Anda di halaman 1dari 16

40

BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan penelitian deskriptif survei yang berjudul gambaran tingkat
resiko tertular dan perubahan tingkat pengetahuan tentang pencegahan penyakit
scabies pada santri sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatandi pondok
pesantren Nurul Ulum Sukun Malang pada hari Sabtu tanggal 25 Mei 2013 dan 8
juni 2013. Pengambilan data dilakukan dengan membagikan kuesioner sebelum dan
sesudah penyuluhan pada santri di pondok pesantren Nurul Ulum Sukun Malang,
dimana subjek survei telah memenuhi semua kriteria sampel. Hasil dan pembahasan
dari penelitian akan dijabarkan pada bab IV ini.

4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Data Umum
Pada data umum ini peneliti akan menjabarkan data secara umum yang di
dapatkan dari hasil survei penelitian mengenaiperubahan tingkat pengetahuan tentang
pencegahan penyakit scabies pada santri sebelum dan sesudah diberikan pendidikan
kesehatandi pondok pesantren Nurul Ulum Sukun Malang,yang meliputi gambaran
lokasi penelitian, umur responden, pendidikan responden, informasi dan pengalaman
yang pernah didapat oleh reponden.
1. Gambaran Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Pondok Pesantren Nurul Ulum yang terletak di
Jl. Satsui tubun no 17, Kebonsari Sukun Kabupaten Malang. Pondok
41

pesantren Nurul Ulum merupakan yayasan pendidikan islam yang didalamnya
terbagi menjadi pondok pesantren putra dan putri, selain mengajarkan ilmu
keagamaan pondok pesantren Nurul Ulum juga menaungi lembaga pendidikan
formalyaitu tingkat pendidikan menengah pertama (MTs Nurul Ulum) dan
pendidikan menengah lanjutan(MA Nurul Ulum). Populasi dari penelitian ini
adalah total dari santri putra di pondok pesantren nurul ulum yang berjumlah
250 orang. Penelitian dilakukan pada tanggal 25 mei 2013 8 juli 2013 dan
didapatkan sejumlah 50 responden yang memenuhi kriteria sampel. Saat
dilakukan studi pendahuluan oleh peneliti banyak santri pondok pesantren
yang mengaku menderita penyakit gatal-gatal dan tidak tahu apa penyebabnya
dan bagaimana cara mencegahnya.
Asrama santri terletak satu area dengan sekolah mereka, asrama bagi para
santri disesuaikan menurut tingkat dan kelas masing-masing santri, setiap
kamar berisi 10 sampai 15 santri.Asrama santri tidak dilengkapi dengan
fasilitas tempat tidur atau kasur sehingga santri terbiasa tidur di atas lantai
atau hanya beralaskan karpet dan sajadah.
Kegiatan bersih-bersih diatur menurut jadwal piket setiap hari dan
diadakan kegiatan jumat bersih dalam satu bulan sekali, kamar mandi
digunakan oleh santri secara bergantian, sumber air didapatkan dari sumur dan
PDAM dengan keadaan air bersih dan kamar mandi santri dikuras satu
minggu sekali.


42

2. Umur dan Pendidikan
Diagram 4.1 Diagram Distribusi Frekuensi Umur pada Responden Penelitian di
Pondok Pesantren Nurul Ulum


Berdasarkan diagram 4.1 didapatkan lebih dari setengah responden
dalam penelitian ini 64% berusia 13 tahun sejumlah 32 orang, 16% berusia 12
tahun sejumlah 8 orang, 16% berusia 14 tahun sejumlah 8 orang, dan sisanya
4% berada pada usia 15 tahun sebanyak 2 orang. Tingkat pendidikan
responden dalam penelitian ini adalah sekolah menengah pertama

3. Pengalaman
Diagram 4.2 Diagram Distribusi pengalaman santri yang pernah menderita penyakit
Scabies pada responden penelitian

16%
64%
16%
4%
Umur Responden
12 tahun
13 tahun
14 tahun
15 tqhun
43


Berdasarkan Diagram 4.2 didapatkan sebagian besar responden dalam
penelitian ini sebanyak 68% sejumlah 34 santri mengaku pernah atau sedang
menderita penyakit scabies, dan sisanya 32% sejumlah 16 santri mengaku
tidak pernah menderita scabies.

