Anda di halaman 1dari 24

Laporan Kasus

Kegawatdaruratan dan Komplikasi


Bronkopneumonia

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian / SMF
Ilmu Kesehatan Anak FK Unsyiah BPK RSUDZA
Banda Aceh
oleh
ABDUL AZIZ AZHARI
0807101010153

Pembimbing
dr. Jufitriani Ismy,M,ked(Ped),Sp,A



BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BPK RUMAH SAKIT dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2014
BAB I
PENDAHULUAN

Infeksi saluran pernafasan akut adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun
bawah yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, tanpa atau disertai radang parenkim paru.
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan parenkim paru.
1

Pneumonia merupakan suatu peradangan pada parenkim paru. Definisi lainnya
disebutkan Pneumonia Balita merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernapasan akut,
yaitu terjadi peradangan atau iritasi pada salah satu atau kedua paru, yang disebabkan oleh
infeksi. Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi pada anak yang sangat serius dan
merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang paling banyak
menyebabkan kematian pada Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada
anak Balita di dunia dan ini merupakan 30 % dari seluruh kematian. Di negara berkembang
Pneumonia merupakan kematian utama.
2
Gizi buruk sebagai salah satu komplikasi dari bronkopneumonia merupakan masalah
yang membutuhkan perhatian khusus terutama di negara-negara berkembang. Gizi buruk
merupakan faktor risiko penting terjadinya kesakitan dan kematian pada ibu hamil dan balita.
Di Indonesia KEP dan defisiensi mikronutrien juga menjadi masalah kesehatan penting dan
darurat di masyarakat terutama anak balita. Kasus kematian balita akibat gizi buruk kembali
berulang, terjadi secara masif dengan wilayah sebaran yang hampir merata di seluruh tanah
air. Diagnosis gizi buruk dapat diketahui melalui gejala klinis, antropometri dan pemeriksaan
laboratorium. Gejala klinis gizi buruk berbeda-beda tergantung dari derajat dan lamanya
deplesi protein dan energi, umur penderita, modifikasi disebabkan oleh karena adanya
kekurangan vitamin dan mineral yang menyertainya.
2
Perkembangan motorik berbeda tingkatannya pada setiap individu. Anak usia 6 bulan
bisa dengan mudah menggerakkan kepala kanan dan kiri, sementara yang lainnya mungkin
akan bisa setelah berusia 9 bulan atau lebih.
3
Demikian pula stimulasi lingkungan, status gizi, ras dan genetik mempunyai pengaruh
penting dalam perkembangan motorik. Hal ini dapat dilihat perbedaan kemampuan rata-rata
perkembangan motorik anak di berbagai Negara. Dibandingakan anak-anak di Amerika dan
Eropa Barat, maka perkembangan motorik milestone pada anak Indonesia tergolong rendah.
Di Amerika, anak mulai berjalan pada umur 11,412,4 bulan11, dan anak-anak di Eropa
antara 12,413,6 bulan12. Sedangkan di Indonesia, pada sampel yang diteliti adalah rata-rata
14,02 bulan.
3

`
























BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Nora Kalisa
Tanggal Lahir/umur : 30 Juli 2013/ 8 bulan 3 hari.
Alamat : Reuloh ingin jaya, Aceh Besar
Agama : Islam
Suku : Aceh
Nomor CM : 0-99-67-66
Jaminan : JKN
Tanggal masuk : 21 April 2014
Nama Ayah : Marwandi
Nama Ibu : Marlina
2.2. ANAMNESA
Keluhan Utama
Sesak nafas
Keluhan Tambahan
Nafas cuping hidung (+), Batuk berdahak (+), Demam (-)
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak
nafas timbul terus-menerus dan terlihat semakin lama semakin memberat, sesak tidak
berkurang saat tidur,maupun perpindahan posisi dan tidak bertambah berat ketika aktifitas.
Ibu os juga mengeluhkan pasien batuk 1 hari SMRS batuk dirasakan terus menerus, batuk
berdahak, namun menurut ibu os dahaknya lengket tidak dapat di batukkan atau dikeluarkan.
Ibu mengaku sebelumnya pernah di rawat di ruang seurunee RSUDZA dengan keluhan yang
sesak nafas dan batuk batuk, dan sembuh. Namun sekarang os mengeluhkan hal yang sama.
Riwayat alergi makanan (-), alergi debu (+), alergi cuaca, (+)

