Anda di halaman 1dari 57

PENENTUAN TITIK DIDIH

A. TUJUAN
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah menentukan titik didih zat cair dengan
mentukan titik pengembunannya pada tabung yang terbuka.
B. LANDASAN TEORI
Titik didih suatu cairan adalah suhu pada saat tekanan uap jenuh cairan itu
sama dengan tekanan luar (tekanan yang digunakan pada permukaan cairan).
Apabila tekanan sama dengan tekanan luar, maka gelombang uap dapat terbentuk
dalam cairan dapat mendorong air kepermukaan menuju fase gas. Oleh karena itu,
titik didih suatu cairan tergantung pada tekanan luarnya. Dan sebagaimana telah
kita ketahui bahwa air murni pada tekanan 1 atm mempunyai titik didih 100C,
akan tetapi apabia kita melarutkan suatu zat ke dalam air, maka titik didih larutan
akan semakin tinggi dari 100C (Silian, 2008).
Penambahan kecepatan panas pada cairan yang mendidih akan
mempercepat terbentuknya gelembung uap air. Cairan pun akan lebih cepat
mendidih, tapi suhu didih tidak naik. Titik didih cairan tergantung pada besarnya
tekanan atmosfer. Titik didih pada tekanan 1 atm dinamakan sebagai titik didih
normal. Pada tekanan yang lebih besar maka titik didihnya juga lebih tinggi, dan
begitu juga sebaliknya. Suhu yang tetap konstan dari cairan yang mendidih dapat
dibuktikan bila kita merebus makanan. Waktu air mendidih, suhu akan tetap
selama ada air disekeliling makanan tersebut berarti selama airnya belum habis
makanan tak ada yang hangus. Hal ini membuktikan bahwa titik didih berubah
dengan berubahnya tekanan (Wibowo, 2009).
Pada referensi lain mengatakan bahwa Titik didih suatu cairan ialah suhu
pada saat tekanan uap jenuh cairan itu sama dengan tekanan luar. Titik didih suatu
cairan bergantung pada tekanan luar. Penurunan tekanan uap suatu cairan akibat
adanya zat terlarut membawa konsekuensi bagi titik didih cairan tersebut. Pada
setiap suhu, suatu larutan memiliki tekanan uap yang lebih rendah daripada pelarut
murninya, akibatnya suatu larutan akan memiliki titik didih yang lebih tinggi dari
pelarut murninya karena energi diperlukan lebih banyak untuk dapat menyamakan
tekanan uap larutan dengan tekanan udara luar, energi yang lebih tinggi didapat
dari suhu yang dinaikkan. Adanya penurunan tekanan uap jenuh mengakibatkan
titik didih larutan lebih tinggi dari titik didih pelarut murni (Desi, 2010).
Komponen yang titik didihnya lebih tinggi akan tetap berupa cairan dan
turun ke bawah, sedangkan yang titik didihnya lebih rendah akan menguap dan
naik ke bagian atas melalui sungkup-sungkup yang disebut menara gelembung.
Makin ke atas, suhu dalam menara fraksionasi itu makin rendah. Hal itu
menyebabkan komponen dengan titik didih lebih tinggi akan mengembun dan
terpisah, sedangkan komponen yang titik didihnya lebih rendah naik ke bagian
yang lebih atas lagi. Demikian seterusnya, sehingga komponen yang mencapai
puncak menara adalah komponen yang pada suhu kamar berupa gas (Permana,
2007).
Titik cair dan titik didih halogen meningkat dengan bertambahnya nomor
atom. Hal ini disebabkan semakin bertambahnya gaya dispersi antarmolekul
halogen sesuai bertambahnya massa molekul relatif (Mr). Titik leleh dan titik didih
unsur periode ketiga dari natrium ke kanan meningkat dan mencapai puncaknya
pada silikon, kemudian turun. Dari natrium sampai aluminium titik leleh dan titik
didih meningkat seiring bertambah kuatnya ikatan logam karena bertambahnya
jumlah elektron valensi. Silikon memiliki titik leleh dan titik didih tertinggi karena
silikon memiliki struktur kovalen raksasa dimana setiap atom silikon terikat secara
kovalen pada empat atom silikon lainnya. Zat dengan struktur seperti ini memiliki
titik leleh dan titik didih yang sangat tinggi (Pangajuanto dan Rahmidi, 2007).













C. ALAT DAN BAHAN
a. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah:
1. Hot plate
2. Statif dan klem
3. Termometer
4. Tabung reaksi 2 buah
5. Gelas kimia 250 ml
6. Botol semprot
b. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah:
1. Minyak goreng
2. Garam
3. Larutan etanol
4. Air aquades


















D. PROSEDUR KERJA



Dimasukkan ke dalam gelas kimia 250 ml


Ditempatkan diatas hot plate
Direndam tabung reaksi berisi etanol ke
dalam
minyak sampai permukaan etanol dalam
tabung
reaksi sejajar dengan minyak.
Dipasangkan termometer
Dipanaskan
Diamati
Diulangi prosedur diatas dengan mengganti
etanol dengan air dan air tambah garam

Hasil pengamatan.....?












Minyak
Minyak dalam
gelas kimia 250 ml
E. HASIL PENGAMATAN
1. Gambar rangkaian alat



2. Data pengamatan
No Cairan

Suhu (C)
1
2
3
Etanol
Air
Air garam
67
100
101







2
1
4
3
5
6

Keterangan gambar :
1. statif
2. klem
3. termometer
4. tabung reaksi
5. gelas kimia 250 ml
6. hot plate
F. PEMBAHASAN
Seperti yang telah dijelaskan pada teori bahwa titik diidh suatu ciran
adalah suhu pada saat tekanan uap cairan adalah sama dengan tekanan luarnya, 1
atmosfer dan sebagaimana telah kita ketahui bahwa air murni pada tekanan 1 atm
mempunyai titik didih 100C. Komponen yang titik didihnya lebih tinggi akan
tetap berupa cairan dan turun ke bawah, sedangkan yang titik didihnya lebih
rendah akan menguap dan naik ke bagian atas . Titik didih dapat digunakan untuk
memperkirakan secara tak langsung berapa kuatnya Gaya tarik antara molekul
cairan. Cairan yang gaya tarik antar molekulnya kuat , titik didihnya tinggi dan
sebaliknya bila gaya tariknya lemah maka titik didihnya rendah.
Pada percobaan dalam menentukan titik didih ini, zat yang akan
ditentukan titik didihnya adalah larutan etanol, air, dan air campur garam. Hal
pertama yang dilakukan adalah memasukkan minyak ke dalam gelas kimia 250 ml,
kemudian gelas yang telah berisi minyak tersebut ditempatkan di atas hot plate,
tabung reaksi berisi etanol direndam dalam minyak tesebut sampai permukaan
etanol sejajar dengan minyak setelah itu, dipasangkan termometer dalam tabung
reaksi etanol serta mulai dipanaskan secara perlahan lahan lalu diamati. Hal yang
sama juga dilakukan pada larutan air dan air garam. Tujuan dipanaskan secara
perlahan agar suhu temperaturnya naik secara perlahan sehingga minyak tidak
terlalu cepat panas. Bila minyak tersebut tidak dipanaskan secara perlahan, maka
tabung reaksi yang ada di dalam minyak akan meledak. Dalam percobaan ini,
minyak dipilih sebagai larutan perantara untuk membuat larutan etanol, air dan air
tambah garam dapat mendidih secara merata. Biasanya pada suhu kamar, minyak
mempunyai titik didih 200C, dengan titik didih yang lebih tinggi dari ketiga
larutan yang akan diuji maka minyak dipilih sebagai larutan perantaranya.
Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa larutan etanol mendidih
pada suhu 67C, air mendidih pada suhu 100C, dan larutan air garam mendidih
pada suhu 101C. suhu tersebut telah mencapai maksimum, sehingga walaupun
temperatur dinaikkan suhunya akan selalu tetap. Saat air berada dalam keadaan
mendidih, gelembung-gelembung besar mulai terbentuk dalam cairan akan naik ke
permukaan. Bila gelembung itu telah terbentuk, cairan yang tadinya menempati
ruang ini didorong dan permukaan cairan pada wadah dipaksa naik untuk melawan
tekanan ke bawah yang ditimbulkan oleh atmosfer. Begitupun saat larutan etanol
dan air garam dalam keadaan mendidih. Suhu pada saat cairan mendidih disebut
titik didih. Jadi titik didih adalah temperatur dimana tekanan uap sama dengan
tekanan atmosfer. Penambahan kecepatan panas pada cairan yang mendidih akan
mempercepat terbentuknya gelembung uap larutan yang didihkan. Cairan pun akan
lebih cepat mendidih , tapi suhu didih tidak naik. Titik didih cairan tergantung pada
besarnya tekanan atmosfer.
Faktor yang mempengaruhi titk didih suatu larutan diantaranya adalah
tekanan, konsentrasi larutan, berat molekul dan ikatan hidrogen. Semakin besar
berat molekul suatu larutan maka semakin tinggi titik didih larutan tersebut, begitu
pula dengan tekanannya. Pada tekanan yang sama, titik didih air lebih tinggi dari
titik didih larutan etanol padahal jika dilihat dari massa molekul relatif (Mr) larutan
etanol lebih besar daripada air. Hal ini disebabkan oleh ikatan hidrogen yang
dimiliki oleh air lebih kuat dari etanol walaupun massa molekul relative air lebih
kecil dari etanol tetapi ikatan hidrogen suatu larutan juga ikut mempengaruhi titik
didih. Semakin kuat ikatan hidrogen larutan maka semakin tinggi titik didihnya.
Adapun pada larutan air garam, titik didihnya tidak jauh berbeda dengan air. Titik
didih larutan garam sedikit lebih tinggi dari air karena air telah ditambahkan oleh
zat terlarut yaitu garam. Perlu diketahui bahwa volume larutan tidak
mempengaruhi kenaikan titik didih namun hanya mempengaruhi lamanya
pemanasan larutan itu.

G. Kesimpulan
Dari hasil percobaan di atas dapat disimpulkan bahwa pada tekanan yang
sama titik didih larutan etanol sebesar 67C, titik didih air sebesar 100C, dan titik
didih air garam sebesar 101C.




DAFTAR PUSTAKA
Wibowo, Fredi, 2009, Titik leleh dan Titik Didih, http://fredi-36-a1. blog spot.com/
2009/11/titik-leleh-dan-titik-didih.html, Diakses 3 November 2011.
Silian, Radinal, 2008, Penetapan Kemurnian dan Identitas http://www.scribd.com
/doc/18817743/ Bundel-Lab-Kimia-Organik, Diakses 3
November 2011.
Desi, 2010, Sifat Koligatif Larutan,
http://industri10yusup.blog.mercubuana.ac.id/2010 /11/03/larutan -
oleh-dessy/, Diakses 3 November 2011.
Permana, Irvan. 2007, Memahami Kimia SMA / MA, Bandung: Intan Pariwara.
Pangajuanto dan Rahmidi. 2007, Kimia 3, Surakarta: PT. Grahadi.










KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI TEMPERATUR


ABSTRAK

Pada percobaan kelarutan sebagai fungsi suhu digunakan larutan asam oksalat dan
larutan NaOH. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentuan kelarutan asam oksalat
dalam berbagai suhu dan untuk menentukan panas pelarutan asam oksalat.
Prosedur yang digunakan adalah metode titrasi. Larutan asam oksalat dititrasi
dengan menggunakan larutan natrium hidroksida yang berbeda konsentrasi, yaitu 0,1 N.
Sedangkan pada larutan asam oksalat digunakan variasi suhu, yaitu pada suhu 5
0
C, 10
0
C,
15
0
C, dan 20
0
C.
Data hasil titrasi asam oksalat dengan larutan NaOH kemudian dianalisis dengan
menggunakan rumus titrasi asam-basa yang kemudian diperoleh kelarutan asam oksalat.
Untuk menentukan panas pelarutan asam oksalat digunakan persamaan Vant Hoff dan
regresi linear. Dari hasil analisis data yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa semakin
kecil suhu asam oksalat maka kelarutannya semakin kecil. Hasil dari penentuan panas
pelarutan asam oksalat dengan menggunakan persamaan Vant Hoff dan regresi linear,
keduanya menunjukkan hasil positif yaitu bersifat endoterm. Sehingga, kelarutan asam
oksalat semakin besar seiring kenaikan suhu.

Kata kunci : asam oksalat; kelarutan; panas pelarutan.










































i

DAFTAR ISI


ABSTRAKS ........................................................................................................ i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... iii

DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv

DAFTAR GRAFIK ............................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang........................................................................................ I-1

I.2 Rumusan Masalah ................................................................................... I-1

I.3 Tujuan Percobaan ................................................................................... I-1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Dasar Teori............................................................................................ II-1

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN

III.1 Variabel Percobaan .............................................................................. III-1

III.2 Bahan Yang Digunakan ........................................................................ III-1

III.3 Alat Yang Digunakan ........................................................................... III-1

III.4 Prosedur Percobaan .............................................................................. III-1

III.5 Diagram Alir Percobaan ....................................................................... III-2

III.6 GambarAlat Percobaan ......................................................................... III-3

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Percobaan .................................................................................. IV-1

IV.2 Pembahasan ......................................................................................... IV-1

BAB V KESIMPULAN ....................................................................................... V-1

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... vi

DAFTAR NOTASI ............................................................................................... vii

APPENDIKS ........................................................................................................ viii

LAMPIRAN

- Laporan Sementara

- Fotokopi Literatur

- Lembar Revisi








ii

DAFTAR GAMBAR


Gambar II.1 Struktur Molekul Asam Oksalat ........................................................ II-9

Gambar III.6 Gambar Alat Percobaan .................................................................... III-3





























































iii

DAFTAR TABEL


Tabel II.1 Tetepan Fisik Air pada Temperatur Tertentu ..................................... II-8
Tabel II.2 Koefisien Daya Larut Gas dalam H
2
O ............................................... II-12
Tabel II.3 Daya Larut dalam Air ....................................................................... II-13
Tabel IV.1.1 Pengaruh Suhu pada Kelarutan Asam Oksalat ................................... IV-1
Tabel IV.1.2 Volume Hasil Titrasi Asam Oksalat .................................................. IV-1























































iv

DAFTAR GRAFIK

Grafik IV.2.1 Grafik In S vs 1/T .................................................................................. IV-3
































































v
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kelarutan adalah jumlah zat yang dapat larut dalam sejumlah pelarut sampai
membentuk larutan jenuh. Apabila suatu larutan suhunya diubah, maka hasil
kelarutannya juga akan berubah. Larutan ada yang jenuh, tidak jenuh dan lewat
jenuh.Larutan dikatakan jenuh pada temperatur tertentu, bila larutan tidak dapat
melarutkan lebih banyak zat terlarut.Bila jumlah zat terlarut kurang dari larutan jenuh
disebut larutan tidak jenuh.Dan bila jumlah zat terlarut lebih dari larutan jenuh disebut
larutan lewat jenuh. Daya larut suatu zat dalam zat lain, dipengaruhi oleh jenis zat
pelarut, temperatur dan sedikit tekanan.

Latar belakang atau alasan praktikum ini dilaksanakan adalah agar praktikan dapat
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan, mengetahui pengaruh
temperatur pada suatu kelarutan.

Pengaruh suhu terhadap kelarutan dapat dilihat pada peristiwa sederhana yang
terjadi pada kehidupan sehari-hari yaitu kelarutan gula dalam air. Gula yang dilarutkan
ke dalam air panas, dan satu lagi ke dalam air dingin, maka gula akan lebih cepat larut
pada air panas karena semakin besar suhu semakin besar pula kelarutannya. Aplikasi
kelarutan dalam dunia industri adalah pada pembuatan reaktor kimia, pada proses
pemisahan dengan cara pengkristalan integral, selain itu juga dapat digunakan untuk
dasar atau ilmu dalam proses pembuatan granul-granul pada industri baja.


I.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh kelarutan terhadap suhu larutan ?

2. Bagaimana menghitung panas diferensial dalam kelarutan sebagai fungsi suhu ?


I.3 Tujuan Percobaan

1. Untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap kelarutan.

2. Untuk mengetahui cara menghitung panas diferensial dalam kelarutan sebagai
fungsi suhu.









I-1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


II.1 Larutan

Larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat. Zat yang
jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut zat terlarut atau solute, sedangkan zat
yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan disebut pelarut atau
solven. Konsentrasi larutan menyatakan secara kuantitatif komposisi zat terlarut dan
pelarut di dalam larutan. Konsentrasi umumnya dinyatakan dalam perbandingan jumlah
zat terlarut dengan jumlah total zat dalam larutan, atau dalam perbandingan jumlah zat
terlarut dengan jumlah pelarut. Contoh beberapa satuan konsentrasi adalah molar, molal,
dan bagian per juta (part per million, ppm). Sementara itu, secara kualitatif, komposisi
larutan dapat dinyatakan sebagai encer (berkonsentrasi rendah) atau pekat (berkonsentrasi
tinggi). Molekul komponen-komponen larutan berinteraksi langsung dalam keadaan
tercampur. Pada proses pelarutan, tarikan antarpartikel komponen murni terpecah dan
tergantikan dengan tarikan antara pelarut dengan zat terlarut. Terutama jika pelarut dan
zat terlarut sama-sama polar, akan terbentuk suatu struktur zat pelarut mengelilingi zat
terlarut; hal ini memungkinkan interaksi antara zat terlarut dan pelarut tetap stabil. Bila
komponen zat terlarut ditambahkan terus-menerus ke dalam pelarut, pada suatu titik
komponen yang ditambahkan tidak akan dapat larut lagi. Misalnya, jika zat terlarutnya
berupa padatan dan pelarutnya berupa cairan, pada suatu titik padatan tersebut tidak dapat
larut lagi dan terbentuklah endapan. Jumlah zat terlarut dalam larutan tersebut adalah
maksimal, dan larutannya disebut sebagai larutan jenuh. Titik tercapainya keadaan jenuh
larutan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, seperti temperatur, tekanan,
dan kontaminasi. Secara umum, kelarutan suatu zat yaitu jumlah suatu zat yang dapat
terlarut dalam pelarut tertentu sebanding terhadap suhu. Hal ini terutama berlaku pada zat
padat, walaupun ada perkecualian. Kelarutan zat cair dalam zat cair lainnya secara umum
kurang peka terhadap suhu daripada kelarutan padatan atau gas dalam zat cair. Kelarutan
gas dalam air umumnya berbanding terbalik terhadap suhu. Didalam larutan terdapat juga
larutan ideal. Bila interaksi antarmolekul komponen-komponen larutan sama besar
dengan interaksi antarmolekul komponen-komponen tersebut pada keadaan murni,
terbentuklah suatu idealisasi yang disebut larutan ideal. Larutan ideal mematuhi hukum
Raoult, yaitu bahwa tekanan uap pelarut (cair) berbanding lurus dengan fraksi mol pelarut
dalam larutan. Larutan yang benar-benar ideal tidak terdapat di alam, namun beberapa



larutan memenuhi hukum Raoult sampai batas-batas tertentu. Contoh larutan yang dapat
dianggap ideal adalah campuran benzena dan toluena. Ciri lain larutan ideal adalah
bahwa volumnya merupakan penjumlahan tepat volum komponen-komponen
penyusunnya. Pada larutan non-ideal, penjumlahan volum zat terlarut murni dan pelarut
murni tidaklah sama dengan volum larutan (Wikipedia, 2013).

Larutan ideal mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :

1. Pada pengenceran komponennya tidak mengalami perubahan sifat.

2. Tidak terjadi perubahan panas pada pembuatan atau pengenceran.

3. Volum total adalah jumlah volum komponennya.

4. Mengikuti hukum Raoult tentang tekanan uap.

5. Sifat fisiknya adalah rata-rata sifat fisika penyusun.

( Sukardjo,1989)

Ada dua macam larutan, yaitu :

1. Larutan homogen, yaitu apabila dua macam zat dapat membentuk suatu larutan
homogen yang susunannya begitu seragam sehingga tidak dapat diamati adanya
bagian-bagian yang berlainan, bahkan dengan mikroskop optis sekalipun. atau larutan
dapat bercampur seragam (miscible).

2. Larutan heterogen, yaitu apabila dua macam zat yang bercampur masih terdapat
permukaan-permukaan tertentu yang dapat terdeteksi antara bagian-bagian atau fase

yang terpisah.

(Prokim09, 2011)

Larutan heterogen dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

1. Insoluble , jika kelarutannya sangat sedikit, yaitu kurang dari 0,1gram zat terlarut
dalam 1000gram pelarut. Misalnya kaca dalam air.

2. Immisible, jika kedua zat tersebut tidak dapat larut antara zat satu ke dalam zat lain,
misalnya minyak dalam air.

(Prokim09, 2011)

Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut.

Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa inggris lebih tepatnya
disebut miscible. Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni
ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan
bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak

klorida dalam air. Istilah "tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit
larut, walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada
bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat
dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh (supersaturated)
yang menstabil (Sukardjo, 1989).

Faktor yang mempengaruhi kelarutan sifat dari solute dan solvent, cosolvensi,
kelarutan, temperatur, salting out, salting in, dan pembentukan kompleks. Solute yang
polar akan larut dalam solvent yang polar pula. Misalnya garam-garam anorganik larut
dalam air. Solute yang nonpolar larut dalam solvent yang nonpolar pula. Misalnya

alkaloid basa (umumnya senyawa organik) larut


1. Sifat Zat Terlarut dan Pelarut

Solute yang polar akan larut dalam solvent yang polar pula. Misalnya garam-garam
anorganik larut dalam air. Solute yang nonpolar larut dalam solvent yang nonpoar
pula.