4. Informasi
Diagram 4.3 Diagram Distribusi Frekuensi Informasi tentang Penyakit Scabies pada
Responden Penelitian



68%
32%
Pengalaman
pernah menderita
scabies
tidak pernah
menderita scabies
46 %
54 %
Informasi
Pernah
Tidak Pernah
44

Berdasarkan Diagram 4.3 didapatkan sebagian besar responden dalam
penelitian ini sejumlah 54 % atau 27 orang dari total sampel belum pernah
mendapat informasi tentang penyakit scabies, sedangkan 23 orang atau 46
%pernah mendapatkan informasi tentang penyakit scabies.

4.1.2 Data Khusus
1. Hasil pengkajian tingkat resiko tertular scabies
Pengkajian dilakukan untuk mengetahui tingkat resiko tertular santri
dari penyakit scabies, hasil kemudian akan dijadikan bahan acuan pemilihan
sampel penelitian.Hasil dari pengkajian disajikan dalam bentuk tabel berikut :
Tabel 4.1 Tabel Distribusi Resiko Tertular Penyakit Scabies pada Santri Pondok
Pesantren Nurul Ulum

No Tingkat Resiko Tertular
Frekuensi
(orang)
Presentasi
(%)
1 Rendah 14 28 %
2 Sedang 33 66 %
3 Tinggi 3 6 %
Total 50 100 %

Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan hasil pengkajian santri resiko tertular
scabies sebanyak 14 santri atau 28% beresiko rendah untuk tertular penyakit
scabies, dansebagian besar yaitu 66% beresiko cukup/sedang untuk tertular
atau sejumlah 33 santri , sedangkan sebagian kecil 6% sejumlah 3 santri
beresiko tinggi tertular penyakit scabies.
45

2. Tingkat Pengetahuan
Dalam penelitian ini, tingkat pengetahuan dikaji sebanyak dua kali,
yaitu sebelum dan sesudah deberi pendidikan kesehatan berupa penyuluhan,
praktek dan instrument pendidikan.
a. Sebelum Pendidikan Kesehatan
Tabel 4.2 Tabel Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan pada Responden
Penelitian Sebelum Diberikan Pendidikan Kesehatan Mengenai
Penyakit Scabies dan Pencegahannya.
No Tahu
Frekuensi
(orang)
Presentasi
(%)
1 Baik 20 40 %
2 Cukup 29 58 %
3 Kurang 1 2 %
Total 50 100 %

Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan hasil pengetahuan responden
sebelum dilakukan penyuluhan tentang penyakit scabies dan
pencegahannya, hampir setengahnya sejumlah 20 santri yaitu 40%
memiliki pengetahuan yang baik mengenai scabies, sebagian besarnya
29 santri atau 58% lainnya cukup sedangkan 1 santri atau 2% dari total
sampel memiliki pengetahuan yang kurang tentang scabies.



46

b. Setelah Pendidikan Kesehatan
Tabel 4.3 Tabel Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan pada Responden
Penelitian Setelah Diberikan Pendidikan Kesehatan Mengenai
Penyakit Scabies dan Pencegahannya.

No Tahu
Frekuensi
(orang)
Presentasi
(%)
1 Baik 30 60 %
2 Cukup 20 40 %
3 Kurang 0 0
Total 50 100

Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan hasil pengetahuan responden
sesudah mendapatkanpendidikan kesehatan mengenai penyakit scabies dan
pencegahannya, sebagianbesar responden dalam kategori baik 60% sejumlah
30 orang, hampir setengah responden cukup 40% sejumlah 20 orang dan tidak
satu pun responden kurang. Untuk lebih jelasnya perbedaan tingkat
pengetahuan dari sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan dapat
dilihat pada diagram dibawah ini.






47

c. Perbedaan pengetahuan dari sebelum dan setelah pendidikan kesehatan
Tabel 4.4 Perbedaan Tingkat Pengetahuan Santri Sebelum dan Sesudah
Dilakukan Pendidikan Kesehatan tentang Penyakit Scabies dan
Pencegahannya


Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa sebelum dan sesudah
dilakukan pendidikan kesehatan menghasilkan perbedaan tingkat
pengetahuan, pengetahuan santri yang kurang turun dari 2% menjadi 0%, dan
pengetahuan santri yang cukup juga turun dari 58% menjadi 40%, sedangkan
pengetahuan santri yang baik meningkat dari 40% menjadi 60% dari 50
responden



