Anda di halaman 1dari 33

1

BAB I
LAPORAN KASUS

A. Identitas
Nama : Tn. T
Usia : 65 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Desa Tarasi RT 05/01 Kec. Bantarkawung Kab. Brebes
No. Rekam Medik : 742124
Tanggal Periksa : 20 Maret 2012
B. Anamnesis
Keluhan Utama : gatal di kaki sebelah kiri dan kedua tangan
Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Onset : sekitar 6 bulan yang lalu
Lokasi : kaki sebelah kiri dan kedua tangan
Kronologis : untuk yang di kaki sebelah kiri, awalnya berupa keluhan
gatal yang disertai dengan kemerahan berbentuk
lingkaran, kemudian melebar sebesar uang logam. Di
seklilingnya terdapat bintik-bintik yang apabila digaruk
akan mengeluarkan cairan dan selanjutnya mengering.
Karena pasien merasa gatal sekali, semakin lama, pasien
semakin sering menggaruk hingga daerah gatalnya
bertambah luas. Untuk yang di kedua tangan, awalnya
berupa kemerahan yang disertai rasa gatal. Kemudian
terlihat agak menonjol pada bagian kulit yang gatal.
Kualitas : pasien merasa gatal sekali hingga cukup mengganggu
aktivitas dan sulit untuk tidur di malam hari.
Kuantitas : keluhan gatal dirasakan sepanjang hari
Faktor memperberat: berkeringat dan stress
Faktor memperingan: minum obat dan diberi salep
Gejala penyerta : keluhan gatal disertai dengan rasa nyeri dan panas,
terutama yang di bagian kaki sebelah kiri. Pasien
menyangkal adanya bengkak pada daerah kaki sebelah
2

kiri. Pasien menyangkal adanya riwayat kontak dengan
bahan atau benda tertentu sebelumnya dan pasien juga
menyangkal adanya sisik yang menebal pada daerah kulit
yang gatal.
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Keluhan gatal yang sama pada kedua tangan sewaktu kecil (+)
Asma (-)
Kencing manis / gula (-)
Riwayat alergi (+) serbuk tanaman
Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)
Keluhan yang sama dengan pasien (-)
Asma (-)
Riwayat alergi (-)
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama anak, menantu dan kedua cucunya dalam 1 rumah.
Dalam kesehariannya, pasien suka membantu anaknya yang bekerja sebagai
petani di sawah.
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum / kesadaran : sedang / komposmentis
Tanda vital : TD = 110/80 mmHg; N = 80x/menit; RR = 20x/mnt S = 36,5
o
C
Berat Badan = 42 kg; Tinggi Badan = 155 cm
Status Generalis
Kepala : bentuk mesochepal
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Hidung : napas cuping hidung (-/-), discharge (-/-)
Telinga : simetris, discharge (-/-)
Mulut : bibir sianosis (-), faring hiperemis (-)
Thoraks : bentuk normal, simetris, retraksi (-), ketinggalan gerak (-)
Cor/Pulmo : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal


3

Status Lokalis (Dermatologis)
Secara umum, kondisi kulit pasien tampak kering (xerosis), khususnya yang
terdapat pada kedua tangan.


Regio ekstremitas superior dekstra et sinistra
Efloresensi : Plak eritema berbatas tegas dan likenifikasi; penyebaran simetris
4


Regio pedis sinistra
Efloresensi : makula eritematosa eksudatif, krusta coklat-kekuningan;
penyebaran regional.
D. Resume
Pasien laki-laki berusia 65 tahun datang ke poli kulit-kelamin RSMS dengan
keluhan gatal di kaki sebelah kiri dan kedua tangan sejak 6 bulan yang lalu.
Gatal dirasakan sepanjang hari hingga menggangu aktivitas dan tidurnya.
Gatal bertambah berat bila berkeringat dan stress. Gatal berkurang bila minum
obat dan diberi salep. Keluhan gatal disertai dengan rasa nyeri dan panas
terutama pada bagian kaki sebelah kiri. Pasien memiliki keluhan gatal yang
sama pada kedua tangan sewaktu kecil dan pasien juga memiliki riwayat alergi
serbuk tanaman. Pada pemeriksaan status dermatologis, didapatkan plak
eritema berbatas tegas dan likenifikasi dengan penyebaran simetris pada
ekstremitas superior dekstra et sinistra; dan makula eritematosa eksudatif,
krusta coklat-kekuningan; penyebaran regional pada region pedis sinistra.
E. Diagnosis Kerja
1. Dermatitis atopik
2. Dermatitis numularis
5

F. Diagnosis Banding
1. Diagnosis banding dermatitis atopic
a. Dermatitis kontak alergika
b. Dermatitis numularis
c. Neurodermatitis
d. Psoriasis
2. Diagnosis banding dermatitis numularis
a. Dermatitis atopic
b. Dermatitis statis
c. Neurodermatitis
d. Tinea pedis
G. Pemeriksaan Anjuran
1. Darah tepi : eosinofilia
2. Dermatografisme : putih
3. Percobaan asetilkolin
4. Kerokan kulit dan KOH 10%
H. Penatalaksanaan
1. Non farmakologis
a. Menghindari aktivitas yang akan mengeluarkan banyak keringat
b. Menghindari stress emosi
c. Menghindari suhu yang terlalu panas atau dingin dan kondisi dengan
kelembaban yang tinggi.
d. Menghindari alergen (serbuk tanaman) dan pemakaian bahan-bahan
iritan (deterjen, alkohol, pemutih)
e. Menganjurkan untuk menggunakan pelembab kulit untuk mengatasi
kulit kering
f. Memberitahukan untuk tidak menggaruk luka atau daerah kulit yang
gatal karena akan menimbulkan tempat infeksi baru.
2. Farmakologis
a. Injeksi metilprednisolon 125 mg + difenhidramin 1 ampul (iv)
b. Loratadine tablet; 2 x 10 mg per hari
c. Amitriptilin tablet; 1 x 25 mg per hari
6

d. Klobetasol propionate 0,05% + likuor karbonis detergen 5%
I. Prognosis
1. Ad vitam : Ad bonam
2. Ad fungsionam : Ad bonam
3. Ad sanationam : Dubia ad bonam



