Riwayat Pemberian Obat
- Paracetamol sirup.
- Obat nebule
- Obat serbuk
Riwayat Penyakit Keluarga
Asma (-)
Tidak ada kelurga pasien mengalami keluhan yang sama seperti pasien.

Riwayat Kehamilan
Ibu ANC teratur di bidan dan Sp.OG, USG 2 x dengan hasil presentasi letak janin normal.
Ibu tidak ada mengeluhkan keputihan (-), Hipertensi (-), demam (-), nyeri saat BAK (-)
Riwayat Persalinan
Pasien lahir secara sectio caesaria atas indikasi letak sungsang, dengan BBL 3000 gram, bayi
segera menangis spontan.

Riwayat Pemberian Makanan
Umur Riwayat Pemberian Makanan
0-6 bulan
6-8 bulan
ASI
ASI + MPASI + Susu formula

Riwayat Imunisasi
Imunisasi lengkap.

2.3. PEMERIKSAAN FISIK
- Keadaan Umum : Sesak nafas
- Kesadaran : Compos mentis
- HR : 138 x/menit, reguler
- Pernafasan : 48 x/menit, reguler
- Suhu : 37,7
o
C
- Keadaan Gizi : BB : 10 kg Usia: 7 bulan 23 hari, 8 bulan
PB : 62 cm.
Kulit
Warna : Putih
Parut Cacar : (-)
sianosis : (-)
Ikterus : (-)
udem : (-)
Kepala
Rambut :warna hitam, lebat, sukar dicabut
Wajah : Simetris, deformitas (-)
Mata : Konjunctiva pucat (-/-), ikterik (-/-), sekret (-/-), refleks
cahaya (+/+), Pupil isokor bulat 3 mm/3 mm
Telinga : Serumen (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), Napas cuping hidung (+)
Mulut : Bibir: Bibir kering ( - ), mukosa kering ( - ),sianosis ( - ).
Leher
Inspeksi : Simetris, retraksi (+)
Palpasi : Pembesaran KGB ( - )

Thorax
Inspeksi
Statis : Simetris, cardic bulging ( - )
Dinamis : Pernafasan abdominothorakal, retraksi suprasternal (+) retraksi
intercostal (+), retraksi epigastica (+)
Paru
Inspeksi : Simetris statis, dinamis
Palpasi : Nyeri tekan (-), Sfka=Sfki
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Suara napas dasar vesikular (+/+) melemah
Suara napas tambahan rhonki (+/+) pada basal paru kanan dan kiri, stridor
(+) wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus Cordis teraba, thrill (-)
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : BJ I > BJ II , reguler (+), bising (-)
Abdomen
Inspeksi : Simetris, distensi (-)
Palpasi : Nyeri Tekan ( - ),
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : Ballotement tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (N), 4x/menit, bising usus (-)
Genetalia : dalam batas normal
Kelenjar Limfe : Pembesaran KGB ( - )
Ekstremitas : -Superior : sianosis (-/-)
-Inferior : sianosis (-/-) edema (-/-)


2.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologi di dapatkan patchy infiltrat di paru kanan = Bronchopneumonia
2.5 DIFERENSIAL DIAGNOSA
Bronkopneumonia
Bronkiolitis

2.6 DIAGNOSA SEMENTARA/DIAGNOSA KERJA
Bronkopneumonia
2.7 TERAPI
O
2
nasal 1-3 liter/i
Nebule NaCL 2cc/6 jam
Ambroxol syr 3dd cth
inj. Ampicilin 75mg/8 jam
inj. Gentamicin 25 mg/12 jam