0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
sebelum susudah
baik
cukup
kurang
48

4.2 Pembahasan
Peneliti telah menyaring sampel dengan menggunakan 25 pertanyaan
mengenai faktor resiko tertular kemudian dipilih responden yang paling beresiko
tertular atau yang sedang dan pernah mengalami penyakit scabies

4.2.1 Tingkat Resiko Tertular Penyakit Scabies
Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan hasil sebanyak 28% dari sampel
memiliki resiko yang rendah untuk tertular scabies yaitu 14 santri, dan sebagian besar
sabanyak 66% atau 33 santri beresiko sedang untuk tertular scabies, sedangkan
sebagian kecil sisanya yaitu 6% dari sampel atau 3 orang santri beresiko tinggi untuk
tertular scabies.
Dari hasil survey didapatkan 30% sampel menderita penyakit scabies, lebih
dari setengah total sampel dan mereka hidup dalam lingkungan yang sama, dan saling
berinteraksi setiap waktu seperti berjabat tangan setelah sholat, tidur bersama,
menggunakan alas tidur, bantal dan selimut yang sama, saling pinjam meminjam
pakaian atau sarung dan alat sholat. Hal ini sangat memungkinkan untuk terjadinya
penularan penyakit scabies di antara santri seperti yang diutarakan oleh (Djuanda,
2007) yaitu Transmisi penyakit scabies melalui dua cara pertama kontak langsung
(kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan
berhubungan seksual.Selanjutnya dengan kontak tidak langsung (melalui benda),
misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dan lain-lain.
. Penularan scabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat
tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan
49

fasilitas asrama dan pemondokan (Benneth dalam Kartika, 2008). Hasil survey yang
didapatkan semua santri di pondok pesantren Nurul Ulum memiliki kebiasaan tidur
berhimpitan dengan temannya, menggunakan alas tidur yang sama, menggunakan
bantal dan selimut bersama temannya, hal tersebut sangat memungkinkan untuk
terjadinya penularan scabies diantara santri.
Kondisi lantai pondok pesantren yang lembab karena karpet atau alas lantai
yang juga sering digunakan oleh santri sebagai alas tidur jarang sekali dicuci, dari
hasil survey didapatkan 48% santri tidak pernah mencuci alas tidur dan selimut
mereka. Hal ini memungkinkan untuk scabies bertahan di karpet atau alas lantai
pondok selama beberapa hari seperti yang diutarakan oleh Harahap (2000) bahwa
kutu dapat hidup diluar kulit hanya 2-3 hari dan pada suhu kamar 21C dengan
kelembaban relative 40-80%.
Dari hasil survey didapatkan para santri jarang membersihkan tempat tidur
sebelum dan sesudah tidur, mencuci sprei, sarung bantal, dan selimut, serta menjemur
kasur dan bantal di bawah sinar matahari.Padahal menurut Siregar (1996), salah satu
cara untuk mencegah penyebaran penyakit skabies adalah dengan mencuci pakaian,
sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya secara teratur minimal 2 kali dalam
seminggu, serta menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali. Hanya
sebagian kecil responden yang kebersihan dirinya kurang baik sekitar 28%
kemungkinan besar dikarenakan kegiatan pondok pesantren yang sangat padat
sehingga membuat para santri tidak sempat atau malas untuk melakukannya.
Dari hasil survey didapatkan 68% dari sampel pernah menderita penyakit kulit
dan scabies sebelumnya sehingga mereka beresiko lebih tinggi tertular scabies dari
50

pada yang belum pernah menderita sebelumnya, menurut Umniyati dalam Jurnal
Buski (2012).Siswa yang pernah menderita scabies mempunyai resiko terkena scabies
24 kali lebih besar daripada mereka yang tidak pernah mederita scabies.Hal tersebut
dikarenakan masa inkubasi orang yang sebelumnya pernah menderita scabies gejala
klinis muncul satu sampai empat hari setelah infeksi dibanding mereka yang
sebelumnya belum pernah menderita scabies yaitu dua minggu sampai enam minggu.
Sehingga rasa gatal yang muncul akibat sensitasi penderita terhadap tungau lebih
cepat menyebabkan penderita menggaruk sehingga tungau akan lepas dari tempat lesi
dan lebih cepat menjalar ke seleruh tubuh dan menular kepada orang lain.