7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DERMATITIS ATOPIK
A. Definisi
Dermatitis atopik (D.A.) adalah perdangan kulit kronik dan residif, disertai
gatal, yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering
berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi
pada keluarga atau penderita (D.A., rhinitis alergika, dan atau asma bronchial).
Kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan
likenifikasi, distribusinya di lipatan (fleksural).
B. Epidemiologi
Berbagai penelitian menyatakan bahwa prevalensi D.A. makin meningkat
sehingga merupakan masalah kesehatan besar. Di Amerika Serikat, Eropa,
Jepang, Australia dan negara industri lain, prevalensi D.A. pada anak
mencapai 10-20%, sedangkan pada dewasa kira-kira 1-3%. Distribusi
terbanyak pada bayi sekitar usia 2 bulan-2 tahun, pada anak sekitar usia 3-10
tahun dan pada dewasa sekitar usia 13-30 tahun. Wanita lebih banyak
menderita D.A. disbanding pria dengan rasio 1,3 : 1. D.A. cenderung
diturunkan, lebih dari seperempat anak dari ibu yang menderita D.A. akan
mengalami D.A. pada masa kehidupan 3 bulan pertama. Bila salah satu orang
tua menderita atopi, lebih separuh jumlah anak akan mengalami gejala alergi
sampai usia 2 tahun, dan meningkat sampai 79% bila kedua orang tua
menderita atopi. Risiko mewarisi D.A. lebih tinggi bila ibu yang menderita
D.A. dibandngkan dengan ayah. Namun, bila dermatitis atopi yang dialami
berlanjut hingga masa dewasa, maka risiko untuk mewariskan kepada anaknya
sama saja, yaitu sekitar 50%.
C. Etiopatogenesis
Penyakit ini dipengaruhi multifaktorial, seperti faktor genetik, imunologik,
lingkungan, sawar kulit dan farmakologik. Konsep dasar terjadinya D.A.
adalah melalui reaksi imunologik.


8

Faktor Genetik
D.A. adalah penyakit dalam keluarga di mana pengaruh maternal sangat
besar. Walaupun banyak gen yang nampaknya terkait dengan penyakit alergi,
tetapi yang paling menarik adalah peran kromosom 5 q31 33 karena
mengandung gen penyandi IL-3, IL-4, IL-13 dan GM CSF (Granulocyte
Macrophage Colony Stimulating Factor) yang diproduksi oleh sel Th
2
. Pada
ekspresi D.A., ekspresi gen IL-4 juga memainkan peranan penting.
Predisposisi DA dipengaruhi perbedaan genetik aktifitas transkripsi gen IL-4.
Dilaporkan adanya keterkaitan antara polimorfisme spesifik gen kimase sel
mas dengan D.A. tetapi tidak dengan asma bronchial ataupun rinitis alergika.
Serine protease yang diproduksi sel mas kulit mempunyai efek terhadap organ
spesifik dan berkontribusi pada resiko genetik D.A.
Respons imun pada kulit
Salah satu faktor yang berperan pada D.A. adalah faktor imunologik. Di
dalam kompartemen dermo-epidermal dapat berlangsung respon imun yang
melibatkan sel Langerhans (SL) epidermis, limfosit, eosinofil dan sel mas.
Bila suatu antigen (bisa berupa alergen hirup, alergen makanan, autoantigen
ataupun super antigen) terpajan ke kulit individu dengan kecenderungan atopi,
maka antigen tersebut akan mengalami proses : ditangkap IgE yang ada pada
permukaan sel mas atau IgE yang ada di membran SL epidermis. Bila antigen
ditangkap IgE sel mas (melalui reseptor FcRI), IgE akan mengadakan cross
linking dengan FcRI, menyebabkan degranulasi sel mas dan akan keluar
histamin dan faktor kemotaktik lainnya. Reaksi ini disebut reaksi hipersensitif
tipe cepat (immediate type hypersensitivity). Pada pemeriksaan histopatologi
akan nampak sebukan sel eosinofil. Selanjutnya antigen juga ditangkap IgE,
sel Langerhans (melalui reseptor FcRI, FcRII dan IgE-binding protein),
kemudian diproses untuk selanjutnya dengan bekerjasama dengan MHC II
akan dipresentasikan ke nodus limfa perifer (sel Tnaive) yang mengakibatkan
reaksi berkesinambungan terhadap sel T di kulit, akan terjadi diferensiasi sel T
pada tahap awal aktivasi yang menentukan perkembangan sel T ke arah TH1
atau TH2. Sel TH1 akan mengeluarkan sitokin IFN-, TNF, IL-2 dan IL-17,
sedangkan sel TH2 memproduksi IL-4, IL-5 dan IL-13. Meskipun infiltrasi
9

fase akut D.A. didominasi oleh sel TH2 namun kemudian sel TH1 ikut
berpartisipasi. Jejas yang terjadi mirip dengan respons alergi tipe IV tetapi
dengan perantara IgE sehingga respons ini disebut IgE mediated-delayed type
hypersensitivity. Pada pemeriksaan histopatologi nampak sebukan sel netrofil.
Selain dengan SL dan sel mas, IgE juga berafinitas tinggi dengan FcRI yang
terdapat pada sel basofil dan terjadi pengeluaran histamin secara spontan oleh
sel basofil. Garukan kronis dapat menginduksi terlepasnya TNF dan sitokin
pro inflamasi epidermis lainnya yang akan mempercepat timbulnya
peradangan kulit DA. Kadang-kadang terjadi aktivasi penyakit tanpa
rangsangan dari luar sehingga timbul dugaan adanya autoimunitas pada DA.
Pada lesi kronik terjadi perubahan pola sitokin. IFN- yang merupakan sitokin
TH1 akan diproduksi lebih banyak sedangkan kadar IL-5 dan IL-13 masih
tetap tinggi. Lesi kronik berhubungan dengan hiperplasia epidermis. IFN dan
GM-CSF mampu menginduksi sel basal untuk berproliferasi menghasilkan
pertumbuhan keratinosit epidermis. Perkembangan sel T menjadi sel TH2
dipacu oleh IL-10 dan prostaglandin (P6) E2. IL-4 dan IL-13 akan
menginduksi peningkatan kadar IgE yang diproduksi oleh sel B.
Respons sistemik
Perubahan sistemik pada DA adalah sebagai berikut :
1. Sintesis IgE meningkat.
2. IgE spesifik terhadap alergen ganda meningkat
3. Ekspresi CD23 pada sel B dan monosit meningkat.
4. Respons hipersensitivitas lambat terganggu
5. Eosinofilia
6. Sekresi IL-4, IL-5 dan IL-13 oleh sel TH2 meningkat
7. Sekresi IFN- oleh sel TH1 menurun
8. Kadar reseptor IL-2 yang dapat larut meningkat.
9. Kadar CAMP-Phosphodiesterase monosit meningkat disertai peningkatan
IL-13 dan PGE2
Sawar kulit
Umumnya penderita D.A., mengalami kekeringan kulit. Hal ini diduga
terjadi akibat kadar lipid epidermis yang menurun, trans epidermal water loss
10

meningkat, skin capacitance (kemampuan stratum korneum meningkat air)
menurun. Kekeringan kulit ini mengakibatkan ambang rangsang gatal menjadi
relatif rendah dan menimbulkan sensasi untuk menggaruk. Garukan ini
menyebabkan kerusakan sawar kulit sehingga memudahkan mikroorganisme
dan bahan iritan / alergen lain untuk melalui kulit dengan segala akibat-
akibatnya.
Faktor lingkungan
Peran lingkungan terhadap tercetusnya D.A. tidak dapat dianggap remeh.
Alergi makanan lebih sering terjadi pada anak usia < 5 tahun. Jenis makanan
yang menyebabkan alergi pada bayi dan anak kecil umumnya susu dan telur,
sedangkan pada dewasa sea food dan kacang-kacangan. Tungau debu rumah
(TDR) serta serbuk sari merupakan alergen hirup yang berkaitan erat dengan
asma bronkial pada atopi dapat menjadi faktor pencetus D.A. 95% penderita
D.A. mempunyai IgE spesifik terhadap TDR. Derajat sensitisasi terhadap
aeroalergen berhubungan langsung dengan tingkat keparahan D.A.. Suhu dan
kelembaban udara juga merupakan faktor pencetus D.A,, suhu udara yang
terlampau panas atau dingin, keringat dan perubahan udara tiba-tiba dapat
menjadi masalah bagi penderita D.A. Hubungan psikis dan penyakit D.A.
dapat timbal balik. Penyakit yang kronik residif dapat mengakibatkan
gangguan emosi. Sebaliknya stres akan merangsang pengeluaran substansi
tertentu melalui jalur imunoendokrinologi yang menimbulkan rasa gatal.
Kerusakan sawar kulit akan mengakibatkan lebih mudahnya mikroorganisme
dan bahan iritan (seperti sabun, detergen, antiseptik, pemutih, pengawet)
memasuki kulit.
D. Gambaran Klinis
Kulit penderita D.A. umumnya kering, pucat, kadar lipid epidermis
berkurang, dan kehilangan air lewat epidermis meningkat. Jari tangan teraba
dingin. Penderita D.A. cenderung tipe astenik, dengan intelegensia di atas
rata-rata, sering merasa cemas, egois, frustasi, agresif atau merasa tertekan.
Gejala utama D.A. ialah pruritus, dapathilang timbul sepanjang hari, tetapi
umumnya akan menghebat pada malam hari. Akibatnya penderita akan
menggaruk sehingga timbul bermacam-macam kelainan di kulit berupa papul,
11

likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi dan krusta. D.A. dapat dibagi
menjadi 3 fase, yaitu sebagai berikut :
D.A. infantil (usia 2 bulan 2 tahun)
D.A. paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan, biasanya
setelah usia 2 bulan. Lesi mulai di muka (dahi, pipi) berupa eritema, papulo-
vesikel yang halus, karena gatal digosok, pecah, eksudatif, dan akhirnya
terbentuk krusta. Lesi kemudian meluas ke tempat lain, yaitu scalp, leher,
pergelangan tangan, lengan dan tungkai. Bila anak mulai merangkak, lesi
ditemukan di lutut. Biasanya anak mulai menggaruk setelah berumur 2 bulan.
Rasa gatal yang timbul sangat mengganggu sehingga menyebabkan anak
gelisah, susah tidur, dan sering menangis. Pada umumnya lesi D.A. infantile
eksudatif, banyak eksudat, erosi, krusta, dan dapat mengalami infeksi. Lesi
dapat meluas generalisata, bahkan walaupun jarang, dapat terjadi eritroderma.
Lambat laun lesi menjadi kronis dan residif. Sekitar usia 18 bulan mulai
tampak likenifikasi. Pada sebagian besar penderita akan sembuh setelah usia 2
tahun, mungkin juga sebelumnya, sebagian lagi berlanjut menjadi bentuk
anak. Pada saat itu, penderita tidak lagi mengalami eksaserbasi, bila makan
makanan yang sebelumnya menyebabkan kambuh penyakitnya.

Gambar 1. Dermatitis Atopik pada Bayi
D.A. pada anak (usia 2 10 tahun)
Dapat merupakan kelanjutan bentuk infantil, atau timbul sendiri. Lesi lebih
kering, tidak begitu eksudatif, lebih banyak papul, likenifikasi dan sedikit
skuama. Letak kelainan di lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan bagian
fleksor, kelopak mata, leher, jarang di muka. Rasa gatal menyebabkan
12

penderita sering menggaruk. Dapat terjadi erosi, likenifikasi, mungkin juga
mengalami infeksi sekunder. Akibat garukan, kulit menebal dan perubahan
lainnya yang menyebabkan gatal, sehingga terjadi lingkaran setan siklus
gatal-garuk. Rangsangan garuk sering di luar kendali. Penerita sensitive
terhadap wol, bulu kucing dan anjing, juga bulu ayam, burung dan sejenisnya.
D.A. berat yang melebihi 50% permukaan tubuh dapat memperlambat
pertumbuhan.

Gambar 2. Dermatitis Atopik pada Anak
D.A. pada remaja dan dewasa
Lesi kulit D.A. pada bentuk ini dapat berupa plak papular-eritematosa dan
berskuama, atau plak likenifikasi yang gatal. Pada D.A. remaja lokalisasi lesi
di lipat siku, lipat lutut, dan samping leher, dahi, dan sekitar mata. Pada D.A.
dewasa, distribusi lesi kurang khas, sering mengenai tangan dan pergelangan
tangan, dapat pula ditemukan setempat, misalnya di bibir (kering, pecah,
bersisik), vulva, putting susu atau scalp. Kadang erupsi meluas, dan paling
paraj di lipatan mengalami likenifikasi. Lesi kering, agak menimbul, papul
datar dan cenderung bergabung menjadi plak likenifikasi dengan sedikit
skuama, dan sering terjadi ekskoriasi dan eksudasi karena garukan. Lambat
laun dapat terjadi hiperpigmentasi.
Lesi sangat gatal terutama pada malam hari waktu istirahat. Pada orang
dewasa sering mengeluh bahwa penyakitnya kambuh bila mengalami stress.
Mungkin karena strs dapat menurunkan ambang rasa gatal. Penderita atopic
memang sulit mengeluarkan keringat, sehingga rasa gatal timbul bila
13

mengadakan latihan fisik. Pada umumnya D.A. remaja atau dewasa
berlangsung lama, kemudian cenderung menurun dan membaik setelah usia 30
tahun, jarang sampai usia pertengahan. Hanya sebagian kecil yang terus
berlangsung sampai tua. Kulit penderita D.A. yang telah sembuh mudah gatal
dan cepat meradang bila terpajan oleh bahan iritan eksogen.