2.8 PLANNING
Foto Thoraks
Konsul Divisi Respirologi


2.9 PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo Sanactionam : dubia ad bonam























2.10 FOLLOW UP HARIAN
Tanggal/hari
rawatan
Catatan Instruksi
22-04-2014
H-1
S/ sesak (+), batuk berdahak (+)
O/ VS/HR = 138 x/menit
RR = 48 x/menit
T = 37,7
o
C
Pf/
Kepala : normocephali,
Mata : konj.palp.inf pucat (-/-)
Sklera ikterik (-/-)
Telinga: normotia, sekret (-)
Hidung: NCH (+), sekret (-)
Mulut: mukosa basah, sianosis (-)
Leher : pemb. KGB (-)
Thoraks: simetris, retraksi (-), ves (+/+),
Rh (+/+), Wh (-/-), stridor (+/+)
Cor : BJ I>BJ II, reg, bising (-)
Abdomen: soepel, H/L/R tidak teraba,
timpani (+), peristaltik (+), bising usus
(-)
Ektremitas :
-Superior : pucat (-/-) edema (-/-)
Th /
O
2
nasal 2 liter/i
nebule NaCL 2cc/6jam

-Inferior : pucat (-/-) edema (-/-)

Ass/ Bronkopneumonia
02-03-2013
H-2
S/ sesak nafas (+), Batuk (+)
O/ VS/HR = 125 x/menit
RR = 49 x/menit
T = 36,1
o
C
Pf/
Kepala : normocephali,
Mata : konj.palp.inf pucat (-/-)
Sklera ikterik (-/-)
Telinga: normotia, sekret (-)
Hidung: NCH (+), sekret (-)
Mulut: mukosa basah, sianosi (-)
Leher : pemb. KGB (-)
Thoraks: simetris, retraksi (+), ves
(+/+), Rh (+/+), Wh (-/-),stridor (+/+)
Cor : BJ I>BJ II, reg, bising (-)
Abdomen: soepel, H/L/R tidak teraba,
timpani (+), peristaltik (+), bising usus
(-)
Ektremitas :
-Superior : pucat (-/-) edema (-/-)
Th /
O
2
1-3 liter/i
Nebule NaCL 2cc/6jam
Ambroxol syr 3dd 1/2cth
Ampisilin 75mg/8jam
Gentamicin 25mg/12jam

-Inferior : pucat (-/-) edema (-/-)

Ass/ Bronkopneumonia
03-03-2013
H-3
S/batuk (+), beringus (+)
O/ VS/HR = 128 x/menit
RR = 47 x/menit
T = 36,2
o
C
Pf/
Kepala : normocephali,
Mata : konj.palp.inf pucat (-/-)
Sklera ikterik (-/-)
Telinga: normotia, sekret (-)
Hidung: NCH (+), sekret (-)
Mulut: mukosa basah, sianosi (-)
Leher : pemb. KGB (-)
Thoraks: simetris, retraksi (+), ves
(+/+), Rh (+/+), Wh (-/-), Stridor (+/+)
Cor : BJ I>BJ II, reg, bising (-)
Abdomen: soepel, H/L/R tidak teraba,
timpani (+), peristaltik (+), bising usus
(+)
Ektremitas :
-Superior : pucat (-/-) edema (-/-)
Th/
O
2
1-3 liter/i
Nebule NaCL 2cc/6jam
Ambroxol syr 3dd 1/2cth
Ampisilin 75mg/8jam
Gentamicin 25mg/12jam




P/


-Inferior : pucat (-/-) edema (-/-)

Ass/ Bronkopneumonia
04-03-2013
H-4
S/ batuk(+), beringus (+)
O/ VS/HR = 130 x/menit
RR = 43 x/menit
T = 36,3
o
C
Pf/
Kepala : normocephali,
Mata : konj.palp.inf pucat (-/-)
Sklera ikterik (-/-)
Telinga: normotia, sekret (-)
Hidung: NCH (+), sekret (-)
Mulut: mukosa basah, sianosi (-)
Leher : pemb. KGB (-)
Thoraks: simetris, retraksi (-), ves (+/+),
Rh (+/+), Wh (-/-), stridor (+/+)
Cor : BJ I>BJ II, reg, bising (-)
Abdomen: soepel, H/L/R tidak teraba,
timpani (+), peristaltik (+), bising usus
(-)
Ektremitas :
-Superior : pucat (-/-) edema (-/-)
Th/
O
2
1-3 liter/i
Nebule NaCL 2cc/6jam
Ambroxol syr 3dd 1/2cth
Ampisilin 75mg/8jam
Gentamicin 25mg/12jam

-Inferior : pucat (-/-) edema (-/-)

Ass/ Bronkopneumonia
05-03- 2013
H-5
S/batuk berkurang, beringus (+)
O/ VS/HR = 134 x/menit
RR = 39 x/menit
T = 36,4
o
C
Pf/
Kepala : normocephali,
Mata : konj.palp.inf pucat (-/-)
Sklera ikterik (-/-)
Telinga: normotia, sekret (-)
Hidung: NCH (-), sekret (-)
Mulut: mukosa basah, sianosi (-)
Leher : pemb. KGB (-)
Thoraks: simetris, retraksi (-), ves (+/+),
Rh (+/+), Wh (-/-),Stridor (+/+)
Cor : BJ I>BJ II, reg, bising (-)
Abdomen: soepel, H/L/R tidak teraba,
timpani (+), peristaltik (+), bising usus
(-)
Ektremitas :
-Superior : pucat (-/-) edema (-/-)
Th /
O
2
1-3 liter/i
Nebule NaCL 2cc/6jam
Ambroxol syr 3dd 1/2cth
Ampisilin 75mg/8jam
Gentamicin 25mg/12jam

-Inferior : pucat (-/-) edema (-/-)

Ass/ Bronkopneumonia

























BAB III
DISKUSI KASUS

3.1 Analisa Kasus
Diagnosa bronkopneumonia pada kasus ini ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penuunjang. Dari anamnesis terhadap ibu pasien, didapatkan
keterangan yang mengarahkan pada kecurigaan pneumonia, yaitu sesak nafas, batuk berdahak
dan demam. Manifestasi klinis bronkopneumonia adalah gejala infeksi umum (demam, sakit
kepala, penurunan nafsu makan) dan gejala gangguan repiratori (batuk, sesak nafas). Dari
anamnesis, manifestasi klinis didahului beberapa hari dengan gejala infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA), yaitu batuk, rinitis (pada pasien ini didahului batuk), peningkatan
usaha bernafas, demam. Keluhan yang paling menonjol pada pasien bronkopneumonia adalah
batuk dan demam.
2,3,5

Pneumonia adalah peradangan parenkim paru, distal dari bronkhiolus terminalis yang
mencakup bronkhiolus respiratorius, dan alveoli yang berupa infiltrat atau konsolidasi pada
alveoli atau jaringan interstisial. Pneumonia ini dapat mengakibat gangguan pertukaran gas
setempat. Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa
lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh
bakteri,virus, jamur dan benda asing. Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan
penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi,
gambaran klinis, dan strategi pengobatan.
6

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan hasil yang semakin menguatkan
bronkopneumonia yaitu takipnu, takikardi, suhu aksila 37,7

c, nafas cuping hidung,suara


nafas vesikuler melemah, dan Stridor di kedua basal paru.. Gejala-gejala pneumonia bakteri
pada bayi adalah demam,RR meningkat dan adanya batuk berdahak
2,3,5

