Oleh karena itu,
maka tidak dibenarkan untuk
menghalangi rakyat untuk bisa
berpartisipasi secara bebas dalam
proses pemerintahan.
Menurut John Locke, Negara hanyalah
pemegang kekuasaan yang diberikan
oleh rakyat yang diberikan tanggung
jawab untuk memastikan bahwa hak-
hak rakyat dapat dipenuhi oleh Negara
termasuk hak untuk terlibat secara
aktif dalam proses pemerintahan
melalui platform yang berbeda dalam
sebuah wadah parpol yang dipilih.
Maka PT, akan berakibat begitu
banyaknya hak-hak yang terlimitasi
dalam sebuah aturan yang sifatnya
dikenal dengan istilah koalisi.
Saldi Isra: Multi partai tidak kondusif
pada bentuk sistem pemerintahan
presidensil.
Mahfud MD: melihat dinamika
ketatanegaraan tidak melulu
didasarkan atas pengetahuan teoritik ,
tapi juga harus melihat kondisi real
yang ada. Fakta bahwa Negara ini
telah menganut multi partai sejak
dahulu sebagai perwujudan kebebasan
berserikat dalam harmoni Negara
pluralis, menjadi persoalan tersendiri
disisi lain sistem pemerintahan yang
kita anut adalah presidensial yang
idealnya hanya terdiri dari dua partai
yang bersaing dipemerintahan agar
tercapainya sebuah sistem
pemerintahan yang kuat dan efektif.
Namun persoalan ini tidak bisa serta
merta diselesaikan pada kondisi yang
parsial tanpa melihat persoalan secara
paripurna, bahwa undang-undang
tentang Partai politik tidak membatasi
siapapun untuk mendirikan parpol.
maka, cara terbaik adalah dengan
melakukan penyederhanaan parpol
melalui penerapan parlement
threshold. Parlementer threshold
adalah ketentuan batas minimal yang
harus dipenuhi partai politik (parpol)
untuk bisa menempatkan calon
hanyalah procedural.
Mac Iver : semua Negara modern saat
ini dapat dikategorikan sebagai Negara
demokrasi, namun tidak ada yang
memiliki karakter yang sama. Maka
identitas Negara Indonesia sebagai
sebuah Negara yang pluralis dengan
memiliki kesamaan hak politik
menjadikan pembatasan melalui PT
tidak bisa dibenarkan adanya.
Janedri M. Ghafar: persoalan
mayoritas dalam demokrasi menjadi
kurang relevan jika pemahaman
demokrasi juga meliputi pemerintahan
demokratis.
Menurut Mantan ketua MK, Mahfud
MD: keadilan substansial tidak bisa
dikalahkan oleh segala hal yang
sifatnya prosedural. Sebagai
pembanding, MK kemudian membuat
keputusan yang monumental dengan
menyatakan setiap orang berhak
memilih di pemilu dengan
menggunakan KTP tanpa dibatasi
prosedur yang mengatur orang yang
berhak memilih hanya yang terdaftar
di DPT.
Asas umum HAM yang utama
diantaranya adalah asas Non-
legislatifnya di parlemen.
Scott Mainwaring yang melakukan
studi perbandingan politik negara-
negara berkembang tentang hubungan
presidensialisme, multipartai dan
demokrasi pada tahun 1993 juga
menyatakan bahwa sistem
presidensial tidak kompatibel dengan
sistem multipartai. Kombinasi kedua
sistem ini mengakibatkan sulitnya
membangun koalisi antarpartai politik
dan hal ini tentu saja dapat
mengganggu stabilitas pemerintahan.
Maka, penerapan PT harus senantiasa
ditingkatkan agar dihasilkan jumlah
parpol yang menyusut yang
merupakan partai-partai yang benar-
benar siap untuk bisa menahkodai
sistem legislatif Negara ini.
Menurut David Held ada 10 bentuk
demokrasi salah satunya adalah
democracy autonomy yang salah satu
cirinya adalah sistem kepartaian yang
kompetitif guna menyusun prioritas
pemerintahan yang efektif dan tentu
saja tidak dalam kapasitas membatasi
hak dan kewajiban warga Negara. PT
akan membuat sistem pemilu dan
kepartaian akan jauh lebih kompetitif.

diskriminasi. PT akan membuat hanya
partai yang besar saja yang akan
mendominasi pemilu dan akan
menutup peluang partai kecil yang
meskipun memiliki sebuah platform
yang sangat baik tidak bisa bersaing
untuk mengendarai proses bernegara
di negeri ini. Sebuah diskiminasi yang
sifatnya massif mengingat Konstitusi
Negara ini membebaskan setiap orang
untuk terlibat dalam proses
pemerintahan.
Dalam Kovenan internasional tentang
Hak sipil dan politik, Hak berpolitik
adalah hak yang non-derogable artinya
tidak dapat direnggut. PT akan
membuat hak rakyat untuk berpolitik
akan terenggutkan, ini akan melanggar
amanat rakyat kepada Negara dimana
dalam Negara modern kekinian,
Negara harus melindungi dan
memenuhi hak-hak warga Negara.
Dasar Konstitusional
Tujuan Negara dalam preambul UUD
Dasar Konstitusional
1945
Tanggung jawab Negara yang
demikian besar yang menjiwai seluruh
pasal UUD 1945
Bentuk sistem pemerintahan
presidensiil yang tersirat dalam UUD
1945
PT tidak melanggar konstitusi sebab PT
bukan melarang setiap orang untuk
berpatisipasi dalam politik dan
pemerintahan. Rakyat tetap memiliki
hak untuk berpartisipasi, tetapi
melalui mekanisme yang tepat. PT
adalah sebuah prosedur yang dimana
pembentukan parpol sendiri memiliki
prosedur. Ini demi tercapai sebuah
kontestasi yang sehat dan konstruktif.
PT menelurkan output untuk
memangkas pragmatism guna tercapai
suatu cita-cita pemerintahan yang bisa
mensejahterahkan.
Pasal 28J ayat 2 menyatakan bahwa
dalam menjalankan hak dan
kebebasannya, setiap orang wajib
tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan undang-undang dst. Ayat
ini menjelaskan bahwa kebebasan di
Indonesia bukan tidak tak terbatas,
beberapa aturan perlu diberikan demi
mencapai tujuan bernegara.

Pasal 27 menjadi jaminan bagi
siapapun di negeri ini tanpa terkecuali
untuk bisa terlibat aktif dalam
pemerintahan.
Pasal 28 memberikan kebebasan untuk
berserikat.
Konstitusi melarang Negara untuk
berlaku diskriminatif terhadap warga
negaranya atas dasar apapun, dan
warga Negara berhak mendapatkan
perlindungan dari tindakan yang
sifatnya diskriminatif (pasal 28I ayat 2)
PT membatasi sebagian warga Negara
untuk mengembangkan diri dan
meningkatkan kualitas hidupnya
dengan terkooptasi hak mereka untuk
bisa berbicara banyak dalam
pemerintahan

Aspek Yuridis
UU nomor 8 tahun 2012 tentang
pemilu, pembuat UU memutuskan
untuk menaikkan PT yang pada pemilu
sebelumnya hanya 2,5 menjadi 3,5%
sebagai upaya untuk menyusutkan
jumlah partai yang diharapkan pada
pemilu selanjutnya PT semakin lebih
progressif
Prinsip Good governance yang
termuat dalam UU. 32 tahun 2004
tentang Pemda menuntut Negara agar
dapat menyelenggarakan
pemerintahan secara efektif dan
efisien. Menurut scott Mainwaring,
akan ada problem manakala sistem
presidensial dikombinasikan dengan
sistem multipartai. Kombinasi seperti
ini akan menghasilkan instabilitas
pemerintahan. Ini terjadi karena faktor
fragmentasi kekuatan-kekuatan politik
di parlemen dan jalan buntu bila
terjadi konflik relasi eksekutif-
legislatif. Dampak multipartai di
Indonesia dapat kita rasakan bersama,
yaitu sulitnya Presiden untuk
membuat Decision Making berkaitan
dengan masalah kehidupan berbangsa
dan negara yang strategis meliputi
aspek; politik, ekonomi, diplomasi dan
militer.

Aspek Yuridis
Menurut UU nomor 39 tahun 1999
diskriminasi adalah setiap pembatasan
yang berakibat pengurangan
penyimpangan atau penghapusan
pengakuan pelaksanaan atau
penggunaan hak asasi manusia dan
kebebasan dasar dalam kehidupan
baik individual maupun kolektif dalam
bidang politik, ekonomi, hukum, sosial,
budaya dan aspek kehidupan lainnya.
Pengertian diskriminasi ini telah jelas
mengkualifikasikan pelaksanaan PT
telah mendiskriminasi sekolompok
individu yang memiliki hak
konstitusional yang sama
Pasal 15 uu nomor 39 tahun 1999 :
setiap orang berhak untuk
memperjuangkan hak pengembangan
dirinya, baik secara pribadi maupun
kolektif, untuk membangun
masyarakat bangsa dan negaranya.
Pasal ini sekali lagi tidak membenarkan
alasan apapun untuk dibatasinya hak
warga Negara yang telah dijaminkan
oleh konstitusi kepada mereka melalui
mekanisme PT.
UU nomo 2 tahun 2008 tentang parpol
mendefinisikan parpol sebagai wadah
bagi warga Negara untuk berpolitik
demi menjaga keutuhan Negara.
Melihat bahwasanya tujuan utama
parpol adalah untuk menjembatani
warga Negara agar bisa terlibat dalam
kehidupan politik bernegara, maka
dengan dibatasinya peluang mereka
untuk lolos ke parlemen, membuat
pilihan berpolitik yang dinamis akan
terkungkung pada pilihan yang
terbatas.
Pasal 12 UU nomor 2 tahun 2008 :
partai politik berhak memperoleh
perlakuan yang sama, sederajat dan
adil dari negara

Sosiologis empiris
PT berhasil menurunkan jumlah parpol
pada pemilu 2009.
Banyaknya parpol di parlemen
membuat pemerintahan dalam
beberapa periode ini kesulitan untuk
membuat kebijakan yang cepat, tepat
dan solutif.
Beberapa kali kebijakan yang disusun
pemerintah dalam bingkai masterplan
pembangunan harus kandas saat
berhadapan dengan parlemen
contohnya adalah kebijakan untuk
mengurangi subsidi BBM yang dinilai
Sosiologis empiris
Negara ini Negara yang plural adalah
fakta yang tidak terbantahkan.
Masyarakat telah menikmati
kebebasan berserikat sejak Negara ini
dibentuk. Mekanisme PT akan
menimbulkan suatu politik dominasi
yang tentu akan menutup peluang-
peluang bagi yang memiliki integritas
yang baik namun ingin memiliki
platform yang berbeda.
Parpol yang ada saat ini dinilai tidak
mampu mengakomodir berbagai
sudah overload.
Setiap pemilu selalu muncul parpol
baru yang ingin bersaing
Semangat reformasi untuk
memperkuat sistem presidensiil
Kesadaran berpolitik masyarakat yang
sifatnya pragmatis sehingga masih
tingginya keinginan untuk membentuk
parpol baru
Semakin banyak parpol artinya akan
semakin banyak kepentingan yang
tentu saja akan mempersulit dalam
proses pengambilan kebijakan, ini
sangat kontra produktif dalam
menjalankan tugas Negara untuk
menciptakan kebijakan yang
akomodatif dan responsive.
persoalan yang ada, malah terkesan
melahirkan budaya politik yang elitis.
Ketidak percayaan terhadap parpol
ditunjukkan dengan semakin
menurunnya tingkat partisipasi rakyat
dalam pemilu dengan kata lain
semakin meningkatnya angka golput
dalam setiap pemilu.
Parpol yang ada dianggap tidak
mampu menelurkan tokoh-tokoh yang
sesuai dengan harapan rakyat, karena
budaya politik elitis hanya membuka
peluang bagi petinggi parpol yang akan
maju dalam pilpres sedangkan orang-
orang yang benar-benar memiliki
kapabilitas tidak bisa muncul ke
permukaan
Tingkat kepercayaan masyarakat
kepada parpol yang semakin menurun
dikarenakan begitu banyak kader
parpol yang eksis selama ini terlibat
dalam kasus korupsi, mengakibatkan
orang-orang tetap berkeinginan
mendirikan parpol baru sebagai upaya
perubahan.

Anda mungkin juga menyukai