Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Diare
Diare adalah BAB (Buang Air Besar) lembek/cair bahkan dapat berupa air
saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali dalam sehari)
(Depkes RI, 2000).

2.1.1. Jenis Diare
1. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang
dari 7 hari). Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan
penyebab utama kematian bagi penderita diare.
2. Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah
anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, kemungkinan terjadinya
komplikasi pada mukosa.
3. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus
menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan
metabolisme.
4. Diare dengan masalah lain
Anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten) mungkin juga disertai
dengan penyakit lain, seperti: demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.



Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Penyebab Diare
Penyebab diare dapat digolongkan dalam 6 besar, yaitu infeksi, malabsorbsi,
alergi, keracunan, imunodefisiensi, dan sebab-sebab lain. Penyebab diare yang sering
terjadi di lapangan adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan.

2.1.3. Gejala Diare
Gejala diare adalah tinja yang encer dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam
sehari, yang kadang disertai: muntah, badan lesu atau lemah, tidak nafsu makan dan
ada darah dan lendir dalam kotoran (Medicastore.com, 2007).

2.1.4. Penanganan Diare
Menurut Depkes RI (1999), terapi dirumah adalah bagian terpenting dari
penanganan diare. Anak harus menerima pengobatan yang benar di rumah agar
dehidrasi dan kekurangan gizi dapat dicegah.
Ada tiga dasar terapi yang dapat dilakukan oleh ibu di rumah, yaitu:
1. Memberi anak cairan lebih banyak dari biasanya.
Anak yang diare membutuhkan lebih banyak cairan dari biasanya untuk
mengganti cairan yang hilang karena muntah dan BAB yang lebih dari biasanya.
Bila anak yang menderita diare diberikan cairan yang tepat dalam jumlah yang
memadai, dehidrasi dapat dicegah.
2. Memberikan cairan yang tepat.
Meskipun komposisinya tidak setepat larutan oralit untuk mengobati dehidrasi,
cairan lain seperti air tajin, sup, minuman yoghurt dan air biasa bisa juga
Universitas Sumatera Utara
digunakan. ASI (Air Susu Ibu) juga merupakan cairan yang penting dan harus
diberikan.
Komposisi cairan yang dapat diberikan adalah:
a. Air
Meskipun air tidak mengandung garam atau sumber glukosa, biasanya air
harus diberikan dalam jumlah yang besar karena air lebih cepat diabsorbsi di
usus, dan bila diberikan dengan makanan yang mengandung karbohidrat yang
dimasak, terutama bila ditambah garam, akan menjadi pengobatan yang tepat
bagi Balita yang mengalami diare.
b. Cairan makanan
Contoh cairan makanan ini adalah larutan sup yang dibuat di rumah, air tajin
atau air yang telah digunakan untuk memasak biji-bijian.
c. Larutan gula garam
Komposisi larutan gula garam mendekati ideal untuk mencegah diare, namun
begitu untuk menyiapkannya membutuhkan takaran yang tepat yaitu gula,
garam dan air.
Cara membuat larutan gula-garam:
Bahan terdiri dari 1 sendok teh gula pasir, seperempat sendok teh garam dapur
dan 1 gelas (200 ml) air matang. Lalu diaduk rata (www.dunia-
kesehatan.com, 2008).
d. Larutan oralit