4.2.2 Tingkat Pengetahuan Sebelum Dilakukan Pendidikan Kesehatan
Dari hasil survey pertama pada tanggal 25 mei 2013, yang dilakukan sebelum
dilakukan penyuluhan didapatkan hampir setengah responden dalam penelitian ini
memiliki pengetahuan yang baik sekitar 40% sejumlah 20 santri, sebagian besar
berpengetahuan cukup 58% sejumlah 29 santri, dan sebagian kecil kurang sebanyak
2% sejumlah 1 orang santri.
Sebagian besar responden dalam penelitian memiliki pengetahuan yang
cukupsampai dengan baik dalam hal informasi mengenai penyakit scabies dan cara
pencegahannya.Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan hal ini terjadi setelah
orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu.Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmojo, 1997). Ada
berbagai macam faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang, dapat
51

disebabkan karena latar belakang usia, tingkat pendidikan, informasi yang didapat
dan juga pengalaman. Pengalaman yang dimaksud adalah peristiwa yang pernah
dialami oleh responden atau orang lain disekitar responden maupun informasi yang
pernah didapat tentang penyakit scabies.Menurut World Health Organization atau
WHO (1992) dalam ( Notoatmodjo, 2003) pengetahuan seseorang dapat diperoleh
dari pengalaman pribadi dan pihak lain, seperti orang tua, petugas, teman, buku dan
media komunikasi lainnya.
Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan penyelidikan epidemiologinya.
Umur juga bisa berhubungan dengan cara penangkapan pesan seseorang yang
diberikan.Umur lama hidup seseorang dihitung sejak kelahirannya.Umur terkait
dengan kedewasaan berpikir. Individu dengan usia dewasa cenderung mempunyai
tingkat pengetahuan yang lebih baik dibandingkan dengan individu dengan usia yang
jauh lebih muda (Notoatmodjo, 2003).Dari hasil survey didapatkan semua responden
dalam penelitian ini berada pada usia remaja wawasan berfikir mereka semakin
meluas danotak mereka berada dalam keadaan yang efektif dalam mengelola
informasi baru yang mereka dapat.Tingkat pendidikan seseorang juga mempengaruhi
dalam menerima pesan yang disampaikan semakin rendah tingkat pendidikan maka
akan semakin sulit menerima pesan yang disampaikan, secara otomatis mereka yang
memiliki pendidikan lebih tinggi akan memiliki pengetahuan dan informasi yang
lebih luas dari pada yang berpendidikan lebih rendah.Tingkat pendidikan responden
dalam penelitian ini adalah sekolah menengah pertama.
Berdasarkan hasil survey didapatkan setengah dari responden yaitu 50% santri
mengaku pernah mendapatkan informasi mengenai penyakit scabies.Beberapa
52

diantaranya mendapatkan informasi dari tenaga kesehatan seperti perawat di
puskesmas dan dari dokter spesialis kulit saat mereka berobat.Dan sebagian besar
sisanya mendapatkan informasi dari teman yang telah tahu lebih dahulu tentang
penyakit scabies atau dari kakak kelas mereka yang tinggal lebih lama di pondok
pesantren. Informasi yang mereka dapatkan ialah seputar ciri ciri dari penyakit
scabies dan cara penularan scabies.
Pengalaman adalah hasil persentuhan alam dengan panca indra manusia.
Pengalaman memungkinkan seseorang menjadi tahu dan hasil tahu ini kemudian
disebut pengetahuan.Pengalaman pribadi dapat menuntun kembali seseorang untuk
menarik kesimpulan yang benar.Dari hasil survey didapatkan 68% dari sampel pernah
menderita penyakit kulit dan scabies, dari sana mereka mendapatkan pengalaman
tentang perjalanan penyakit scabiesmulai dari awal, bagaimana mereka tertular
penyakit scabies, bagaimana gejala penyakit scabies sampai bagaimana cara mereka
dapat sembuh. Dari responden yang pernah sakit scabiessekitar 50% diantaranya
pernah berobat ke puskesmas dan dokter spesialis kulit, dari sana mereka
mendapatkan pengetahuan mengenai penyakit scabies.Pengalaman yang lebih akan
menghasilkan pengetahuan yang lebih (Christ, 1993).
Pengetahuan atau kognitif merupakan faktor yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang sebab dari pengetahuan dan penelitian ternyata
perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).