1.1 Senyawa Polar

Senyawa polar adalah senyawa yang terbentuk akibat adanya suatu ikatan antar
elektron pada unsur-unsurnya. Hal ini terjadi karena unsur yang berikatan tersebut
mempunyai nilai keelektronegatifitas yang berbeda. Ciri -Ciri Senyawa Polar :

Dapat larut dalam air dan pelarut lain.

Memiliki kutub (+) dan kutub (), akibat tidak meratanya distribusi elektron.

Memiliki pasangan elektron bebas (bila bentuk molekul diketahui) atau

memiliki perbedaan keelektronegatifan.
Contoh : alkohol, HCl, PCl
3
, H
2
O, N
2
O
5
.

1.2 Senyawa Non Polar

Senyawa non polar adalah senyawa yang terbentuk akibat adanya suatu ikatan
antar elektron pada unsur-unsur yang membentuknya. Hal ini terjadi karena unsur
yang berikatan mempunyai nilai elektronegatifitas yang sama/hampir sama. Ciri
Ciri Senyawa Non Polar :

Tidak larut dalam air dan pelarut polar lain.

Tidak memiliki kutub (+) dan kutub (), akibat meratanya distribusi elektron.

Tidak memiliki pasangan elektron bebas ( bila bentuk molekul diketahui )
atau keelektronegatifannya sama.

Contoh : F
2
, Br
2
, O
2
, H
2


(Ningsih, 2012)

2. Cosolvensi

Cosolvensi adalah peristiwa kenaikan kelarutan suatu zat karena adanya penambahan
pelarut lain dalam kloroform.atau modifikasi pelarut. Misalnya luminal tidak larut
dalam air, tetapi larut dalam campuran air dan gliserin atau solutio petit.

3. Kelarutan

Zat yang mudah larut memerlukan sedikit pelarut, sedangkan zat yang sukar larut
memerlukan banyak pelarut. Kelarutan zat anorganik yang digunakan dalam farmasi

umumnya adalah dapat larut dalam air dan tidak larut dalam air. Semua garam klorida
larut, kecuali AgCl,PbCl
2,
Hg
2
Cl
2
. Semua garam nitrat larut kecuali nitrat base.
Semua garam sulfat larut kecuali BaSO
4
,PbSO
4
,CaSO
4
.Semua garam karbonat tidak
larut kecuali K
2
CO
3
, Na
2
CO
3
. Semua oksida dan hidroksida tidak larut kecuali KOH,
NaOH, BaO, Ba(OH)
2
. semua garam fosfat tidak larut kecuali K
3
PO
4
, Na
3
PO
3
.Zat

padat umumnya bertambah larut bila suhunya dinaikkan, zat padat tersebut dikatakan
bersifat endoterm, karena pada proses kelarutannya membutuhkan panas.

4. Salting Out

Salting Out adalah Peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai kelarutan
lebih besar dibanding zat utama, akan menyebabkan penurunan kelarutan zat utama
atau terbentuknya endapan karena ada reaksi kimia. Contohnya : kelarutan minyak
atsiri dalam air akan turun bila kedalam air tersebut ditambahkan larutan NaCl jenuh
hal ini dikarenakan kelarutan NaCl dalam air lebih besar daripada kelarutan minyak
atsiri dalam air.

5. Salting In

Salting in adalah adanya zat terlarut tertentu yang menyebabkan kelarutan zat utama
dalam solvent menjadi lebih besar. Contohnya adalah riboflavin tidak larut dalam air,

tetapi larut dalam larutan yang mengandung nicotinamidum karena terjadi
penggaraman riboflavin ditambahkan basa NH
4
.

6. Pembentukan Kompleks

Pembentukan kompleks adalah peristiwa terjadinya interaksi antara senyawa tak larut
dengan zat yang larut dengan membentuk garam kompleks. Contohnya : Iodium larut
dalam larutan KI atau NaI jenuh.




7. Temperatur

Pengaruh temperatur tergantung dari panas pelarutan. Bila panas pelarutan (H)
negatif, maka daya larut turun dengan turunnya temperatur. Bila panas pelarutan (H)
positif, maka daya larut naik dengan naiknya temperatur. Zat padat umumnya
bertambah larut bila suhunya dinaikkan, zat padat tersebut dikatakan bersifat
endoterm, karena pada proses kelarutannya membutuhkan panas.

Zat terlarut + pelarut + panas larutan

Beberapa zat yang lain justru kenaikan temperatur menyebabkan tidak larut, zat
tersebut dikatakan bersifat eksoterm, karena pada proses kelarutannya menghasilkan
panas. Hubungan antara keseimbangan tetap dan temperatur subsolut atau kelarutan dengan
temperatur dirumuskan vant hoff :
=

=

ln s =

log s =


atau ln =

Dimana :

H = panas pelarutan zat per mol (kal/g mol)

R = konstanta gas ideal (1,987 kal/g mol K)

T = suhu (K)

s = kelarutan per 1000 gr solut

8. Tekanan

Tekanan tidak begitu berpengaruh terhadap daya larut zat padat dan zat cair, tetapi
berpengaruh pada daya larut gas.

(Azam, 2012)









Kecepatan kelarutan dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu
: 1. Ukuran Partikel

Makin halus solute, makin kecil ukuran partikel. Makin luas Permukaan solute yang
kontak dengan solvent, solute makin cepat larut.

2. Suhu

Umumnya kenaikan suhu menambah kenaikan kelarutan
solute. 3. Pengadukan

Umumnya apabila pengadukan dilakukan semakin cepat maka kelarutan akan besar.

(Sogay, 2011).

Berdasarkan percampuran zatnya terdapat 9 jenis larutan yaitu :

1. Larutan gas dalam gas

Gas dengan gas selalu bercampur sempurna membentuk larutan. Sifat-sifat larutan

adalah aditif, asal tekanan total tidak terlalu besar.

2. Larutan cairan/zat padat dalam gas

Larutan ini tejadi bila cairan menguap atau zap padat menyublim dalam suatu gas, jadi
larutannya berupa uap dalam gas. Jumlah uap yang terjadi terbatas,karena tekanan uap

zat cair dan zat padat tertentu untuk tiap temperatur berbeda

3. Larutan gas/cairan dalam zat padat

Ada kemungkinan gas dan cairan terlarut dalam zat padat, contoh H
2
dalam Pd dan

benzena dalam iodium.

4. Larutan zat padat dalam zat padat

Larutan antara zat padat dan zat padat dapat berupa campuran sebagian atau sempurna.

Bila bercampur sempurna, tidak dipengaruhi temperatur tetapi bila bercampur

sebagian di pengaruhi temperatur.


Contoh : K
2
SO
4


( NH
4
)SO
4
: Au Pd



5. Larutan gas dalam cair

Tergantung pada jenis gas, jenis pelarut, tekanan dan temperatur. Daya larut N
2
, H
2
,

O
2
dan He dalam air sangat kecil. Sedangkan HCl dan NH
3
sangat besar. Hal ini

disebabkan karena gas yang pertama tidak bereaksi dengan air, sedangkan gas yang

kedua bereaksi sehingga membentuk asam klorida dan ammonium hidroksida. Jenis


pelarut juga berpengaruh. Misalnya N
2
, O
2
dan CO
2
lebih mudah larut dalam alkohol
daripada dalam air, sedangkan NH
3
dan H
2
S lebih mudah larut dalam air daripada








alkohol. Koefisien daya larut adalah banyaknya gas dalam cc ( direduksi pada 0
o
C
76cmHg) yang larut dalam 1cc pelarut pada temperatur tertentu dan tekanan 1
atm, harganya makin turun bila temperatur naik.
Tabel II.2 Koefisien Daya Larut Gas dalam H
2
O

Gas 0
o
C 10
o
C 25
o
C 50
o
C 100
o
C

CO
2
1,713 1,914 0,759 0,436 -

N2 0,02354 0,01861 0,01434 0,01088 0,0095

H
2
0,02148 0,01955 0,01754 0,01608 0,0160

O
2
0,04758 0,03802 0,02831 0,02090 0,0170

6. Larutan cairan dalam cairan

Bila dua cairan dicampur, zat ini dapat bercampur sempurna, bercampur sebagian, atau
tidak sama sekali bercampur. Daya larut cairan dalam cairan tergantung dari jenis
cairan dan temperatur. Contoh :

a. Zat-zat yang mirip daya larutnya
besar Benzena Toluena

Air alkohol
Air Metil

b. Zat-zat yang berbeda tidak dapat
bercampur Air Nitro Benzena

Air Kloro Benzena

7. Larutan zat padat dalam cairan

Daya larut zat padat dalam cairan tergantung jenis zat terlarut, jenis pelarut,
temperatur dan sedikit tekanan. Batas daya larutnya adalah konsentrasi larutan jenuh.
Konsentrasi larutan jenuh untuk bermacam-macam zat dalam air sangat berbeda,
tergantung jenis zatnya. Umumnya daya larut zat-zat organik dalam air sangat
berbeda, tergantung jenis zatnya. Umumnya daya larut zat-zat organik dalam air
lebih besar daripada dalam pelarut-pelarut organik. Umumnya daya larut bertambah

dengan naiknya temperatur karena kebanyakan zat mempunyai panas pelarutan
positif. Na
2
SO
4
.10H
2
O mempunyai panas pelarutan negatif hingga daya larutnya

turun dengan naiknya temperatur.













Tabel II.3 Daya Larut dalam Air

Zat 0
o
C 20
o
C 40
o
C 60
o
C 100
o
C

NH
4
Cl 29,4 37,2 45,8 55,2 77,3

CuSO
4
.5H
2
O 14,3 20,7 28,5 40,0 75,4

NaCl 35,7 36,0 36,6 37,3 39,8

(Sukardjo, 1989)

Asam oksalat adalah senyawa kimia yang memiliki rumus H2C2O4
dengan nama sistematis asam etanadioat. Asam dikarboksilat paling sederhana
ini biasa digambarkan dengan rumus HOOC-COOH.










Gambar II.1 Struktur Molekul Asam Oksalat

Merupakan asam organik yang relatif kuat, 10.000 kali lebih kuat daripada asam
asetat. Di-anionnya, dikenal sebagai oksalat, juga agen pereduktor. Banyak ion logam
yang membentuk endapan tak larut dengan asam oksalat, contoh terbaik adalah
kalsium oksalat(CaOOC-COOCa), penyusun utama jenis batu ginjal yang sering
ditemukan.

Asam oksalat adalah asam dikarboksilat yang hanya terdiri dari dua atom C pada
masing-masing molekul, sehingga dua gugus karboksilat berada berdampingan. Karena
letak gugus karboksilat yang berdekatan, asam oksalat mempunyai konstanta dissosiasi
yang lebih besar daripada asam-asam organik lain. Besarnya konstanta disosiasi
(K
1
=6,24.10
-2
dan K
2
=6,1.10
-5
). Dengan keadaan yang demikian dapat dikatakan
asam oksalat lebih kuat daripada senyawa homolognya dengan rantai atom karbon
lebih panjang. Namun demikian dalam medium asam kuat (pH < 2) proporsi asam
oksalat yang terionisasi menurun.

Sifat-sifat umum Asam Oksalat Asam oksalat dalam keadaan murni berupa
senyawa kristal, larut dalam air (8% pada 10
o
C) dan larut dalam alkohol. Asam oksalat
membentuk garam netral dengan logam alkali (NaK), yang larut dalam air (5-25 %),
sementara itu dengan logam dari alkali tanah, termasuk Mg atau dengan logam berat,
mempunyai kelarutan yang sangat kecil dalam air. Jadi kalsium oksalat secara praktis
tidak larut dalam air. Berdasarkan sifat tersebut asam oksalat digunakan untuk
menentukan jumlah kalsium. Asam oksalat ini terionisasi dalam media asam kuat.

Bahan Makanan yang Mengandung Asam Oksalat Asam oksalat dapat ditemukan
dalam bentuk bebas ataupun dalam bentuk garam. Bentuk yang lebih banyak
ditemukan adalah bentuk garam. Kedua bentuk asam oksalat tersebut terdapat baik
dalam bahan nabati maupun hewani. Jumlah asam oksalat dalam tanaman lebih besar
daripada hewan. Diantara tanaman yang digunakan untuk nutrisi manusia dan hewan,
atau tanaman yang ditemukan dalam makanan hewan; yang paling banyak
mengandung oksalat adalah spesies Spinacia, Beta, Atriplex, Rheum, Rumex,

Portulaca, Tetragonia, Amarantus, Musa parasisiaca. Daun teh, daun kelembak dan
kakao juga mengandung oksalat cukup banyak. Demikian juga beberapa spesies
mushrooms dan jamur (Asperegillus niger, Baletus sulfurous, Mucor, Sclerotinia dan
sebagainya.) menghasilkan asam oksalat dalam jumlah banyak (lebih dari 4-5 gram
untuk setiap 100 gram berat kering), baik dalam bentuk penanaman terisolasi dan
dalam bahan makanan atau makanan ternak dimana jamur tersebut tumbuh.

Distribusi asam oksalat pada bagian-bagian tanaman tidak merata.Bagian daun
umumnya lebih banyak mengandung asam oksalat dibandingkan dengan tangkai,
sedangkan dalam Poligonaceae, kandungan asam oksalat pada petiole hamper dua kali
lebih besar daripada tangkai. Umumnya daun muda mengandung asam oksalat lebih
sedikit dibandingkan dengan daun tua. Misalnya pada daun Chenopodiaceae, proporsi
asam oksalat dapat bertambah dua kali lipat selama proses penuaan. Bahan makanan
yang mengandung oksalat dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu:

a. Produk-produk dimana miliequivalen asam oksalat yang terkandung jumlahnya 2-7
kali lebih besar daripada kalsium, seperti bayam, orach, daun beet dan akar beet,
sorrel, sorrel kebun, kelembak dan bubuk kakao. Bahan makanan ini tidak hanya
menyebabkan kalsium yang terkandung di dalamnya tak dapat dimanfaatkan tetapi
dengan besarnya asam oksalat yang terkandung dapat mengendapkan kalsium yang




ditambahkan dari produk-produk lain, atau jika tidak ada kalsium yang ditambahkan,
dapat berpengaruh toksis.

b. Pada produk-produk seperti kentang, amaranth, gooseberries, dan currants, asam
oksalat dan kalsium terdapat dalam jumlah yang hampir setara (10,2), dengan
demikian diantara keduanya saling menetralkan/menghapuskan, olah karena itu
tidak memberikan kalsium yang tersedia bagi tubuh. Tetapi mereka tidak
merngganggu penggunaan kalsium yang diberikan oleh produk lain dan oleh karena
itu tidak menimbulkan pengaruh anti mineralisasi seperti pada produk kelompok
pertama.

c. Bahan makanan yang meskipun mengandung asam oksalat dalam jumlah yang
cukup banyak, tapi karena pada bahan tersebut kaya akan kalsium, maka bahan
makanan tersebut merupakan sumber kalsium. Yang termasuk dalam kelompok ini
adalah selada, dandelion, cress, kobis, bunga kol (terutama brokoli), kacang hijau,
dan terutam green peas, koherabbi, block raddish, green turnip, dan dalam jumlah

sedikit pada semua sayuran dan buah-buahan.
Pengaruh Asam Oksalat terhadap tubuh manusia.

Asam oksalat bersama-sama dengan kalsium dalam tubuh manusia membentuk
senyawa yang tak larut dan tak dapat diserap tubuh, hal ini tak hanya mencegah
penggunaan kalsium yang juga terdapat dalam produk-produk yang mengandung
oksalat, tetapi menurunkan CDU dari kalsium yang diberikan oleh bahan pangan lain.
Hal tersebut menekan mineralisasi kerangka dan mengurangi pertambahan berat badan.
Asam oksalat dan garamnya yang larut air dapat membahayakan, karena senyawa
tersebut bersifat toksis. Pada dosis 4-5 gram asam oksalat atau kalium oksalat dapat
menyebabkan kematian pada orang dewasa, tetapi biasanya jumlah yang menyebabkan
pengaruh fatal adalah antara 10 dan 15 gram. Gejala pada pencernaan (pyrosis,
abdominal kram, dan muntah-muntah) dengan cepat diikuti kegagalan peredaran darah
dan pecahnya pembuluh darah inilah yang dapat menyebabkan kematian. Mengurangi
Konsumsi senyawa Asam Oksalat

Karena pengaruh distropik oleh oksalat tergantung pada ratio molar antara
asam oksalat dan kalsium, hal itu dapat dicegah melalui cara, yaitu

1. Menghilangkan oksalat dengan membatasi konsumsi bahan makanan yang banyak
mengandung oksalat yang larut, yaitu dengan menghindari makan dalam jumlah besar




atau juga menghindari makan dalam jumlah kecil tetapi berulang-ulang.
Mengkombinasikan beberapa makanan yang banyak mengandung oksalat perlu juga

dihindari.

2. Dengan cara menaikkan supply kalsium yang akan dapat menetralkan pengaruh dari
oksalat.

3. Memasak bahan makanan yang mengandung asam oksalat hingga mendidih dan
membuang airnya sehingga dapat memperkecil proporsi asam oksalat dalam
bahan makanan.

(Fatmawati, 2010)

II.2 Titrasi

Titrasi atau disebut juga volumetri merupakan metode analisis kimia yang
cepat, akurat dan sering digunakan untuk menentukan kadar suatu unsur atau senyawa
dalam larutan. Titrasi didasarkan pada suatu reaksi yang digambarkan sebagai :

a A + b B hasil reaksi
dimana : A adalah penitrasi (titran), B senyawa yang
dititrasi, a dan b jumlah mol dari A dan B.

(Wiryawan, 2008)

Volumetri (titrasi) dilakukan dengan cara menambahkan (mereaksikan) sejumlah
volume tertentu (biasanya dari buret) larutan standar (yang sudah diketahui
konsentrasinya dengan pasti) yang diperlukan untuk bereaksi secara sempurna dengan
larutan yang belum diketahui konsentrasinya. Untuk mengetahui bahwa reaksi
berlangsung sempurna, maka digunakan larutan indikator yang ditambahkan ke dalam
larutan yang dititrasi. Larutan standar disebut dengan titran. Jika volume larutan tandar
sudah diketahui dari percobaan maka konsentrasi senyawa di dalam larutan yang belum

diketahui dapat dihitung dengan persamaan berikut :
NB=
VANA
VB

NB = konsentrasi larutan yang belum diketahui konsentrasinya
VB = volume larutan yang belum diketahui konsentrasinya

NA = konsentrasi larutan yang telah diketahui konsentrasinya (larutan standar)
VA = volume larutan yang telah diketahui konsentrasinya (larutan standar)

(Wiryawan, 2008)




Dalam melakukan titrasi diperlukan beberapa persyaratan yang harus diperhatikan,

seperti ;

a. Reaksi harus berlangsung secara stoikiometri dan tidak terjadi reaksi samping.

b. Reaksi harus berlangsung secara cepat.

c. Reaksi harus kuantitatif.

d. Pada titik ekivalen, reaksi harus dapat diketahui titik akhirnya dengan tajam (jelas
perubahannya).

e. Harus ada indikator, baik langsung atau tidak langsung.

(Wiryawan, 2008)

Berdasarkan jenis reaksinya, maka titrasi dikelompokkan menjadi empat macam
titrasi yaitu :

a. Titrasi asam basa

b. Titrasi pengendapan

c. Titrasi kompleksometri

d. Titrasi oksidasi reduksi

(Wiryawan, 2008)

Tahap pertama yang harus dilakukan sebelum melakukan titrasi adalah pembuatan
larutan standar. Suatu larutan dapat digunakan sebagai larutan standar bila memenuhi
persyaratan sebagai berikut :

- mempunyai kemurnian yang tinggi

- mempunyai rumus molekul yang pasti

- tidak bersifat higroskopis dan mudah ditimbang

- larutannya harus bersifat stabil

- mempunyai berat ekivalen (BE) yang tinggi

(Wiryawan, 2008)

Suatu larutan yang memenuhi persyaratan tersebut di atas disebut larutan standard
primer. Sedang larutan standard sekunder adalah larutan standard yang bila akan
digunakan untuk standardisasi harus distandardisasi lebih dahulu dengan larutan standard

primer


(Wiryawan, 2008).







Ada beberapa cara dalam menyatakan konsentrasi suatu larutan, yaitu
sebagai berikut :

Molaritas (M) adalah banyaknya mol zat yang terlarut dalam 1000 mL larutan. Normalitas
(N) adalah banyaknya gram ekivalen zat yang terlarut dalam 1000 m larutan.

Molalitas (m) adalah banyaknya mol zat yang terlarut dalam1000 mg pelarut.
Berat zat
Persen berat adalah _______________ x
100% Berat Larutan
Volume zat terlarut
Persen volume adalah ___________________ x 100%
Volume larutan

(Wiryawan, 2008)

Normalitas (N) ditentukan oleh banyaknya gram ekivalen zat terlarut dalam 1000
ml larutan. Berat ekivalen (BE) dapat ditentukan berdasarkan jenis reaksi, sebagai berikut

- Reaksi asam basa (netralisasi)

- Reaksi pengendapan

- Reaksi pembentukan senyawa komplek

- Reaksi oksidasi reduksi

(Wiryawan, 2008)

Dalam reaksi netralisasi, setiap senyawa akan melepaskan atau menerima atom
hidrogen. Jadi berat ekivalen (BE) berdasarkan reaksi netralisasi (asam basa) dapat
ditentukan sebagai berikut :
Massa molekul realtif (Mr)
BE = _____________________________________
Banyaknya atom H yang dilepas atau diterima

Berat ekivalen suatu senyawa dalam reaksi pengendapan dan pengomplekan
ditentukan oleh valensi dari senyawa tersebut.
BE
Massa molekul Relatif(Mr)

Valensi senyawa tsb.


Berat ekivalen (BE) dalam reaksi oksidasi reduksi didasarkan pada banyaknya
elektron yang dilepaskan atau diikat dalam suatu reaksi oksidasi atau reduksi.
Massa molekul relatif (Mr)
BE = _____________________________________
Banyaknya elektron yang dilepas

(Wiryawan, 2008)





Laboratorium Kimia
Fisika
Program Studi D3 Teknik
Kimia
FTI - ITS

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN


III.1 Variabel Percobaan

a) Variabel Bebas : Serbuk Asam Oksalat

b) Variabel Terikat : Volume Titran

c) Variabel Kontrol : Suhu 5
o
C, 10
o
C,15
o
C, dan 20
o
C


III.2 Alat Percobaan

1. Beaker Glass

2. Buret

3. Corong

4. Erlenmeyer

5. Gelas Ukur

6. Klem

7. Pipet Tetes

8. Spatula

9. Statif

10. Themometer

11. Timbangan Elektrik


III.3 Bahan Percobaan

1. Asam Oksalat

2. Aquadest

3. Indikator fenolftalein ( PP)

4. NaOH


III.4 Prosedur Percobaan

1. Mengukur aquadest 100ml dalam erlenmeyer lalu mengukurnya hingga suhu air 5
o
C.

2. Memasukkan asam oksalat secara perlahan-lahan kedalam aquadest dan
mengaduk perlahan hingga larutan menjadi larutan jenuh.

3. Menitrasi 10ml larutan asam oksalat dengan NaOH 0,1 N yang sebelumnya
telah ditetesi fenolftalein (PP) sebanyak 2 tetes.

III-1
III-2

BAB III Metodologi Percobaan

4. Mengulangi Titrasi sebanyak 2 kali dan mencatat volume NaOH.

5. Mengulangi tahap 1-4 dengan variabel suhu 10
o
C, 15
o
C, dan 20
o
C.


III.5 Diagram Alir Percobaan

Mulai



Mengukur aquadest 100ml dalam erlenmeyer lalu mengukurnya
hingga suhu air 5
o
C.


Memasukkan asam oksalat secara perlahan-lahan kedalam aquadest
dan mengaduk perlahan hingga larutan menjadi larutan jenuh.



Menitrasi 10ml larutan asam oksalat dengan NaOH 0,1 N yang
sebelumnya telah ditetesi fenolftalein (PP) sebanyak 2 tetes



Mengulangi Titrasi sebanyak 2 kali dan mencatat volume NaOH.



Mengulangi tahap 1-4 dengan variabel suhu 10
o
C, 15
o
C, dan 20
o
C.




Selesai

III.6 Gambar Alat Percobaan

















Beaker Glass Buret Corong














Erlenmeyer Gelas Ukur Klem













Pipet Tetess Spatula Statif














Thermometer Timbangan Elektrik





BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN


IV.1 Hasil Percobaan
Tabel IV.1.1 Pengaruh Suhu pada Kelarutan Asam Oksalat
Bahan T
1
T
2
T Massa Zat

Terlarut


5
o
C 4
o
C 4,5
o
C 6gram



10
o
C 9
o
C 9,5
o
C 6,5gram

Asam Oksalat


15
o
C 14
o
C 14,5
o
C 7gram





20
o
C 19
o
C 19,5
o
C
7,5gram




Tabel IV.1.2 Volume Hasil Titrasi Asam Oksalat
Suhu Larutan Volume (ml)
Volume Rata-rata

Asam Oksalat


V
1


V
2





5
o
C 3,1 3,4 3,25


10
o
C 5,3 5,2 5,25


15
o
C 5,4 5,1 5,25


20
o
C 4 3,5 3,75



IV.2 Pembahasan
Suatu larutan jenuh merupakan kesetimbangan dinamis. Kesetimbangan tersebut
akan dapat bergeser bila suhu dinaikkan. Pada umumnya kelarutan zat padat dalam
larutan bertambah bila suhu dinaikkan, karena suhu dinaikkan, maka kalor yang
diberikan akan menambah energi kinetik partikel pereaksi. Sehingga pergerakan
partikel-partikel pereaksi makin cepat, makin cepat pergerakan partikel akan
menyebabkan terjadinya tumbukan antar zat pereaksi makin banyak selain itu semakin
cepat pergerakan partikel maka semakin renggang jarak antar partikel sehingga semakin
banyak zat pereaksi yang mengisi kerenggangan jarak antar partikel. Pengaruh
kenaikkan suhu pada kelarutan zat berbeda satu dengan yang lainnya.


IV-1

Dalam percobaan ini, Asam oksalat dilarutkan dalam 100ml aquadest yang besuhu
5
o
C, pelarutan asam oksalat dilakukan hingga membentuk larutan jenuh yang ditandai
dengan adanya padatan asam oksalat yang tidak dapat larut lagi, kemudian larutan
diperlakukan sehingga suhu larutan sesuai dengan variabel suhu yang telah ditentukan.
Selanjutnya menitrasi 10ml larutan asam oksalat dengan NaOH 0,1N yang sebelumnya
ditetesi fenolftalein (PP) sebanyak 2 tetes, tujuan pemberian fenolftalein yaitu sebagai
indikator yang akan berubah warna bila diberi larutan basa dan fenolftalein memiliki
rentang pH 8,2 10. Tahap selanjutnya mengulangi proses titrasi sebanyak 2 kali. Hal
ini bertujuan agar hasil yang didapat lebih teliti karena proses titrasi bertujuan untuk
dapat menentukan konsentrasi kelarutan asam oksalat pada berbagai variabel suhu.

Pada saat pembuatan larutan jenuh yang perlu diperhatikan adalah larutan jangan
sampai lewat jenuh, sehingga endapan yang dihasilkan tidak terlalu banyak. Untuk
larutan jenuh, setelah terjadi kesetimbangan antara zat terlarut dalam larutan dan zat
yang tidak larut maka dalam kesetimbangan tersebut kecepatan melarut sama dengan
kecepatan mengendap yang artinya konsentrasi zat dalam larutan akan selalu tetap.
Tetapi apabila kesetimbangan diganggu misalnya dengan cara suhunya dirubah, maka

konsentrasi larutan akan berubah.

Percobaan kelarutan sebagai fungsi suhu ini bertujuan untuk menentukan pengaruh
suhu terhadap kelarutan suatu zat dan menghitung panas pelarutannya. Zat yang
digunakan pada praktikum ini adalah asam oksalat. Digunakan asam oksalat karena
kelarutannya sangat sensitive terhadap suhu sehingga dengan berubahnya suhu,
kelarutan asam oksalat juga akan berubah selain itu asam oksalat memiliki kelarutan

yang kecil bila dilarutkan dalam air.

Dari hasil titrasi diperoleh volume NaOH. Volume NaOH tersebut digunakan
untuk menghitung kelarutan asam oksalat. Kelarutan asam oksalat dapat dicari dengan

rumus sehingga kelarutannya dapat diketahui. Molaritas zat yang larut disebut
kelarutan karena larutan tersebut larutan yang jenuh.
Berdasarkan harga kelarutan pada tabel 2, maka dapat dihitung panas
pelarutannya dengan menggunakan persamaan Vant Hoff sebagai berikut:
Ln =

Dari persamaan diatas maka didapatkan panas differensial dengan rentang -
5678.574643 - 7545.986503 J/mol. Selain menggunakan persamaan Vant Hoff. Panas




pelarutan Asam oksalat dapat dihitung menggunakan regresi linier. Sebelumnya dibuat grafik
ln s vs 1/T seperti pada grafik 1. Sumbu x adalah 1/T sedangkan sumbu y adalah ln s.























Grafik IV.2.1 Grafik ln s vs 1/T

Dari grafik IV.2.1, dapat dilihat bahwa kelarutan asam oksalat meningkat dan terjadi
penurunan kembali. Setelah digunakan 2 cara yang berbeda untuk menghitung

panas pelarutan maka didapatkan hasil yang sedikit berbeda, tetapi hasilnya sama-sama
positif. Hal ini menunjukan bahwa reaksi tersebut bersifat endoterm atau menyerap

panas, sehingga terjadi perpindahan panas dari lingkungan ke sistem. Pada reaksi endoterm,
semakin tinggi suhu maka semakin banyak zat yang larut.































BAB V


KESIMPULAN



Larutan jenuh merupakan suatu larutan sudah tidak dapat melarutkan lagi zat
terlarutnya. Semakin tinggi suhu maka semakin besar kelarutan suatu zat karena suhu
dinaikkan, maka kalor yang diberikan akan menambah energi kinetik partikel pereaksi.
Sehingga pergerakan partikel-partikel pereaksi makin cepat, makin cepat pergerakan partikel
akan menyebabkan terjadinya tumbukan antar zat pereaksi makin banyak. Hal ini dibutikan
dengan kelarutan asam oksalat dalam aquades pada berbagai suhu yaitu pada suhu 5
o
C massa
asam oksalat yang terlarut sebnayak 6gram, pada suhu 10
o
C massa asam oksalat yang terlarut
sebanyak 6,5gram, pada suhu 15
o
C massa asam oksalat yang terlarut sebanyak 7gram, dan
pada suhu 20
o
C massa asam oksalat yang terlarut sebanyak 7,5gram. Reaksi asam oksalat
dalam aquadest dengan variabel suhu 5
o
C, 10
o
C, 15
o
C, dan 20
o
C merupakan reaksi endoterm
karena berdasarkan data terjadi penurunan variabel suhu menjadi 4
o
C, 9
o
C, 14
o
C, dan 19
o
C.
selain itu reaksi endoterm pada pelarutan asam oksalat dibuktikan dengan besarnya panas
pelarutan bernilai positif dengan rentang -5678.574643 - 7545.986503 J/mol.



































V-1
DAFTAR PUSTAKA

Azam, K. (2012, Januari 1). Blogger. Retrieved Nopember 17, 2013, from Blogspot:
http://khoirulazam89.blogspot.com/2012/01/faktor-yang-mempengaruhi-kelarutan.html

Chemistnidu. (2011, Juni 11). Kimia. Retrieved Oktober 3, 2013, from WordPress:
http://blajarkimia.wordpress.com/larutan/

Fatmawati, Y. (2010, Mei 20). Wordpress. Retrieved Nopember 17, 2013, from Wordpress
Website.

Ningsih, F. M. (2012, Desember 9). Wordpress. Retrieved Nopember 17, 2013, from
Wordpress Website: http://fitrimarwaningsih.wordpress.com/2012/12/09/senyawa-polar-
dan-non-polar/

Prokim09. (2011, Februari 24). PROKIM09. Retrieved Oktober 3, 2013, from Blogger:
http://prokim09.wordpress.com/2010/06/02/campuran-homogen-dan-campuran-heterogen/

Saputri, f. (2010, oktober 10). Fatmakyoshiuzumaki's Blog. Dipetik oktober 03, 2013, dari
Fatmakyoshiuzumaki's Blog: http://fatmakyoshiuzumaki.wordpress.com/2010/10/18/15/

Sogay. (2011, Juni 07). Ilmu Pendidikan Jow. Retrieved Oktober 3, 2013, from Blogger:
http://ogysogay.blogspot.com/2011/06/laporan-kelarutan.html

Sukardjo. (1989). Kimia Fisika. Jakarta: BINA AKSARA.