Berdasarkan kepustakaan bronkopneumonia adalah suatu infeksi akut pada paru paru
yang secara anatomi mengenai bagian lobulus paru mulai dari parenkim paru sampai
perbatasan bronkus yang dapat disebabkan oleh bermacam macam etiologi seperti bakteri,
virus, jamur dan benda asing ditandai oleh trias (sesak nafas, pernafasan cuping hidung,
sianosis sekitar hidung atau mulut). Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktus
respiratoris bagian atas selama beberapa hari.Suhu dapat naik mendadak sampai 39 40
o
C
dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah dispneu,
pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung
dan mulut. Kadang kadang disertai muntah dan diare.Batuk biasanya tidak ditemukan pada
permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk selama beberapa hari, yang mula mula kering
kemudian menjadi produktif. Pada laboratorium pada bronkopneumonia, gambaran darah
terdapat leukositosis sedangkan pada bronkiolitis gambaran darah tepi dalam batas normal,
kimia darah menunjukkan gambaran asidosis respiratorik maupun metabolik. Usapan
nasofaring menunjukkan flora bakteri normal. Pneumococcus masuk ke dalam paru melalui
jalan nafas secara percikan (droplet), proses radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadium,
yaitu :
1. Stadium kongesti
Kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri
dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag
2. Stadium hepatisasi merah
Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna
menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar.Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit
netrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman.Stadium ini berlangsung sangat
pendek.
3. Stadium hepatisasi kelabu
Lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu.Permukaan pleura
suram karena diliputi oleh fibrin.Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis
pneumokokus.Kapiler tidak lagi kongestif.
4. Stadium resolusi
Eksudat berkurang Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami
nekrosis dan degenerasi lemak.Fibrin diresorbsi dan menghilang.Secara patologi anatomis
Bronkopneumonia berbeda dari pneumonia lobaris dalam hal lokalisasi sebagai bercak
bercak dengan distribusi yang tidak teratur.Dengan pengobatan antibiotika urutan stadium
khas ini tidak terlihat.
4

Untuk mendukung diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan penunjang, yaitu, darah
perifer lengkap, C-reaktif Protein (CRP), uji serologis, pemeriksaan mikrobiologis dan
pemeriksaan rontgen thoraks. Pemeriksaan darah lengkap perfier pada pneumonia yang
disebabkan oleh virus biasanya leukosit dalam batas normal, namun pada pneumonia yang
disebabkan oleh bakteri didapatkan leukositosis (15.00040.000/mm3). Dengan dominan
PMN. Leukopenia (<5000/mm3) menunjukkan prognosis yang buruk. Pada infeksi
Chlamydia kadangkadang ditemukan eosinofilia. Pada efusi pleura didapatkan sel PMN
pada cairan eksudat berkisar 300-100.000/mm3, protein > 2,5 g/dl, dan glukosa relatif lebih
rendah dari pada glukosa darah. Kadangkadang terdapat anemia ringan dan LED yang
meningkat. CRP adalah suatu protein fase akut yang disisntesis oleh hepatosit. Sebagai
respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh sitokin,
terutama IL-6, IL-1 da TNF. Meskipun fungsi pastinya belum diketahui, CRP sangat
mungkin berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel rusak, secara klinis CRP
digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan noninfeksi,
infeki virus dan bakteri, atau infeksi superfisial atau profunda. Uji serologik untuk
mendateksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas yang rendah. Secara umum, uji serologis tidak terlalu bermanfaat dalam
mendiagnosis infeksi bakteri tipik, namun bakteri atipik seperti Mycoplasma dan chlamydia
tampak adanya peningkatan antibodi IgM dan IgG. Untuk pemeriksaan mikrobiologik,
spesimen dapat diambil dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah,
punksi pleura atau aspirasi paru.
Pasien didiagnosa banding dengan bronkiolitis karena bronkiolitis sering menyerang
anak usia 2-24 bulan dengan puncak insidensi pada bayi laki-laki usia 2-8 bulan yang tidak
mendapat Air Susu Ibu (ASI) dan hidup dilingkungan padat penduduk. Gejala pada
bronkiolitis yang mirip dengan brokopneumonia adalah didahului dengan ISPA, seperti pilek
ringan, batuk, dan demam, disusul dengan demam disertai sesak nafas, merintih, nafas
berbunyi, rewel, dan penurunan nafsu makan. Menurut Siahaan (2013) pada bronkilitis
ditemukan wheezing dimana pada bronkopneumonia jarang ditemukan wheezing sedangkan
menurut Prober (1999) pada bronkopneumonia juga dapat ditemukan adanya wheezing. Pada
pasien ini tidak ditemukan adanya wheezing.
8,10

Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini adalah tirah baring, pemberian Oksigen
2 liter/menit, Infus 4:1 dengan 15 tetes/menit (mikro), dan di berikan medikamentosa berupa
antibiotik ceftriaxone 75 mg/8jam (intravena) dan Gentamisin 15mg/12jam (intravena).6
Oksigen diberikan untuk mengatasi hipoksemia, menurunkan usaha untuk bernapas,
dan mengurangi kerja miokardium. Oksigen diberikan pada anak yang menunjukkan gejala
adanya tarikan dinding dada (retraksi) bagian bawah yang dalam, SpO2< 90%, frekuensi
nafas 60x/menit atau lebih, merintih setiap kali bernafas untuk bayi muda, dan adanya head
nodding (anggukan kepala). Selanjutnya diberikan ceftriaxone 75 mg/8jam, sesuai dengan
teori yang dapat dilihat berdasarkan etiologi dari bronkopneumonia akibat bakteri, bakteri
yang cukup banyak menyebabkan bronkopneumonia adalah bakteri kokus gram positif
seperti streptococcus pneumonia, dan pneumococcus.
Beberapa faktor yang berhubungan dengan terjadinya ISPA (infeksi saluran pernapasan
akut) adalah tingkat sosial ekonomi rendah, gizi kurang, berat badan lahir rendah, tingkat
pendidikan dan pengetahuan, jangkauan pelayanan Zat gizi (makanan) memiliki efek kuat
untuk reaksi kekebalan tubuh dan resistensi terhadap infeksi. Hal ini dibuktikan dengan
adanya hasil penelitian akhir-akhir ini yang memperlihatkan bahwa melalui pemberian gizi,
dan hormon anabolik dapat mengatur daya tahan (resistensi) hospes terhadap infeksi bakteri.
Kurang Energi Protein (KEP), ketahanan tubuh menurun dan virulensi patogen lebih kuat
sehingga menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi infeksi, sedangkan
salah satu determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status
gizi. Resiko kesakitan hingga resiko kematian pada BBLR cukup tinggi oleh karena adanya
gangguan pertumbuhan dan imaturitas organ. Penyebab utama kematian pada BBLR adalah
afiksia, sindroma gangguan pernapasan, infeksi dan komplikasi hipotermia. Pada bayi BBLR,
pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit
infeksi terutama Pneumonia dan sakit saluran pernapasan lainnya.

3.2 Kegawatdaruratan Pada Bronkopneumonia
Anak merupakan kelompok yang unik pada pelayanan gawat-darurat. Kelompok ini
memiliki permasalahan dan peralatan kegawatdaruratan yang berbeda dari kelompok dewasa.
Perbedaan ukuran dan fisiologi menyebabkan diperlukannya pendekatan dan tata laksana
yang berbeda. Dengan melihat dan mendengar, pemeriksa dapat mendapatkan kesan akan
kegawatan anak. Penilaian kegawatdaruratan anak dapat dilakukan dengan metode Pediatric
Assessement Triangle (PAT). Tiga komponen PAT adalah:
1. Penampilan anak
Penampilan anak sering kali merupakan cerminan kecukupan ventilasi dan oksigenasi
otak. Namun demikian beberapa keadaan lain dapat pula mempengaruhi penampilan anak
seperti hipoglikemi, keracunan, infeksi otak, perdarahan atau juga penyakit kronik pada
susunan saraf otak. Penampilan anak dapat dinilai dengan berbagai skala. Metode ticles
meliputi penilaian tonus (T=tone), (interaktisi (I=Interactiveness), konsolabilitas
(C=Consolability), cara melihat (L=look/Gaze) dan berbicara atau menangis (S=speech/cry)
(Tabel 3.1).




Tabel 3.1 Penilaian dengan metode Ticles (TICLS)
Karakteristik Hal yang dinilai
Tone Apakah anak bergerak aktif atau menolak pemeriksaandengan
kuat?apakah tonus ototnya baik atau lumpuh?
Interactiveness Bagaimana kesadarannya? Apakah suara mempengaruhinya?Apakah dia
mau bermain dengan mainan atau alat pemeriksaan?apakah anak tidak
bersemangat saat berinteraksi dengan orang tua/pengasuh?
Consolability Apakah dia dapat ditenangkan orang tua atau pengasuh atau
pemeriksa?apakah anak menangis terus atau tampak agitasi sekalipun
dilakukan pendekatan yang lembut?
Look/Gaze Apakah dia dapat memfokuskan penglihatan? Apakah pandangan kosong?
Speech/cry Apakah anak berbicara atau menangis dengan kuat? Apakah suaranya
lemah?

2. Upaya napas
Upaya nafas merefleksikan usaha anak mengatasi gangguan oksigen dan ventilasi. Hal
yang dapat dinilai adalah:
a. Suara napas yang tidak normal
b. Posisi tubuh yang khas
c. Retraksi dada
d. Pernapasan cuping hidung
Tabel 3.2 Penilaian upaya napas
Karakteristik Hal yang dinilai
Suara napas yang tidak normal Mengorok, parau, stridor, merintih,
menangis
Posisi tubuh yang tidak normal Sniffing, tripoding, menolak berbaring,
head bobbing
Retraksi dada Supraklavikula, interkostal, substernal
Pernapasan cuping hidung Nafas cuping hidung

3. Sirkulasi kulit
Sirkulasi kulit mencerminkan kecukupan curah jantung dan perfusi ke organ vital. Hal
yang dinilai pucat, mottling, sianosis.

Tabel 3.3 Penilaian sirkulasi kulit
Karakteristik Hal yang dinilai
Pucat Kulit atau mukosa kurang merah karena
kurangnya aliran darah
Mottling Kulit berbercak kebiruan akibat
vasokonstriksi
Sianosis Kulit dan mukosa tampak biru

Penilaian ketiga hal ini, tanpa menyentuh anak, telah dapat memberikan gambaran
kasar tentang kegawatan anak dengan cepat. Secara ringkas penggunaan PAT dapat dilihat
pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Interpretasi Peditric Assessment Triangle (PAT)
Komponen Gawat napas Gagal napas Syok
Penampilan normal Menurun Menurun
Upaya napas Meningkat Meningkat/menurun Normal
Sirkulasi kulit Normal normal/menurun Menurun

Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga
sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam
kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan pengobatan di rumah
sakit. Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat ringannya
infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:
a. Gejala infeksi umum: demam, sakit kepala, malaise, penurunan nafsu makan,
keluhan gastrointestinal seperti muntah atau diare, kadang ditemukan gejala infeksi
ekstrapulmoner
b. Gejala gangguan respiratorik: batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipnea, nafas
cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.
Pemeriksaan penunjang pada pneumonia adalah:
1. Darah perifer lengkap
Pada pneumonia virus dan mikoplasma ditemukan leukosit dalam batas normal atau
meningkat. Akan tetapi pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis (15.000-
40.000/mm
3
). Dengan perdominan PMN. Leukopenia (<5000/mm
3
) menunjukkan prognosis
yang buruk.
2. Pemeriksaan mikrobiologis
Spesimen dapat diambil dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus. Sekret
nasofaring, darah, pungsi pleura atau aspirasi paru. Diagnosis dikatakan definitif apabila
kuman ditemukan dari darah, cairan pleura atau aspirasi paru.
3. Pemeriksaan rontgen thoraks
Secara umum gambaran foto thoraks terdiri dari infiltrat interstisial ditandai dengan
peningkatan corakan bronkovaskuler dan hiperaerasi, infiltrat alveolar merupakan konsolidasi
paru dengan air bronkhogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus (pneumonia lobaris)
atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar berbentuk sferis batas tidak
terlalu tegas menyerupai lesi tumor paru, bronkopneumonia ditandai dengan gambaran difus
merata pada kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat yang meluas hingga daerah perifer
paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.
Gambaran radiologis pneumonia meliputi infilrat ringan pada satu paru hingga
konsolidasi luas pada kedua paru. Pada satu penelitian, ditemukan bahwa lesi pada
pneumonia anak terbanyak pada paru kanan, terutama di lobus atas. Bila ditemukan di paru
kiri dan terbanyak di lobus bawah, hal itu merupakan predikator perjalanan penyakit yang
lebih beradengan resiko terjadinya pleuritis yang lebih berat.
Akibat tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita, maka dalam
upaya penanggulangan WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tata laksana
pneumonia yang sederhana. Berikut adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman dan
tata laksana pneumonia yang sederhana:
1. Bayi dan anak berusia 2 bulan- 5 tahun
a. Pneumonia berat
Bila ada sesak nafas
Harus dirawat dan diberikan antibiotik
b. Pneumonia:
Bila tidak ada sesak nafas
Ada nafas cepat dengan laju nafas >50 x/menit untuk anak usia 2 bulan-
1 tahun, >40x/menit untuk anak usia >1-5 tahun
Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral
c. Bukan pneumonia
Bila tidak ada nafas cepat dan sesak nafas
Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik hanya diberikan
pengobatan simtomatis seperti penurun panas
2. Bayi berusia di bawah 2 bulan
a. Pneumonia harus dirawat dan diberikan antibiotik
Bila ada nafas cepat (>60x/menit) atau sesak nafas
Harus dirawat dan diberikan antibiotik
b. Bukan pneumonia
Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas
Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis

3.3 Komplikasi Pada Bronkopneumonia
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga
thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan
hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang
dari penyebaran infeksi hematologi.














DAFTAR PUSTAKA
1. Ganda Sigalingging, Zr. Karakteristik Penderita Penyakit Pneumonia Pada Anak di
Ruang Merpati RSU HERNA MEDAN, Jurnal Darma Agung. 2010.
2. Nurjannah, Savira N, Anwar S. Profil Pneumonia pada Anak di RSUD dr. Zainoel
Abidin, Studi Retrospektif. Sari Pediatri. 2012;13:324-328
3. Dalimunthe W, Daulay RS, Daulay RM. Significant Clinical Features in Pediatric
Pneumonia. Pediatrica Indonesian. 2013;53:37-41
4. Gaas D. Bronkopneumonia. Medula . 2013;1:63-71
5. Nurjannah, Savira N, Raihan, Yusuf S, Anwar S. Insidens Diare pada Anak dengan
Pneumonia, Studi Retrospektif. Sari Pediatri. 2011;13:169-173
6. Fadhila A. Penegakan Diagnosis dan Penatalaksanaan Bronkopneumonia pada Pasien
Bayi laki-laki Berusia 6 bulan. Medula. 2013;1:1-10
7. Dewi NPSW, Purniti PS, Naning R. Serum C-Reaktive Protein Levels in Severe and
Very Severe Pneumonia in Children. Paediatrica Indonesiana. 2012; 52:161-164
8. Siahaan MLI. Bronkopneumonia pada Bayi dengan Sindrom Down. Medula.
2013;1:75-84
9. Prober CG. Pneumonia. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Arvin, penyunting ;
Wahab AS penyunting edisi bahasa Indonesia. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15.
Jakarta :EGC 1999;h. 883-889
10. Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., Carter E.R., Harrison C., Kaplan
S.L., Mace S.E., McCracken Jr G.H., Moore M.R., St Peter S.D., Stockwell J.A., and
Swanson J.T. 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants
and Children Older than 3 Months of Age : Clinical Practice Guidelines by the
Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America.
Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630

Anda mungkin juga menyukai