Anda di halaman 1dari 14

1

BAB 1
PENDAHULUAN

Mendidik kemandirian pada anak sejak dini, sangat penting, karena kemandirian akan
mendukung anak dalam belajar memahami pilihan perilaku beserta resiko yang harus
dipertanggung jawabkan oleh anak. Semakin dikekang, anak akan semakin sulit
untuk mengendalikan emosi, dengan kemungkinan perilaku yang akan muncul adalah
perilaku memberontak atau justru, sangat tergantung pada orang lain.
1

Setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan
beradaptasi dengan lingkungannya. Hal ini karena setiap anak memiliki struktur
kognitif yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada
dalam lingkungannya. Pemahaman anak tentang objek tersebut berlangsung melalui
proses asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam
pikiran) dan proses akomodasi (proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran
untuk menafsirkan objek). Proses tersebut jika berlangsung terus-menerus akan
membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara
seperti itu secara bertahap anak dapat membangun kemandirian dalam belajar melalui
interaksi dengan lingkungannya. Kemandirian anak dalam aktivitas belajar bertujuan
agar anak mengetahui secara sadar apa yang dilakukannya dan tahu apa yang menjadi
tujuannya. Anak akan merasa bahagia bahwa ia mempunyai arti bagi diri dan orang
lain, ia mampu mengenali diri, mengetahui kekurangan dan kelebihan, dapat
menerima diri dan orang lain seperti apa adanya, dapat bertanggung jawab atas apa
yang dilakukannya, pantang mundur meski ada kekurangan pada dirinya dan juga
berani menghadapi kenyataan yang ada.
1

Pengertian anak mandiri adalah anak yang mampu memenuhi kebutuhannya,
baik berupa kebutuhan naluri maupun kebutuhan fisik, oleh dirinya sendiri secara
bertanggung jawab tanpa bergantung pada orang lain. Bertanggung jawab dalam hal
ini berarti mengaitkan kebutuhannya dengan kebutuhan orang lain dalam
lingkungannya yang sama-sama harus dipenuhi. Anak-anak yang tidak mandiri
2

cenderung tidak percaya diri dan tidak mampu mengambil keputusan dengan baik.
Sedangkan bentuk ketergantungan kepada orang lain dapat berupa; misalnya mulai
dari persiapan berangkat sekolah, ketika di lingkungan sekolah, mengerjakan
pekerjaan rumah, sampai dalam pola belajarnya. Dalam persiapan berangkat sekolah,
misalnya, anak selalu ingin dimandikan orang lain, dibantu berpakaian, minta disuapi,
disiapkan buku dan peralatan sekolah oleh orang lain, termasuk harus selalu diantar
ke sekolah. Ketika belajar di rumah, mereka mungkin mau, asalkan semua dilayani;
misalnya anak akan menyuruh orang lain untuk mengambilkan pensil, buku, serutan
dan sebagainya.
1





















3

BAB 2
TIJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kemandirian anak adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan atau tugas sehari-
hari sendiri atau dengan sedikit bimbingan, sesuai dengan tahapan perkembangan dan
kapasitasnya. Dalam pengertian pendidikan telah diungkapkan bahwa agar anak
menjadi pribadi yang cerdas, terampil dan mempunyai peran dimasa depannya
haruslah ada usaha sadar untuk memberikan bimbingan, latihan dan pengajaran. Hal
ini menunjukkan sesuatu hal terjadi tidaklah tanpa suatu proses. Demikian juga
dengan kemandirian. Kemandirian dapat dibentuk setelah proses pendidikan dan
latihan yang terarah dan berkesinambungan.
2

Ciri-ciri kemandirian adalah seperti berikut:
2

a. Ada rasa tanggung jawab
b. Memiliki pertimbangan dalam menilai problem yang dihadapi secara inteligen
c. Adanya perasaan aman bila memiliki pendapat yang berbeda dengan orang
lain
d. Adanya sikap kreatif sehingga menghasilkan ide yang berguna bagi orang
lain.
Pengertian anak mandiri adalah anak yang mampu memenuhi kebutuhannya,
baik berupa naluri maupun kebutuhan fizik, oleh dirinya sendiri secara bertanggung
jawab tanpa bergantung pada orang lain. Bertanggung jawab dalam hal ini berarti
mengaitkan kebutuhannya dengan kebutuhan orang lain dalam lingkungannya yang
sama-sama harus dipenuhi. Kemandirian sangat erat terkait dengan anak sebagai
individu yang mempunyai komsep diri, penghargaan terhadap diri sendiri (Self
esteem), dan mengatur diri sendiri (Self regulation). Anak memahami tuntutan
lingkungan terhadap dirinya, dan menyesuaikan tingkah lakunya.
3

Secara umum kemandirian bisa diukur melalui bagaiman anak bertingkah laku
secara fizik, namun tidak hanyaitu kemandirian juga bisa berwujud pada perilaku
emosional dan sosialnya. Contohnya, anak usia 3-4 tahun ynag sudah bisa
4

menggunakan alat makan, seharusnya bisa makan sendiri, menggunakan celana
sendiri, dan saat hendak buang air ia bisa ke toilet sendiri. Dengan kata lain, anak bisa
melakukan kemampuan dasarnya ini adalah bentuk kemandirian secara fizik.
3

Kemandirian juga dapat diartikan sebagai keterampilan untuk membantu diri
sendiri, baik kemandirian secara fizik maupun secara psikologis. Kemandirian secara
fizik adalah kemampuan untuk menguruskan dirinya sendiri, sedangkan kemandirian
secara psikologis adalah kemampuan untuk membuat keputusan dan memecahkan
masalah yang di hadapi. Kemandirian secara fizik sangat berpengaruh terhadap
kemandirian secara psikologis. Bentuk-bentuk perilaku tidak mandiri secara fizik
ditunjukkan dengan tidak terpenuhi tugas perkembangan anak pada setiap tahapan.
3, 4

2.2 Usia anak
Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan anak untuk
memperoleh proses pendidikan. Periode ini adalah masa- masa yang paling berharga
bagi seorang anak untuk mengenali berbagai macam fakta di lingkungannta sebagai
stimulant terhadap perkembangan keperibadian, psikomotor, kognitif maupun
sosialnya. Berdasarkan hasil penelitian, sekitar 50% kapabilitas kecerdasan orang
dewasa telah terjadi ketika anak berumur 4tahun, 80% telah terjadi ketika berumur 8
tahun. Anak mencapai titik kulminasi ketika berumur sekitar 18 tahun.
3

Hal ini berarti bahawa perkembangan yang terjadi dalam kurun waktu 4 tahun
pertama sama besarnya dengan perkembangan yang terjadi pada kurun waktu 14
tahun berikutnya. Sehingga periode emas (golden age) ini, merupakan periode kritis
bagi anak, di mana perkembangan yang diperoleh pada periode in sangat berpengaruh
terhadap perkembangan periode berikutnya hingga masa dewasa. Untuk itu,
pendidikan untuk usia dini dalam bentuk pemberian rangsangan-rangsangan
(stimulasi) dari lingkungan terdekat sangat diperlukan untuk mengoptimalkan
kemampuan anak.
4


5

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian dilihat dari konsep psikogenik dan
sosiopsikogenik. Psikogenik memandang bahwa penyesuaian diri dipengaruhi oleh
riwayat kehidupan sosial individu, terutama pengalaman khusus yang membentuk
perkembangan psikologis. Pengalaman khusus ini lebih banyak berkaitan dengan
latar belakang kehidupan keluarga, yaitu :
4

a. Hubungan orangtua-anak, yang merujuk pada iklim hubungan sosial dalam
keluarga.
b. Iklim intelektual keluarga, yang merujuk pada sejauh mana iklim keluarga
memberikan kemudahan bagi perkembangan intelektual anak, perkembangan
berpikir logis atau irrasional.
c. Iklim emosional keluarga, yang merujuk pada sejauh mana stabilitas
hubungan dan komunikasi di dalam keluarga.

Sementara itu dilihat dari konsep sosiopsikogenik menurut kemandirian
dipengaruhi oleh faktor iklim lembaga sosial di mana individu terlibat di dalamnya.
Bagi anak didik, faktor sosiopsikogenik yang dominan mempengaruhi kemandirian
adalah sekolah, yang mencakup :
4, 5

a. Hubungan guru-anak didik, yang merujuk pada iklim hubungan sosial dalam
sekolah.
b. Iklim intelektual sekolah, yang merujuk pada sejauh mana perlakuan guru
terhadap anak dalam memberikan kemudahan bagi perkembangan intelektual
anak sehingga tumbuh perasaan kompeten.

2.4 Proses Pembelajaran untuk Membantu Perkembangan Kemandirian Anak
Kemandirian sebagai aspek psikologis itu berkembang tidak dalam kevakuman atau
ditanamkan oleh orang tuanya, maka intenensi-intervensi positif melalui ikhtiar
pengembangan atau pendidikan sangat diperlukan bagi kelancaran perkembangan
6

kemandirian anak. Sejumlah intervensi dapat dilakukan sebagai ikhtiar
pengembangan kemandirian anak sebagai berikut.
5

a. Penciptaan partisipasi dan keterlibatan anak dalam keluarga.
Penciptaan partisipasi dan keterlibatan anak dalam keluarga dapat diwujudkan dalam
bentuk
saling menghargai antar anggota keluarga,
keterlibatan dalam memecahkan masalah anak atau
keluarga,
b. Penciptaan keterbukaan.
Penciptaan keterbukaan dapat diwujudkan dalam bentuk
toleransi terhadap perbedaan pendapat,
memberikan alasan terhadap keputusan yang diambil bagi anak,
keterbukaan terhadap minas anak,
mengembangkan komitmen terhadap tugas anak,
kehadiran dan keakraban hubungan dengan anak.
c. Penciptaan kebebasan untuk mengeksplorasi lingkungan.
Penciptaan kebebasan untuk mengeksplorasi lingkungan dapat diwujudkan dalam
bentuk yaitu
mendorong rasa ingin tahu anak,
adanya jaminan rasa aman dan kebebasan untuk mengeksplorasi lingkungan,
adanya aturan, tetapi tidak cenderung mengancam bila ditaati
d. Penerimaan positif tanpa syarat.
Penerimaan positif tanpa syarat dapat diwujudkan dalam bentuk
menerima apapun kelebihan maupun kekurangan yang ada pada diri anak,
tidak membeda-bedakan anak satu dengan yang lain,
menghargai ekspresi potensi anak dalam bentuk kegiatan produktif apapun
meskipun sebenarnya hasilnya kurang memuaskan

7

e. Empati terhadap anak.
Empati terhadap anak dapat diwujudkan dalam bentuk yaitu
memahami dan menghayati pikiran dan perasaan anak,
melihat berbagai persoalan anak dengan menggunakan perspektif atau sudut
pandang anak,
tidak mudah mencela karya anak betapapun kurang bagusnya karya itu.
f. Penciptaan kehangatan hubungan dengan anak.
Penciptaan kehangatan hubungan dengan anak dapat diwujudkan dalam bentuk yaitu
interaksi secara akrab tetapi tetap saling menghargai,
menambah frekuensi interaksi dan tidak bersikap dingin terhadap anak,
membangun suasana humor dan komunikasi ringan dengan anak

2.5 Tingkatan dan Karakteristik Kemandirian
Sebagai suatu dimensi psikologis yang kompleks, kemandirian dalam
perkembangannya memiliki tingkatan-tingkatan. Perkembangan kemandirian
seseorang juga berlangsung secara sertahap sesuai dengan tingkatan perkembangan
mengemukakan tingkatan kemandirian beserta ciri-cirinya sebagai berikut.
4, 5

a. Impulsif dan melindungi diri
Ciri-ciri tingkatan ini adalah
peduli terhadap kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari
interaksinya dengan orang lain,
mengikuti aturan secara oportunistik dan hedonistik,
berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu (stereotype),
cenderung melihat kehidupan sebagai "zero-sum game"
cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta lingkungannya.
b. Konformistik
Ciri-ciri tingkatan ini adalah
peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial,
8

cenderung berpikir stereotype dan klise,
peduli akan konformitas terhadap aturan eksternal,
bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian,
menyamakan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya introspeksi,
perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri ekstemal,
takut tidak diterima kelompok,
tidak sensitif terhadap keindividualan
merasa berdosa jika melanggar aturan.
c. Sadar diri
Ciri-ciri tingkatan ini adalah
mampu berpikir alternatif,
melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi,
peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada,
menekankan pada pentingnya pemecahan masalah,
memikirkan cara hidup
penyesuaian terhadap situasi dan peranan.
d. Seksama (conscientious)
Ciri-ciri tingkatan ini adalah
bertindak atas dasar nilai-nilai internal,
mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan,
mampu melihat keragaman emosi, motif, dan perspektif diri sendiri maupun
orang lain, (4) sadar akan tanggungjawab,
mampu melakukan kritik dan penilaian diri,
peduli akan hubungan mutualistik,
memiliki tujuan jangka panjang,
cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial,
berpikir lebih kompleks dan atas dasar pola analitis.

9

e. Individualistik
Ciri-ciri tingkatan individualistik adalah
peningkatan kesadaran individualitas,
kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dengan
ketergantungan,
menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain,
mengenal eksistensi perbedaan individual,
mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam kehidupan,
membedakan kehidupan internal dengan kehidupan luar dirinya,
mengenal kompleksitas diri,
peduli akan perkembangan dan masalah-masalah sosial.
f. Mandiri
Ciri-ciri tingkatan mandiri adalah
memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan,
cenderung bersikap realistik dan objektif terhadap diri sendiri maupun orang
lain,
peduli terhadap faham-faham abstrak, seperti keadilan sosial,
mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan
toleran terhadap ambiguitas,
peduli akan pemenuhan diri (self-fulfillment),
ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal,
respek terhadap kemandirian orang lain
sadar akan adanya saling ketergantungan dengan orang lain,
mampu mengekspresikan perasaan dengan penuh keyakinan dan keceriaan.

Tingkatan kemandirian tersebut merupakan tingkat kemandirian anak pada
umumnya bervariasi dan menyebar pada tingkatan radar diri, seksama,
individualistik, dan mandiri. Kecenderungan bervariasi ini mengisyaratkan bahwa
10

proses pengambilan keputusan oleh anak belum sepenuhnya dilakukan secara
mandiri. Walaupun proses pengambilan keputusan oleh anak belum sepenuhnya
dilakukan secara mandiri, tetapi tampak bahwa proses tersebut telah didasari oleh
kecenderungan berpikir alternatif. Dalam posisi seperti ini, proses penyesuaian diri
terhadap situasi dan peranan yang dihadapi tidak dilakukan secara mekanis belaka
karena dalam diri anak telah tumbuh dan berkembang tentang hubungan dirinya
dengan kelompok. Anak ada juga yang kemandiriannya berada pada tingkat seksama.
Kemandirian seperti ini menunjukkan bahwa proses pengambilan keputusan yang
dilakukan bukan saja didasarkan pada kemampuan berpikir alternatif melainkan
didasarkan pada patokan atau prinsip sendiri dan disertai kesadaran akan
tanggungjawab atas keputusan yang diambil meskipun keputusan yang dilakukan
berbeda dengan yang dilakukan oleh orang lain. Pengambilan keputusan secara
seksama itu akan mengantarkan anak ke tingkat berikutnya yakni tingkat
individualistik yang ditandai oleh sikap penghargaan terhadap individualitas orang
lain. Anak yang kemandiriannya berada pada tingkat individualistik ini sudah
semakin menyadari akan adanya perbedaan antara proses dan hasil.
3,5,7

Bagi anak yang kemandiriannya berada pada tingkat mandiri berarti telah
berkembang kesadaran bahwa sikap bergantung itu adalah masalah emosional yang
akan semakin berkembang dalam dirinya karena memahami bahwa dirinya tidak
mampu bersikap realistik. Anak yang kemandiriannya berada pada tingkat mandiri
bukan saja sadar akan berbagai alternatif yang dapat dipilih secara seksama dan
dialami sendiri, tetapi juga mampu bersikap realistik dan memecahkan konflik
internal secara objektif dengan tetap saling ketergantungan dengan orang lain.
5,6






11

Pada umumnya menunjukkan bahwa tingkat kemandirian anak menyebar
pada tingkatan sadar diri, seksama, individualistik, dan mandiri, maka semua ini
dapat ditafsirkan secara rinci masing-masing tingkatan sebagai berikut.
4,5,6,7,8
a. Tingkat sadar diri
Tingkat sadar diri dapat ditafsirkan bahwa anak telah memiliki kemampuan berikut
ini:
cenderung mampu berpikir alternatif,
melihat berbagai kemungkinan dalam suatu situasi,
peduli akan pengambilan manfaat dari situasi yang ada,
berorientasi pada pemecahan masalah,
memikirkan cara mengenall hidup,
berupaya menyesuaikan diri terhadap situasi dan peranan.
b. Tingkat seksama
Tingkat seksama dapat ditafsirkan bahwa anak telah memiliki kemampuan berikut ini
cenderung bertindak atas dasar nilai internal,
melihat dirinya sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan,
melihat keragaman emosi, motif, dan perspektif diri sendiri maupun orang
lain,
sadar akan tanggungjawab,
mampu melakukan kritik dan penilaian diri
peduli akan hubungan materialistik,
berorientasi pada tujuan jangka panjang.
c. Tingkat individualistik
Tingkat individualistik dapat ditafsirkan bahwa anak telah memiliki kemampuan
berikut ini
memiliki kesadaran yang lebih tinggi akan individualitas,
kesadaran akan konflik emosionalitas antara kemandirian dan ketergantungan,
menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain,
12

sadar akan eksistensi perbedaan individual,
bersikap toleran terhadap perkembangan dalam kehidupan,
mampu membedakan kehidupan dalam dirinya dengan kehidupan luar dirinya.
d. Tingkat mandiri
Tingkat mandiri dapat ditafsirkan bahwa anak telah memiliki kemampuan berikut ini
telah memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan,
bersikap objektif dan realistik terhadap diri sendiri maupun orang lain,
mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan,
ada keberanian untuk menyelesaikan konflik dalam diri,
menghargai kemandirian orang lain,
sadar akan adanya saling ketergantungan dengan orang lain,
mampu mengekspresikan
















13

BAB 3
KESIMPULAN

Pembentukan karakter terhadap anak akan menjadikan seorang anak terbiasa untuk
berperilaku baik. Pendidikan karakter bagi anak adalah solusi tepat yang diharapkan
akan mengubah perilaku negatif ke perilaku positif. Membangun karakter kepada
anak merupakan proses yang berlangsung seumur hidup, anak-anak akan tumbuh
menjadi pribadi yang berpengaruh dengan lingkungan. Dengan itu perkembangan
pada anak akan berkembang dengan optimal, oleh karenanya ada tiga pihak yang
berperan penting dalam pendidikan karakter terhadap anak yakni keluarga, sekolah
dan lingkungan. Mengembangkan perilaku kemandirian pada anak harus dimulai dari
lingkungan rumah. Peran orang tua dalam mendidik anak sangat penting bagi
pengembangan kemandirian anak karena orang tua adalah sosok pribadi yang akan
ditiru anak, orang tualah yang akan menjadi model dalam menuju pembentukan
karakter anak. Orang tua harus memberikan kesempatan kepada anak untuk
melakukan segala sesuatunya dengan sendiri tanpa perlu merasa khawatir kepada
anaknya dengan memberikan sikap positif kepada anak seperti memuji dan
mendukung usaha mandiri yang dilakukan anak sebagai bentuk usaha mandiri yang
dilakukannya. Namun kebanyakan orang tua sekarang yang tidak biasa memberi
kesempatan kepada anak mengerjakan segala sesuatunya sendiri, bahkan banyak yang
tidak tega jika melihat anaknya sibuk menyiapkan keperluan sendiri.
Selain itu menngembangkan perilaku kemandirian kepada anak tidak hanya
dilakukan dilingkungan rumah saja tetapi dalam lingkungan sekolah perlu
memberikan dukungan agar anak bisa mandiri. Dalam mengembangkan perilaku
kemandirian anak, guru hendaknya memperhatikan perekembangan yang ada pada
diri anak, memilih metode dan kurikulum yang sesuai dengan tahap perkembangan
anak untuk membantu guru dalam mengembangkan perilaku kemandirian pada anak.
Mengembangkan perilaku kemandirian kepada anak diharapkan nantinya anak akan
terbiasa hidup mandiri dan tumbuh menjadi pribadi yang mandiri.
14

BAB 4
DAFTAR PUSTAKA

1. Zohra Maulana. Meningkatkan Kemandirian Belajar Melalui Layanan
Informasi Pada Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Tolongagula Kabupaten
Gorontalo.
2. http://id.shvoong.com/social-science/1830707-pentingkah-kemandirian-bagi-
anak/
3. Slamet suyando. Dasar dasar pendidikan anak usia dini. Yogyakart: Hikayat
Publishing, 2005) hal 110 dan dipetik dari
4. Hasil survey sebelum penelitian dengan Kepala Sekolah dan beberapa guru
TK Islam Ar- Rahmah Papringan Yogyakarta. 26 Februari 2009
5. http://ejurnal.fip.ung.ac.id/index.php/PDG/article/viewFile/174/169
6. http://www.kidscount.com.au/english/chapter19.asp
7. http://www.babycentre.co.uk/a556439/helping-your-child-to-be-independent
8. http://www.psychology.sunysb.edu/attachment/online/independence.pdf
9. http://www.babycentre.co.uk/a556439/helping-your-child-to-be-
independent#ixzz2sN3dWsbv

Anda mungkin juga menyukai