Wahyu, & Sutriani, L. (2008, Agustus 28). MEDICAFARMA. Retrieved Oktober 3, 2013,
from Medicafarma Blog: http://medicafarma.blogspot.com/2008/08/larutan.html

Wikipedia. (2013, juni 25). about us: wikipedia. Dipetik oktober 03, 2013, dari wikipedia
web site: http://id.wikipedia.org/wiki/Fenol

Wikipedia. (2013, juli 23). wikipedia. Dipetik oktober 03, 2013, dari wikipedia website:
http://id.wikipedia.org/wiki/Larutan

Wikipedia. (2013, september 22). wikipedia. Retrieved oktober 3, 2013, from wikipedia
website: http://id.wikipedia.org/wiki/Air

Wiryawan, A. (2008). Kimia Analitik. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Kejuruan.

DAFTAR NOTASI



SIMBOL KETERANGAN SATUAN

T Suhu
o
C

V Volume ml

m Massa gram

Massa Jenis gr/ml

% Persen Berat %















































vii
APPENDIKS

1. Menghitung Suhu rata-rata pada tabel IV.1.1
1.
2.
3.
4.

2. Menghitung Volume rata-rata pada tabel IV.1.2
1.
2.
3.
4.

3. Menghitung Konsentrasi Asam Oksalat
V
1
M
1
=V
2
M
2


1. Konsentrasi Asam Oksalat Pada Suhu
5
o
C V
1
M
1
=V
2
M
2


10M
1
=0,13,25
M
1
= 0,0325M

2. Konsentrasi Asam Oksalat Pada Suhu
10
o
C V
1
M
1
=V
2
M
2


10M
1
=0,15,25
M
1
= 0,0525M

3. Konsentrasi Asam Oksalat Pada Suhu
15
o
C V
1
M
1
=V
2
M
2


10M
1
=0,15,25
M
1
= 0,0525M

4. Konsentrasi Asam Oksalat Pada Suhu
20
o
C V
1
M
1
=V
2
M
2


10M
1
=0,13,75
M
1
= 0,0375M
5. Menghitung Panas Diferensial Pada Larutan Asam Oksalat

T (Suhu) Molaritas (M)

278 0,0325

283 0,0525

288 0,0525

293 0,0375



1. Panas Diferensial antara 278K dan 283K
Ln

=

[

]
[

]


Ln

=



0,47957308=

( 6,3553.10
-5
)


H
1
= 7545.986503 J/mol



2. Panas Diferensial antara 278K dan 283K
Ln

=

[ ]
[

]


Ln

=




0 =

(6,13467E-05)

H
2
=0 J/mol


3. Panas Diferensial antara 278K dan 283K
Ln

=


[

]
[

]



Ln

=




-0,336472237 =

(5,92529E
-5
)


H
3
= -5678.574643 J/mol

Hrata-rata =




=




=5653.128289 J/mol



PENENTUAN KERAPATAN DAN BOBOT JENIS

OLEH : IMELDA SUNARYO

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGEAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN


ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian penentuan kerapatan dan bobot jenis, dengan metode
neraca Wesphalt diperoleh hasil sebagai berikut: akuades memiliki kerapatan 1,0561
g/cm
3
dan bobot jenis 1,0609 ; metanol memiliki kerapatan 0,8372 g/cm
3
dan bobot
jenis 0,8409 ; dan gliserol memiliki kerapatan 1,0760 g/cm
3
dan bobot jenis 1,0809.
Sedangkan dengan metode piknometer diperoleh hasil sebagai berikut: akuades
memiliki kerapatan 0,9956 g/cm
3
dan bobot jenis 1 ; metanol memiliki kerapatan 0,5103
g/cm
3
dan bobot jenis 0,9961 ; dan gliserol memiliki kerapatan 1,0562 g/cm
3
dan bobot
jenis 1,0311. Sedangkan jika dibandingkan dengan teori, gliserol memiliki kerapatan
1,1261 g/cm
3
pada suhu 25
o
C, metanol memiliki kerapatan 0,7913 g/cm
3
pada suhu 20
o
C, dan air memiliki kerapatan 1,0000 g.cm
-3
pada suhu 4
o
C.

PENDAHULUAN

Pengidentifikasian suatu zat kimia dapat diketahui berdasarkan sifat-sifat yang khas
dari zat tersebut. Sifat-sifat tersebut dapat dibagi dalam beberapa bagian yang luas. Salah
satunya ialah sifat intensif dan sifat ekstensif. Sifat ekstensif adalah sifat yang tergantung
dari ukuran sampel yang sedang diselidiki. Sedangkan sifat intensif adalah sifat yang tidak
tergantung dari ukuran sampel. Kerapatan atau densitas merupakan salah satu dari sifat
intensif. Dengan kata lain, kerapatan suatu zat tidak tergantung dari ukuran sampel.
Kerapatan merupakan perbandingan antara massa dan volume dari suatu senyawa. Makin
besar volume dan massa dari suatu senyawa, makin kecil kerapatannya. Begitu juga
sebaliknya, makin kecil volume dan massa suatu senyawa, kerapatannya makin besar.

TINJAUAN PUSTAKA

Volume gas akan berubah dengan adanya perubahan suhu dan tekanan.
Karenanya, berat jenis gas juga akan berubah bila suhu dan tekanan berubah. Semakin
tinggi tekanan suatu jumlah tertentu gas pada suhu yang konstan akan menyebabkan
volume menjadi semakin kecil dan akibatnya berat jenis akan semakin besar (Bird, 1993).

Kerapatan air adalah 1,00 g/ml pada 4
o
C. Sistem perhitungan untuk kerapatan
larutan didasari pada nilai ini. Untuk menghitung nilai kerapatan suatu larutan, umumnya
larutan itu dibandingkan dengan air. Hal ini memudahkan untuk melihat apakah suatu
larutan akan bercampur atau tidak, karena dua larutan dengan kerapatan yang sangat
berbeda biasanya tidak dapat bercampur. Terdapat pengecualian, dimana larutan ionik
seperti larutan garam akan larut dalam air karena keduanya bersifat polar. Minyak yang
nonpolar tidak dapat larut dalam air meskipun kerapatan keduanya tidak jauh berbeda.
Keduanya gagal dicampurkan lebih disebabkan oleh sifat tersebut, dibandingkan dengan
kerapatannya. Contoh, kerapatan merkuri (13,5 g/ml) dan air (1,0 g/ml) relatif berbeda.
Perbedaan kerapatan relatif ini (kadang disebut Gravitas Spesifik) menyebabkan merkuri
terbenam di dasar wadah yang berisi air. Kerapatan relatif (gravitas spesifik) adalah rasio
dari kerapatan sampel pada 20
o
C dibagi dengan kerapatan air pada 4
o
C (Williams, 2003).

Rapatan yang merupakan perbandingan antara massa dan volume adalah sifat
intensif. Sifat-sifat intensif umumnya dipilih oleh para ilmuwan untuk pekerjaan ilmiah karena
tidak tergantung pada jumlah bahan yang sedang diteliti. Karena volume berubah menurut
suhu sedangkan massa tetap, maka rapatan merupakan fungsi suhu (Petrucci, 1999).

Bobot jenis suatu zat menurut definisi lama adalah bilangan yang menyatakan
berapa gram bobot 1 cm
3
suatu zat atau berapa kg bobot 1 dm
3
air pada suhu 4
0
C.
Jadi, bilangan yang menyatakan berapa kali bobot 1 dm
3
suatu zat dengan bobot 1
dm
3
air pada suhu 4
0
C disebut juga bobot jenis (Taba dkk., 2010).

Bobot jenis, dalam praktek, ditentukan dengan cara membandingkan bobot
zat pada volume tertentu dengan bobot air pada volume yang sama pada suhu
kamar (t
0
C) sehingga bobot jenis menurut defenisi lama disebut kerapatan atau
densitas (d) yang didefinisikan sebagai (Taba dkk., 2010):

bobot sejumlahvolumesuatu zat pada t
0
C
D = 0
bobot sejumlahvolumeair pada4 C
Dalam industri kimia, pengukuran gravitasi spesifik dinyatakan dalam
bilangan bilangan tertentu seperti (Taba dkk, 2010):
3. Dalam industri soda digunakan derajat twadel (
0
Tw)
4. Dalam industri asam sulfat digunakan derajat Baume (
0
Be)
0
140
Be = 130 - (bila S
g
larutan > S
g
air)
Sq
0
145
Be = - 130 (bila S
g
larutan < S
g
air)
S
q

3. Dalam industri minyak digunakan derajat API (
0
API)
0
141
API = - 131,5
Sq

6. Dalam industri gula digunakan derajat Brix (0Brix)

0 400
Brix = - 400
Sq

Bila kerapatan suatu benda lebih besar daripada kerapatan air maka benda akan
tenggelam dalam air. Bila kerapatan lebih kecil maka benda akan mengapung. Untuk
benda-benda yang mengapung bagian volume sebuah benda tercelup ke dalam cairan.
Walaupun kebanyakan zat padat dan cairan mengembang sedikit bila dipanaskan dan
menyusut sedikit bila dipengaruhi pertambahan eksternal, perubahan dalam volume ini
relatif kecil sehingga dapat dikatakan bahwa kerapatan kebanyakan berasal dari zat padat
dan cairan hampir tidak bergantung pada temperatur dan tekanan. Sebaliknya kerapatan
gas sangat bergantung pada temperatur dan tekanan, sehingga tekanan dan temperatur
harus dinyatakan bila memberikan kerapatan gas (Tipler, 1998). Untuk menentukan atau
mengukur bobot jenis suatu zat dapat menggunakan alat seperti aerometer, neraca
Wesphalt dan piknometer (Taba dkk, 2010). Berat jenis suatu benda adalah massa jenis
benda dibagi dengan massa jenis standar. Massa jenis udara dipakai sebagai massa jenis
standar untuk keadaan gas. Massa jenis air dipakai sebagai patokan untuk benda cair dan
benda padat. Jadi, berat jenis hanyalah suatu perbandingan dari massa jenis suatu benda
terhadap massa jenis substansi standar (Bresnick, 2002).

METODE PERCOBAAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia ITB dan
Laboratorium Kimia Analisis Jurusan Kimia FMIPA UNHAS pada hari senin/15 maret
2010. Penelitian ini masih merupakan tahap pendahuluan, dan masih dilanjutkan
karakterisasinya dengan berbagai faktor sensitivitas dan selektivitas.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah akuades, metanol,
gliserol, dan tissue roll. Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah 1 set
neraca Wesphalt, piknometer 25 mL, neraca analitik, termometer 100
o
C, gelas kimia
250 ml, gelas kimia 100 mL, dan labu semprot.

Prosedur Kerja

A. Penentuan kerapatan dan bobot jenis dengan neraca Westpalt

Neraca dirangkai. Diisi gelas ukur dengan akuades sampai batas skala atas. Diukur suhu
akuades, lalu dicatat. Penyelam dimasukkan ke dalam gelas ukur yang berisi akuades.
Anting diletakkan pada skala lengan tunggal sedemikian rupa hingga neraca Westphalt
seimbang. Dibaca skala pada anting, dimulai dari anting yang terbesar hingga terkecil. Isi
dari gelas ukur diganti berturut-turut dengan metanol dan gliserol, dan dilakukan pengerjaan
yang sama seperti di atas. Penyelam dan gelas ukur dibersihkan dan dikeringkan.

B. Penentuan kerapatan dan bobot jenis dengan Piknometer

Piknometer yang telah bersih dan kering ditimbang kosong. Piknometer diisi dengan
akuades sampai penuh, kemudian ditutup dengan penutup yang memiliki
termometer. Diukur suhu akuades dalam piknometer, dan dicatat. Piknometer yang
berisi air, dibersihkan bagian luarnya dengan tissue, ditimbang dan dicatat bobotnya.
Piknometer dibersihkan dan dikeringkan lalu diisi dengan metanol kemudian dengan
gliserol dengan pengerjaan yang sama seperti pada akuades.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengamatan Tabel 1. Neraca Wesphalt

No Contoh Pembacaan Skala Sunu ( C)
4

1. 2.

la Ha lib IV

3.



Akuades 9 8 8 9 30,4 1,0609

Metanol 7 6 8 9 30 0,8409

Gliserol 9 9 9 9 30,5 1,0809



Tabel 2. Piknometer
No Contoh Pik. Kosong Pik. Kosong + Bobot Suhu
1. (g) contoh (g) Contoh ( W

Akuades 41,0694 62,8255 21,7561 30
2. Metanol 41,0694 58,2142 11,1448 28,6
3. Gliserol 41,0694 63,5031 22,4337 31


PEMBAHASAN

Pada percobaan ini, penentuan kerapatan dan bobot jenis dilakukan melalui dua
metode pengukuran, yaitu pengukuran dengan neraca Wesphalt dan pengukuran
dengan piknometer. Sampel yang digunakan ialah aquades, metanol, dan gliserol.
Pengukuran dengan neraca Wesphalt, sebelum digunakan lengan timbangan harus
diatur sedemikian rupa agar seimbang. Penyeimbangan lengan neraca dilakukan saat
neraca telah siap digunakan, namun tanpa adanya sampel maupun anting pada lengan
neraca. Hal ini digunakan agar pada saat suatu sampel diukur dengan neraca ini,
hasilnya dapat sesuai dengan bobot jenis sampel yang sebenarnya. Penyelam diatur
sedemikian sehingga tidak menyentuh dinding gelas ukur dan jaraknya 2 cm dari
permukaan cairan. Setelah digunakan, penyelam harus dibersihkan dalam keadaan
kering karena akan mempengaruhi bobot contoh yang akan ditimbang selanjutnya.

Adapun pengukuran dengan menggunakan neraca Wesphalt menggunakan
anting dengan skala sebagai berikut: Anting I = 0,1 gram Anting IIb = 0,01 gram
Anting IIa = 0,01 gram Anting IV = 0,0001 gram

Pengukuran dengan menggunakan piknometer, sebelum digunakan harus dibersihkan
dan dikeringkan hingga tidak ada sedikitpun titik air di dalamnya. Hal ini bertujuan untuk
memperoleh bobot kosong dari alat. Jika masih terdapat titik air di dalamnya, dapat
mempengaruhi hasil yang diperoleh. Pada pengisiannya dengan sampel, harus diperhatikan
baik-baik agar di dalam alat tidak terdapat gelembung udara, sebab akan mengurangi bobot
sampel yang akan diperoleh. Alat piknometer yang digunakan telah dilengkapi dengan
termometer, sehingga langsung dapat diketahui suhu sampel tersebut. Sama halnya pada
neraca Wesphalt, sebelum piknometer digunakan untuk sampel berikutnya, alat tersebut harus
dibilas terlebih dahulu dengan sampel yang akan dimasukkan untuk mencegah pengaruh dari
sampel sebelumnya terhadap hasil yang diperoleh. Pada sampel yang mudah menguap
seperti metanol, pengukuran harus segera dilakukan ketika piknometer telah diisi sampel,
sebab sampel akan terus berkurang bobotnya dalam piknometer. Dari hasil yang
diperoleh terlihat perbedaan antara nilai yang didapatkan pada saat praktek baik
menggunakan neraca Wesphalt maupun piknometer dengan nilai secara teoritis. Hal ini
mungkin disebabkan kesalahan dalam pengukuran seperti kesalahan dalam
mengkalibrasi, pembacaan skala, kondisi neraca dan anting yang sudah tidak baik,
piknometer yang tidak terlalu kering saat ditimbang dan sebagainya. Dilihat dari nilai
bobot jenis dan kerapatan yang diperoleh dari pengukuran dengan piknometer dan
neraca Wesphalt terlihat bahwa hasil yang diperoleh pada neraca Wesphalt lebih
mendekati dengan nilai pada teori sehingga dapat disimpulkan bahwa neraca Wesphalt
lebih akurat daripada piknometer.

KESIMPULAN

Setelah melakukan percobaan ini, dapat diambil kesimpulan yaitu dengan metode
neraca Wesphalt, akuades memiliki kerapatan 1,0561 g/cm
3
dan bobot jenis 1,0609 pada
suhu 30,4 C ; metanol memiliki kerapatan 0,8372 g/cm
3
dan bobot jenis 0,8409 pada
suhu 30 C ; dan gliserol memiliki kerapatan 1,0760 g/cm
3
dan bobot jenis 1,0809 pada
suhu 30,5 C. Sedangkan dengan metode piknometer diperoleh hasil sebagai berikut:
akuades memiliki kerapatan 0,9956 g/cm
3
dan bobot jenis 1 pada suhu 30 C ; metanol
memiliki kerapatan 0,5103 g/cm
3
dan bobot jenis 0,9961 pada suhu 28,6 C ; dan gliserol
memiliki kerapatan 1,0562 g/cm
3
dan bobot jenis 1,0311 pada suhu 31 C.












DAFTAR PUSTAKA

Bird, T., 1993, Kimia Fisik untuk Universitas, PT Gramedia,
Jakarta. Bresnick, S., 2002, Intisari Fisika, Hipokrates,
Jakarta.

Petrucci, R.H., 1999, Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Jilid 1, Erlangga,
Jakarta. Taba, P., Zakir, M., dan Fauziah, S., 2010, Penuntun Praktikum Kimia Fisika,
Universitas

Hasanuddin, Makassar. Tipler, P.A., 1998, Fisika Untuk
Sains dan Teknik Jilid 1, Erlangga, Jakarta. Williams, L.D.,
2003, Chemistry Demystified, McGraw Hill, New York


















KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
Abstrak
Percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari kelarutan
dan pengaruh suhu terhadap kelarutan asam oksalat serta untuk
menentukan panas pelarutan asam oksalat. Metode yang digunakan
adalah metode titrasi dengan NaOH 0,20031 M dan 0,500425 M sebagai
titran dan asam oksalat dengan variasi suhu sebagai larutan yang
dititrasi. Volum NaOH yang diperoleh dari titrasi digunakan untuk
menghitung panas pelarutan masing-masing asam oksalat. Dari hasil
percobaan dapat ditarik kesimpulan bahwa kelarutan asam oksalat
berbanding lurus dengan kenaikan suhu karena pada umumnya reaksi
pelarutan merupakan reaksi endoterm. Untuk menentukan panas
pelarutan dapt digunakan dua cara, yaitu dengan dengan menggunakan
Vant Hoff dan persamaan regresi linear. Dari perhitungan panas
pelarutan asam oksalat dengan NaOH 0,500425 M menggunakan
persamaan Vant Hoff diperoleh panas pelarutan asam oksalat sebesar
+4518,1012 Kj dan +4424,416 Kj jika menggunakan grafik regresi linear.
Sedangkan panas pelarutan asam oksalat dengan NaOH 0,20031 M
menggunakan persamaan Vant Hoff diperoleh panas pelarutan sebesar
+4344,0802 Kj dan jika menggunakan persamaan grafik linear diperoleh
panas pelarutan sebesar +4194,579 Kj. Dari kedua data tersebut dapat
disimpulkan bahwa panas pelarutan asam oksalat bernilai +, sehingga
reaksi pelarutan asam oksalat merupakan reaksi endoterm.
Kata kunci : Asam oksalat; kelarutan; panas pelarutan; suhu.


Pendahuluan
Kelarutan merupakan banyaknya suatu zat yang dapat larut secara
maksimum dalam suatu pelarut pada konsidi tertentu. Kelarutan
biasanya dinyatakan dalam satuan mol/liter. Jadi bila batas kelarutan
tercapai, maka zat yang dilarutkan itu dalam batas kesetimbangan,
artinya bila zat terlarut dikurangi, maka akan terjadi larutan yang
belum jenuh, bila zat terlarut ditambah, maka akan terjadi larutan
jenuh. Dan kesetimbangan tergantung pada suhu pelarutan (Hoedijono,
1990).
Larutan mempunyai dua komponen
yaitu solute dan solvent. Solute merupaka zat terlarut,
sedangkan solvent merupakan substansi yang melarutkan. Contoh
sebuah larutan NaCl. NaCl merupakan zat terlarutnya dan air
merupakan pelarutnya. Dalam kelarutan terdapat tiga materi yaitu gas,
padat, dan cair. Dari ketiga materi tersebut dimungkinkan memiliki
sembilan tipe larutan yang berbeda: padat dalam padat, padat dalam
cairan, padat dalam gas, cairan dalam cairan, cairan dalam padatan,
cairan dalam gas, gas dalam gas, gas dalam cairan, dan gas dalam
padat. Namun dari berbagai macam tipe larutan yang harus kita kenal
adalah padatan dalam cairan, cairan dalam cairan, gas dalam cairan
serta gas dalam gas (Yazid. Estien, 2005).
Kelarutan suatu zat akan bertambah seiring dengan meningkatnya suhu.
Kelarutan dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu sifat alami
dari solute dan solvent, efek dari temperatur terhadap tekanan, efek
tekanan pada temperatur, dan kelarutan dari zat terlarut. Pada
percobaan kali ini akan dipelajari tentang kelarutan suatu zat terhadap
suhu. Pada umumnya suatu zat mempunyai kelarutan pada pelarut
tertentu dan temperatur tertentu pula. Temperatur kelarutan dari
pelarut akan mempengaruhi kelarutan zat yang dilarutkan. Untuk
kebanyakan padatan yang bisa larut dalam liquid, maka kenaikan
temperatur akan sangat berdampak pada kenaikan kelarutan (Sukardjo,
1997).
Pengaruh suhu terhadap kelarutan suatu zat dapar terlihat pada
kehidupan sehari-hari. Misalnya gula dilarutkan dalm air panas dan air
dingin. Maka gula yang dilarutkan dalam air panas akan mudah larut
jika dibandingkan dengan gula yang dilarutkan dalam air dingin. Hal
tersebut menandakan bahwa suatu zat akan mudah larut jika dilarutkan
dalam suhu tinggi. Artinya jika semakin tinggi suhu maka kelarutannya
akan semakin besar. Pernyataan tersebut sesuai dengan tujuan
praktikum kali ini yaitu untuk mempelajari tentang kelarutan dan
pengaruh suhu terhadap kelarutan serta untuk menentukan panas
pelarutan dari asam oksalat.
Panas pelarutan suatu zat dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan Vant hoff.
Pada umumnya proses pelarutan bernilai positif. Hal tersebut sesuai
dengan persamaan Vant Hoff yang menyatakan semakin tinggi
temperatur maka semakin tinggi pula zat yang larut (panas pelarutan
positif atau bersifat endotermis). Sedangkan pada zat-zat yang memiliki
panas pelarut yang negatif atau bersifat eksoterm maka semakin tinggi
temperatur dalam suatu reaksi menyebabkan semakin berkurangnya zat
yang dapat larut (Silbey, 1996).

Metode
Metode yang digunakan dalam percobaan kelarutan sebagai fungsi suhu
yaitu metode titrasi. Pada metode ini akan dilakukan titrasi, dengan
NaOH 0,2 M dan 0,5 M sebagai titran. Sedangkan asam oksalat sebagai
zat yang akan dititrasi. Dalam percobaan ini dilakukan varisai suhu pada
zat yang akan dititrasi (asam oksalat) yaitu 10 C, 20 C, 30 C, dan 40
C. Untuk menentukan titik akhir titrasi maka asam oksalat diberi
beberapa tetes indikator yang mempunyai trayek pH asam lemah
maupun basa kuat. Oleh karena itu digunakan indikator pp.
Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu gelas kimia pyrex
100 mL, 200 mL, dan 600 mL, labu ukur pyrex 100 mL, 200 mL, dan 250
mL, buret AS 50 mL, corong herma 60 mm, pengaduk, termometer
alkohol, statif dan klem, spatula, botol aquades, erlenmeyer pyrex 250
mL, spirtus, kasa, kaki tiga, pipet tetes, pipet volum pyrex 10 mL, ball
pipet. Sedangkan bahan yang digunakan dalam percobaan kelarutan
sebagai fungsi suhu yaitu asam oksalat dihidrat for syn produksi Merck,
natrium hidroksida for syn produksi Merck dan air (aquades), indikator
pp dan es batu.
Langkah yang dilakukan dalam percobaan kali ini yaitu dengan cara
suhu asam oksalat dinaikkan atau diturunkan sampai diperoleh variasi
suhu yang diinginkan. Suhu asam oksalat dapat dinaikkan dengan cara
dipanaskan dalam pengangas air, tujuan dilakukan hal ini agar suhu
asam oksalatnya naik sehingga nantinya reaksi akan berjalan dengan
cepat. Sedangkan suhu dapat diturunkan dengan cara erlenmeyer yang
berisi asam oksalat dimassukkan ke dalam thermostat yang berisi es
batu. Setelah diperoleh suhu yang diinginkan asam oksalat diencerkan
dengan aquades sampai sepertiga erlenmeyer kemudian diberi
beberapa tetes indikator pp dan dititrasi dengan larutan NaOH 0,20031
M. Titrasi diberhentikan ketika larutan sudah berwarna merah mudah
dan volum NaOH yang digunakan sebagai volum titrasi yang pertama.
Dalam percobaan ini dilakukan titrasi duplo sehingga nantinya akan
diperoleh volum titrasi rata-rata. Kemudian titrasi juga dilakukan
dengan titran yang digunakan berbeda konsentrasinya yaitu diganti
dengan larutan NaOH 0,500425 M. Namun cara kerja titrasinya sama
persis dengan cara kerja yang dilakukan dengan titran larutan NaOH
0,20031 M hanya saja titran yang digunakan diganti dengan larutan
NaOH 0,500425 M.
Hasil dan Pembahasan
Dari percobaan yang dilakukan dengan variasi suhu asam oksalat 10 C,
20 C, 30 C, dan 40 C diperoleh data volum NaOH yang digunakan
pada saat titrasi yang besarnya dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2.
Tabel 1. Tabel pengamatan titrasi asam oksalat dihidrat dengan
NaOH 0,20031 M
No
T (C)
Asam
Oksalat
Volum (mL)
Asam Oksalat
Volum NaOH 0,20031 M
V1 (mL) V2 (mL)
Vrata-
rata
1. 40 10 22,8 22,3 22,55
2. 30 10 21,5 21,0 21,25
3. 20 10 20,2 20,0 20,10
4. 10 10 19,0 18,8 18,90

Tabel 2. Tabel pengamatan titrasi asam oksalat dihidrat dengan
NaOH 0,500425 M
No
T (C)
Asam
Oksalat
Volum (mL)
Asam Oksalat
Volum NaOH 0,500425 M
V1 (mL) V2 (mL)
Vrata-
rata
1. 40 10 8,9 8,4 8,65
2. 30 10 8,2 8,0 8,1
3. 20 10 7,8 7,6 7,7
4. 10 10 7,4 7,0 7,2

Dari data yang terdapat pada tabel 1 dan tabel 2, dapat disimpulkan
bahwa semakin tinggi suhu maka volum NaOH yang digunakan untuk
titrasi juga semakun besar. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi
suhu maka tumbukan antar partikel-partikel dalam zat tersebut
semakin cepat sehingga akan mempercepat terjadinya reaksi
(pelarutan). Selain itu semakian tinggi konsentrasi titran, maka semakin
sedikit volum yang dibutuhkan untuk proses titrasi. Dari tabel 1 dan 2
bisa digunakan untuk menghitung kelarutan asam oksalat dengan variasi
suhu yang telah ditentukan. Kelarutan asam oksalat dapat dihitung
dengan menggunakan rumus titrasi, dimana volum NaOH dikali dengan
normalitas NaOH dibagi dengan volum asam oksalat. Setelah itu dibagi
dengan jumakh valensinya, sehingga nantinya diperoleh data kelarutan
asam asetat yang dapat dilihat pada tabel 3 dan tabel 4 berikut ini:
Tabel 3. Kelarutan asam oksalat dalam NaOH 0,20031 M
T (C) s (mol/liter)
40 0.2258495
30 0.2128294
20 0.2913116
10 0.189293

Tabel 4. Kelarutan asam oksalat dalam NaOH 0,500425 M
T (C) s (mol/liter)
40 0.216434
30 0.202672
20 0.192664
10 0.180153

Dari data pada tabel 3 dan 4 dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu
maka kelarutan suatu zat akan bertambah. Secara umum larutan asam
oksalat mempunyai kesetimbangan yang dinamis, sehingga reaksinya
akan bergeser ketika suhu dinaikkan atau suhu diturunkan. Reaksi
perubahan fase dari asam oksalat sepeti berikut ini :
H
2
C
2
O
4(S)
H
2
C
2
O
4(aq)
H = + x
Dari reaksi tersebut terlihat bahwa H menunjukkan harga yang positif,
sehingga dapat disimpulkan bahwa reaksi diatas bersifat endotermik.
Dimana jika suhu reaksi dinaikkan maka akan bergeser ke produk, yang
artinya jumlah dari produk yang larut akan semakin banyak. Kemudian
pada percobaan kali ini juga akan menghitung besarnya panas pelarutan
asam oksalat. Untuk memperoleh panas pelarutan dari asam oksalat
maka digunakan persamaan Vant Hoff. Berdasarkan persamaan Vant
Hoff diperoleh harga rata-rata panas pelarutan asam oksalat sebesar +
4344,0802 Kjuntuk NaOH 0,20031 M dan + 4518,1012 Kj untuk NaOH 0,5
M. Selain menggunakan persamaan Vant Hoff, panas pelarutan juga
dapat dicari dengan menggunakan regresi linier yang diperoleh dari
metode grafik. Grafik dibuat dengan mengalurkan vs ln
s, dimana merupakan sumbu x dan ln s sebagai sumbu y. dari grafik
nantinya akan diperoleh slope, dimana slope tersebut akan digunakan
untuk menghitung panas pelarutan.
Tabel 5. Data 1/T dan ln s untuk NaOH 0,2 M
1/T (K
-1)
ln s
0,003195 -1,487886431
0,0033 -1,547264373
0,003414 -1,602901323
0,003543 -1,664459200
Berdasarkan tabel 5, dapat dibuat grafik sebagai berikut:
Grafik 1. Antara 1/T vs ls untun NaOH 0,20031 M
Berdasarkan grafik 1, dapat diketahui slopenya, dari slope tersebut
diperoleh panas pelarutan asam oksalat sebesar +4194,579 Kj.
Tabel 6. Data 1/T dan ln s untuk NaOH 0,500425 M
1/T (K
-1)
ln s
0,003195 -1,53047
0,0033 -1,59627
0,003414 -1,64681
0,003543 -1,71395

Dari data pada tabel 6, dapat dibuat grafik sebagi berikut:
Grafik 2. Antara 1/T vs ls untun NaOH 0,5 M
Berdasarkan grafik 6, diketahui slopenya sebesar + 4518,1012 Kj. Dari
yang telah diketahui maka diperoleh panas pelarutan asam oksalat pada
NaOH 0,5 M sebesar+4424,416 Kj.
Setelah menghitung panas pelarutan asam oksalat dengan menggunakan
dua cara, diperoleh hasil yang hamper sama atau mendekati.
Tetapi kedua cara tersebut sama-sama menghasilkan panas pelarutan
yang bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi tersebut
merupakan reaksi yang bersifat endoterm atau menyerap panas dimana
terjadi perpindahan panas dari lingkungan ke sistem. Berdasarkan jenis
reaksi ini maka semakin tinggi suhu semakin tinggi kelarutan zat padat
terhadap larutan.
Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa kelarutan suatu zat padat terhadap larutannya berbanding lurus
dengan kenaikan suhu. Ketika suhu dinaikkan maka kelarutannya juga
akan bertambah. Reaksi pelarutan asam oksalatmenghasilkan H = +,
sehingga dapat dikatakan bahwa pelarutan asam oksalat merupakan
reaksi endoterm. Pernyataan ini ditunjukkan pada perhitungan baik
perhitungan dengan persamaan Vant Hoff maupun dengan grafik.


Daftar Pustaka
Ismarwanto, Hoedjiono. 1990. Diktat Kuliah Kimia Analisa Bag. 1.
Surabaya: FTI ITS
Silbey, Robert J. 1996. Physical Chemistry 2
nd
edition. USA: John Wiley
and sons inc.
Sukardjo, Pr. 1997. Kimia Fisika. Yogyakarta: Rineka Cipta
Wahyuni, Sri, 2013, Diktat Petunjuk Praktikum Kimia Fisik. Semarang :
Jurusan Kimia FMIPA UNNES.
Yazid, Estien. 2005. Kimia Fisika Untuk Paramedis. Yogyakarta:
Penerbit Andi

Anda mungkin juga menyukai