Gambar 3. Dermatitis Atopik pada Remaja dan Dewasa
E. Gambaran Histopatologis
Gamaran histopatologi D.A. tidak spesifik. Lesi akut ditandai dengan
dengan spongiosis, eksositosis limfosit T, jumlah SL meningkat. Dermis :
edema, bersebukan sel radang terutama limfosit T, makrofag, sel mas
jumlahnya masih dalam batas normal, tetapi dalam keadaan degranulasi. Lesi
kronis D.A. menunjukkan hyperkeratosis dan akantosis. Dermis bersebukan
sel radang, terutama makrofag dan eosinofil.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah perifer ditemukan eosinofilia dan peningkatan kadar IgE.
2. Dermatografisme putih. Penggoresan pada kulit normal akan
menimbulkan 3 respon, yakni berturut-turut akan terlihat garis merah di
tempat penggoresan selama 15 detik, warna merah di sekitarnya selama
beberapa detik, dan edema timbul sesudah beberapa menit. Penggoresan
pada pasien D.A. akan bereaksi berlainan. Garis merah tidak disusul
warna kemerahan, tetapi kepucatan selama 2 detik sampai 5 menit, dan
edema tidak akan timbul. Keadaan ini disebut dermatografisme putih.
14

3. Percobaan asetilkolin. Suntikan secara intrakutan solusio asetilkolin
1/5000 akan menyebabkan hiperemia pada orang normal. Pada orang
dengan D.A. akan timbul vasokontriksi, terlihat kepucatan selama 1 jam.
4. Percobaan histamine. Jika histamine fosfat disuntikkan pada lesi, eritema
akan berkurang dibandingkan orang lain sebagai control. Kalau obat
tersebut disuntikkan parenteral, tampak eritema bertambah pada kulit
yang normal.
G. Penegakkan Diagnosis
Diagnosis D.A. didasarkan kriteria yang disusun oleh Hanifin dan Rajka
yang diperbaiki oleh kelompok kerja dari Inggris yang dikordinasi oleh
Williams (1994). Adapun kriteria yang disusun oleh Hanifin dan Rajka
sebagai berikut :
Kriteria Mayor
1. Pruritus
2. Dermatitis di muka dan ekstensor pada bayi dan anak
3. Dermatitis di fleksura pada dewasa
4. Dermatitis kronis atau residif
5. Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya
Kriteria Minor
1. Xerosis
2. Infeksi kulit (khususnya oleh S.aureus dan virus herpes simpleks)
3. Dermatitis non-spesifik pada tangan atau kaki
4. Iktiosis/hiperliniar Palmaris/keratosis pilaris
5. Pitiriasis alba
6. Dermatitis di papilla mamae
7. Demografisme putih dan delayed blanch response
8. Keilitis
9. Lipatan infra orbital Dennie-Morgan
10. Konjungtivitis berulang
11. Keratokonus
12. Katarak subkapsulaar anterior
13. Orbita menjadi gelap
15

14. Muka pucat atau eritem
15. Gatal bila berkeringat
16. Intoleran terhadap wol atau pelarut lemak
17. Aksentuasi perifolikular
18. Hipersensitif terhadap makanan
19. Perjalanan penyakit dipengaruhi faktor lingkungan dan atau emosi
20. Tes kulit alergi tipe dadakan positif
21. Kadar IgE dalam serum meningkat
22. Awitan pada usia dini
Diagnosis D.A. ditegakkan apabila memiliki 3 kriteria mayor dan 3
kriteria minor. Sementara itu, pedoman diagnosis D.A. yang diusulkan oleh
kelompok kerja dari Inggris yang dikordinasi oleh Williams adalh sebagai
berikut :
1. Harus mempunyai kondusi kulit gatal
2. Ditambah 3 atau lebih kriteria berikut :
a. Riwayat terkenanya lipatan kulit, misalnya lipat siku, belakang lutut,
bagian depan pergelangan kaki atau sekeliling leher (termasuk pipi
anak usia < 10 tahun)
b. Riwayat asma bronchial atau hay fever pada penderita (atau riwayat
penyakit atopi pada keluarga tingkat pertama dari anak < 4 tahun)
c. Riwayat kulit kering secara umum pada tahun terakhir
d. Adanya dermatitis yang tampak di lipatan (atau dermatitis pada pipi /
dahi dan anggota badan bagian luar untuk anak < 4 tahun)
e. Awitan di bawah usia 2 tahun (tidak digunakan bila anak < 4 tahun)
H. Diagnosis Banding
1. Dermatitis kontak (dengan tipe bayi) : biasanya lokalisasi sesuai dengan
tempat kontaktanm lesi berupa papula miliar dan erosif.
2. Dermatitis numularis : biasanya pada orang dewasa, eksudatif; lokalisasi
di ekstremitas inferior, tidak ada stigmata atopik.



16

I. Penatalaksanaan
1. Non Farmakologis
a. Menghindari pemakaian bahan-bahan iritan (deterjen, alkohol,
pemutih)
b. Menghindari suhu yang terlalu panas dan dingin, kelembaban tinggi.
c. Menghindari aktifitas yang akan mengeluarkan banyak keringat.
d. Menghindari makanan-makanan yang dicurigai dapat mencetuskan
D.A.
e. Melakukan hal-hal yang dapat mengurangi jumlah tungau debu
rumah atau agen infeksi, seperti menghindari penggunaan kapuk atau
karpet atau mainan berbulu.
f. Menghindari stres emosi.
2. Farmakologis
a. Topikal
1) Hidrasi kulit
Kulit penderita D.A. kering dan fungsi sawarnya berkurang,
mudah retak sehingga mempermudah masuknya mikroorganisme
pathogen, bahan iritan dan alergen. Pada kondisi ini perlu
diberikan pelembab, seperti krim hidrofilik urea 10%, dapat pula
ditambahkan hidrokortison 1% di dalamnya. Pelembab dapat
dipakai beberapa kali sehari karena lama bekerja maksimum 6
jam.
2) Kortikosteroid topical
Pada bayi dapat digunakan salep steroid berpotensi rendah,
misalnya hidrokortison 1% - 2,5%. Pada anak dan dewasa dipakai
steroid berpotensi menengah, misalnya triamsionolon, kecuali
pada muka digunakan steroid berpotensi rendah. Bila aktivitas
penyakit telah terkontrol, dipakai secara intermiten, umumnya 2
kali seminggu, untuk mencegah agar tidak cepat kambuh;
sebaiknya dengan kortikosteroid yang potensinya paling rendah.


17

3) Imunomodulator topical
Takrolimus; Takrolimus merupakan suatu penghambat
calcineurin (suatu molekul yang dibutuhkan untuk inisiasi
transkripsi gen sitokin), dapat diberikan dalam bentuk salep 0,03%
untuk anak usia 2-15 tahun; untuk dewasa 0,03% dan 0,1%.
Takrolimus menghambta aktivitas sel yang terlibat dalam D.A.
yaitu sel Langerhans, sel T, sel mas dan keratinosit. Pada
pengobatan jangka panjang, koloni S.aureus menurun. Tidak
ditemukan efek samping kecuali rasa terbakar setempat.
Pimekrolimus; suatu senyawa askomisin yaitu suatu
imunomodulator golongan makrolaktam. Kerjanya sangat mirip
siklosporin dan takrolimus. Sediaan yang dipakai adalah
konsentrasi 1%, aman pada anak dan dapat dipakai pada kulit
sensitif 2 kali sehari.
4) Preparat Ter
Preparat Ter mempunyai efek antipruritus dan anti
inflamasi pada kulit. Dipakai pada lesi kronis, jangan pada lesi
akut. Sediaan dalam bentuk salep hidrofilik, misalnya yang
mengandung likuor karbonis detergen 5% sampai 10%, atau crude
coal tar 1% sampai 5%.
b. Sistemik
1) Kortikosteroid sistemik
Hanya dipakai untuk mengendalikan DA eksaserbasi akut.
Digunakan dalam waktu singkat, dosis rendah, diberi selang-
seling. Dosis diturunkan secara tapering. Pemakaian jangka
panjang akan menimbulkan efek samping dan bila tiba-tiba
dihentikan akan timbul rebound phenomen.
2) Antihistamin
Antihistamin digunakan untuk membantu mengurangi rasa
gatal yang hebatterutama pada malam hari, sehingga mengganggu
tidur. Oleh karena itu, antihistamin yang dipakai adalah yang
mempunyai efek sedatif, misalnya hidroksisin atau difenhidramin.
18

Untuk kasus yang lebih sulit pada orang dewasa, dapat diberikan
doksepin hidroklorid yang mempunyai efek antidepresan dan yang
memblokade resptor histamine H1 dan H2, dengan dosis 10-75 mg
secara oral pada malam hari.
3) Antibiotik
Pemberian antibiotik berkaitan dengan ditemukannya
peningkatan koloni S.aureus pada kulit penderita DA. Untuk yang
belum resisten, dapat diberi eritromisin, asitromisin atau
kaltromisin; sedangkan untuk yang sudah resisten diberikan
dikloksasilin, oksasilin, atau generasi pertama sefalosporin. Bila
terdapat infeksi virus, maka kortikosteroid dihentikan sementara
dan dapat diberikan asiklovir 3 x 400 mg/hari atau 4 x 200mg/hari
per oral selama 10 hari.
4) Siklosporin
Suatu imunosupresif kuat terutama bekerja pada sel T akan
terikat dengan calcineurin menjadi suatu kompleks yang akan
menghambat calcineurin sehingga transkripsi sitokin ditekan.
Dosis 5 mg/kg BB/oral, diberi dalam waktu singkat, bila obat
dihentikan umumnya penyakit kambuh kembali. Efek sampingnya
adalah peningkatan kreatinin dalam serum dan bisa terjadi
penurunan fungsi ginjal dan hipertensi.
J. Prognosis
Prognosis lebih buruk bila kedua orang tuanya menderita D.A. Ada
kecenderungan perbaikan spontan pada masa anak, dan sering ada yang
kambuh pada masa remaja. Sebagian kasus menetap pada usia di atas 30
tahun. Penyembuhan spontan D.A. yang diderita sejak bayi pernah dilaporkan
terjadi setelah usia 5 tahun sebesar 40-60%, teruatam kalau penyakitnya
ringan. Sebelumnya juga ada yang melaporkan bahwa 84% D.A. anak
berlangsung sampai remaja. Ada pula laporan, D.A. pada anak yang diikuti
sejak bayi hingga remaja, 20% menghilang, dan 65% berkurang gejalanya.
Lebih dari separuh D.A remaja yang telah diobati kambuh setelah dewasa.
Faktor yang berhubungan dengan prognosis kurang baik pada D.A. yaitu :
19


1. D.A. luas pada anak
2. Menderita rhinitis alergika dan asma bronchial
3. Riwayat D.A. pada orang tua atau saudara kandung
4. Awitan (onset) D.A. pada usia muda
5. Anak tunggal
6. Kadar IgE serum sangat tinggi

























20

DERMATITIS NUMULARIS
A. Definisi
Dermatitis numularis merupakan salah satu jenis dermatitis berupa lesi
berbentuk mata uang (koin) atau agak lonjong, berbatas tegas dengan
efloresensi berupa papulovesikel yang biasanya mudah pecah sehingga
menimbulkan keadaan basah.
B. Epidemiologi
Dermatitis numularis pada orang dewasa terjadi lebih sering pada pria
daripada wanita. Usia puncak awitan pada kedua jenis kelamin antara 55
sampai 65 tahun; pada wanita usia puncak terjadi juga pada usia 15 sampai 25
tahun. Dermatitis numularis tidak biasa ditemukan pada anak, bila ada
timbulnya jarang pada usia di bawah 1 tahun. Umumnya kejadian menigkat
seiring dengan meningkatnya usia.
C. Etiopatogenesis
Penyebabnya tidak diketahui, banyak faktor yang ikut berperan. Diduga
stafilokokus dan mikrokokus ikut berperan, mengingat jumlah koloninya
meningkat walaupun tanda infeksi secara klinis tidak tampak. Dermatitis
kontak mungkin ikut memegang peranan pada berbagai kasus dermatitis
numularis, misalnya alergi terhadap nikel, krom, kobal, demikian pula iritasi
dengan wol dan sabun. Trauma fisik dan kimiawi mungkin juga berperan,
terutama bila terjadi di tangan; dapat pula pada bekas cedera lama atau
jaringan parut. Pada sejumlah kasus, stress emosional dapat menyebabkan
eksaserbasi. Lingkungan dengan kelembaban rendah dapat pula memicu
kekambuhan.
D. Patofisiologi
Dermatitis numular merupakan suatu kondisi yang terbatas pada epidermis
dan dermis saja. Hanya sedikit diketahui patofisiologi dari penyakit ini, tetapi
sering bersamaan dengan kondisi kulit yang kering. Adanya fissure pada
permukaan kulit yang kering dan gatal dapat menyebabkan masuknya alergen
dan mempengaruhi terjadinya peradangan pada kulit. Suatu penelitian
menunjukkan dermatitis numularis meningkat pada pasien dengan usia yang
lebih tua terutama yang sangat sensitif dengan bahan-bahan pencetus alergi.
21

Barrier pada kulit yang lemah pada kasus ini menyebabkan peningkatan
untuk terjadinya dermatitis kontak alergi oleh bahan-bahan yang mengandung
metal. Karena pada dermatitis numular terdapat sensasi gatal, telah
dilakukan penelitian mengenai peran mast cell pada proses penyakit ini dan
ditemukan adanya peningkatan jumlah mast cell pada area lesi dibandingkan
area yang tidak mengalami lesi pada pasien yang menderita dermatitis
numularis. Suatu penelitian juga mengidentifikasi adanya peran neurogenik
yang menyebabkan inflamasi pada dermatitis numular dan dermatitis atopik
dengan mencari hubungan antara mast cell dengan saraf sensoris dan
mengidentifikasi distribusi neuropeptida pada epidermis dan dermis dari
pasien dengan dermatitis numular. Peneliti mengemukakan hipotesa bahwa
pelepasan histamin dan mediator inflamasi lainnya dari mast cell yang
kemudian berinteraksi dengan neural C- fibers dapat menimbulkan gatal. Para
peneliti juga mengemukakan bahwa kontak dermal antara mast cell dan saraf,
meningkat pada daerah lesi maupun non lesi pada penderita dermatitis
numular. Substansi P dan kalsitonin terika trantai peptide meningkat pada
daerah lesi dibandingkan pada non lesi pada penderita dermatitis numular.
Neuropeptida ini dapat menstimulasi pelepasan sitokin lain sehingga memicu
timbulnya inflamasi. Penelitian lain telah menunjukkan bahwa adanya mast
cell pada dermis dari pasien dermatitis numular menurunkan aktivitas enzim
chymase, mengakibatkan menurunnya kemampuan menguraikan neuropeptida
dan protein. Disregulasi ini dapat menyebabkan menurunnya kemampuan
enzimuntuk menekan proses inflamasi
E. Gambaran Klinis
Penderita dermatitis numularis umumnya mengeluh sangat gatal yang
disertai dengan nyeri. Awalnya dimulai dengan eritema berbentuk lingkaran,
selanjutnya melebar sebesar uang logam, dikelilingi oleh papul-papul, vesikel
dan kemudian ditutupi krusta coklat. Lesi akut berupa vesikel dan
papulovesikel (0,3-1 cm), kemudian membesar dengan cara berkonfluensi atau
meluas ke samping, membentuk satu lesi khas seperti uang logam (koin),
eritematosa, sedikit edematosa, dan berbatas tegas. Lambat laun vesikel pecah
terjadi eksudasi, kemudian mengering menjadi krusta coklat atau kekuningan.
22

Ukurang diameter lesi dapat mencapai 5 cm, dan jarang sampai 10 cm.
Penyembuhan dimulai dari tengah sehingga terkesan menyerupai lesi
dermatomikosis. Lesi lama berupa likenifikasi dan skuama.
Jumlah lesi dapat hanya satu, dapat pula banyak dan tersebar, bilateral atau
simetris, dengan ukuran yang bervariasi, mulai dari miliar, sampai nummular,
bahkan plakat. Tempat predileksi di tungkai bawah, badan, lengan termasuk
punggung tangan. Dermatitis numularis cenderung hilang timbul, ada pula
yang terus menerus, kecuali dalam periode pengobatan. Bila terjadi
kekambuhan, umumnya timbul pada tempat semula.

Gambar 4. Dermatitis Numularis pada Kaki


Gambar 5. Dermatitis Numularis pada Tangan

23

F. Gambaran Histopatologis
Pada bagian epidermis dapat ditemukan hiperkeratosis, akantosis, dan
edema intraselular. Sementara, pada bagian dermis terjadi pelebaran ujung
pembuluh darah dan sebukan sel-sel radang limfosit dan monosit.
G. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium, ti dak ada penemuan yang
spesifik. Untuk membedakannya dengan penyakit lain, seperti
dermatitis karena kontak diperlukan patch test dan prick test untuk
mengidentifikasikan bahan kontak. Pemeriksaan KOH untuk membedakan
tinea dengan dermatitis numular yang mempunyai
gambaran penyembuhan di tengah. Jika ada kondisi lain yang sangat mirip
dengan penyakit ini sehingga sulit untuk menentukan diagnosisnya
(contohnya pada tinea, psoriasis) dapat dilakukan biopsi.
H. Diagnosis Banding
1. Tinea pedis : pinggir aktif, bagian tengah agak menyembuh, dapat dicari
hifa dari sediaan langsung
2. Psoriasis : Skuama putih lebih tebal dan mengkilat serta iritasinya lebih
ringan
3. Dermatitis kontak alergi : Morfologi klinis primer antara dermatitis
kontak dan dermatitis numularis sering sulit untuk dibedakan. Pada
dermatitis kontak biasanya lokal, dan ditemukan riwayat kontak
sebelumnya. Untuk membedakan dapat dilakukan pemeriksaan patch test
atau prick test.
I. Penatalaksanaan
1. Non Farmakologis
Pasien perlu untuk diberitahukan tentang perkembangan atau
perjalanan penyakit dari dermatitis numular yang cenderung sering
berulang, mencegah atau menghindari faktor-faktor yang memperburuk
atau menimbulkan dermatitis numularis seperti stress, panas, atau trauma,
menggunakan pelembab kulit atau emollient untuk mengatasi kulit kering
dan jangan menggaruk luka karena bisa menjadi tempat infeksi baru dan
dapat meninggalkan bekas garukan yang permanen.
24

2. Farmakologis
a. Emolien
Emolien merupakan pelembab. Digunakan untuk mengurangi
kekeringan pada kulit. Contoh emolien yang sering digunakan
antara lain : aqueouscream, gliserine dan cetomacrogol cream, wool
fat lotions.
b. Steroid topikal
Untuk menghilangkan peradangan pada kulit dan mengurangi
iritasi kulit. Misalnya dengan pemberian triamcinolone 0,025-0,1%.
Bila lesi masih eksudatif, sebaiknya dikompres terlebih dahulu,
misalnya dengan menggunakan larutan permanganas kalikus 1 :
10.000.
c. Antihistamin oral
Antihistamin digunakan sebagai sedatif dan untuk mengurangi
gatal. Contohnya hidroksizin dengan dosis 3-4 x 25 mg sehari.
d. Antibiotik oral
Antibiotik dapat digunakan untuk mencegah infeksi sekunder atau
bila ditemukan infeksi bacterial. Antibiotik yang dapat diberikan
seperti eritromisis, tetrasiklin 20-40 mg/kgBB selama 7-14 hari, atau
amoksilin 4 x 500mg/hari selama 7-10 hari.
e. Steroid injeksi
Injeksi steroid digunakan pada kondisi kasus yang sangat berat.
Contoh injeksi steroid yang dapat diberikan yaitu triamsinolon
asetonida 0,1 mg/ml (0,1 ml / suntikan) secara intralesi.
J. Prognosis
Seperti yang diketahui bahwa perkembangan atau perjalanan penyakit dari
dermatitis numularis itu bersifat kronik dan cenderung sering berulang
(residif). Mencegah atau menghindari dari faktor-faktor yang memperburuk
atau meningkatkan frekuensi untuk cenderung berulang dengan menggunakan
pelembab pada kulit akan sangat membantu mencegah penyakit ini. Adapun
prognosis bervariasi dalam setiap individu. Berdasarkan suatu pengamatan
sejumlah penderita yang diikuti selama berbagai interval sampai dua tahun,
25

didapati bahwa 22% sembuh, 25% pernah sembuh untuk beberapa minggu
sampai tahun, dan 53% tidak pernah bebas dari lesi kecuali masih dalam
pengobatan. Dermatitis numularis cenderung residif pada sebagian besar
kasus. Umumnya prognosis dari penyakit kulit ini adalah baik.




























26

BAB III
PEMBAHASAN

Penegakkan Diagnosis
Penyakit kulit yang terdapat pada pasien dalam kasus adalah dermatitis
atopik (D.A.) dan dermatitis numularis. Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik
status dermatologis yang mendukung ke arah diagnosis kerja dermatitis atopic
adalah sebagai berikut :
Hasil anamnesis :
1. Keluhan utama gatal yang dirasakan di kedua tangan. Hal ini sesuai predileksi
dari D.A. pada dewasa.
2. Keluhan mulai dirasakan sejak sekitar 6 bulan yang lalu. Dapat dikatakan
bahwa keluhan ini berlangsung kronis; sesuai dengan sifat D.A. yaitu
peradangan kulit yang berlangsung kronis dan residif.
3. Keluhan gatal diperberat dengan adanya keringat dan faktor stress. Kedua hal
tersebut memang dapat memicu munculnya keluhan atau gejala D.A.
4. Pasien memiliki riwayat keluhan gatal yang sama di kedua tangan sewaktu
masih kecil. Hal ini sesuai dengan salah satu kriteria minor untuk diagnosis
D.A. yatu awitan pada usia dini
5. Pasien memiliki riwayat atopi berupa alergi terhadap serbuk tanaman
Hasil pemeriksaan fisik status dermatologis :
1. Lokasi : Ekstremitas superior dekstra et sinistra. Hal ini sesuai predileksi dari
D.A. pada dewasa.
2. Efloresensi : Plak eritema berbatas tegas dan likenifikasi; dengan penyebaran
simetris di kedua belah tangan. Hal ini sesuai dengan efloresensi D.A. pada
dewasa.
3. Secara umum, kondisi kulit pasien tampak kering (xerosis), terutama terlihat
pada kedua tangan pasien.
Berdasarkan kriteria diagnosis yang disusun oleh Hanifin dan Rajka, maka
diagnosis penyakit pada kasus ini dapat ditegakkan sebagai D.A. pada dewasa,
karena memenuhi syarat yang ada, yaitu 3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor.
Adapun kriteria mayor dan minor yang terdapat pada kasus ini ialah :

27

1. Kriteria mayor
a. Pruritus
b. Dermatitis di fleksura (lipat tangan) pada dewasa
c. Dermatitis kronis
d. Riwayat atopi pada penderita (alergi terhadap serbuk tanaman)
2. Kriteria minor
a. Xerosis
b. Gatal bila berkeringat
c. Perjalanan penyakit dipengaruhi faktor lingungan dan atau stress emosi
d. Awitan pada usia dini
Sementara itu, untuk diagnosis dermatitis numularis didapat dari hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisik status dermatologis sebagai berikut :
Hasil anamnesis :
1. Usia pasien 65 tahun. Secara epidemiologis, dermatitis numularis sering
ditemukan pada rentang usia 55-65 tahun.
2. Keluhan utama berupa gatal di kaki sebelah kiri.
3. Onset sekitar 6 bulan yang lalu. Dapat dikatakan bahwa keluhan ini
berlangsung kronis; sesuai dengan perjalanan penyakit dermatitis numularis
yang cenderung berlangsung kronis
4. Keluhan gatal diperberat dengan adanya perasaan emosi / stress. Hal ini dapat
memicu kambuhnya dermatitis numularis.
5. Keluhan gatal disertai dengan rasa nyeri dan panas.
Hasil pemeriksaan fisik status dermatologis
1. Lokasi : regio pedis sinistra. Hal ini sesuai dengan predileksi dermatitis
numularis
2. Efloresensi : makula eritematosa eksudatif, krusta coklat-kekuningan;
penyebaran regional. Hal ini sesuai dengan efloresensi dermatitis numularis
Diagnosis Banding
Berdasarakan tempat lesinya, diagnosis banding untuk penyakit dermatitis
atopik pada kasus ini adalah sebagai berikut :


28

1. Dermatitis kontak alergika
Dermatitis kontak alergi selalu disertai dengan keluhan gatal. Hal ini
sesuai dengan keluhan yang ada pada pasien ini. Penyakit dermatitis kontak
alergika biasanya didahului dengan adanya kontak terhadap alergen,
sementara pada kasus ini, pasien menyangkal adanya riwayat kontak dengan
bahan atau benda sebelumnya. Adapun efloresensi pada dermatitis kontak
alergika yaitu eritema numular-plakat, papul dan vesikel yang berkelompok
dan disertai dengan erosi numular-plakat.
2. Dermatitis numularis
Dermatitis numularis memiliki sifat yang sama dengan dermatitis atopik,
yaitu perjalanan penyakit yang cenderung kronis dan residif. Selain itu, kedua
keluhan gatal pada penyakit ini sama-sama diperberat dengan adanya faktor
stress. Hanya saja, pada dermatitis numularis tidak ada stigma atopi.
Efloresensinya yaitu awalnya berupa eritema berbentuk lingkaran, selanjunya
melebar sebesar uang logam, dikellilingi papul dan vesikel yang kemudian
bisa pecah menjadi eksudatif dan akhirnya bisa mengering membentuk krusta.
3. Neurodermatitis
Neurodermatitis termasuk penyakit dermatitis yang berlangsung kronis
dan diperberat dengan faktor stress. Biasanya keluhan gatal dirasakan terus
menerus, spasmodic atau paroksismal. Pada daerah gatal timbul sisik-sisik
seperti pada psoriasis. Efloresensi pada neurodermatitis berupa papula miliar,
likenifikasi, hiperpigmentasi, skuama dan kadang-kadang ekskoriasi.
4. Psoriasis
Perjalanan penyakit psoriasis cenderung kronis dan residif, sama seperti
pada penyakit dermatitis atopik. Namun, sebagian besar kasus psoriasis tidak
mengeluhkan adanya rasa gatal. Efloresensi berupa macula-papula eritematosa
sebesar lentikular-numular, yang ditutupi dengan skuama tebal berlapis-lapis
dan berwarna mengkilat. Pada pasien ini menyangkal adanya sisik yang
menebal pada daerah kulit yang gatal.
Untuk penyakit dermatitis numularis, berdasarkan tempat lesinya memiliki
diagnosis banding sebagai berikut :

29

1. Dermatits atopik (fase dewasa)
Dermatitis atopic memiliki kecenderungan perjalanan penyakit yang
berlangsung kronis dan residif. Keluhan gatal sering diperberat dengan adanya
faktor stress. Hal ini relevan dengan dermatitis numularis. Namun, untuk
dermatitis atopic sering disertai dengan riwayat atopi pada penderita maupun
anggota keluarga. Kondisi kulit pasien dermatitis atopi cenderung kering
(xerosis). Efloresensi dermatitis atopi pada dewasa yaitu berupa plak
eritematosa, berskuama, dan plak likenifikasi yang gatal.
2. Dermatitis stasis
Keluhan gatal pada dermatitis stasis biasanya disertai dengan rasa nyeri.
Secara epidemiologis, penyakit ini menyerang kelompok usia tua mengingat
adanya kerusakan pada katup vena yang menyebabkan darah terbendung di
distal katub. Efloresensi berupa makula hiperpigmentasi berbatas tidak tegas.
Terkadang tampak varises yang berisi darah berwarna hitam dan terlihat
bengkak pada tungkai. Pada kasus ini, pasien menyangkal adanya bengkak
pada kaki sebelah kiri.
3. Neurodermatitis
Neurodermatitis termasuk penyakit dermatitis yang berlangsung kronis
dan diperberat dengan faktor stress. Biasanya keluhan gatal dirasakan terus
menerus, spasmodic atau paroksismal. Pada daerah gatal timbul sisik-sisik
seperti pada psoriasis. Efloresensi pada neurodermatitis berupa papula miliar,
likenifikasi, hiperpigmentasi, skuama dan kadang-kadang ekskoriasi.
4. Tinea pedis
Kondisi kelainan kulit dengan bagian pinggir aktif dan bagian tengah agak
menyembuh mengindikasi bahwa kondisi ini mirip dengan lesi pada penyakit
tinea pedis. Keluahan gatal pada tinea pedis juga diperberat dengan adanya
keringat. Tipe tinea pedis yang predileksinya di tungkai yaitu tipe
papuloskuamosa hiperkeratotik kronis dengan efloresensi berupa eritema dan
plak hiperkeratotik di atas daerah likenifikasi; tipe subakut dengan efloresensi
berupa vesikel atau pustule dengan eksudat yang jernih.


30

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah tepi untuk menemukan eosinofilia, pemeriksaan
dermatografisme putih dan percobaan asetilkolin dapat dilakukan untuk
memperkuat diagnosis kerja D.A. Pemeriksaan kerokan kulit dan KOH 10% dapat
dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding tinea pedis.
Penatalaksanaan
1. Non Farmakologis
Prinsipnya adalah mengihndari faktor-faktor predisposisi atau yang dapat
mempengaruhi timbulnya penyakit atau kekambuhan atau memperberat dari
keluhan dan gejala yang ada, seperti menghindari aktivitas yang akan
mengeluarkan banyak keringat, menghindari stress emosi, menghindari suhu
yang terlalu panas atau dingin dan kondisi dengan kelembaban yang tinggi,
menghindari alergen (serbuk tanaman) dan pemakaian bahan-bahan iritan
(deterjen, alkohol, pemutih), menggunakan pelembab kulit untuk mengatasi
kulit kering, dan tidak menggaruk luka atau daerah kulit yang gatal karena
akan menimbulkan tempat infeksi baru.
2. Farmakologis
a. Injeksi metilprednisolon 125 mg + difenhidramin 1 ampul (iv)
Metilprednisolon merupakan kortikosteroid dengan kerja intermediate
yang termasuk kategori adrenokortikoid, anti-inflamasi dan imunosupresan.
Difenhidramin adalah antihistamin yang menghambat pelepasan histamin
(H1) dan asetilkolin. Dalam kasus ini, dengan keadaan lesi kulit yang sudah
berlangsung kronis dan kondisi gatal pasien yang cukup mengganggu
aktivitas dan tidur, maka diperlukan kortikosteroid dan antihistamin
sistemik, sehingga diberikan injeksi metilprednisolon 125 mg +
difenhidramin 1 ampul secara intravena.
b. Loratadine tablet; 2 x 10 mg per hari
Loratadine adalah antihistamin kerja panjang yang mempunyai
selektivitas tinggi terhadap reseptor histamin-H1 perifer dan afinitas yang
rendah terhadap reseptor-H1 di susunan saraf pusat, sehingga tidak
menimbulkan efek sedasi atau antikolinergik. Loratadine efektif untuk
mengobati gejala-gejala yang berhubungan dengan rinitis alergi, seperti
31

pilek, bersin-bersin, rasa gatal pada hidung serta rasa gatal dan terbakar
pada mata. Selain itu loratadine juga mengobati gejala-gejala seperti
urtikaria kronik dan gangguan alergi pada kulit lainnya.Pada kasus ini
digunakan untuk mengatasi keluhan gatal yang dirasakan oleh pasien.
c. Amitriptilin tablet; 1 x 25 mg per hari.
Amitriptilin merupakan antidepresi trisiklik. Amitriptilin bekerja
dengan menghambat pengambilan kembali neurotransmiter di otak.
Amitriptilin mempunyai 2 gugus metil, termasuk amin tersier sehingga
lebih responsif terhadap depresi akibat kekurangan serotonin. Senyawa ini
juga mempunyai aktivitas sedatif dan antikolinergik yang cukup kuat.
Pada pemberian oral, amitriptilin diaborpsi dengan baik, kurang lebih 90%
berkaitan dengan protein plasma dan tersebar luas dalam jaringan dan
susunan syraf pusat. Metabolisme di hati berlangsung lambat dan waktu
paruh 10,3-25,3 jam, kemudian diekskresi bersama urin. Pada kasus ini,
amitriptilin digunakan untuk efek sedasi dan diberikan 1 x 1 tablet (sediaan
25 mg) sehari, diminum pada malam hari supaya pasien bisa tidur dengan
nyaman, tidak terganggu lagi dengan keluhan gatal yang ada.
d. Klobetasol propionate 0,05 % + likuor karbonis detergen 5%
Klobetasol propionate merupakan golongan steroid dengan potensi
sangat kuat. Klobetasol propionate diindikasikan pada pengobatan jangka
pendek dermatosis yang resisten terhadap steroid yang kurang kuat seperti
psoriasis, eksim, liken planus, dan diskoid lupus eritematosus. Pada kasus
ini, sebelumnya pasien sudah mendapatkan obat salep, namun hasilnya
belum membaik dan hal ini sudah berlangsung cukup lama (6 bulan), jadi
dapat diberikan salep kortikosteroid dengan potensi yang kuat atau sangat
kuat. Salep ini dapat dioleskan tipis-tipis pada bagian kulit yang terkena
sebanyak 1-2 x per hari. Sementara itu, likuor karbonis detergen 5%
merupakan golongan preparat Ter dengan sediaan dalam bentuk salep yang
berfungsi sebagai antipruritus dan antiinflamasi pada kulit dan digunakan
pada lesi kronis kasus D.A sesuai dengan kasus ini.


32

Prognosis
Seperti yang diketahui bahwa penyakit D.A. dan dermatitis numularis
memiliki salah sifat yang sama yaitu perkembangan atau perjalanan penyakit yang
cenderung kronis dan residif, sehingga untuk prognosis ad sanationam adalah
dubia ad bonam. Selama pasien dapat menghindari hal-hal yang menjadi faktor
predisposisi dari penyakit ini, maka munculnya kekambuhan keluhan atau gejala
dapat diminimalisasi.

























33

DAFTAR PUSTAKA


American Academy of Dermatology. 2012. Nummular Dermatitis. Availble from
URL : http://www.aad.org/skin-conditions/dermatology-a-to-
z/nummular-dermatitis. Diakses pada tanggal 23 Maret 2012.
Djuanda, Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Jakarta : FKUI.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Edisi 3. Jakarta : FKUI.
Morris, Adrian. 2009. Atopic Dermatitis and Eczema Treatment. Available from
URL : http://www.allergy-clinic.co.uk/skin-allergy/infantile-eczema/.
Diakses pada tanggal 24 Maret 2012.
Siregar, R.S. 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta :
EGC.

Anda mungkin juga menyukai