53

4.2.3 Tingkat Pengetahuan Setelah Dilakukan Pendidikan Kesehatan
Survey kedua pada tanggal 8 juni 2013 didapatkan data sebagian besar jumlah
sampel dalam penelitian ini memiliki pengetahuan yang baik sekitar 60% sejumlah
30 orang santri, dan hampir setengahnya 40% yaitu sejumlah 20 orang santri
memiliki pengetahuan yang cukup, dan tidak ada santri yang pengetahuannya kurang
mengenai penyakit scabies dan pencegahannya.
Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada responden dalam penelitian ini
berupapenyuluhan kesehatantentang penyakit scabies dan pola hidup bersih dan sehat
dengan penjelasan menggunakan media visual berupa layar LCD dengan
menampilkan slide gambar dan tulisan melaluipower pointmengenai penyakit scabies
dan cara pencegahannya dengan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab.Para
santri tampak antusias memperhatikan saat penyuluhan berlangsung, ditambah
penjelasan dari penyuluh mengenai gambar-gambar yang ditampilkan. Beberapa dari
santri menanggapi dengan memberikan pertanyaan mengenai kebiasaan penderita
menggaruk kulit yang akan memperparah penyebaran tungau scabies ke seluruh
tubuh.Selanjutnya dilakukan praktek tata cara mencuci tangan yang baik dan benar,
hal tersebut dimaksudkan agar responden mendapatkan pelatihan atau pengalaman
secara langsung mengenai tata cara mencuci tangan yang baik dan benar, seperti yang
katakan oleh Boner dan Walker (1994) bahwa peningkatan pengetahuan yang muncul
dari penambahan pelatihan formal sama bagusnya dengan yang didapat dari
pengalaman khusus. Terakhir, responden difasilitasi gambar-gambar berupa poster
tentang penyakit scabies yang ditempel dilingkungan pondok pesantren dan majalah
dinding sekolah dengan tujuan gambar dalam poster dapat dilihat oleh peserta didik
54

dengan lebih jelas dan realistis menunjukkan materi atau pesan yang disampaikan,
mengatasi ruang dan waktu, meminimalisasi keterbatasan pengamatan mata, dapat
memperjelas suatu masalah (Hamalik, 1994:63)
Sebagian besar responden dalam penelitian ini mengalami sedikit perubahan
pengetahuan hal tersebut dimungkinkan karena penggunaan media yang kurang
menarik berupa poster yang terlalu kecil, frekuensi penyuluhan yang hanya dilakukan
sebanyak satu kali selama penelitian dan jedah waktu pengambilan data kedua yang
terlalu lama yaitu 2 minggu setelah penyuluhan.

4.2.4 Perbedaan Pengetahuan Sebelum dan Sesudah dilakukan Pendidikan
Kesehatan
Dari hasil data diatas dapat dilihat bahwa sebelum dan sesudah dilakukan
pendidikan kesehatan menghasilkan perbedaan tingkat pengetahuan, pengetahuan
santri yang kurang turun dari 2% menjadi 0%, dan pengetahuan santri yang cukup
juga turun dari 58% menjadi 40%, sedangkan pengetahuan santri yang baik
meningkat dari 40% menjadi 60% dari 50 responden. Sehingga dapat dilihat bahwa
pendidikan kesehatan tentang penyakit scabies dan pencegahannya mempengaruhi
pengetahuan para santri dilihat dari hasil pengisian kuesioner sebelum dan sesudah
dilakukan pendidikan kesehatan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Purwono (2009)
dimana setelah dilakukan pendidikan kesehatan pengetahuan responden yang
tinggi/baik mengalami peningkatan persentase dari 24,0% menjadi 83,8%,
pengetahuan responden yang sedang mengalami penurunan dari 74,3% menjadi
55

16,2% sedangkan untuk pengetahuan rendah mengalami penurunan dari 1,8%
menjadi tidak ada.

4.3 Keterbatasan Penelitian
1. Penyuluhan kesehatan yang dilakukan hanya satu kali sehingga hanya bisa
melihat perubahan pengetahuan responden dalam sesaat.
2. Instrumen penelitian disusun oleh peneliti sendiri berdasarkan buku atau
referensi namun belum teruji viliditas dan rebilitasnya sehingga perlu
penyempurnaan lebih lanjut untuk peneliti selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai