Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
Aquired immunodeficiency sindrome (AIDS) pertama kali diidentifikasi
pada tahun 1981 setelah muncul kasus-kasus pneumonia Pneumocytis carinii dan
sarcoma kaposi pada laki-laki muda homoseks di berbagai wilayah Amerika
Serikat. Sebelumnya kasus tersebut sangat jarang terjadi, apabila terjadi biasanya
disertai penurunan kekebalan imunitas tubuh. Pada tahun 1983 Luc Montagnier
mengidentifikasi virus penyebab AIDS, yang telah diisolasi dari pasien dengan
limfadenopati dan pada waktu itu diberi nama LAV (Lymphadenopathy virus).
Sedangkan Robert Gallo menemukan virus penyebab AIDS pada tahun 1984 yang
saat itu dinamakan HTLV-III. Meskipun demikian, dari beberapa literatur
sebelumnya ditemukan kasus yang cocok dengan definisi survailens AIDS pada
tahun 1950 dan 1960-an di Amerika Serikat. Sampel jaringan potong beku dan
serum dari seorang pria berusia 15 tahun di St. Louis, AS, yang dirawat dengan
dan meninggal akibat Sarkoma Kaposi diseminata dan agresif pada tahun 1968,
menunjukkan antibodi HIV positif dengan Western Blot dan antigen HIV positif
dengan ELISA. Pasien ini tidak pernah pergi ke luar negeri sebelumnya, sehingga
diduga penularannya berasal dari orang lain yang juga tinggal di AS pada tahun
1960-an, atau lebih awal.
1
Kasus pertama di Indonesia dilaporkan secara resmi oleh Departemen
Kesehatan pada tahun 1987, yaitu pada seorang warga Negara Belanda yang
sedang berlibur ke Bali. Sebenarnya sebelum itu, yaitu pada tahun 1985 telah
ditemukan kasus yang gejalanya sangat sesuai dengan HIV/AIDS dan hasil tes
ELISA tiga kali diulang dinyatakan positif. Tetapi tes Wetern Blot hasilnya
Negative, sehingga tidak dilaporkan. Kasus kedua ditemukan pada bulan Maret
1986 di RS Cipto Mangunkusumo, pada pasien hemofilia.
1
Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan
banyak Negara di seluruh dunia. Tidak ada satupun negara di dunia ini yang
terbebas dari HIV.
1,2
Menurut United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) di tahun
2009 jumlah odha mencapai 33,3 juta dengan kasus baru sebanyak 2,6 juta, dan
per hari lebih dari 7000 orang telah terinfeksi HIV, 97 % dari Negara
berpenghasilan rendah dan menengah. Penderita sebagian besar adalah wanita
sekitar 51 %, usia produktif 41% (15-24 th) dan anak-anak (WHO, 2010). HIV
dan AIDS menyebabkan krisis secara bersamaan, menyebabkan krisis secara
bersamaan, menyebabkan krisis kesehatan, krisis pembangunan Negara, krisis
ekonomi, pendidikan, dan juga krisis kemanusian.
1,2
Di indonesia sendiri, jumlah odha terus meningkat. Data terakhir pada
tahun 2008 menunjukkan bahwa jumlah odha di Indonesia telah mencapai 22.664
orang. (Depkes RI, 2008). Menurut UNAIDS, Indonesia merupakan Negara
dengan pertumbuhan epidemic tercepat di Asia. Pada tahun 2007 menempati
urutan ke-99 di dunia, namun karena pemahaman dari gejala penyakit dan
stigmata social masyarakat, hanya 5-10% yang terdiagnosa dan dilakukan
pengobatan.
3
Pada era sebelumnya upaya penanggulangan HIV/AIDS diprioritaskan pada
upaya pencegahan. Dengan semakin meningkatnya pengidap HIV dan kasus
AIDS yang memerlukan terapi ARV, maka strategi penanggulangan HIV/AIDS
dilaksanakan dengan memadukan upaya pencegahan dengan upaya perawatan,
dukungan serta pengobatan. Dalam memberikan kontribusi 3 by 5 initiative global
yang direncanakan oleh WHO di UNAIDS, Indonesia secara nasional telah
memulai terapi (ART) pada tahun2004. Hal ini dapat menurunkan risiko infeksi
oportunistik (IO) yang apabila berat dapat menimbulkan kematian pada odha.
Pada akhirnya, diharapkan kualitas hidup odha akan meningkat.
2





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Aquired Immunodeficiency syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala atau
penyakit yang diakibatkan karena penurunan kekebalan tubuh akibat adanya
infeksi oleh Human Imunodeficiency Virus (HIV) yang termasuk famili
retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.
1,4
2.2 Epidemiologi
Laporan UNAIDS-WHO menunjukkan bahwa AIDS telah merenggut
lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali dilaporkan pada tahun 1981. Pada tahun
2009, jumlah odha diperkirakan mencapai 33,3 juta orang, dengan sebagian besar
penderitanya adalah usia produktif, 15,9 juta penderita adalah permpuan dan 2,5
juta adalah anak-anak. Dengan jumlah kasus baru HIV sebanyak2,6 juta jiwa.
Dari jumlah kasus baru tersebut, sekitar 370 ribu diantaranya terjadi pada anak-
anak. Pada tahun yang sama, lebih dari dua juta orang meninggal karena AIDS.
3
Peningkatan jumlah orang hidup dengan HIV sungguh mengesankan. Pada
tahun 1990, jumlah odha baru berkisar pada angka delapan juta sedangkan saat
ini, jumlahnya sudah mencapai 33,2 juta orang. Dari keseluruhan jumlah ini, 67 %
diantaranya disumbangkan oleh odha di kawasan sub Sahara, Afrika.
3
Sejak 1985 sampa 1996 kasus AIDS masih jarang ditemukan di Indonesia.
Sebagian odha pada periode itu berasal dari kalangan homoseksual. Kemudian
jumlah kasus baru HIV/AIDS semakin meningkat dan sejak pertengahan tahun
1999 mulai terlihat peningkatan tajam yang terutama disebabkan akibat penularan
melalui narkotika suntik.
1
Saat ini, perkembangan epidemi HIV di Indonesia termasuk yang tercepat
di Asia. Sebagian besar infeksi baru diperkirakan terjadi pada beberapa
subpopulasi berisiko tinggi (dengan prevalensi > 5%) seperti pengguna narkotika
suntik (penasun), wanita penjaja seks (WPS), dan waria. Di beberapa provinsi
seperti DKI Jakarta, Riau, Bali, Jabar dan Jawa Timur telah tergolong sebagai
daerah dengan tingkat epidemi terkonsentrasi (concentrated level of epidemic).
Sedang tanah Papua sudah memasuki tingkat epidemi meluas (generalized
epidemic).
5
Berdasarkan laporan Departemen Kesehatan, terjadi laju peningkatan
kasus baru AIDS yang semakin cepat terutama dalam 3 tahun terakhir dimana
terjadi kenaikan tiga kali lipat dibanding jumlah yang pernah dilaporkan pada 15
tahun pertama epidemi AIDS di Indonesia. Dalam 10 tahun terakhir terjadi laju
penigkatan jumlah kumulatif kasus AIDS dimana pada tahun 1999 terdapat 352
kasus dan data tahun 2008 jumlah tersebut telah mencapai angka 16.110 kasus.
5
Dari jumlah kumulatif 16.110 kasus AIDS yang dilaporkan pada
Desember 2008, sekitar 74,9% adalah laki-laki dan 24,6% adalah perempuan.
Berdasarkan cara penularan, dilaporkan 48% pada heteroseksual; 42,3% pada
pengguna narkotika suntik; 3,8% pada homoseksual dan 2,2% pada transmisi
perinatal. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran dari dominasi kelompok
homoseksual ke kelompok heteroseksual dan penasun. Jumlah kasus pada
kelompok penasun hingga akhir tahun 2008 mencapai 1.225 orang. Kumulatif
kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok usia 20-29 tahun (50,82%),
disusul kelompok usia 30-39 tahun.
6
Dari 33 provinsi seluruh Indonesia yang melaporkan, peringkat pertama
jumlah kumulatif kasus AIDS berasal dari propinsi Jawa Barat sebesar 2.888
kasus, disusul DKI Jakarta dengan 2.781 kasus, kemudian diikuti oleh Jawa
Timur, Papua, dan Bali dengan masing-masing jumlah kasus secara berurutan
sebesar 2.591 kasus, 2.382 kasus, dan 1.177 kasus AIDS.
6
Rate kumulatif nasional kasus AIDS per 100.000 penduduk hingga akhir
Desember 2008 adalah sebesar 7,12 per 100.000 penduduk (dengan jumlah
penduduk Indonesia 227.132.350 jiwa berdasarkan data BPS tahun 2005).
Proporsi kasus yang dilaporkan meninggal sebesar 20,89%. Lima infeksi
oportunistik terbanyak yang dilaporkan adalah TBC sebanyak 8.986 kasus, diare
kronis 4.542 kasus, kandidiasis orofaringeal 4.479 kasus, dermatitis generalisata
1.146 kasus, dan limfadenopati generalisata sebanyak 603 kasus.
6
2.3 Etiologi
AIDS disebabkan oleh infeksi HIV, HIV adalah suatu virus RNA
berbentuk sferis yang termasuk retrovirus dari famili Lentivirus. Strukturnya
tersusun atas beberapa lapisan dimana lapisan terluar (envelop) berupa
glikoprotein gp 120 yang melekat pada glikoprotein gp41. Selubung glikoprotein
ini berafinitas tinggi terhadap molekul CD4 pada permukaan T-helper lymphosit
dan monosit atau makrofag. Lapisan kedua di bagian dalam terdiri dari protein
p17. Inti HIV dibentuk oleh protein p24. Di dalam inti ini terdapat dua rantai
RNA dan enzim transkriptase reverse (reverse trabscriptase enzyme).
4
Ada dua tipe HIV yang dikenal yakni HIV-1 dan HIV-2. Epidemi HIV
global terutama disebabkan oleh HIV-1 sedangkan tipe HIV-2 tidak terlalu luas
penyebarannya. Tipe yang terakhir ini hanya terdapat di Afrika Barat dan
beberapa negara Eropa yang berhubungan erat dengan Afrika Barat.
5
2.4 Mode Penularan
Infeksi HIV terjadi melalui tiga jalur transmisi utama yakni tranmisi
melalui mukosa genital (hubungan seksual) transmisi langsung ke peredaran darah
melalui jarum suntik yang terkontaminasi atau melalui komponen darah yang
terkontaminasi, dan transmisi vertikal dari ibu ke janin. CDC pernah melaporkan
adanya penularan HIV pada petugas kesehatan.
Tabel 1 : risiko penularan HIV dari cairan tubuh
Risiko tinggi Risiko masih sulit
ditentukan
Risiko rendah selama
tidak terkontaminasi darah
Darah, serum
Semen
Cairan amnion
Cairan serebrospinal
Mukosa seriks
Muntah
Sputum
Sekresi vagina
Cairan pleura
Cairan peritoneal
Cairan perikardial
Cairan synovial
Feses
Saliva
Keringat
Air mata
Urin
Sumber : Djauzi S, 2002
Sebenarnya risiko penularan HIV melalui tusukan jarum maupun percikan
cairan darah sangat rendah. Risiko penularan melalui perlukaan kulit (misal akibat
tusukan jarum atau luka karena benda tajam yang tercemar HIV) hanya sekitar
0,3% sedangkan risiko penularan akibat percikan cairan tubuh yang tercemar HIV
pada mukosa sebesar 0,09%.
2
2.5 Patogenesis
Limfosit CD4+ (sel T helper atau Th) merupakan target utama infeksi HIV
karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaanCD4. Lifosit CD4+
berfungsi mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting sehingga
bila terjadi kehilangan fungsi tersebut maka dapat menyebabkan gangguan imun
yang progresif.
1
Namun beberapa sel lainnya yang dapat terinfeksi yang ditemukan secara
in vitro dan invivo adalah megakariosit, epidermal langerhans, peripheral
dendritik, folikular dendritik, mukosal rectal, mukosa saluran cerna, sel serviks,
mikrogilia, astrosit, sel trofoblas, limfosit CD8, sel retina dan epitel ginjal.
6
Infeksi HIV terjadi melalui molekul CD4 yang merupakan reseptor utama
HIV dengan bantuan ko-reseptor kemokin pada sel T atau monosit, atau melalui
kompleks molekul adhesi pada sel dendrit . kompleks molekul adhesi ini dikenal
sebagai dendritic-cell specific intercellular adhesion molecule-grabbing
nonintegrin (DC-SIGN). Akhir-akhir ini diketahui bahwa selain molekul CD4 dan
ko-reseptor kemokin, terdapat integrin -4-7 sebagai reseptor penting lainnya untuk
HIV. Antigen gp 120 yang berada pada permukaan HIV akan berikatan dengan
CD4 serta ko-reseptor kemokin CXCR4 dan CCR5, dan dengan mediasi antigen
gp41 virus , akan terjadi fusi dan internalisasi HIV. Di dalam sel CD4, sampul
HIV akan terbuka dan RNA yang muncul akan membuat salinan DNA dengan
bantuan enzim transkriptase reversi. Selanjutnya salinan DNA ini akan
berintegrasi dengan DNA pejamu denga n bantuan enzim integrase. DNA virus
yang terintegrasi ini disebut dengan provirus . setelah terjadi integrasi , provirus
ini akan melakukan transkripsi dengan bantuan enzim polimerasi sel host menjadi
mRNA untuk selanjutnya mengadakan transkripsi dengan protein-protein struktur
sampai terbentuk protein. mRNA akan memproduksi semua protein virus.
Genomik RNA dan protein virus ini akan membentuk partikel virus yang nantinya
akan menempel pada bagian luar sel. Melalui proses budding pada permukaan
membran sel, virion akan dikeluarkan dari sel inang dalam keadaan matang.
Sebagian besar replikasi HIV terjadi di kelenjar getah bening, bukan di peredaran
darah tepi.
1
Pada pemeriksaan laboratoriumyang dilakukan untuk melihat defisiensi
imun, akan terlihat gambaran penurunan hitung sel CD4, inverse rasio CD4-CD8
dan hipergammaglobulinemia. Respon imun humoral terhadap virus HIV
dibentuk terhadap berbagai antigen HIV seperti antigen inti (p24) dan sampul
virus (gp21.gp41). Antibodi muncul di sirkulasi dalam beberapa minggu setelah
infeksi . secara umum dapat dideteksi pertama kali sejak 2 minggu hingga 3
bulan setelah terinfeksi HIV. Masa tersebut disebut jendela. Antigen gp120 dan
bagian eksternal gp21 akan dikenal oleh sistem imun yang dapat membentuk
antibodi netralisasi terhadap HIV. Namun, aktivitas netralisasi antibodi tersebut
tidak dapat mematikan virus dan hanya berlangsung dalam masa yang pendek.
Sedangkan respon imun selular yang terjadi berupa reaksi cepat sel CTL (sel T
sitolitik yang sebagian besar adalah sel T CD8). Walaupun jumlah dan aktivitas
sel T CD8 ini tinggi tapi ternyata tidak dapat menahan terus laju replikasi HIV.
1
Perjalanan penyakit infeksi HIV disebabkan adanya gangguan fungsi dan
kerusakan progresif populasi sel T CD4. Hal ini menyebabkan terjadinya deplesi
sel T CD4. Selain itu, terjadi juga disregulasi respon imun sel T CD4 dan
proliferasi CD4 jarang terlihat pada pasien HIV yang tidak mendapat pengobatan
antiretrovirus.
1
2.6 Perjalanan Penyakit
Dalam tubuh odha, partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien,
sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi.
Sebagian berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50%
berkembang menjadi pasien AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun
hampir semua orang yang terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS, dan
kemudian meninggal. Perjalanan penyakit tersebut menunjukkan gambaran
penyakit kronis, sesuai dengan perusakan sistem kekebalan tubuh yang juga
bertahap.
1
Dari semua orang yang terinfeksi HIV, lebih dari separuh akan
menunjukkan gejala infeksi primer yang timbul beberapa hari setelah infeksi dan
berlangsung selama 2-6 minggu. Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri
menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk dan
gejala-gejala ini akan membaik dengan atau tanpa pengobatan.
1
Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimtomatik (tanpa gejala)
yang berlangsung selama 8-10 tahun. Tetapi ada sekelompok kecil orang yang
perjalanan penyakitnya amat cepat, dapat hanya sekitar 2 tahun, dan ada pula
perjalanannya lambat (non-progressor). Sejalan dengan memburuknya kekebalan
tubuh, odha mulai menampakkan gejala-gejala akibat infeksi oportunistik seperti
berat badan menurun, demam lama, rasa lemah,pembesaran kelenjar getah
bening, diare, tuberkulosis, infeksi jamur, herpes dan lain-lainya.
Kelompok Gejala Kekerapan (%)
Umum Demam
Nyeri otot
Nyeri sendi
Rasa lemah
90
54
-
-
Mukokutan Ruam kulit
Ulkus di mulut
70
12
Limfadenopati 74
Neurologi Nyeri kepala
Nyeri belakang mata
Fotofobia
Depresi
Meningitis
32
-
-
-
12
Saluran cerna Anoreksia
Nausea
Diare
Jamur di mulut
-
-
32
12
Sumber : (Djauzi S, 2002)
Tanpa pengobatan ARV, system kekebalan tubuh orang yang terinfeksi
HIV akan memburuk bertahap meski selama beberapa tahun tidak bergejala. Pada
akhirnya, odha akan menunjukkan gejala klinik yang makin berat. Hal ini berarti
telah masuk ke tahap AIDS. Terjadi gejala-gejala AIDS biasanya didahului oleh
akselerasi penurunan jumlah limfosit CD4. Perubahan ini diikuti oleh gejala klinis
menghilangnya gejala limfadenopati generalisata yang disebabkan hilangnya
kemampuan respon imun selular untuk melawan turnover HIV dalam kelenjar
limfe karena manifestasi awal kerusakan dari system imun tubuh adalah
kerusakan mikroarsitektur folikel kelenjar getah bening dan infeksi HIV meluas
ke jaringan limfoid, yang dapat diketahui dari pemeriksaan hibridasi insitu.
Sebagian replikasi HIV terjadi di kelenjar getah bening, bukan di peredaran darah
tepi.
1
Pada waktu orang dengan infeksi HIV masih merasa sehat, klinis tidak
menunjukkan gejala, pada waktu itu terjadi replikasi HIV yang tinggi, 10 partikel
setiap hari. Replikasi yang cepat ini disertai dengan mutasi HIV dan seleksi,
muncul HIV yang resisten. Bersamaan dengan replikasi HIV, terjadi kehancuran
limfosit CD4 yang tinggi, untungnya tubuh manusia bisa mengkompensasi dengan
memproduksi limfosit CD4 sekitar 10 miliar sel setiap hari.
1
Perjalanan penyakit lebih progresif pada pengguna narkotika. Lebih dari
80% pengguna narkotika terinfeksi virus hepatitis C. infeksi pada katup jantung
juga adalah penyakit yang dijumpai pada odha pengguna narkotika dan biasanya
tidak ditemukan pada odha yang tertular dengan cara lain. Lamanya pengguna
jarum suntik berbanding lurus dengan infeksi pneumonia dan tuberculosis. Makin
lama seseorang menggunakan narkotika suntikan, makin mudah ia terkena
peunemonia dan tuberkoulosis. Infeksi secara bersamaan ini akan menimbulkan
efek buruk. Infeksi oleh kuman penyakit lain akan menyebabkan virus HIV
membelah dengan lebih cepat sehingga jumlahnya akan meningkat pesat. Selain
itu juga dapat menyebabkan reaktivitas virus di dalam limfosit T. Akibatnya
perjalanan penyakitnya biasanya lebih progresif.
1
Secara ringkas, perjalanan alamiah penyakit HIV/AIDS dikaitkan dengan
hubungan antara jumlah RNA virus dalam plasma dan jumlah limfosit CD4+.
Gambaran perjalanan alamiah infeksi HIV. Dalam periode infeksi primer,
HIV menyebar luar di dalam tubuh; menyebabkan deplesi sel T CD4 yang terlihat
pada pemeriksaan darah tepi. Reaksi imun terjadi sebagai respon terhadap HIV,
ditandai dengan penurunan viremia.
Selanjutnya terjadi periode laten dan penurunan jumlah sel T CD4 terus
terjadi hingga mencapai di bawah batas kritis yang akan memungkinkan
terjadinya infeksi oportunistik.
2.7 Diagnosis
2.7.1 Anamnesis
Anamnesis yang lengkap termasuk risiko perjalanan HIV, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboratorium, dan konseling perlu dilakukan pada setiap odha
saat kunjungan pertama kali ke sarana kesehatan. Hal ini dimaksudkan untuk
menegakkan diagnosis, diperolehnya data dasar mengenai pemeriksaan fisik dan
laboratorium, memastikan pasien memahami tentang infeksi HIV, dan untuk
menentukan tatalaksana selanjutnya.
Dari anamnesis, perlu digali faktor resiko HIV/AIDS, berikut ini
mencantumkan daftar tilik riwayat pen yakit pasien dengan tersangka odha (tabel
3 dan tabel 4).
Tabel 3. Faktor risiko infeksi HIV
- Penjaja seks laki-laki atau perempuan
- Pengguna napza suntik (dahulu atau sekarang)
- Laki-laki yang berhubungan seks dengan sesama laki-laki (LSL) dan
transgender (waria)
- Pernah berhungan seks tanpa pelindung dengan penjaja seks komersial
- Pernah atau sedang mengidap penyakit infeksi menular seksual (IMS)
- Pernah mendapatkan tranfusi darah atau resipient produk darah
- Suntikan, tato, tindik, dengan menggunakan alat nonsteril
Sumber : depkes RI 2007





Tabel 4 : daftar tilik riwayat pasien
Riwayat ginekologi
- Hasil tes papanicolaou terakhir
(pap smear)
- Menstruasi abnormal
- Nyeri panggul atau keluar duh
Riwayat penyakit umum lain
- Keadaan medis lain seperti :
diabetes, hipertensi, penyakit
jantung dan pembuluh darah,
hepatitis B, hepatitis C
Riwayat kehamilan dan KB
- Kehamilan sebelumnya
- Anak dan status HIVnya(hidup,
meninggal)
- Pengobatan ARV selama
kehamilan
- Jenis ARV dan lamanya
- Kontrasepsi
- Hari pertama menstrusi terakhir
Riwayat vaksinasi
- BCG
- Vaksinasi hepatitis A
- Vaksinasi hepatitis B
Riwayat pengobatan
- Obat yang pernah didapat dan
alasannya
- Obat tradisional yang pernah
atau sedang digunakan
- Terapi substitusi metadon
Riwayat alergi
- Alergi obat atau zat yang
diketahui
Riwayat terapi ARV
- Pengobatan ARV yang sedang
atau pernah didapat
- Jenis ARV dan berapa lama
- Pemahaman tentang ARVdan
kesiapannya bila belum pernah
Riwayat psikologi
- Riwayat keluarga, misal anggota
keluarga dekat yang terinfeksi
HIV
- Riwayat sosial : status
perkawinan, pendidikan,
pekerjaan, sumber pendapatan
- Dukungan keluarga dan
finansial
- Kesiapan untuk mengungkap
status
- Ketersediaan dukungan
perawatan dan pengobatan
Riwayat penggunaan zat
- Alkohol stimulan, opiat dan
Status fungsional
- Mampu bekerja, ke sekolah,
lain-lain
- Riwayat merokok
pekerjaan rumah tangga
- Mampu bergerak tapi tidak
mampu bekerja
- Terbaring
- Perawatan sehari-hari yang
diperlukan
Sumber : depkes RI 2007
2.7.2 Pemeriksaan fisik
Daftar tilik pemeriksaan fisik pada pasien dengan kecurigaan infeksi HIV
dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6 : daftar tilik pemeriksaan fisik
Catat tanda vital : berat badan, temperatur, tekanan darah, frekuensi denyut nadi,
respirasi
Keadaaan umum Kehilangan berat badan sedang sampai
nyata yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya, HIV wasting
Kehilangan berat badan yang cepat patut
diduga adanya IO aktif, terutama bila
disertai demam
Kehilangan berat badan bertahap (tidak
disebabkan oleh malnutrisi atau penyakit
lain) patut diduga karena infeksi HIV
Kehilangan berat badan secara perlahan,
demam dan anemia sering menyertai
infeksi MAC
Jejas suntikan dan infeksi jaringan lunak
sering terjadi pada penasun
Penyakit lain selain HIV Malaria, TB, sifilis, gastroentritis,
pneumonia bakterial, penyakit radang
panggul, hepatitis viral
Kulit Lihat tanda-tanda masalah kulit terkait
HIV atau lainnya, yang meliputi: kulit
kering, PPE terutama di kaki, dermatitis
seboroik pada muka dan kepala
Lihat tanda-tanda herpes simpleks,dan
herpes zoster, atau jaringan parut bekas
herpes zoster dimasa lalu
Kelenjar getah bening Mulai dari KGB di leher
Persisten generalized lymphadenopathy
(PGL), khas berupa pembengkakan
multipel dan bilateral, lunak, tidak nyeri,
KGB servikal yang mudah digerakkan.
Hal yang sama mungkin di daerah ketiak
dan selangkangan
KGB pada TB khas biasanya unilateral,
nyeri, keras, pembengkakan KGB
disertai gejala umum lain seperti
demam, keringat malam, dan kehilangan
berat badan
Mulut Lihat tanda bercak putih di rongga mulut
(kandidosis oral), serabut putih di bagian
samping lidah (OH) dan pecah di sudut
mulut (kelitis angularis)
Dada Masalah yang tersering adalah PCP dan
TB
Gejala dan tandanya: batuk, sesak nafas,
batuk darah, berat badan menurun,
demam, edem atau konsolidasi paru
Lakukan foto torak bila memungkinkan
Abdomen Lihat adanya hepatosplenomegali, teraba
masa, atau nyeri lokal
Ikterik menandakan kemungkinan
hepatitis viral
Nyeri menelan biasa disebabkan oleh
karena kandidosis esofageal
Anogenital Lihat adanya herpes simpleks atau lesi
genital lainnya, duh vagina atau uretra
(penis)
Lakukan Pap smear bila memungkinkan
Pemeriksaan neurologi Perhatikan visus dan lihat tanda
neuropati (bilateral, periferal, atau
mononeropati
Nilai adanya kelemahan neurologis.

Gambaran klinis yang terjadi, umumnya akibat adanya infeksi oportunistik
atau kanker yang terkait dengan AIDS seperti sarkoma kaposi, limfoma malignum
dan karsinoma serviks invasif. Daftar tilik pemeriksaan fisik pada pasien dengan
kecurigaan infeksi HIV dapat dilihat pad tabel 6. Di RS Dr. Cipto Mangunkusumo
(RSCM) jakarta, gejala klinis yang sering ditemukan pada odha umumnya berupa
demam lama, batuk, adanya penurunan berat badan, sariawan, dan diare, seperti
pada tabel 7.

Tabel 7. Gejala AIDS di RS Dr. Cipto Mangunkusumo
gejala frekuensi
Demam lama 100%
Batuk 90,3%
Penurunan berat badan 80,7%
Sariawan dan nyeri menelan 78,8%
Diare 69,2%
Sesak nafas 40,4%
Pembesaran kelenjar getah bening 28,8%
Penurunan kesadaran 17,3%
Gangguan penglihatan 15,3%
Ensefalopati 4,5%
Neuropati 3,8%
Sumber : Yunihastuti E dkk, 2005
2.7.3 Pemeriksaan penunjang
Untuk memastikan diagnosis terinfeksi HIV, dilakukan dengan
pemeriksaan laboratorium yang tepat. Pemeriksaan dapat dilakukan antara lain
dengan pemeriksaan antibodi terhadap HIV, deteksi virus atau komponen virus
HIV (umumnya DNA atau RNA virus) di dalam tubuh yakni melalui pemeriksaan
PCR untuk menentukan viral load, dan tes hitung jumlah limfosit sedangkan
untuk kepentingan surveilans, diagnosis HIV ditegakkan apabila terdapat infeksi
oportunistik atau limfosit CD4+ kurang dari 200 sel/mm
3
(tabel 8).
6
Tabel 8. Anjuran pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan pada odha
Tes antibodi terhadap HIV (AI);
Tes Hitung jumlah sel T CD4 T (AI);
HIV RNA plasma (viral loadI) (AI)
Pemeriksaan darah perifer lengkap, profil kimia, SGOT, SGPT, BUN dan
kreatinin, urinalisis, tes mantux, serologi hepatitis A, B, dan C, anti-Toxoplasma
gondii IgG, dan pemeriksaan Pap-smear pada perempuan (AIII);

Pemeriksaan kadar gula darah puasa dan profil lipid pada pasien dengan risiko
penyakit kardiovaskular dan sebagai penilaian awal sebelum inisasi kombinasi
terapi (AIII);
Sumber : Yayasan Spiritia 2006

Pemeriksaan anti HIV dilakukan setelah dilakukan konseling pra-tes dan
biasanya dilakukan jika ada riwayat perilaku risiko (terutama hubungan seks yang
tidak aman atau penggunaan narkotika suntikan). Tes HIV juga dapat ditawarkan
pada mereka dengan infeksi menular seksual, hamil, mengalami tuberkulosis
aktif, serta gejala dan tanda yang mengarah adanya infeksi HIV. Hasil
pemeriksaan pada akhirnya akan diberitahukan, untuk itu, konseling pasca tes
juga diperlukan. Jadi, pemeriksaan HIV sebaiknya dilakukan dengan memenuhu
3C yakni confidential (rahasia), disertai dengan counselling (konseling), dan
hanya dilakukan dengan informed consent.
1
Tes penyaring standar anti-HIV menggunakan metode ELISA yang
memiliki sensivitas tinggi (>99%). Jika pemeriksaan penyaring ini menyatakan
hasil yang reaktif, maka pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan
konfirmasi untuk memastikan adanya infeksi oleh HIV. Uji konfirmasi yang
sering dilakukan saat ini adalah dengan teknik Western Blot (WB). Hasil tes
positif palse dapat disebabkan adanya autoantibodi, penerima vaksin HIV, dan
kesalahan teknik pemeriksaan. Hasil tes positif pada bayi yang lahir dari ibu HIV
positif belum tentu berarti tertular mengingat adanya IgG terhadap HIV yang
berasal dari darah ibu. IgG ini dapat bertahan selama 18 bulan sehingga pada
kondisi ini, tes perlu diulang pada usia anak > 18 bulan.
1
Hasil tes dinyatakan positif bila tes penyaring dua kali positif ditambah
dengan tes konfirmasi dengan WB positif. Di negara-negara berkembang
termasuk indonesia, pemeriksaan WB masih relatif mahal sehingga tidak mungkin
dilakukan secara rutin. WHO menganjurkan strategi pemeriksaan dengan
kombinasi dari pemeriksaan penyaring yang tidak melibatkan pemeriksaan WB
sebagai konfirmasi. Di Indonesia, kombinasi yang digunakan adalah tiga kali
positif pemeriksaan penyaring dengan menggunakan strategi 3. Bila hasil tes tidak
sama misal hasil tes pertama reaktif, tes kedua reaktif dan ketiga non-reaktif,
maka keadaan ini disebut sebagai indeterminate dengan catatan orang tersebut
memiliki riwayat pajanan atau berisiko tinggi tertular HIV. Bila orang tersebut
tanpa riwayat pajanan atau tidak memiliki risiko tertular, maka hasil pemeriksaan
dilaporkan sebagai non-reaktif.
1
2.7.4 Penilaian klinis
Penilaian klinis yang perlu dilakukan setelah diagnosis HIV ditegakkan
meliputi penentuan stadium klinis infeksi HIV, mengidentifikasikan penyakit
yang berhubungan dengan HIV saat ini yang membutuhkan pengobatan,
mengidentifikasikan kebutuhan terapi ARV dan infeksi oportunistik, serta
mengidentifikasikan pengobatan.
2
2.7.5 Stadium klinis
WHO membagi HIV/AIDS menjadi empat stadium klinis yakni stadium I
(asimtomatik), stadium II (sakit ringan), stadium III (sakit sedang), stadium IV
(sakit berat dan AIDS), dalam tabel 9. Bersama dengan hasil pemeriksaan jumah
sel T CD4, stadium klinis ini dapat dijadikan panduan untuk memulai terapi
profilaksis infeksi oportunistik dan memulai atau mengubah terapi ARV.
3
2.7.6 Penilaian imunologi
Tes hitung jumlah sel T CD4 merupakan cara yang terpercaya dalam
menilai status imunitas odha dan memudahkan kita untuk mengambil keputusan
dalam memberikan pengobatan ARV. Tes CD4 ini juga digunakan sebagai
pemantau respon terapi ARV. Namun yang penting diingat bahwa meski tes CD4
dianjurkan, bilamana tidak tersedia, hal ini tidak boleh menjadi penghalangh atau
menunda pemberian terapi ARV. CD4 juga digunakan sebagai pemantau respon
terapi ARV. Pemeriksaan jumlah limfosit total (total lymphocyte count TLC)
dapat digunakan sebagai indikator fungsi imunitas jika tes CD4 tidak tersedia
namun TLC tidak dianjurkan untuk menilai respon terapi ARV atau sebagai dasar
menentukan kegagalan terapi ARV.
6
Tabel 9. Stadium klinis HIV
Stadium 1 Asimtomatik
Tidak ada penurunan berat badan
Tidak ada gejala atau hanya : Limfadenopati Generalisata Persisten
Stadium 2 sakit ringan
Penurunan BB 5-10%
ISPA berulang, misalnya sinusitis atau otitis
Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
Luka di sekitar bibir (kelitis angularis)
Ulkus mulut berulang
Ruam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo PPE)
Dermatitis seboroik
Infeksi jamur kuku
Stadium 3 sakit sedang
Penurunan berat badan >10%
Diare, Demam yang tidak diketahui penyebabnya, lebih dari 1 bulan
Kandidosis oral atau vaginal
Oral hairy leukoplakia
TB Paru dalam 1 tahun terakhir
Infeksi bakterial yang berat (pneumoni, piomiositis, dll)
TB limfadenopati
Gingivitis/periodontitis ulseratif nekrotikan akut
Anemia (Hb<8 g%), netropenia (<5000/ml), trobositopeni kronis (<50.000/ml)
Stadium 4 sakit berat (AIDS)
Sindroma wasting HIV
Pneumonia pneumosistis, pneumoni bakterial yang berat berulang
Herpes simpleks ulseratif lebih dari satu bulan
Kandidosis esophageal
TB Extraparu
Sarkoma kaposi
Retinitis CMV
Abses otak toksoplasmosis
Encefalopati HIV
Meningitis kriptokokus
Infeksi mikrobakteria non-TB meluas
Sumber : Depkes RI, 2007















BAB III
KESIMPULAN
AIDS adalah kumpulan gejala atau penyakit yang diakibatkan karena
penurunan kekebalan tubuh akibat adanya infeksi oleh Human
Imunodeficiency Virus (HIV) yang termasuk famili retroviridae. AIDS
merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.
HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak
Negara di seluruh dunia. Tidak ada satupun negara di dunia ini yang
terbebas dari HIV.
Pada tahun 2009, jumlah odha diperkirakan mencapai 33,3 juta orang,
dengan sebagian besar penderitanya adalah usia produktif, 15,9 juta
penderita adalah perempuan dan 2,5 juta adalah anak-anak. Perkembangan
epidemi HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia.
Infeksi HIV terjadi melalui tiga jalur transmisi utama yakini transmisi
melalui mukosa genital (hubungan seks) transmisi langsung ke peredaran
darah melalui jarum suntik yang terkontaminasi atau melalui komponen
darah terkontaminasi, dan transmisi vertikal dari ibu ke janin.
Limfosit CD4+ (sel T helper atau Th) merupakan target utama infeksi HIV
karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaanCD4. Lifosit
CD4+ berfungsi mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang
penting sehingga bila terjadi kehilangan fungsi tersebut maka dapat
menyebabkan gangguan imun yang progresif.
Dalam tubuh odha, partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien,
sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap
terinfeksi. Sebagian berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun
pertama, 50% berkembang menjadi pasien AIDS sesudah 10 tahun, dan
sesudah 13 tahun hampir semua orang yang terinfeksi HIV menunjukkan
gejala AIDS, dan kemudian meninggal.
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang lengkap termasuk risiko
perjalanan HIV, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan
konseling perlu dilakukan pada setiap odha saat kunjungan pertama kali ke
sarana kesehatan. Hal ini dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis,
diperolehnya data dasar mengenai pemeriksaan fisik dan laboratorium,
memastikan pasien memahami tentang infeksi HIV, dan untuk
menentukan tatalaksana selanjutnya.
















DAFTAR PUSTAKA

1. Djoerban Z, Djauzi S. HIV/AIDS di Indonesia, In: Sudoyono AW,
Setiyohadi B, Alwi I Simadibrata MK, Setiati S. 2009. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi V, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,
Indonesia.
2. Djauzi S, Djoerban Z. 2002. Penatalaksanaan HIV/AIDS di pelayanan
kesehatan dasar. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, Indonesia.
3. UNAIDS-WHO. Report on the global HIV/AIDS epidemic 2010:
executive summary. Geneva. 2010.
4. Kasper DL, Fauci AS, Braunwald E, Jameson JL. 1995. Prinsip-prinsip
Ilmu Penyakit Dalam. Terjemahan oleh: Ahmad H. Asdie. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, Indonesia
5. Djauzi S, Djoerban Z. 2005. Infeksi Oportunistik pad AIDS. Balai penerbit
FKUI, Jakarta, Indonesia.
6. Laporan statistik HIV/AIDS di Indonesia. 2009 [cited 2009 March 10]
available at url: http//www.aidsindonesia.or.id
7. Yayasan Spiritia. Sejarah HIV di Indonesia. 2009 [cited 2009 April 8].
Available from : http:// spiritia.or.id/art/bacaart.php?artno=1040

Anda mungkin juga menyukai

  • Referat Pemfigus 2
    Referat Pemfigus 2
    Dokumen15 halaman
    Referat Pemfigus 2
    Fadel Aneuk Nanggroe
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Fadel Aneuk Nanggroe
    Belum ada peringkat
  • Haid Dan Kelainannya
    Haid Dan Kelainannya
    Dokumen33 halaman
    Haid Dan Kelainannya
    Fadel Aneuk Nanggroe
    Belum ada peringkat
  • Case Rani
    Case Rani
    Dokumen10 halaman
    Case Rani
    Fadel Aneuk Nanggroe
    Belum ada peringkat
  • Jurnal
    Jurnal
    Dokumen6 halaman
    Jurnal
    Fadel Aneuk Nanggroe
    Belum ada peringkat
  • Refrat Scoliosis
    Refrat Scoliosis
    Dokumen11 halaman
    Refrat Scoliosis
    Andi Alfian
    Belum ada peringkat
  • Hiv Aids
    Hiv Aids
    Dokumen23 halaman
    Hiv Aids
    Fadel Aneuk Nanggroe
    Belum ada peringkat
  • Pemphigus
    Pemphigus
    Dokumen6 halaman
    Pemphigus
    Fadel Aneuk Nanggroe
    Belum ada peringkat
  • Refrat ENL
    Refrat ENL
    Dokumen8 halaman
    Refrat ENL
    Fadel Aneuk Nanggroe
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen5 halaman
    Bab Iv
    Fadel Aneuk Nanggroe
    Belum ada peringkat
  • STROKE
    STROKE
    Dokumen46 halaman
    STROKE
    Fadel Aneuk Nanggroe
    Belum ada peringkat
  • COVER Dementia
    COVER Dementia
    Dokumen4 halaman
    COVER Dementia
    Fadel Aneuk Nanggroe
    Belum ada peringkat
  • Terapi Cairan
    Terapi Cairan
    Dokumen13 halaman
    Terapi Cairan
    Fadel Aneuk Nanggroe
    Belum ada peringkat
  • CVD
    CVD
    Dokumen24 halaman
    CVD
    Fadel Aneuk Nanggroe
    Belum ada peringkat
  • Said Jan Kharazi Fadel
    Said Jan Kharazi Fadel
    Dokumen36 halaman
    Said Jan Kharazi Fadel
    Fadel Aneuk Nanggroe
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen5 halaman
    Bab Iv
    Fadel Aneuk Nanggroe
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen5 halaman
    Bab Iv
    Fadel Aneuk Nanggroe
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen10 halaman
    Bab Ii
    Fadel Aneuk Nanggroe
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Fadel Aneuk Nanggroe
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen33 halaman
    Bab Iii
    Fadel Aneuk Nanggroe
    Belum ada peringkat
  • Bab I, II, III Dementia
    Bab I, II, III Dementia
    Dokumen15 halaman
    Bab I, II, III Dementia
    Fadel Aneuk Nanggroe
    Belum ada peringkat
  • Epidemiologi
    Epidemiologi
    Dokumen1 halaman
    Epidemiologi
    Fadel Aneuk Nanggroe
    Belum ada peringkat
  • BAB IV Dementia
    BAB IV Dementia
    Dokumen27 halaman
    BAB IV Dementia
    Fadel Aneuk Nanggroe
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen13 halaman
    Bab Ii
    Fadel Aneuk Nanggroe
    Belum ada peringkat
  • Case Litmin Yayuk Revisi Fix
    Case Litmin Yayuk Revisi Fix
    Dokumen7 halaman
    Case Litmin Yayuk Revisi Fix
    Fadel Aneuk Nanggroe
    Belum ada peringkat
  • Status Pasien Rian
    Status Pasien Rian
    Dokumen6 halaman
    Status Pasien Rian
    Fadel Aneuk Nanggroe
    Belum ada peringkat
  • Tinea Capitis
    Tinea Capitis
    Dokumen6 halaman
    Tinea Capitis
    Fadel Aneuk Nanggroe
    Belum ada peringkat
  • Penda Hulu An
    Penda Hulu An
    Dokumen9 halaman
    Penda Hulu An
    Fadel Aneuk Nanggroe
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen5 halaman
    Bab I
    Fadel Aneuk Nanggroe
    Belum ada peringkat
  • PATOFISIOLOGI
    PATOFISIOLOGI
    Dokumen4 halaman
    PATOFISIOLOGI
    Fadel Aneuk Nanggroe
    Belum ada peringkat