Universitas Sumatera Utara
3. Memberikan makanan yang cukup pada anak.
Pada saat anak diare berikan anak makan sebanyak yang dia mau. Tawarkan
makanan setiap 3-4 jam (enam kali sehari). Pemberian makanan yang sedikit
sedikit dan sering dapat diterima daripada diberikan dalam jumlah besar tapi
jarang. ASI harus tetap diberikan. Susu formula juga tetap harus diberikan seperti
biasanya. Anak umur 6 bulan atau lebih (bagi yang sudah mendapat makanan
pendamping ASI) juga harus tetap diberikan makanan lunak atau setengah padat
(Depkes RI, 1999).
Terdapat 3 keadaan akibat dehidrasi, yaitu:
1. Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan <5% berat badan). Tandanya anak tetap aktif,
keinginan untuk minum seperti biasa karena rasa haus tidak meningkat, kelopak
mata tidak cekung, BAK (Buang Air Kecil) sering.
2. Dehidrasi ringan sedang (kehilangan cairan 5-10% berat badan). Tandanya anak
gelisah atau rewel, anak ingin minum terus karena rasa haus meningkat, kelopak
mata cekung, BAK mulai berkurang.
3. Dehidrasi berat (kehilangan cairan >10% berat badan). Tandanya anak lemas atau
tidak sabar, tidak dapat minum, kelopak mata sangat cekung, pada uji cubit kulit
kembali lebih dari 2 detik. Agar lebih mudah gunakan kulit perut.
Untuk menilai kondisi dehidrasi pada anak ada 5 parameter yang bisa
digunakan yaitu aktivitas, rasa haus, kelopak mata, buang air kecil (BAK), dan uji
turgor atau uji cubit. Lihat kelopak mata anak, apakah cekung atau tidak. Anak harus
kencing dalam waktu 6-8 jam, jika lebih dari 8 jam tidak kencing maka dehidrasi
ringan. Untuk anak yang lebih besar batas kencingnya 12 jam. Uji cubit paling
Universitas Sumatera Utara
gampang dilakukan pada kulit perut, kulit harus kembali dalam 2 detik. J ika tanpa
dehidrasi, anak tidak perlu buru-buru dibawa ke dokter. Meskipun tergolong
dehidrasi ringan tapi jika anak muntah setiap kali minum, sebaiknya langsung dibawa
ke dokter karena akan menjadi dehidrasi berat. Anak juga harus segera dibawa ke
dokter jika ada demam, muntah setiap kali makan dan minum, adanya darah dan
lendir dalam tinja. Hal ini karena ada kemungkinan infeksi yang disebabkan oleh
bakteri yang memerlukan pertolongan dokter.
Antibiotik diberikan hanya pada kasus yang terbukti ada infeksi bakteri
misalnya penyakit kolera yang disebabkan Vibrio cholerae, penyakit disentri yang
disebabkan parasit yaitu amuba dengan ciri-ciri fesesnya bau sekali, ada lendir, darah,
anaknya merasa sakit sekali saat mau BAB.
Perlu dicermati, jika diare hanya berupa air saja dan ampasnya sedikit, itu
menunjukkan ke arah infeksi virus sehingga tidak perlu antibiotik (Medicastore,
2006).

2.1.5. Upaya Kegiatan Pencegahan Diare
Hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa cara pencegahan diare yang
benar-benar efektif yang dapat dilakukan adalah:
1. Memberikan ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia
dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal
oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai berumur 4-6
bulan. Tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini.
Universitas Sumatera Utara
ASI memiliki khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi
dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap
diare pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya
lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai
dengan susu botol. Flora usus pada bayi-bayi yang disusui mencegah tumbuhnya
bakteri penyebab diare.
Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan pertama
kehidupan risiko mendapat diare adalah 30 kali lebih besar. Penggunaan botol
untuk pemberian susu formula, biasanya menyebabkan risiko tinggi terkena diare
sehingga mengakibatkan terjadinya gizi buruk.
2. Memperbaiki makanan pedamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI diberikan pada bayi secara bertahap.
Mulailah dibiasakan dengan makanan orang dewasa yang dihaluskan. Pada masa
tersebut merupakan masa yang berbahaya meningkatkan risiko terjadinya diare
ataupun penyakit lain yang menyebakan kematian. Perilaku pemberian makanan
pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa dan
bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.
Ada beberapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian makanan
pendamping ASI yang lebih baik, yaitu: a) Berikan makanan pendamping ASI
setelah bayi berumur 6 bulan, b) Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam
nasi/bubur dan biji-bijian untuk energi, c) Tambahkan hasil olahan susu, telur,
ikan, daging, kacang-kacangan, buah-buahan dan sayuran bewarna hijau kedalam
makanannya, d) Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak.
Universitas Sumatera Utara
Suapi anak dengan sendok yang bersih dan e) Masak atau rebus makanan dengan
benar.
3. Menggunakan air bersih yang cukup
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal
oral. Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan kedalam mulut, cairan atau
benda yang tercemar dengan tinja, misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan
yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar. Hal-hal yang harus
diperhatikan keluarga: a) Ambil air dari sumber yang bersih, b) Ambil dan
simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus
untuk mengambil air, c) Pelihara atau jaga sumber air dari pencemaran oleh
binatang dan lain-lain, d) Gunakan air yang direbus dan e) Cuci semua peralatan
masak dan makan dengan air yang bersih.
4. Mencuci tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting
dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan
sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum
menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan
mempunyai dampak dalam kejadian diare.
5. Menggunakan jamban
Hal-hal yang harus diperhatikan oleh keluarga adalah: a) Keluarga harus
mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh seluruh anggota
keluarga, b) Bersihkan secara teratur dan c) Bila tidak ada jamban, jangan biarkan
anakanak pergi ke tempat buang air besar sendiri, buang air besar hendaknya
Universitas Sumatera Utara
jauh dari rumah, jalan setapak dan tempat anak-anak bermain serta lebih kurang
10 meter dari sumber air, hindari buang air besar tanpa alas kaki.
6. Membuang tinja bayi yang benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak
benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang
tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara bersih dan benar. Hal-hal yang harus
diperhatikan oleh keluarga: a) Tinja bayi atau anak kecil sebaiknya dibuang ke
jamban, b) Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja anak seperti
dalam lubang atau di kebun kemudian ditimbun dan c) Bersihkan dengan benar
setelah buang air besar dan cuci tangannya dengan sabun.
7. Memberikan imunisasi campak
Diare sering timbul menyertai campak, sehingga pemberian imunisasi campak
dapat mencegah diare. Oleh karena itu beri anak imunisasi campak segera setelah
berumur 9 bulan (Depkes RI, 2000).

2.2. Hubungan Faktor Lingkungan Dengan Kejadian Diare
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua
faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini
akan berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat
karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak
sehat pula yaitu melalui makanan minuman, maka dapat menimbulkan penyakit diare.




Universitas Sumatera Utara
2.2.1. Sumber air bersih
Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 416/Menkes/Per/IX/1990
tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air menetapkan bahwa kualitas air
harus memenuhi syarat kesehatan yang meliputi persyaratan bakteriologis, fisika,
kimia dan radioaktif.
Air minum yang ideal seharusnya jernih, tidak berwarna, tidak berasa dan
tidak berbau. Air minum seharusnya tidak mengandung kuman patogen yang dapat
membahayakan manusia (Slamet, 2002).
Pada umumnya untuk keperluan sehari-hari masyarakat menggunakan sumber
air antara lain:
1. PAM (Perusahaan Air Minum)
PAM adalah perusahaan air yang menangani air bersih dengan sistem perpipaan.
Menurut Biro Pusat Statistik (1995), status perusahaan air minum di Indonesia terdiri
dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) adalah perusahaan yang merupakan
prasarana air bersih (air minum) untuk kebutuhan lebih dari 60 liter/orang/hari yang
dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Air dari PAM dianggap memenuhi syarat
sebagai sumber air bersih.
2. Sumur Gali
Persyaratan sumur gali:
a. Lokasi: a) J arak minimal 10 meter dari sumber pencemaran misalnya jamban,
tempat pembuangan air kotor, lubang resapan, tempat pembuangan sampah,
kandang ternak dan tempattempat pembuangan kotoran lainnya, b) Lokasi
sumur gali harus terletak pada daerah yang lapisan tanahnya mengandung air
Universitas Sumatera Utara
sepanjang musim dan c) Lokasi sumur gali diusahakan terletak pada daerah
yang bebas banjir.
b. Konstruksi: a) Dinding sumur harus kedap air sedalam 3 meter dari
permukaan tanah untuk mencegah rembesan dari air permukaan, b) Bibir
sumur harus kedap air minimal setinggi 0,7 meter dari permukaan tanah untuk
mencegah rembesan air bekas pemakaian kedalam sumur, c) Cara
pengambilan air dari dalam sumur sedemikian rupa sehingga dapat mencegah
masuknya kotoran kembali melalui alat yang dipergunakan misalnya pompa
tangan, timba dengan kerekan dan sebagainya, d) Lantai harus kedap air
dengan jarak antara tepi lantai dan tepi luar dinding sumur minimal 1 meter
dengan kemiringan kearah tepi lantai dan e) Saluran pembuangan air kotor
atau bekas harus kedap air sepanjang minimal 10 meter dihitung dari tepi
sumur.

2.2.2. Jamban
Pembuangan tinja manusia yang terinfeksi yang dilaksanakan secara tidak
layak tanpa memenuhi persyaratan sanitasi dapat menyebabkan terjadinya
pencemaran tanah dan sumbersumber penyediaan air. Disamping itu serangga
serangga seperti lalat dapat menyebarkan tinja dan kadangkadang menimbulkan bau
yang tidak dapat ditolerir.
Jamban yang memenuhi syarat kesehatan adalah sebagai berikut: 1) Tidak
mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut, 2) Tidak mengotori air
tanah di sekitarnya, 3) Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa,
Universitas Sumatera Utara
dan binatangbinatang lainnya, 4) Tidak menimbulkan bau dan 5) Mudah digunakan
dan dijaga kebersihannya.
Apabila persyaratanpersyaratan ini dapat dipenuhi, maka perlu diperhatikan
antara lain halhal sebagai berikut: a) Sebaiknya jamban tersebut tertutup, artinya
bangunan jamban terlindung dari panas dan hujan, seranggaserangga dan binatang
binatang lain, terlindung dari pandangan orang dan sebagainya, b) Bangunan jamban
sebaiknya mempunyai lantai yang kuat, tempat berpijak yang kuat dan sebagainya,
c) Bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan pada lokasi yang tidak
mengganggu pandangan, tidak menimbulkan bau dan sebagainya dan d) Sedapat
mungkin disediakan alat pembersih seperti air atau kertas pembersih (Notoatmodjo,
2003).

2.2.3. Pengelolaan sampah
Pengelolaan sampah yang baik, bukan saja untuk kepentingan kesehatan saja,
tetapi juga untuk keindahan lingkungan. Definisi pengelolaan sampah disini meliputi
pengumpulan, pengangkutan, sampai dengan pemusnahan atau pengolahan sampah
sedemikian rupa sehingga sampah tidak menjadi gangguan kesehatan masyarakat dan
lingkungan hidup. Caracara pengelolaan sampah antara lain sebagai berikut:
1. Pengumpulan dan pengangkutan sampah. Pengumpulan sampah adalah tanggung
jawab dari masingmasing rumah tangga atau institusi yang menghasilkan
sampah. Oleh sebab itu mereka ini harus membangun atau mengadakan tempat
khusus untuk mengumpulkan sampah. Kemudian dari masingmasing tempat
Universitas Sumatera Utara
pengumpulan sampah tersebut harus diangkut ke Tempat Penampungan
Sementara (TPS) sampah dan selanjutnya ke Tempat Penampungan Akhir (TPA).
2. Pemusnahan dan pengelolaan sampah
Pemusnahan dan atau pengolahan sampah dapat dilakukan melalui berbagai cara,
antara lain sebagai berikut: a) Ditanam (landfill), yaitu pemusnahan sampah
dengan membuat lubang di tanah kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun
dengan tanah, b) Dibakar (inceneration), yaitu pemusnahan sampah dengan
membakar di dalam tungku pembakaran (incenerator) dan c) Dijadikan pupuk
(composting) Yaitu pengolahan sampah menjadi pupuk, khususnya untuk sampah
organik daundaunan, sisa makanan, dan sampah lain yang dapat membusuk
(Notoatmodjo, 2003).

2.3. Peran Karakteristik Individu dalam perilaku Kesehatan
Para ahli telah merumuskan berbagai faktor karakteristik individu yang
berpengaruh terhadap perilaku kesehatannya. Menurut Notoatmodjo (2003), beberapa
faktor individu (person) terkait kesehatan antara lain:
1. Umur
Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan dalam penyelidikan-penyelidikan
epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian di dalam hampir semua
keadaan menunjukkan hubungan dengan umur.
2. Status Pekerjaan
Status pekerjaan adalah suatu kegiatan/aktivitas yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh imbalan guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Anderson
Universitas Sumatera Utara
menyatakan bahwa struktur sosial yang salah satu diantaranya adalah pekerjaan
menentukan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2004).
3. Penghasilan
Merupakan variabel yang dinilai hubungannya dengan pemanfaatan pelayanan
kesehatan maupun pencegahan penyakit.
4. Pendidikan
Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa orang dengan pendidikan formal lebih
tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi dibanding orang dengan
pendidikan formal lebih rendah, karena akan lebih mampu memahami arti dan
pentingnya kesehatan.

2.4. Perilaku Kesehatan
Masalah kesehatan masyarakat terutama di negaranegara berkembang pada
dasarnya menyangkut dua aspek utama, yaitu fisik, seperti misalnya tersedianya
sarana kesehatan dan pengobatan penyakit, dan nonfisik yang menyangkut perilaku
kesehatan. Faktor perilaku ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap status
kesehatan individu maupun masyarakat (Ali, 2003).

2.4.1. Determinan perilaku kesehatan
Perilaku seseorang atau subjek dipengaruhi oleh faktor-faktor baik dari dalam
atau luar subjek. Faktor yang menentukan atau membentuk perilaku disebut
determinan. Beberapa teori lain yang telah dicoba untuk mengungkap determinan
perilaku dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku
yang berhubungan dengan kesehatan antara lain teori Green (1980).
Universitas Sumatera Utara
Green menyatakan bahwa perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yakni:
1. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors)
Faktor-faktor ini mencakup: pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap
kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap halhal yang berkaitan
dengan kesehatan, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya.
2. Faktorfaktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan
fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitasfasilitas atau saranasarana
kesehatan, misalnya Puskesmas, obatobatan, alatalat kontrasepsi, jamban dan
sebagainya.
3. Faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku
petugas kesehatan, atau petugas yang lain yang merupakan kelompok referensi
dari perilaku masyarakat.

2.5. Pengetahuan
Masyarakat dapat terhindar dari penyakit asalkan pengetahuan tentang
kesehatan dapat ditingkatkan, sehingga perilaku dan keadaan lingkungan sosialnya
menjadi sehat (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang.


Universitas Sumatera Utara
2.6. Sikap (attitude).
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya
kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu dalam kehidupan. Newcomb salah
seorang ahli psikologi sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan dari motif tertentu.
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan
predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan
merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka.

2.7. Praktek atau Tindakan (Practice)
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan kemudian
mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya
diharapkan ia dapat melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau
disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut praktek (practice) kesehatan atau dapat
juga dikatakan perilaku kesehatan.
1. Tindakan (praktek) sehubungan dengan penyakit.
Tindakan atau perilaku ini mencangkup: a) Pencegahan penyakit,
mengimunisasikan anaknya, melakukan pengurasan bak mandi seminggu sekali,
menggunakan masker pada waktu kerja di tempat yang berdebu, dan sebagainya
dan b) Penyembuhan penyakit, misalnya: minum obat sesuai petunjuk dokter,
melakukan anjurananjuran dokter, berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan yang
tepat, dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
2. Tindakan (praktek) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.
Tindakan atau perilaku ini mencakup antara lain: mengkonsumsi makan dengan
gizi yang seimbang, melakukan olahraga secara teratur, tidak merokok, tidak
minum minuman keras dan narkoba.dan sebagainya.
3. Tindakan (praktek) kesehatan lingkungan.
Perilaku ini antara lain mencakup: membuang air besar di jamban (WC),
membuang sampah di tempat sampah, mengunakan air bersih untuk mandi, cuci,
masak dan sebagainya (Notoatmodjo,2003).

2.8. Kerangka Konsep
Variabel Bebas Variabel Terikat



Faktor Lingkungan






Gambar 2.1: Kerangka Konsep Penelitian



Karakteristik Ibu
1. Umur
2. Pendidikan
3. Status Pekerjaan
4. Pendapatan
5. Pengetahuan
6. Sikap
Tindakan penanganan (meliputi
pencegahan dan pengobatan)
diare pada Balita.

Faktor Lingkungan
1. Ketersediaan Jamban
2. Penyediaan Air Bersih
3. Tempat Pembuangan
Sampah

Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan kerangka konsep di atas, dapat dirumuskan variabel yang akan diteliti
sebagai berikut:
1. Karakteristik individu adalah ciri dari seseorang yang melekat pada diri mereka,
yang dapat membedakan satu individu dengan individu lainnya, yang
berhubungan dengan tindakan penanganan penyakit diare
2. Faktor lingkungan adalah segala sesuatu yang terdapat di lingkungan masing-
masing ibu yang dapat memengaruhi tindakan ibu dalam menangani diare
meliputi ketersediaan jamban, penyediaan air bersih (PAB) dan tempat
pembuangan sampah (TPS).
3. Tindakan penanganan adalah setiap kegiatan/upaya responden dalam mencegah
(memberikan ASI, memperbaiki makanan pedamping ASI, menggunakan air
bersih yang cukup, mencuci tangan, menggunakan jamban, membuang tinja bayi
yang benar dan memberikan imunisasi campak) dan pengobatan diare pada
Balita.

2.9. Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh faktor lingkungan (ketersediaan jamban, penyediaan air bersih
dan tempat pembuangan sampah) dan karakteristik ibu (umur, pendidikan, satus
pekerjaan, pendapatan, pengetahuan dan sikap) terhadap tindakan penanganan diare
pada Balita di Kelurahan Kota Bangun tahun 2009.





Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai