Anda di halaman 1dari 121

B

A
K
T
I

H U
S
A
D
A
PEDOMAN TATALAKSANA INFEKSI
HIV DAN TERAPI ANTIRETROVIRAL
PADA ANAK DI INDONESIA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
2008
I
K
A
T
A
N

D
O
K
T
E
R AN
A
K

I
N
D
O
N
E
S
I
A
I
DA
I
Pedoman Tatalaksana Infeksi
HIV dan Terapi Antiretroviral
Pada Anak Di Indonesia
Keberhasilan penyebaran terapi antiretroviral (ARV) memerlukan
penggunaan obat yang rasional. Berbagai pedoman pengobatan yang beredar
sebelumnya selalu menyatukan prosedur pemberian ARV pada dewasa dan
anak. Karenanya dipandang penting untuk membuat panduan Manajemen
Infeksi HIV dan Terapi ARV untuk Bayi dan Anak. WHO meluncurkan
Pedoman khusus untuk Anak pada tahun 2006 ini. Tetapi khusus untuk
Regional Asia, diterjemahkan lagi menjadi panduan dengan betuk panduan
algoritmik, yang menuntut penggunanya untuk sampai pada tahap manajemen
klinik tertentu.
Buku ini merupakan adaptasi dari Panduan WHO Regional, dengan
maksud untuk memberi panduan pada tenaga kesehatan dan manajer program
HIV/AIDS di Indonesia dalam hal tatalaksana HIV pada anak yang terinfeksi
HIV. Panduan ini dibedakan antara tata laksana pada bayi atau anak yang
terinfeksi dan yang terpajan (exposed, prefx E pada klasifkasi klinis CDC yang
belum tentu terinfeksi).
Panduan ini menggunakan gambar dan tabel algoritmik seperti langkah-
langkah setiap kali mendapatkan kasus. Setiap kali menggunakannya diusahakan
untuk menyelesaikan tahapan pada halaman tersebut sebelum berpindah ke
halaman berikutnya.
Panduan ini direncanakan untuk aplikatif tetapi tetap terbuka pada
masukan dan kritisi, dengan harapan untuk dilakukan revisi berkala sesuai
perkembangan teknologi kedokteran dan panduan global.
Bagi pemegang program, rekomendasi WHO Antiretroviral therapy of HIV
infection in infants and children in resource-limited settings, towards universal access:
Recommendations for a public health approach 2006 revision sebaiknya tetap dibaca
bila diperlukan keterangan mendetail.
Tim Adaptasi
KATA PENGANTAR
iii
DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
(DEPKES)
iv

Kata Sambutan
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Departemen Kesehatan RI

HIV/AIDS di Indonesia semakin menjadi salah satu masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia, dan telah mengalami perubahan dari epidemi rendah
menjadi epidemi terkonsentrasi. Dari 33 provinsi yang ada di Indonesia, yang
melaporkan kasus AIDS terdapat 32 provinsi, dan kabupaten/kota yang melaporkan
kasus AIDS 178 kabupaten/kota

Berdasarkan hasil estimasi oleh Depkes pada tahun 2006 diperkirakan terdapat
169.000 216.000 ODHA di Indonesia dengan rate kumulatif kasus AIDS
Nasional sampai dengan 30 J uni 2007 adalah 4,27 per 100.000 penduduk (revisi
berdasarkan data BPS 2005, jumlah penduduk Indonesia 227.132.350 jiwa).

Dengan semakin meningkatnya pengidap HIV dan Kasus AIDS yang memerlukan
terapi ARV, maka strategi penanggulangan HIV/AIDS dilaksanakan dengan
memadukan upaya pencegahan dengan upaya perawatan, dukungan serta
pengobatan.

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV pada Anak dan Terapi Antiretroviral di
Indonesia diterbitkan sebagai salah satu upaya diatas yang dapat menjadi acuan
bagi semua pihak terkait dalam penanggulangan dan pengendalian HIV/AIDS
khususnya terapi Antiretroviral pada anak. Buku ini juga akan melengkapi buku
Pedoman Nasional Perawatan Dukungan dan Pengobatan bagi ODHA, serta buku
Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral.

Akhirnya kepada semua tim penyusun dan semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan dan penyempurnaan buku ini disampaikan terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya.

Semoga Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV pada Anak dan terapi Antiretroviral
ini dapat bermanfaat bagi penanggulangan HIV/AIDS khususnya program terapi
antiretoviral bagi anak di Indonesia.


J akarta, Maret 2008
Direktur Jenderal PP & PL Dep. Kes.

Dr. I Nyoman Kandun, MPH
NIP. 140 066 762

WORLD HEALTH ORGANIZATION
(WHO)
v
Kata Pengantar
Kata Sambutan Depkes
Kata Sambutan WHO
Daftar Isi
Daftar Istilah dan Singkatan
1. Bagan penilaian dan tata laksana awal
2. Diagnosis infeksi HIV pada anak
2.1 Menyingkirkan diagnosis infeksi HIV pada bayi dan anak
2.1.1 Bagan diagnosis HIV pada bayi dan anak < 18 bulan
dengan status HIV ibu tidak diketahui
2.1.2 Bagan diagnosis HIV pada bayi dan anak < 18 bulan dan
mendapat ASI
2.1.3 Bagan diagnosis HIV pada bayi dan anak < 18 bulan, status
ibu HIV positif, dengan hasil negatif uji virologi awal dan
terdapat tanda/gejala HIV pada kunjungan berikutnya
2.1.4 Menegakkan diagnosis presumptif HIV pada bayi dan anak
< 18 bulan dan terdapat tanda/gejala HIV yang berat
2.3 Bagan diagnosis HIV pada bayi dan anak > 18 bulan
3. Penilaian dan tata laksana anak yang terpajan HIV, usia < 18 bulan
dengan penetapan diagnosis HIV belum dipastikan atau tidak
memungkinkan
4. Proflaksis kotrimoksazol (CTX) untuk pneumonia Pnemocystis jiroveci
4.1 Bagan pemberian kotrimoksazol pada bayi yang lahir dari ibu HIV
positif
4.2 Inisiasi proflaksis kotrimoksazol pada anak
5. Penilaian dan tata laksana setelah diagnosis infeksi HIV ditegakkan
6. Stadium HIV pada anak
6.1 Kriteria klinis
6.2 Kriteria imunologis
6.2.1 Berdasarkan CD4+
6.2.2 Berdasarkan hitung limfosit total
DAFTAR I SI
iii
iv
v
vi
ix
1
3
3
5
6
7
7
9
11
12
12
13
14
16
16
16
16
17
vi
7. Kriteria pemberian ART menggunakan kriteria klinis dan imunologis
7.1 Bagan pemberian ART menggunakan kriteria klinis
7.2 Bagan pemberian ART pada anak < 18 bulan tanpa konfrmasi
infeksi HIV dengan tanda dan gejala penyakit HIV yang berat
8. Pemantauan anak terinfeksi HIV yang tidak mendapat ART
9. Persiapan pemberian ART
10. Rekomendasi ART
10.1 Rejimen lini pertama: 2 NRTI + 1 NNRTI
10.2 Rejimen lini pertama bila anak mendapat terapi TB dengan
rifampisin
11. Memastikan kepatuhan jangka panjang dan respons yang baik terhadap ART
12. Pemantauan setelah ART dimulai
13. Evaluasi respons terhadap ART
13.1 Evaluasi anak dengan ART pada kunjungan berikutnya
13.2 Evaluasi respons terhadap ART pada anak tanpa perbaikan klinis
pada kunjungan berikutnya
13.3 Evaluasi respons terhadap ART pada anak tanpa perbaikan klinis
dan imunologis pada kunjungan berikutnya
14. Tata laksana toksisitas ART
14.1 Prinsip tata laksana toksisitas ARV
14.2 Kapan efek samping dan toksisitas ARV terjadi?
14.3 Toksisitas berat pada bayi dan anak yang dihubungkan dengan anti
retrovirus lini pertama dan obat potensial penggantinya
15. Immune Reconstitution Infammatory Syndrome (IRIS)
16. Diagnosis diferensial kejadian klinis umum yang terjadi selama 6 bulan
pertama pemberian ART
17. Tata laksana kegagalan pengobatan ARV
18. Rencana sebelum merubah ke rejimen lini kedua
19. Rejimen lini kedua yang direkomendasikan untuk bayi dan anak pada
kegagalan terapi dengan lini pertama
19.1 Bila lini pertama adalah 2 NRTI + 1 NNRTI
19.2 Bila lini pertama adalah 3 NRTI
18
18
20
21
23
24
24
27
29
31
33
33
34
35
36
36
37
39
41
42
44
46
47
47
48
vii
20. Tuberkulosis
20.1 Bagan skrining kontak TB dan tata laksana bila uji tuberkulin dan
foto rontgen dada tidak tersedia
20.2 Bagan skrining kontak TB dan tata laksana dengan uji tuberkulin
dan foto rontgen dada
20.3 Diagnosis TB pulmonal dan ekstrapulmonal
20.4 Defnisi kasus TB
20.5 Pengobatan TB
21. Diagnosis klinis dan tata laksana infeksi oportunistik pada anak terinfeksi HIV
Lampiran
Lampiran A. Bagian A: Stadium klinis WHO untuk bayi dan anak yang
terinfeksi HIV
Lampiran A. Bagian B: Kriteria presumtif dan defnitif untuk mengenali
gejala klinis yang berhubungan dengan HIV/AIDS pada bayi
dan anak yang sudah dipastikan terinfeksi HIV
Lampiran B. Pendekatan sindrom sampai tata laksana infeksi oportunistik
I Infeksi respiratorius
II Diare
III Demam persisten atau rekuren
IV Abnormalitas neurologi
Lampiran C. Formulasi dan dosis anti retroviral untuk anak
Lampiran D. Obat yang mempunyai interaksi dengan anti retroviral
Lampiran E. Toksisitas akut dan kronik ARV yang memerlukan
modifkasi terapi
Lampiran F. Penyimpanan obat ARV
Lampiran G. Derajat beratnya toksisitas klinis dan laboratorium yang sering
ditemukan pada penggunaan ARV pada anak pada dosis yang
direkomendasikan
Lampiran H. Panduan untuk proflaksis infeksi oportunistik primer dan
sekunder pada anak
Lampiran I. Rujukan elektronik
49
49
51
52
53
54
58
64
66
76
76
79
83
85
88
94
97
101
103
107
110
viii
3TC Lamivudine
ABC Abacavir
AFB Acid-fast bacillus
AIDS Acquired immuno defciency syndrome
ALT Alanine transaminase
ARV Antiretroviral
ART Antiretroviral therapy
AST Aspartate aminotransferase
AZT Azidothymidine (juga dikenal zidovudine)
BAL Bronchoalveolar lavage
CD4 CD4+ T Lymphocyte
CMV Cytomegalovirus
CNS Central nervous system
CSF Cerebrospinal fuid
d4T Stavudine
ddI Didanosine
DNA Deoxyribonucleic acid
EFV Efavirenz
FDC Fixed dose combination
FTC Emtricitabine
Hb Hemoglobin
HIV Human immunodefciency virus
HSV Herpes simplex virus
IDV Indinavir
INH Isoniazid
IPT Isoniazid preventive therapy
IRIS Immune reconstitution infammatory syndrome
LDH Lactate dehydrogenase
LDL Low-density lipoprotein
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
ix
LIP Lymphocytic interstitial pneumonia
LPV Lopinavir
LPV/r Lopinavir/ritonavir
MAC Mycobacterium avium complex
MTCT Mother-to-child transmission of HIV
NFV Nelfnavir
NRTI Nucleoside reverse transcriptase inhibitor
NNRTI Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor
NVP Nevirapine
OHP Oral hairy leukoplakia
OI Opportunistic infection
PCP Pneumocystis jiroveci pneumonia (sebelumnya Pneumocystis carinii)
PCR Polymerase chain reaction
PI Protease inhibitor
PGL Persistent generalized lymphadenopathy
PMTCT Prevention of Mother-to-Child Transmission of HIV
RTV Ritonavir
SD Standard Deviation
SQV Saquinavir
STI Sexually transmitted infection
TB Tuberculosis
TDF Tenofovir disoproxil fumarate
TLC Total lymphocyte count
TMP-SMX Trimethoprim-sulfamethoxazole
TST Tuberculin skin test
ULN Upper limit of normal
UNICEF United Nations Childrens Fund
WHO World Health Organization
ZDV Zidovudine
x
Anak dengan pajanan HIV
Identifkasi faktor risiko HIV:
Status penyakit HIV pada ibu
Transfusi darah
Penularan seksual
Pemakaian narkoba suntik
Cara kelahiran dan laktasi

Penilaian kemungkinan infeksi HIV


dengan memeriksa:
Status penyakit HIV pada ibu
Pajanan ibu dan bayi terhadap ARV
Cara kelahiran dan laktasi

Anak sakit berat, pajanan HIV tidak


diketahui, dicurigai terinfeksi HIV
Lakukan anamnesis dan
pemeriksaan fsik serta evaluasi
bila nak mempunyai tanda dan
gejala infeksi HIV atau infeksi
oportunistik
Lakukan pemeriksaan dan
pengobatan yang sesuai

Lakukan anamnesis dan


pemeriksaan fsik serta evaluasi
bila anak mempunyai tanda dan
gejala infeksi HIV atau infeksi
oportunistik
Lakukan pemeriksaan dan
pengobatan yang sesuai

Identifkasi faktor risiko dan


atau tanda/gejala yang sesuai
dengan infeksi HIV atau infeksi
oportunistik yang mungkin
disebabkan HIV
Pertimbangkan uji diagnostik
HIV dan konseling
Metode yang digunakan
tergantung usia anak (prosedur II)
Pada kasus status HIV ibu
tidak dapat ditentukan dan uji
virologik tidak dapat dikerjakan
untuk diagnosis infeksi HIV
pada anak usia < 18 bulan, uji
antibodi HIV harus dikerjakan.

Identifkasi kebutuhan untuk


ART dan kotrimoksazol untuk
mencegah PCP (prosedur IX).
Identifkasi kebutuhan anak usia
> 1 tahun untuk meneruskan
kotrimoksazol

Lakukan uji diagnostik HIV


Metode yang digunakan
tergantung usia anak (prosedur II)

1
Bagan Penilaian dan Tata Laksana
Awal
Catatan:
Semua anak yang terpajan HIV sebaiknya dievaluasi oleh dokter, bila
mungkin dokter anak
Manifestasi klinis HIV stadium lanjut atau hitung CD4+ yang rendah
pada ibu merupakan faktor risiko penularan HIV dari ibu ke bayi selama
kehamilan, persalinan dan laktasi.
Pemberian ART pada ibu dalam jangka waktu lama mengurangi risiko
transmisi HIV.
Penggunaan obat antiretroviral yang digunakan untuk pencegahan
penularan dari ibu ke anak (prevention mother to child transmission, PMTCT)
dengan monoterapi AZT, monoterapi AZT + dosis tunggal NVP, dosis
tunggal NVP saja, berhubungan dengan insidens transmisi berturut-turut
sekitar 5-10%, 3-5%, 10-20%, pada ibu yang tidak menyusui. Insidens
transmisi sekitar 2% pada ibu yang menerima kombinasi ART.
i
Transmisi HIV dapat terjadi melalui laktasi. Anak tetap mempunyai risiko
mendapat HIV selama mendapat ASI.

PCP = Pneumocystis jiroveci pneumonia


i Antiretroviral drugs for treating pregnant women and preventing HIV infection in infants in resource-limited settings:
towards unvesal access. Recommendations for a public health approach. WHO 2006.
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
2
2.1. Menyingkirkan Diagnosis Infeksi HIV Pada Bayi
dan Anak
i
Diagnosis defnitif infeksi HIV pada bayi dan anak membutuhkan uji
diagnostik yang memastikan adanya virus HIV.
Uji antibodi HIV mendeteksi adanya antibodi HIV yang diproduksi sebagai
bagian respons imun terhadap infeksi HIV. Pada anak usia 18 bulan, uji
antibodi HIV dilakukan dengan cara yang sama seperti dewasa.

2 Diagnosis Infeksi HIV Pada Anak


i Adaptasi dari: Antiretroviral therapy of HIV infection in infants and children in resource-limited settings: towards
universal access.WHO 2006.
ii Chantry CJ, Cooper ER, Pelton SI, Zorilla C, Hillyer GV, Diaz C. Seroreversion in human immunodefciency virus
-exposed but uninfected infants. Pediatr Infect Dis J.1995 May;14(5):382-7.
iii Rakusan TA, Parrott RH, Sever JL. Limitations in the laboratory diagnosis of vertically acquired HIV infection. J
Acquir Immune Defc Syndr. 1991;4(2):116 -21.
Antibodi HIV maternal yang ditransfer secara pasif selama kehamilan, dapat
terdeteksi sampai umur anak 18 bulan
ii,iii
oleh karena itu interpretasi hasil
positif uji antibodi HIV menjadi lebih sulit pada usia < 18 bulan.
Bayi yang terpajan HIV dan mempunyai hasil positif uji antibodi HIV pada
usia 9-18 bulan dianggap berisiko tinggi mendapat infeksi HIV, namun
diagnosis defnitif menggunakan uji antibodi HIV hanya dapat dilakukan
saat usia 18 bulan.
Untuk memastikan diagnosis HIV pada anak dengan usia < 18 bulan,
dibutuhkan uji virologi HIV yang dapat memeriksa virus atau komponennya.
Anak dengan hasil positif pada uji virologi HIV pada usia berapapun
dikatakan terkena infeksi HIV.
Anak yang mendapat ASI akan terus berisiko terinfeksi HIV, sehingga
infeksi HIV baru dapat disingkirkan bila pemeriksaan dilakukan setelah ASI
dihentikan > 6 minggu.

Terdapat dua cara untuk menyingkirkan diagnosis infeksi HIV pada bayi
dan anak:
1. Uji virologi HIV negatif pada anak dan bila pernah mendapat ASI,
pemberiannya sudah dihentikan > 6 minggu
HIV-DNA atau HIV-RNA atau antigen p24 dapat dilakukan minimal
usia 1 bulan, idealnya 6-8 minggu untuk menyingkirkan infeksi HIV
selama persalinan. Infeksi dapat disingkirkan setelah penghentian ASI
> 6 minggu.
2. Uji antibodi HIV negatif pada usia 18 bulan dan ASI sudah dihentikan
> 6 minggu
Bila uji antibodi HIV negatif saat usia 9 bulan dan ASI sudah dihentikan
selama 6 minggu, dapat dikatakan tidak terinfeksi HIV.
Uji antibodi HIV dapat dikerjakan sedini-dininya usia 9-12 bulan karena
74% dan 96% bayi yang tidak terinfeksi HIV akan menunjukkan hasil
antibodi negatif pada usia tersebut.
4
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
Positif
Apakah mendapat ASI
selama 6-12 minggu terakhir
Lihat prosedur II.2.2
HIV negatif
Uji Virologi HIV
Tersedia
HIV positif
Tidak tersedia
Uji antibodi HIV
Lihat prosedur VII.2
Prosedure penilaian tindak
lanjut dan tata laksana
setelah konfrmasi diagnosis
HIV (prosedur V)
Anak usia < 18 bulan, sakit berat, pajanar HIV tidak diketahui
dengan tanda dan gejala mendukung infeksi HIV
Negatif
Ya
Tidak
N
e
g
a
t
i
f
Positif
Catatan:
Jika pajanan HIV tidak pasti, lakukan pemeriksaan pada ibu terlebih
dahulu sebelum uji virologi pada anak. Apabila hasil pemeriksaan HIV
pada ibu negatif, cari faktor risiko lain untuk transmisi HIV.
Anak yang mendapat ASI akan terus berisiko terinfeksi HIV, sehingga infeksi
HIV baru dapat disingkirkan bila ASI sudah dihentikan > 6 minggu.
Uji virologi HIV termasuk PCR HIV-DNA atau HIV-RNA (viral load) atau
deteksi antigen p24. Uji virologi HIV dapat digunakan untuk memastikan
diagnosis HIV pada usia berapa pun. Anak usia < 18 bulan dapat membawa
antibodi HIV maternal, sehingga sulit untuk menginterpretasikan hasil
uji antibodi HIV. Oleh karena itu, untuk memastikan diagnosis hanya uji
virologi HIV yang direkomendasikan.
Idealnya dilakukan pengulangan uji virologi HIV pada spesimen yang
berbeda untuk konfrmasi hasil positif yang pertama. Pada keadaan yang
terbatas, uji antibodi HIV dapat dilakukan setelah usia 18 bulan untuk
konfrmasi infeksi HIV.

2.1.1 Bagan Diagnosis HIV Pada Bayi dan Anak < 18 Bulan
Dengan Status HIV Ibu Tidak Diketahui
Diagnosis Infeksi HIV Pada Anak
5
Anak usia < 18 bulan dan
mendapat ASI
Uji virologi HIV Uji antibodi HIV
a
HIV positif
Ya Tidak diketahui
Ibu terinfeksi HIV
Lihat
prosedur
VII.2
Ulang uji virologi
atau antibodi
HIV setelah ASI
sudah dihentikan
> 6 minggu
b
Prosedur penilaian tindak
lanjut dan tata laksana
setelah konfrmasi diagnosis
HIV (prosedur V)
Positif
Negatif
Negatif,
hentikan
ASI
Positif
Hentikan ASI
Catatan:
Bila anak tidak pernah diperiksa uji virologi sebelumnya, masih
mendapatkan ASI dan status ibu HIV positif, sebaiknya segera lakukan
uji virologi pada usia berapa pun.

a Uji antibodi HIV dapat digunakan untuk menyingkirkan infeksi HIV pada anak usia 9-12 bulan.
Sebanyak 74% anak saat usia 9 bulan, dan 96% anak saat usia 12 bulan, tidak terinfeksi HIV dan akan
menunjukkan hasil antibodi negatif.
b Anak yang mendapat ASI akan terus berisiko terinfeksi HIV, sehingga infeksi HIV baru dapat
disingkirkan bila ASI dihentikan > 6 minggu. Hasil uji antibodi HIV pada anak yang pemberian
ASInya sudah dihentikan dapat menunjukkan hasil negatif pada 4-26% anak, tergantung usia anak saat
diuji, oleh karena itu uji antibodi HIV konfrmasi perlu dilakukan saat usia 18 bulan.
2.1.2 Bagan Diagnosis HIV Pada Bayi dan Anak < 18 Bulan
dan Mendapat ASI
6
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
Ulang uji virologi
HIV
Ulang uji virologi atau antibodi IV
setelah ASI dihentikan > 6 minggu
b
HIV negatif
Apakah mendapat
ASI
HIV positif
Anak usia < 18 bulan dengan hasil negatif uji virologi awal dan
terdapat tanda dan gejala HIV selama tindak lanjut
Negatif Tidak
Ya
Positif
2.1.3 Bagan Diagnosis HIV Pada Bayi dan Anak < 18 Bulan,
Status Ibu HIV Positif, Dengan Hasil Negatif Uji Virologi
Awval dan Terdapat Tanda/Gejala HIV Pada Kunjungan
Berikutnya
Atau
Bila ada 1 kriteria berikut:
PCP, meingitis kriptokokus,
kandidiasis esofagus
Toksoplasmosis
Malnutrisi berat yang
tidak membaik dengan
pengobatan standar

Minimal 2 gejala berikut:


Oral thrush
Pneumonia berat
Sepsis berat
Kematian ibu yang berkaitan
dengan HIV atau penyakit
HIV yang lanjut pada ibu
CD4+ < 20%

b Anak yang mendapat ASI akan terus berisiko terinfeksi HIV, sehingga infeksi HIV dapat disingkirkan
bila ASI dihentikan > 6 minggu.
2.1.4 Menegakkan Diagnosis Presumptif HIV Pada Bayi dan
Anak < 18 Bulan dan Terdapat Tanda/Gejala HIV Yang
Berat
Diagnosis Infeksi HIV Pada Anak
7
Catatan:
Menurut defnisi Integrated Management of Childhood Illness (IMCI):
a. Oral thrush adalah lapisan putih kekuningan di atas mukosa yang normal
atau kemerahan (pseudomembran), atau bercak merah di lidah, langit-
langit mulut atau tepi mulut, disertai rasa nyeri. Tidak bereaksi dengan
pengobatan antifungal topikal.
b. Pneumonia adalah batuk atau sesak napas pada anak dengan gambaran
chest indrawing, stridor atau tanda bahaya seperti letargik atau penurunan
kesadaran, tidak dapat minum atau menyusu, muntah, dan adanya kejang
selama episode sakit sekarang. Membaik dengan pengobatan antibiotik.
c. Sepsis adalah demam atau hipotermia pada bayi muda dengan tanda
yang berat seperti bernapas cepat, chest indrawing, ubun-ubun besar
membonjol, letargi, gerakan berkurang, tidak mau minum atau menyusu,
kejang, dan lain-lain.
8
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
Inkonklusif.
Lanjutkan sesuai
pedoman uji HIV
pada dewasa
a
HIV negatif
Ulang uji antibodi HIV setelah ASI
dihentikan > 6 minggu
b
Konfrmasi uji
antibodi HIV
HIV positif HIV positif
Konfrmasi uji
antibodi HIV
Tanda/gejala
sesuai infeksi HIV
Inkonklusif. Lanjutkan sesuai
pedoman uji HIV pada dewasa
a
Uji antibodi HIV
a
Anak usia 18 bulan dengan pajanan HIV atau anak sakit berat, pajanan
HIV tidak diketahui dengan tanda dan gejala mendukung infeksi HIV
Negatif Tidak
Ya
Positif
Ya
Positif
Tidak
Negatif
Positif
Mendapat ASI delam
6 minggu terakhir
Negatif
II.2. Bagan Diagnosis HIV Pada Bayi dan Anak
18 Bulan
a Prosedur uji HIV harus mengikuti pedoman dan algoritma HIV nasional.
b Anak yang mendapat ASI akan terus berisiko terinfeksi HIV, sehingga infeksi HIV dapat disingkirkan
bila ASI dihentikan > 6 minggu.
Diagnosis Infeksi HIV Pada Anak
9
Catatan:
Hasil positif uji antibodi HIV awal (rapid atau ELISA) harus dikonfrmasi
oleh uji kedua (ELISA) menggunakan reagen berbeda. Pada pemilihan
uji antibodi HIV untuk diagnosis, uji pertama harus memiliki sensitivitas
tertinggi, sedangkan uji kedua dan ketiga spesifsitas yang sama atau lebih
tinggi daripada uji pertama. Umumnya, WHO menganjurkan uji yang
mempunyai sensitivitas dan spesifsitas yang sama atau lebih tinggi.
Di negara dengan estimasi prevalensi HIV rendah, uji konfrmasi (uji
antibodi HIV ketiga) diperlukan pada bayi dan anak yang asimtomatik
tanpa pajanan terhadap HIV.
Diagnosis defnitif HIV pada anak > 18 bulan (riwayat pajanan diketahui
atau tidak) dapat dilakukan dengan uji antibodi HIV, sesuai algoritme
pada dewasa.
Uji virologi HIV dapat dilakukan pada usia berapapun.

10
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
3
Penilaian dan Tata Laksana Anak Yang Terpajan
HIV, Usia < 18 Bulan Dengan Penetapan
Diagnosis HIV Belum Dapat Dipastikan Atau
Tidak Memungkinkan
Sudahkah anda melalui prosedur II?
Nilai status nutrisi dan pertumbuhan, dan kebutuhan intervensinya.
Berikan kotrimoksazol untuk mencegah pneumonia Pneumocystis jiroveci
(prosedur IV), juga malari, diare bakterial dan pneumonia
Nilai tanda dan gejala infeksi HIV. Bila ada dan konsisten dengan infeksi HIV
yang berat, pertimbangkan untuk memberi ART (prosedur VI dan lampiran
A, bagian A).
Nilai tanda dan gejala infeksi oportunistik, lakukan prosedur diagnosis dan
berikan terapi bila ada kecurigaan (lihat lampiran A, bagian B).
Nilai situasi keluarga dan beri bimbingan, dukungan dan terapi untuk keluarga
dengan infeksi HIV atau yang berisiko.
Lakukan uji antibodi HIV mulai usia 9-12 bulan. Infeksi HIV dapat
disingkirkan bila antibodi negatif dan bayi sudah tidak mendapat ASI > 6
minggu (prosedur II.3).
Diagnosis HIV pada anak usia < 18 bulan di tempat dengan fasilitas kesehatan
terbatas tidak mungkin dilakukan karena belum tersedia pemeriksaan PCR
DNA-HIV atau RNA-HIV atau antigen p24.

Simpulan Prosedur Uji HIV


Pada usia 12 bulan, seorang anak yang diuji antibodi HIV menggunakan
ELISA atau rapid, dan hasilnya negatif, maka anak tersebut tidak mengidap
infeksi HIV apabila dalam 6 minggu terakhir tidak mendapat ASI.
Bila pada umur < 18 bulan hasil pemeriksaan antibodi HIV positif, uji
antibodi perlu diulangi pada usia 18 bulan untuk menyingkirkan kemungkinan
menetapnya antibodi maternal.
Bila pada usia 18 bulan hasilnya negatif, maka bayi tidak mengidap HIV
asal tidak mndapat ASI selama 6 minggu terakhir sebelum tes. Untuk anak >
18 bulan, cukup gunakan ELISA atau rapid test.
4.1. Bagan Pemberian Kotrimoksazol Pada Bayi
Yang Lahir Dari Ibu HIV Positif
Catatan:
Dosis kotrimoksazol lihat lampiran H.
Lihat pula panduan PMTCT
Pasien dan keluarga harus mengerti bahwa kotrimoksazol tidak mengobati dan
menyembuhkan infeksi HIV. Kotrimoksazol mencegah infeksi yang umum
terjadi pada bayi yang terpajan HIV dan anak imunokompromais dengan tingkat
mortalitas tinggi. Dosis regular kotrimoksazol sangat penting. Kotrimoksazol tidak
menggantikan kebutuhan terapi antiretroviral.
4
Proflaksis Kotrimoksazol (CTX) Untuk
Pneumonia Pnemocystis Jiroveci
Uji virologi HIV usia 6 - 8 minggu
Tidak tersedia Tersedia
Bayi terpajan HIV
Ya
Positif
Negatif
Mulai kotrimoksazol saat usia 4 - 6 minggu
dan dilanjutkan hingga infeksi HIV dapat
disingkirkan (lihat prosedur II)
HIV positif Hentikan
kotrimoksazol, kecuali
mendapat ASI
Lanjutkan kotrimoksazol
hingga usia 12 bulan atau
diagnosis HIV dengan cara
lain sudah disingkirkan
Prosedur penilaian tindak lanjut
dan tata laksana setelah konfrmasi
diagnosis HIV (prosedur V)
Bayi dan anak
terpajan HIV
Bayi dan anak terinfeksi HIV
< 1 tahun 1-5 tahun > 6 tahun
Proflaksis
kotrimoksazol
secara umum
diindikasikan
mulai 4-6 minggu
setelah lahir dan
dipertahankan
sampai tidak ada
risiko transmisi
HIV dan infeksi
HIV disingkirkan
Proflaksis
kotrimoksazol
diindikasikan tanpa
melihat persentase
CD4+ atau status
klinis
Stadium WHO
2-4 tanpa melihat
persentase CD4+
ATAU Stadium
WHO berapapun
dengan CD4+ <
25%
Stadium WHO
berapapun dan
CD4+ < 350
ATAU Stadium
WHO 3 atau 4 dan
berapapun nilai
CD4+
Catatan:
Bila fasilitas kesehatan terbatas, kotrimoksazol dapat mulai diberikan bila
CD4+ < 25% pada usia < 5 tahun atau < 350 sel/mm3 pada usia > 6
tahun, dengan tujuan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas yang
dikaitkan dengan malaria, diare bakterial, pneumonia dan pencegahan
PCP serta toksoplasmosis.
Anak asimtomatik umur > 12 bulan (Stadium I WHO) tidak memerlukan
proflaksis kotrimoksasol. Tetapi dianjurkan untuk mengukur hitung
CD4+ karena pada anak yang asimtomatik, profl laboratorium dapat
menunjukkan sudah terjadinya imunodefsiensi.

4.2. Inisiasi Proflaksis Kotrimoksazol Pada Anak


Proflaksis Kotrimoksazol (CTX) Untuk Pneumonia Pnemocystis Jiroveci
13
Nilai status nutrisi dan pertumbuhan, dan kebutuhan intervensinya.
Nilai status imunisasi dan berikan imunisasi yang sesuai.
Nilai tanda dan gejala infeksi oportunistik (lihat lampiran A) dan pajanan
TB. Bila dicurigai terdapat infeksi oportunistik (IO), lakukan diagnosis dan
pengobatan IO sebelum pemberian ART.

Lakukan penilaian stadium penyakit HIV menggunakan kriteria klinis


(Stadium klinis WHO 1 sampai 4) (prosedur VI, lampiran A bagian A).
Pastikan anak mendapat kotrimoksazol (prosedur IV).
Identifkasi pemberian obat lain yang diberikan bersamaan termasuk obat
tradisional, yang mungkin mempunyai interaksi obat dengan ARV.

Lakukan penilaian status imunologis (stadium WHO) (prosedur VI)


Periksa persentase CD4+ (pada anak < 5 tahun) dan hitung CD4+ (pada
anak 5 tahun).
Hitung CD4+ dan persentasenya memerlukan pemeriksaan darah tepi
lengkap.
Hitung limfosit total merupakan pilihan yang dapat digunakan untuk memulai
pemberian ART bila pemeriksaan CD4+ tidak tersedia (prosedur VI).

5
Penilaian dan Tata Laksana Setelah
Diagnosis Infeksi HIV Ditegakkan
Sudahkah anda mengerjakan prosedur II, III dan IV?
Nilai apakah anak sudah memenuhi kriteria pemberian ART (prosedur VII).
Nilai situasi keluarga termasuk jumlah orang yang terkena atau berisiko
terinfeksi HIV dan situasi kesehatannya
Identifkasi orang yang mengasuh anak ini dan kesediaannya untuk
mematuhi pengobatan dan pemantauan pada anak terutama ART.
Nilai pemahaman keluarga mengenai infeksi HIV dan pengobatannya
serta informasi mengenai status infeksi HIV dalam keluarga.
Nilai status ekonomi, termasuk kemampuan untuk membiayai perjalanan
ke klinik, kemampuan membeli atau menyediakan tambahan makanan
untuk anak yang sakit dan kemampuan membayar bila ada penyakit yang
lain, dan mampu menyediakan lemari pendingin untuk obat ARV tertentu.

Catatan:
Keberhasilan pengobatan ART pada anak memerlukan kerjasama
pengasuh atau orang tua, karena mereka harus memahami tujuan pengobatan,
mematuhi program pengobatan dan pentingnya kontrol. Bila banyak yang
mengasuh si anak, saat akan memulai pengobatan ART maka harus ada satu
yang utama, yang memastikan bahwa anak ini minum obat.
Pemantauan dan pengobatan harus diatur menurut situasi dan kemampuan
keluarga. JANGAN MULAI MEMBERIKAN ARV kecuali bila keluarga
sudah siap dan patuh. Bimbingan dan konseling terus menerus perlu diberikan
bagi anggota keluarga yang lain agar mereka memahami penyakit HIV dan
mendukung keluarga yang mengasuh anak HIV. Umumnya orangtua dan
anak lain dalam keluarga inti tersebut juga terinfeksi HIV, maka penting bagi
manajer program untuk memfasilitasi akses terhadap terapi untuk anggota
keluarga lainnya. Kepatuhan berobat umumnya didapat dengan pendekatan
terapi keluarga.
Penilaian dan Tata Laksana Setelah Diagnosis Infeksi HIV Ditegakkan
15
Klasifkasi WHO berdasarkan penyakit yang secara klinis
berhubungan dengan HIV
Klinis Stadium klinis WHO
Asimtomatik 1
Ringan 2
Sedang 3
Berat 4
(lihat lampiran A, bagian A.)
Catatan:
Stadium klinis anak yang tidak diterapi ART dapat menjadi prediksi
mortalitasnya.
Stadium klinis dapat digunakan untuk memulai pemberian kotrimoksazol
dan memulai ART khususnya bila pemeriksaan CD4+ tidak tersedia.
6.2. Kriteria Imunologis
6.2.1 Berdasarkan CD4+
Klasifkasi WHO tentang imunodefsiensi HIV menggunakan CD4+
Imunodefsiensi
Nilai CD4+ menurut umur
< 11 bulan (%) 1235 bulan (%) 3659 bulan (%) 5 tahun (sel/mm
3
)
Tidak ada > 35 > 30 > 25 > 500
Ringan 30 35 25 30 20 25 350 499
Sedang 25 30 20 25 15 20 200 349
Berat < 25 < 20 < 15 < 200 atau < 15%
6.1. Kriteria Klinis
6 Stadium HIV Pada Anak
Catatan:
CD4+ adalah parameter terbaik untuk mengukur imunodefsiensi.
Digunakan bersamaan dengan penilaian klinis. CD4+ dapat menjadi
petunjuk dini progresivitas penyakit karena nilai CD4+ menurun lebih
dahulu dibandingkan kondisi klinis.
Pemantauan CD4+ dapat digunakan untuk memulai pemberian ARV
atau penggantian obat.
Makin muda umur, makin tinggi nilai CD4+. Untuk anak < 5 tahun
digunakan persentase CD4+. Bila 5 tahun, persentase CD4+ dan nilai
CD4+ absolut dapat digunakan.
Ambang batas kadar CD4+ untuk imunodefsiensi berat pada anak 1
tahun sesuai dengan risiko mortalitas dalam 12 bulan (5%). Pada anak
< 1 tahun atau bahkan < 6 bulan, nilai CD4+ tidak dapat memprediksi
mortalitas, karena risiko kematian dapat terjadi bahkan pada nilai CD4+
yang tinggi.

6.2.2 Berdasarkan Hitung Limfosit Total (Total Lymphocyte


Count, TLC)
Catatan:
Hitung limfosit total (TLC) digunakan bila pemeriksaan CD4+ tidak
tersedia untuk kriteria memulai ART (imunodefsiensi berat) pada anak
dengan stadium 2.
Hitung TLC tidak dapat digunakan untuk pemantauan terapi ARV
Perhitungan TLC = % limfosit X hitung total leukosit.

Klasifkasi imunodefsiensi WHO menggunakan TLC


Nilai TLC berdasarkan umur
< 11 bulan
(sel/mm3)
12 - 35 bulan
(sel/mm3)
36-59 bulan
(sel/mm3)
5 tahun
(sel/mm3)
TLC <4000 <3000 <2500 <2000
CD4+ <1500 <750 <350 atau <200
Stadium HIV Pada Anak
17
7.1 Bagan Pemberian ART Menggunakan Kriteria Klinis
Anak dengan
HIV positif
Stadium WHO
3 atau 4
CD4+
menunjukkan
imonodefsiensi
berat yang
dikaitkan
dengan HIV
Ulang
pemeriksaan
CD4+ dengan
sampel
berbeda
Ya
Ya
Anak usia
> 12 bulan
Pemeriksaan
CD4+ tersedia
TB, LIP,
OHL atau
trombositopenia
Tidak Tidak
Mulai ART
Jika CD4+ tidak
menunjukkan
imunodefsiensi berat
yang dikaitkan dengan
HIV, tunda ART
Ya
Ya
Ya
T
i
d
a
k
Tidak
T
i
d
a
k
TB = tuberculosis, LIP = lymphoid-interstitial pneumonitis, OHL = oral hairy leukoplakia
7.1. Kriteria Klinis
7
Kriteria Pemberian ART Menggunakan
Kriteria Klinis dan Imunologis
Sudahkah anda mengerjakan prosedur V dan VI?
Catatan:
Risiko kematian tertinggi terjadi pada anak dengan stadium klinis 3 atau
4, sehingga harus segera dimulai ART.
Anak usia < 12 bulan dan terutama < 6 bulan memiliki risiko paling tinggi
untuk menjadi progresif atau mati pada nilai CD4+ normal.
Pada anak > 12 bulan dengan tuberkulosis (TB), khususnya pulmonal
dan kelenjar serta lymphoid-interstitial pneumonitis (LIP), kadar CD4+ harus
diperiksa untuk menentukan kebutuhan dan waktu pemberian ART. Bila
mungkin lakukan tes CD4+ saat anak tidak dalam kondisi sakit akut.
Nilai CD4+ dapat berfuktuasi menurut individu dan penyakit yang
dideritanya. Bila mungkin harus ada 2 nilai CD4+ di bawah ambang batas
sebelum ART dimulai.
Bila belum ada indikasi untuk ART lakukan evaluasi klinis dan nilai CD4+
setiap 3-6 bulan sekali, atau lebih sering pada anak dan bayi yang lebih
muda. Pemantauan TLC tidak diperlukan.
Bila terdapat > 2 gejala yang memenuhi stadium 2 WHO dan pemeriksaan
CD4+ tidak tersedia maka dianjurkan untuk memulai pemberian ART
(prosedur IV.2).

Kriteria Pemberian ART Menggunakan Kriteria Klinis dan Imunologis


19
7.2 Bagan Pemberian ART Pada Anak < 18 Bulan
Tanpa Konfrmasi Infeksi HIV Dengan Tanda
Dan Gejala Penyakit HIV Yang Berat (Lanjutan
Prosedur 2.1.4)
Simpulan Penggunaan Kriteria Klinis dan Imunologis
Anak < 18 bulan dengan uji antibodi HIV positif dan berada dalam kondisi
klinis yang berat dan tes PCR tidak tersedia harus segera mendapat terapi
ARV setelah kondisi klinisnya stabil. Tes antibodi harus diulang pada usia
18 bulan.
Anak < 18 bulan dengan uji PCR positif dan kondisi klinis yang berat
atau tanpa gejala tetapi dengan persentase CD4+ < 25% harus mendapat
ART secepatnya. Tes antibodi harus dilakukan pada usia 18 bulan.
Anak > 18 bulan dengan hasil uji antibodi positif dan apakah sedang
dalam kondisi klinis yang berat atau CD4 < 25% sebaiknya juga
mendapat ART.
1.
2.
3.
a
Pada anak dengan diagnosis presumptif HIV dan imunodefsiensi berat, penentuan stadium klinis
tidak mungkin dilakukan.
b
Diagnosis presumptif lihat prosedur 2.1.4
Uji antibodi HIV positif
a
Diagnosis presumptif
infeksi HIV
b
Anak usia < 18 bulan dengan
status infeksi belum pasti
Jangan mulai ART lanjutkan
pemantauan
Mulai ART (prosedur IX)
Ya
Ya
Tidak
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
20
Pemantauan teratur direkomendasikan untuk:
Memantau tumbuh kembang dan memberi layanan rutin lainnya
Mendeteksi dini kasus yang memerlukan ART.
Menangani penyakit terkait HIV atau sakit lain yang bersamaan, yang
bila secara dini ditangani dapat memperlambat perjalanan penyakit.
Memastikan kepatuhan berobat pasien, khususnya proflaksis
kotrimoksazol.
Memantau hasil pengobatan dan efek samping.
Konseling.

Selain hal-hal di atas, orangtua anak juga dianjurkan untuk membawa anak
bila sakit. Apabila anak tidak dapat datang, maka usaha seperti kunjungan
rumah dapat dilakukan.
8
Pemantauan Anak Terinfeksi HIV Yang
Tidak Mendapat ART
Item Dasar
Bulan
1
Bulan
2
Bulan
3
Bulan
6
Setiap
6
bulan
Klinis
Evaluasi klinis X X
1
X
1
X
1
X X
Berat dan tinggi
badan
X X X X X X
Status nutrisi dan
kebutuhannya
X X X X X X
Kebutuhan CTX
dan kepatuhan
berobat
2
X X X X X X
Konseling
untuk mencegah
pemakaian narkoba,
penularan PMS dan
kehamilan
5
X X X
Pencegahan IO dan
pengobatan
6
X X X X X X
Laboratorium
Hb and leukosit X X
SGPT
3
X
CD4+% atau
absolut
4
X X
1
Termasuk anamnesis, pemeriksaan fsik dan penilaian tumbuh kembang. Untuk anak < 12 bulan,
frekuensi pemantauan harus lebih sering karena risiko progresiftas tinggi.
2
Lihat prosedur IV dan lampiran H yang merujuk pemberian proflaksis kotrimoksazol.
3
SGPT pada awal adalah pemantauan minimal untuk kerusakan hati. Bila nilai SGPT > 5 kali nilai
normal, maka perlu dilakukan pemeriksaan fungsi hati yang lengkap, dan juga hepatitis B serta
hepatitis C.
4
CD4+ % digunakan untuk anak < 5 tahun. Untuk anak > 5 tahun, gunakan nilai absolut CD4+. TLC
dapat digunakan bila penilaian CD4+ tidak tersedia untuk mengklasifkasi imunodefsiensi berat dan
memulai pemberian ART.
5
Pada remaja putri berikan konseling mengenai pencegahan kehamilan dan penyakit menular seksual
(PMS). Konseling juga meliputi pencegahan transmisi HIV kepada orang lain, dan risiko transmisi
HIV kepada bayi.
6
Lakukan penilaian pajanan TB (lampiran B dan G).
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
22
9
Persiapan Pemberian ART
Pastikan Anda mengerjakan prosedur II hingga VII dahulu
Memulai pemberian ART bukan suatu keadaan gawat darurat. Namun
setelah ART dimulai, obat ARV harus diberikan tepat waktu setiap hari.
Ketidakpatuhan berobat merupakan alasan utama kegagalan pengobatan.
Memulai pemberian ART pada saat anak atau orangtua belum siap dapat
mengakibatkan kepatuhan yang buruk dan resistesi ART.

Persiapan pengasuh anak Persiapan anak


Pengasuh harus mampu untuk:
Mengerti perjalanan penyakit infeksi HIV pada
anak, keuntungan dan efek samping ART
Mengerti pentingnya meminum ARV tepat
waktu setiap hari dan mampu memastikan
kepatuhan berobat
Bertanggung jawab langsung untuk mengamati
anak meminum ARV setiap hari
bertanggung jawab untuk memastikan
kepatuhan berobat pada remaja. Pemantauan
langsung konsumsi obat pada remaja mungkin
tidak diperlukan. Pengasuh dapat memberikan
tanggung jawab kepada remaja tersebut untuk
meminum ARV
Menyimpan ARV secara tepat
Menunjukkan cara mencampur atau mengukur ART
Mampu menyediakan ART, pemantauan
laboratorium dan transportasi ke rumah sakit
bila diperlukan

Anak yang mengetahui status HIV mereka


(penjelasan diberikan oleh tenaga kesehatan sesuai
tingkat kedewasaan anak) harus mampu untuk:
Mengerti perjalanan penyakit infeksi HIV,
keuntungan dan efek samping ART
Mengerti pentingnya meminum ARV tepat
waktu setiap hari dan mampu patuh berobat
Anak yang tidak mengetahui status HIV mereka
harus diberikan penjelasan mengenai alasan
meminum ARV dengan menggunakan penjelasan
sesuai umur tanpa harus menggunakan kata HIV
atau AIDS. Mereka harus mampu untuk:
Siap dan setuju untuk mendapat ART
(tergantung maturitas, namun biasanya pada
anak > 6 tahun. Penjelasan diberikan oleh
tenaga kesehatan sesuai tingkat maturitas
anak)
Mengerti pentingnya meminum ARV tepat
waktu setiap hari dan mampu patuh berobat

Setuju dengan rencana pengobatan


Pengasuh/anak dan tenaga kesehatan setuju dalam rejimen ART dan perjanjian
tindak lanjut (follow up) yang dapat dipatuhi oleh pengasuh/anak
Penilaian persiapan pengobatan dan faktor lain yang dapat mempengaruhi kepatuhan
Nilai pemahaman pengasuh/anak mengenai alasan meminum ARV, respon pengobatan, efek samping
dan bagaimana ART diminum (dosis, waktu dan hubungannya dengan makanan)
Nilai faktor yang dapat memenuhi status HIV. Membuka status HIV bukan prasyarat untuk memulai
ART, namun membuka status HIV dianjurkan bila pengasuh siap dan anak dianggap matur dan dapat
menyimpan rahasia. Dukungan tenaga kesehatan diperlukan

10.1 Rejimen Lini Pertama Yang Direkomendasikan


Adalah 2 Nucleoside Reverse Transcriptase
Inhibitor (NRTI) + 1 Non-nucleoside Reverse
Transcriptase Inhibitor (NNRTI)
Berdasarkan ketersediaan dan pedoman ART, terdapat 3 kombinasi
NRTI yang dapat diberikan. Sebagian besar ARV yang tersedia untuk dewasa
juga bisa digunakan untuk anak-anak, tetapi bentuk sediaan obat yang khusus
anak belum tentu tersedia, oleh karena itu diperlukan modifkasi pemberian,
dalam bentuk pembagian tablet dan pembuatan puyer. Sekarang sudah ada
tablet ARV kombinasi dosis tetap (fxed dose combination = FDC) yang
direkomendasikan oleh WHO, yang mengandung stavudin (d4T), lamivudin
(3TC) dan nevirapin (NVP). Meskipun zidovudin (AZT) lebih dianjurkan
sebagai pilihan pertama untuk ARV, tetapi dengan mudahnya pemberian FDC,
maka saat ini mulai banyak digunakan di negara lain.
Langkah 1: Pilih 1 NRTI untuk dikombinasi dengan 3TC
a
:
NRTI Keuntungan Kerugian
Zidovudin(AZT)
b

dipilih bila
Hb > 7,5 g/dl)
AZT kurang
menyebabkan
lipodistrof dan
asidosis laktat
AZT tidak
memerlukan
penyimpanan di
lemari pendingin

AZT kurang
Efek samping inisial
gastrointestinal AZT lebih
banyak
Dalam bentuk sirup AZT
jauh lebih banyak dan
toleransi pasien rendah
Anemia dan neutropenia
berat dapat terjadi.
Pemantauan darah tepi
lengkap sebelum dan
sesudah terapi berguna
terutama pada daerah
endemik malaria

10
Rekomendasi ART
NRTI Keuntungan Kerugian
Stavudin(d4T)
c
d4T memiliki
efek samping
gastrointesinal dan
anemia lebih sedikit
dibandingkan AZT
d4T lebih sering
menimbulkan lipodistrof,
asidosis laktat dan neuropati
perifer
Sirup d4T memerlukan
penyimpanan lemari
pendingin. Kapsul terkecil
adalah 15 mg, cukup untuk
anak dengan berat > 15 kg
ke atas

Abacavir(ABC) ABC paling sedikit


menimbulkan
lipodistrof dan
asidosis laktat
Toksisitas hematologik
ABC sedikit dan
toleransi baik
ABC tidak
memerlukan lemari
pendingin
ABC mempunyai
efkasi baik

ABC dihubungkan dengan


potensi hipersensitivitas fatal
sebesar 3% pada anak-anak
di negara maju
ABC lebih mahal dari AZT
and d4T dan tidak ada
bentuk generik

a 3TC dapat digunakan pada 3 kombinasi karena memiliki catatan efkasi, keamanan dan tolerabilitas
yang baik. Namun mudah timbul resistensi bila tidak patuh minum ARV.
b Zidovudin (AZT) merupakan pilihan utama. Namun bila Hb anak < 8 gr/dl maka dapat
dipertimbangkan pemberian Abacavir(ABC) atau Stavudin(d4T). Karena FDC belum ada yang
mengandung AZT, maka bila digunakan FDC, secara langsung digunakan d4T.
c Dengan adanya risiko lipodistrof pada penggunaan d4T jangka panjang, maka dipertimbangkan
mengubah d4T ke AZT (bila Hb anak > 8 gr/dl). Tetapi risiko ini rendah dan dokter perlu
mempertimbangkan masak-masak antara ketersediaan dan kemudahan penggunaan FDC.
Rekomendasi ART
25
Langkah 2: Pilih 1 NNRTI
1 NNRTI Keuntungan Kerugian
Nevirapin
(NVP)
a,b
NVP dapat diberikan pada
semua umur
Tidak memiliki efek teratogenik
Tersedia dalam bentuk pil dan
sirup.Tidak memerlukan lemari
pendingin
NVP merupakan salah satu
kombinasi obat yang dapat
digunakan pada anak yang lebih
tua

Insidens ruam lebih tinggi dari EFV. Ruam


NVP mungkin berat dan mengancam jiwa
Dihubungkan dengan potensi
hepatotoksisitas yang mampu mengancam
jiwa
Keduanya lebih sering terjadi pada perempuan
dengan CD4+ > 250 cells/mm
3
, karenanya
jika digunakan pada remaja putri, pemantauan
ketat pada 12 minggu pertama kehamilan
diperlukan (risiko toksik tinggi)
Rifampisin menurunkan kadar NVP lebih
berat dari EFV

Efavirenz
(EFV)
b
EFV menyebabkan ruam dan
hepatotoksisitas lebih sedikit
dari NVP. Ruam yang muncul
umumnya ringan
Kadarnya lebih tidak
terpengaruh oleh rifampisin
dan dianggap sebagai NNRTI
terpilih pada anak yang
mendapat terapi TB
Pada anak yang belum dapat
menelan kapsul, kapsul EFV dapat
dibuka dan ditambahkan pada
minuman atau makanan

EFV hanya dapat digunakan pada anak 3


tahun atau BB 10 kg
Gangguan SSP sementara dapat terjadi pada
26-36% anak, jangan diberikan pada anak
dengan gangguan psikiatrik berat
EFV memiliki efek teratogenik, harus dihindari
pada remaja putri yang potensial untuk hamil
Tidak tersedia dalam bentuk sirup
EFL lebih mahal daripada NVP

a Anak yang terpajan oleh Nevirapin (NVP) dosis tunggal sewaktu dalam program pencegahan
penularan ibu ke anak (PMTCT) mempunyai risiko tinggi untuk resistensi NNRTI, namun saat ini
tidak ada data apakah perlu untuk mengganti regimen berbasis NNRTI. Oleh karena itu, 2 NRTI + 1
NNRTI tetap merupakan pilihan utama untuk anak-anak tersebut.
b NNRTI dapat menurunkan kadar obat kontrasepsi yang mengandung estrogen. Kondom harus selalu
digunakan untuk mencegah penularan HIV tanpa melihat serostatus HIV. Remaja putri dalam masa
reproduktif yang mendapat EFV harus menghindari kehamilan (lampiran C).
Ringkasan pemilihan ART lini pertama
Pilih 3 obat dengan warna yang berbeda, kecuali bila tersedia FDC, otomatis
menggunakan d4T, 3TC, dan NVP
3TC
d4T EFV
AZT NVP
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
26
10.2 Rejimen Lini Pertama Bila Anak Mendapat
Terapi TB Dengan Rifampisin
Jika terapi TB telah berjalan, maka ART yang digunakan:
Rejimen terpilih Rejimen yang terpilih/alternatif
2 NRTI + EFV (anak > 3 tahun) AZT atau d4T + 3TC + ABC
2NRTI + NVP
a
Sesudah terapi TB selesai alihkan ke
rejimen lini pertama 2NRTI + NVP atau
EFV untuk efkasi lebih baik
Lanjutkan rejimen sesudah terapi TB
selesai
2 NRTI + NVP Ganti ke 2 NRTI + ABC atau 2 NRTI +
EFV (umur > 3 tahun)
a
Pada anak tidak ada informasi mengenai dosis yang tepat untuk NVP dan EFV bila digunakan
bersamaan dengan rifampisin. Bila terdapat perangkat pemeriksaan fungsi hati, dosis NVP dapat
dinaikkan 30%. Sedangkan dosis standar EFV tetap dapat digunakan.
Catatan:
Apabila diagnosis TB ditegakkan, terapi TB harus dimulai lebih dahulu dan
ART diberikan 2-8 minggu setelah timbul toleransi terapi TB dan untuk
menurunkan risiko sindrom pulih imun (immune reconstitution infammatory
syndrome, IRIS).
Keuntungan dan kerugian memilih AZT atau d4T + 3TC + ABC :
Keuntungan : Tidak ada interaksi dengan rifampisin.
Kerugian : Kombinasi ini memiliki potensi yang kurang
dibandingkan 2 NRTI + EFV. ABC lebih mahal dan
tidak ada bentuk generik.

Rekomendasi ART
27
Rejimen yang dipakai saat ini Rejimen yang terpilih/alternatif
2 NRTI + ABC Teruskan
2 NRTI + EFV Teruskan
2 NRTI + NVP Ganti ke 2 NRTI + ABC atau 2 NRTI +
EFV (umur > 3 tahun)
Catatan:
Tidak ada interaksi obat antara NRTI dan rifampisin.
Rifampisin menurunkan kadar NVP sebesar 20-58% dan kadar EFV
sebesar 25%. Belum ada informasi perubahan dosis NVP dan EFV
bila digunakan bersama rifampisin. Bila terdapat perangkat pemeriksaan
fungsi hati, dosis NVP dapat dinaikkan 30%. Sedangkan dosis standar
EFV tetap dapat digunakan.
Obat TB lain tidak ada yang berinteraksi dengan ART.
Pada pengobatan TB, rifampisin adalah bakterisidal terbaik dan harus
digunakan dalam rejimen pengobatan TB, khususnya dalam 2 bulan
pertama pengobatan. Pergantian terapi TB dari rifampisin ke non
rifampisin dalam masa pemeliharaan tergantung pada kebijakan dokter
yang merawat.
Efek hepatotoksisitas obat anti TB dan NNRTI dapat tumpang tindih,
karena itu diperlukan pemantauan fungsi hati.
Tetap waspadai kemungkinan sindrom pulih imun (IRIS)

Jika akan memulai terapi TB pada anak yang sudah mendapat ART:
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
28
Tenaga kesehatan perlu memahami masalah orangtua/anak dan dapat
memberikan dukungan yang positif.
Meminum ARV tepat waktu setiap hari bukanlah tugas yang mudah.
Tenaga kesehatan tidak boleh mencerca atau menegur apabila pengasuh/
anak tidak patuh, namun bekerja sama dengan mereka untuk menyelesaikan
masalah yang mempengaruhi kepatuhan.

b. Dosis tidak tepat


Tenaga kesehatan harus memastikan pada setiap kunjungan:
dosis setiap ARV
cara penyiapan ARV
cara penyimpanan ARV

c. Efek samping
Efek samping yang berat harus diperhatikan dan ditangani dengan tepat
Efek samping minor yang tidak mengancam jiwa sering tidak dipantau atau
ditatalaksana dan mungkin menjadi alasan ketidakpatuhan
Lipodistrof dapat menyebabkan remaja berhenti minum obat

d. Lain-lain
Banyak alasan lain yang menyebabkan anak tidak patuh dalam berobat.
Contohnya hubungan yang tidak baik antara tenaga kesehatan dengan keluarga,
penyakit lain yang menyebabkan pengobatan anak bertambah, masalah sosial,
perubahan pengasuh, pengasuh utama sakit, dan lain-lain.

a. Dosis terlewat (misses doses)


Tanyakan apakah anak telah melewatkan dosis dalam 3 hari terakhir dan sejak
kunjungan terakhir
Tanyakan waktu anak meminum ARV
Tanyakan alasan ketidakpatuhan
Dosis terlewat dapar terjadi:
waktu minum obat tidak sesuai dengan kebiasaan hidup pengasuh/anak
Rejimen obat susah diminum karena ukuran pil besar atau volume sirup, rasa
tidak enak
Masalah penyediaan ART (fnansial, resep inadekuat)
Anak menolak (khususnya pada anak yang lebih tua yang jenuh minum obat
atau tidak mengetahui status HIV-nya)

Alasan tidak patuh


11
Memastikan Kepatuhan Jangka
Panjang dan Respons Yang Baik
Terhadap ART
Kerja sama tim antara tenaga kesehatan, pengasuh dan anak dibutuhkan untuk
memastikan kepatuhan jangka panjang dan respons yang baik terhadap ART
Tata laksana
Mencari yahu alasan jadwal ARV tidak ditepati, untuk:
mencari tahu waktu minum obat yang sering terlewat
mencari tahu alasan dosis terlewat saat waktu tersebut
bekerjasama dengan keluarga untuk mengatur jadwal yang sesuai
dapat menggunakan alat bantu seperti boks pil atau jam alarm
Mencari tahu alasan rejimen ARV susah diminum
bekerjasama dengan keluarga untuk mengatur rejimen/formula
yang sesuai
melatih menelan pil untuk mengurangi jumlah sirup yang diminum
Mencari tahu alasan penyediaan ARV terganggu
bantu pengasuh untuk menyelesaikan masalah ini
Mencari tahu alasan anak menolak ART
konseling, khususnya peer group counseling
apabila anak tidak mengetahui status HIV, tenaga kesehatan bekerja
sama dengan pengasuh untuk membuka status HIV

Solusi yang disarankan


Tata laksana
Alat bantu seperti boks pil. Dapat juga kartu tertulis atau bergambar
mengenai keterangan rejimen secara rinci
Periksa dosis dan minta pengasuh/anak untuk menunjukkan cara
menyiapkan ART
Sesuaikan dosis menurut TB/BB anak

Tata laksana
Efek samping harus ditangani dengan tepat, tanpa melihat derajat
keparahan
Tenaga kesehatan perlu memperhatikan efek samping minor dan apa
yang dirasakan anak
Pertimbangkan mengubah ART pada rejimen yang kurang
menyebabkan lipodistrof

Tata laksana
Tenaga kesehatan perlu menciptakan lingkungan yang mendukung
dan bersahabat sehingga pengasuh/anak merasa nyaman untuk
menceritakan masalah yang menjadi penyebab ketidakpatuhan
Atasi penyakit sesuai prioritas, menghentikan atau modifkasi ART
mungkin diperlukan
Melibatkan komunitas di luar klinik sebagai kelompok pendukung

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
30
Item Dasar
Bulan
1
Bulan
2
Bulan
3
Bulan
4
Setiap
2-3
bulan
Bila
ada
gejala
Klinis
Evaluasi klinis X X X X X X X
Berat dan tinggi
badan
X X X X X X
Perhitungan dosis
ART
1
X X X X X X
Obat lain yang
bersamaan
2
X X X X X X
Nilai kepatuhan
minum obat
3
X X X X X
1 Pasien anak yang diberi ART dengan cepat bertambah berat dan tingginya sesuai dengan
pertumbuhan, karenanya penghitungan dosis harus dilakukan setiap kontrol. Dosis yang terlalu rendah
akan menimbulkan resistensi.
2 Obat yang diminum bersamaan harus ditanyakan setiap kali kunjungan seperti apakah kotrimoksazol
diminum (pada anak yang terindikasi) atau ada obat lain yang potensial berinteraksi dengan ART
(lampiran D).
3 Kepatuhan minum obat ditanyakan dengan cara menanyakan dosis yang terlewat dan waktu anak
minum obat. Yang ideal adalah menghitung sisa tablet atau puyer, atau sisa sirup bila tersedia
sediaan sirup.
12
Pemantauan Setelah Mulai
Mendapat ART
Item Dasar
Bulan
1
Bulan
2
Bulan
3
Bulan
4
Setiap
2-3
bulan
Bila
ada
gejala
Laboratorium
Hb dan leukosit
4
X X
Kimia darah
lengkap
5
X
Tes kehamilan
pada remaja
6
X X
CD4+%
7
X X X
Catatan:
Apabila anak tidak dapat datang untuk tindak lanjut, maka harus diupayakan
untuk menghubungi anak/orang tua (misalnya dengan telepon atau kunjungan
rumah). Pengasuh harus didorong untuk membawa anak bila sakit, khususnya
pada beberapa bulan pertama pemberian ART karena adanya efek samping
dan intoleransi.
4 Pemantauan kadar hemoglobin (Hb) dan leukosit harus dilakukan bila anak menerima AZT pada
bulan 1, 2 dan ke 3.
5 Pemeriksaan kimia darah lengkap meliputi enzim-enzim hati, fungsi ginjal, glukosa, lemak, amilase,
lipase dan elektrolit. Pemantauan bergantung pada gejala dan obat ART yang dipilih. Pada remaja putri
dengan CD4+ > 250 sel/mm
3
pemantauan fungsi hati dalam 3 bulan pertama ART dipertimbangkan
bila memakai NVP. Juga pada kasus anak dengan koinfeksi hepatitis B dan C atau penyakit hati
lainnya.
6 Tes kehamilan harus dilakukan pada remaja putri yang akan mendapat EFV, dan juga dilakukan
konseling keluarga.
7 Apabila terdapat perburukan klinis, maka pemeriksaan CD4+ lebih awal dilakukan. Hitung limfosit
total tidak dapat digunakan untuk pemantauan terapi ART sehingga tidak dapat menggantikan CD4+.
Bila pemeriksaan CD4+ tidak tersedia, gunakan parameter klinis untuk pemantauan.
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
32
13.1. Bagan Evaluasi Anak Dengan Art Pada
Kunjungan Berikutnya (follow up visit)
Lanjutkan ART
Lihat
prosedur 13.2
Ulangi konsultasi
kepatuhan berobat
Memperkuat
dukungan pengobatan
Kepatuhan
berobat baik
Ulangi konsultasi
nutrisi Memperkuat
dukungan nutrisi
Perbaikan klinis
Dukungan
nutrisi baik
Anak dengan ART pada
kunjungan berikutnya
Ya
Ya
Ya
Tidak Tidak
Tidak
13 Evaluasi Respons Terhadap ART
a Perbaikan laboratorium (biasanya terjadi dalam 24 minggu)
Kenaikan hitung atau persentase CD4+.
Kenaikan kadar hemoglobin, leukosit dan trombosit.
13.2. Bagan Evaluasi Respons Terhadap ART Pada
Anak Tanpa Perbaikan Klinis Pada Kunjungan
Berikutnya (follow up visit)
Ya
Perbaikan laboratorium:
biasanya dalam 24 minggu
a
Kepatuhan
berobat baik
Dukungan
nutrisi baik
Anak dengan ART pada
kunjungan berikutnya
Ya
Ya
Tidak Tidak
Tidak
Ulangi konsultasi
nutrisi Memperkuat
dukungan nutrisi
Ulangi konsultasi
kepatuhan berobat
Memperkuat
dukungan pengobatan
Lihat
prosedur 13.3
Lanjutkan ART
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
34
Catatan:
Sesuai stadium klinis 3 dan 4 WHO, kejadian klinis baru didefnisikan sebagai
infeksi oportunistik yang baru atau penyakit yang biasanya berhubungan
dengan HIV
13.3. Bagan Evaluasi Respons Terhadap ART Pada
Anak Tanpa Perbaikan Klinis dan Imunologis
Pada Kunjungan Berikutnya (follow up visit)
IRIS
Infeksi
oportunistik baru
Anak dengan ART tanpa perbaikan klinis
dan imunologis pada kunjungan berikutnya
Timbulnya
penyakit baru
Periksa penyebab
Lanjtkan ART
Terkait ARV
Toksisitas
Interaksi obat
Jika ART >
24 minggu,
pertimbangkan
kegagalan
pengobatan

Lanjtkan ART
Penyakit
anak biasa
Ya
Tidak
Lihat
prosedur 13.3
Evaluasi Respons Terhadap ART
35
Tentukan beratnya toksisitas
Evaluasi obat yang diminum bersamaan, dan tentukan apakah toksisitas terjadi karena
(satu atau lebih) ARV atau karena obat lainnya
Pertimbangkan proses penyakit lain (seperti hepatitis virus pada anak yang timbul
ikterus pada ART)
Tata laksana efek simpang bergantung pada beratnya reaksi. Secara umum adalah:
Derajat 4: Reaksi yang mengancam jiwa (lampiran E): segera hentikan semua obat ARV,
beri terapi suportif dan simtomatis; berikan lagi ARV dengan rejimen yang sudah
dimodifkasi (contoh: substitusi 1 ARV untuk obat yang menyebabkan toksisitas)
setelah pasien stabil
Derajat 3: Reaksi berat: ganti obat yang dimaksud tanpa menghentikan pemberian
ARV secara keseluruhan
Derajat 2: Reaksi sedang: beberapa reaksi (lipodistrof dan neuropati perifer)
memerlukan penggantian obat. Untuk reaksi lain, pertimbangkan untuk tetap
melanjutkan rejimen yang sekarang sedapatnya; jika tidak ada perubahan dengan
terapi simtomatik, pertimbangkan untuk mengganti 1 jenis obat ARV
Derajat 1: Reaksi ringan: memang mengganggu tetapi tidak memerlukan penggantian
terapi.
Tekankan pentingnya tetap meminum obat meskipun ada toksisitas pada reaksi ringan
dan sedang. Pasien dan orangtua diyakinkan bahwa beberapa reaksi ringan akan
menghilang sendiri selama obat ARV tetap diminum
Jika diperlukan untuk menghentikan pemberian ART karena reaksi yang mengancam
jiwa, semua ART harus dihentikan sampai pasien stabil
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Catatan:
Derajat beratnya toksisitas dan tata laksana terdapat pada lampiran E.
Kebanyakan reaksi toksisitas ARV tidak berat dan dapat diatasi dengan memberi
terapi suportif. Efek samping minor dapat menyebabkan pasien tidak patuh
minum obat, karenanya tenaga kesehatan harus terus mengkonseling pasien
dan mendukung terapi. Oleh karena itu setiap akan memulai pemberian ARV,
masalah toksisitas ini sudah harus diterangkan sejak awal dan bagaimana cara
penanggulangannya, sehingga pasien tidak akan dihentikan pemberian ARVnya.
Bila diperlukan penghentian ARV, NNRTI (NVP dan EFV) harus segera
dihentikan, tetapi 2 NRTI lainnya tetap diberikan hingga 2 minggu kemudian,
baru diputuskan dihentikan atau diteruskan disertai substitusi/mengganti NNRTI
dengan golongan PI

14.1. Prinsip Tata Laksana Toksisitas ARV


14 Tata Laksana Toksisitas ART
14.2. Kapan Efek Samping dan Toksisitas ARV
Terjadi?
Waktu Efek samping dan toksisitas
Dalam
beberapa
minggu
pertama
Gejala gastrointestinal adalah mual, muntah dan diare. Efek
samping ini bersifat self-limiting dan hanya membutuhkan terapi
simtomatik
Ruam dan toksisitas hati umumnya terjadi akibat obat NNRTI,
namun dapat juga oleh obat NRTI seperti ABC dan PI

Menaikkan secara bertahap dosis NVP dapat menurunkan risiko


toksisitas
Ruam ringan sampai sedang dan toksisitas hati dapat diatasi
dengan pemantauan, terapi simtomatik dan perawatan suportif
Ruam yang berat dan tokszisitas hati dengan SGPT > 10 kali
nilai normal dapat mengancam jiwa dan NVP harus diganti
(lampiran E)
Toksisitas SSP oleh EFV bersifat self-limiting. Karena EFV
menyebabkan pusing, dianjurkan untuk diminum saat malam hari
Hipersensitivitas terhadap ABC biasanya terjadi dalam 6 minggu
pertama dan dapat mengancam jiwa. Segera hentikan obat dan
tidak usah digunakan lagi

Dari 4
minggu dan
sesudahnya
Supresi sumsum tulang yang diinduksi obat, seperti anemia dan
neutropenia dapat terjadi pada penggunaan AZT
Penyebab anemia lainnya harus dievaluasi dan diobati
Anemia ringan asimtomatik dapat terjadi

Jika terjadi anemia berat dengan Hb < 7,5 gr/dl dan


neutropenia berat dengan hitung neutrofl < 500/mm3, maka
AZT harus diganti ke ABC atau d4T (lampiran E)

Tata Laksana Toksisitas ART


37
Waktu Efek samping dan toksisitas
6-18 bulan Disfungsi mitokondria terutama terjadi oleh obat NRTI,
termasuk asidosis laktat, toksisitas hati, pankreatitis, neuropati
perifer, lipoatrof dan miopati
Lipodistrof sering dikaitkan dengan penggunaan d4T dan dapat
menyebabkan kerusakan bentuk tubuh permanen
Asidosis laktat jarang terjadi dan dapat terjadi kapan saja,
terutama dikaitkan dengan penggunaan d4T. Asidosis laktat
yang berat dapat mengancam jiwa
Kelainan metabolik umum terjadi oleh PI, termasuk
hiperlipidemia, akumulasi lemak, resistensi insulin, diabetes dan
osteopenia

Bergantung pada jenis reaksi, hentikan NRTI dan ganti dengan


obat lain yang mempunyai profl toksisitas berbeda (prosedur 14.2)

Setelah
1 tahun
Nefrolitiasis umum terjadi oleh IDV
Disfungsi tubular renal dikaitkan dengan TDF

Hentikan obat penyebab dan ganti dengan obat lain yang


mempunyai profl toksisitas berbeda

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
38
14.3. Toksisitas Berat Pada Bayi dan Anak Yang
Dihubungkan Dengan ARV Lini Pertama dan
Obat Potensial Penggantinya
ARV lini
pertama
Toksisi tas bermakna yang
paling sering
Pengganti
ABC Reaksi hipersensitivitas AZT atau d4T
AZT Anemia atau neutropenia berat
a
d4T atau ABC
Asidosis laktat ABC Ganti NRTI dengan PI +
NNRTI jika ABC tidak tersedia
Intoleransi saluran cerna berat
b
d4T atau ABC
d4T Asidosis laktat ABC
c
Neuropati perifer
AZT atau ABC Pankreatitis
Lipoatrof/sindrom metabolik
d
3TC Pankreatitis
e
ABC atau AZT
a Anemia berat adalah Hb < 7,5 g/dl dan neutropenia berat dengan hitung neutrofl < 500/mm3.
Singkirkan kemungkinan malaria pada daerah endemis.
b Batasannya adalah intoleransi saluran cerna refrakter dan berat yang dapat menghalangi minum obat
ARV (mual dan muntah persisten).
c ABC dipilih pada kondisi ini, tetapi bila ABC tidak tersedia boleh digunakan AZT.
d Substitusi d4T umumnya tidak akan menghilangkan lipoatrof. Pada anak ABC atau AZT dapat
dianggap sebagai alternatif.
e Pankreatitis yang dikaitkan dengan 3TC/emtricitabine(FTC) dilaporkan pada orang dewasa, namun
sangat jarang pada anak.
Tata Laksana Toksisitas ART
39
ARV lini
pertama
Toksisi tas bermakna yang
paling sering
Pengganti
EFV Toksisitas sistem saraf pusat berat
dan permanen
f
NVP
Potensial teratogenik (bagi remaja
putri hamil pada trimester 1
atau yang mungkin hamil dan
tidak memakai kontrasepsi yang
memadai)
NVP Hepatitis simtomatik akut
g
EFV
h
Reaksi hipersensitivitas Reaksi hipersensitivitas
Dipertimbangkan untuk diganti
dengan NRTI yaitu:
NRTI ketiga (kerugian:
mungkin jadi kurang poten)
atau
PI (kerugian: terlalu cepat
dipilih obat lini kedua)
j

Lesi kulit yang mengancam jiwa


(Stevens-Johnson Syndrome)
i
f Batasannya adalah toksisitas SSP yang berat seperti halusinasi persisten atau psikosis.
g Toksisitas hati yang dihubungkan dengan pemakaian NVP jarang terjadi pada anak terinfeksi HIV
yang belum mencapai usia remaja.
h EFV saat ini belum direkomendasikan pada anak < 3 tahun, dan sebaiknya tidak boleh diberikan pada
remaja putri yang hamil trimester I atau aktif secara seksual tanpa dilindungi oleh kontrasepsi yang
memadai.
i Lesi kulit yang berat didefnisikan sebagai lesi luas dengan deskuamasi, angioedema, atau reaksi mirip
serum sickness, atau lesi disertai gejala konstitusional seperti demam, lesi oral, melepuh, edema fasial,
konjungtivitis. Sindrom Stevens-Johnson dapat mengancam jiwa, oleh karena itu hentikan NVP,
2 obat lainnya diteruskan hingga 2 minggu ketika ditetapkan rejimen ART berikutnya Untuk SSJ
penggantinya tidak boleh dari golongan NNRTI lagi.
j Pemberian PI dalam rejimen lini pertama mengakibatkan pilihan obat berikutnya terbatas bila sudah
terjadi kegagalan terapi.
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
40
Defnisi Kumpulan tanda dan gejala akibat meningkatnya kemampuan
respon imun terhadap antigen atau organisme yang dikaitkan
dengan pemulihan imun dengan pemberian ART
i

Frekuensi 10% dari semua pasien dalam inisiasi ART


25% pada pasien dalam inisiasi ART dengan hitung CD4+ < 50
sel mm
3
atau penyakit klinis berat (stadium WHO 3 atau 4)
ii, iii

Waktu Biasanya dalam 2-12 minggu pada inisiasi ART, namun dapat
juga muncul setelahnya

Tanda dan
gejala
Deteriorasi tiba-tiba status klinis segera setelah memulai ART
Infeksi subklinis yang tidak tampak seperti TB, yang muncul
sebagai penyakit aktif baru dan munculnya abses pada
tempat vaksinasi BCG
Memburuknya infeksi yang sudah ada, seperti hepatitis B
atau C

Kejadian
IRIS paling
umum
M. tuberculosis, M. avium complex (MAC), infeksi virus
sitomegalo dan penyakit kriptokokus

Tata laksana Lanjutkan ART jika pasien dapat mentoleransinya


Obati infeksi oportunistik yang muncul
Pada sebagian besar kasus, gejala IRIS menghilang setelah
beberapa minggu, namun beberapa reaksi dapat menjadi berat
dan mengancam jiwa dan memerlukan kortikosteroid jangka
pendek untuk menekan respon infamasi yang berlebihan
Prednison 0,5-1 mg/kgBB/hari selama 5-10 hari disarankan
untuk kasus yang sedang sampai berat
iv

i Robertson J, Meier, M, Wall J, Ying J, Fichtenbaum C. Immune Reconstitution Syndrome in HIV:


Validating a Case Defnition and Identifying Clinical Predictors in Persons Initiating Antiretroviral
Therapy IRIS. Clin Infect Dis 200;42:1639-46.
ii French MA, Lenzo N, John M, et al. Immune restoration disease after the treatment of
immunodefcient HIV infected patients with highly active antiretroviral therapy. HIV Med 2000;
1:10715.
iii Breen RAM, Smith CJ, Bettinson H, et al. Paradoxical reactions during tuberculosis treatment in
patients with and without HIV co-infection. Thorax 2004; 59:704707.
iv McComsey G, Whalen C, Mawhorter S, et al. Placebo-controlled trial of prednisone in advanced HIV-
1 infection. AIDS 2001;15:321-7.
15
Immune Reconstitution
Infammatory Syndrome (IRIS)
Gejala
Efek samping ARV atau proflaksis
infeksi oportunistik (OI)
IRIS
Mual
Muntah
ART:
AZT, self-limiting dalam 2 minggu
Proflaksis OI:
Kotrimoksazol atau INH
Hepatitis B dan C yang
timbul karena IRIS
Dicurigai bila mual,
muntah disertai ikterus

Nyeri
abdominal
atau
pinggang
dan/atau
ikterus
ART:
d4T atau ddI dapat menyebabkan
pankreatitis
NVP (EFV lebih jarang)
menyebabkan disfungsi hati yang
membutuhkan penghentian obat
Proflaksis OI:
Kotrimoksazol atau INH

Hepatitis B dan C yang


timbul karena IRIS
Dicurigai bila mual,
muntah disertai ikterus

Diare ART :
NFV dan golongan PI lainnya
biasanya menyebabkan diare.
Hipersensitif ABC
IRIS yang berasal dari
MAC atau CMV dapat
menyebabkan diare
Sakit kepala ART:
AZT atau EFV, biasanya self-limiting,
atau dapat bertahan dalam 4 - 8
minggu
Nilai untuk meningitis
kriptokokus dan
toksoplasmosis
16
Diagnosis Diferensial Kejadian
Klinis Umum Yang Terjadi Selama
6 Bulan Pertama Pemberian ART
Gejala
Efek samping ARV atau proflaksis
infeksi oportunistik (OI)
IRIS
Demam ART:
Reaksi hipersensitivitas ABC atau
reaksi simpang NVP
IRIS yang disebabkan
beberapa organisme,
seperti MAC, TB, CMV,
kriptokokus, herpes zoster
Batuk
Kesulitan
bernafas
ART:
NRTI dikaitkan dengan asidosis
metabolik
Hipersensitivitas ABC
IRIS yang dikaitkan
dengan PCP, TB,
pneumonia bakteri atau
fungal
Fatigue
Pucat
ART:
AZT, biasanya berkembang dalam 4-6
minggu setelah inisiasi
Dicurigai IRIS MAC
bila fatigue, demam dan
anemia
Ruam kulit
Gatal
ART:
NVP atau ABC
Harus dinilai secara seksama
dan dapat dipertimbangkan
penghentian obat pada reaksi
berat. Ruam EFV bersifat self-
limiting
Proflaksis OI:
Kotrimoksazol atau INH

Kondisi kulit yang dapat


mengalami fare up karena
IRIS dalam 3 bulan
pertama pemberian ART
Herpes simpleks dan
zoster
Virus papiloma (warts)
Infeksi jamur
Dermatitis atopik

Diagnosis Diferensial Kejadian Klinis Terjadi Selama 6 Bulan Pertama Pemberian ART
43
Langkah 1: Nilai kriteria klinis untuk kegagalan pengobatan
a
Kriteria kegagalan klinis
Periksa kegagalan
klinis
a
Anak dengan ART tanpa perbaikan klinis dan
imunologis pada kunjungan berikutnya
Perlu perubahan ke ART
lini kedua
Periksa kriteria kegagalan
imunologis
Ya
Tidak
Apakah anak memenuhi salah satu kriteria:
Penurunan atau tidak adanya laju pertumbuhan pada anak yang awalnya
berespons terhadap pengobatan.
Hilangnya neurodevelopmental milestones atau munculnya ensefalopati.
Adanya infeksi oportunistik baru atau keganasan atau rekurensi infeksi
seperti kandidiasis oral yang refrakter terhadap pengobatan atau
kandidiasis esofagus.
Gejala bukan IRIS atau penyebab lainnya yang tidak relevan

17
Tata Laksana Kegagalan
Pengobatan ARV
Langkah 2: Nilai kriteria imunologis untuk kegagalan pengobatan
Catatan:
Tipe 1. Munculnya imunodefsiensi berat menurut usia setelah pernah
pemulihan imun inisial.
Tipe 2. Imunodefsiensi berat menurut usia yang progresif, dikonfrmasi
dengan minimal satu pemeriksaan CD4+.
Tipe 3. Penurunan cepat sampai di bawah ambang batas imunodefsiensi
berat menurut usia.

Perlu perubahan ke ART


lini kedua
Kriteria kegagalan
imunologis
Anak dengan ART tanpa perbaikan klinis pada
kunjungan berikutnya
Lanjutkan ART
Ya
Tidak
CD4
u
Severe immunodefciency
CD4
6 mo 12 mo
CD4
6 mo
u
Severe immunodefciency
Tata Laksana Kegagalan Pengobatan ARV
45
Alasan utama kegagalan pengobatan adalah kepatuhan yang kurang.
Kepatuhan harus diperbaiki dan perlu pemantapan mekanisme suportif
kembali sebelum pindah rejimen
Merubah ke rejimen lini kedua BUKAN keadaan gawat darurat
Penting untuk memastikan bahwa anak mendapat proflaksis infeksi
oportunistik yang tepat
Rejimen yang gagal biasanya tetap menyimpan aktivitas anti HIV, oleh karena
itu secara umum anak tetap melanjutkan rejimen tersebut sampai anak siap
untuk rejimen lini kedua

Apakah anak
mempunyai
kepatuhan baik
terhadap ART
Bekerja sama dengan keluarga untuk menyelesaikan
masalah penyebab ketidakpatuhan
Melanjutkan rejimen lini pertama yang sama, beri
proflaksis infeksi oportunistik dan dipantau secara ketak
Mulai terapi lini kedua setelah dipastikan kepatuhan baik

Apakah anak
mempunyai kegagalan
pengobatan secara
klinis
Apabila anak mempunyai kegagalan CD$+ tanpa
disertai kegagalan klinis, maka perubahan terapi lini
kedua tidak perlu terburu-buru
Anak dapat melanjutkan rejimen lini pertama yang
sama sementara kepatuhan diperkuat, dan dilakukan
proflaksis infeksi oportunistik, pemantauan ketat dan
pemertiksaan CD$+
Perubahan ke terapi lini kedua hanya jika anak/
keluarga siap dan CD4+ masih dalam rentang
imunodefsiensi berat

Apakah pengasuh/anak telah


memenuhi poin di persiapan
pemberian ART (prosedur 10)
Kerjakan poin tersebut pada
pengasuh/anak untuk persiapan
mulai terapi lini kedua
Persetujuan dalam rencana pengobatan dan penyelesaian faktor penyebab ketidakpatuhan
Penga suh/anak dan tenaga kesehatan setuju dalam rejimen lini kedua dan perjanjian
pertemuan tindak lanjut yang dapat dihadiri oleh pengasuh/anak
Tenaga kesehatan harus menilai faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan dan
bekerja sama dengan pangasuh/anak untuk menyelesaikannya

Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Ya
18
Rencana Mengubah Ke Rejimen
Lini Kedua
Langkah 1: Pilih 2 NRTI
NRTI lini pertama NRTI lini kedua
AZT atau d4T + 3TC ddI + ABC
ABC + 3TC ddI + AZT
* Meneruskan penggunaan 3TC pada rejimen lini kedua dapat dipertimbangkan karena 3TC
dihubungkan dengan berkurangnya ketahanan virus HIV
PI terpilih Keuntungan Kerugian
L o p i n a v i r /
ritonavirLPV/r
Efkasi sangat baik,
khususnya anak yang belum
pernah mendapat PI
Ambang terhadap resistensi
tinggi karena kadar obat
tinggi dengan penambahan
ritonavir
Tersedia dalam bentuk sirup,
pil dan tablet
Dosis anak sudah tersedia

Membutuhkan
penyimpanan dalam
lemari pendingin
Kapsul gel ukurannya besar
Harganya mahal
Rasa tidak enak
Sirup mengandung 43%
alkohol, dan kapsul
mengandung 12% alkohol
Tidak bisa dibagi

Saquinavir/
Ritonavir
SQV/r

Dapat digunakan bersama


ritonavir boosting
Efaksi baik

Untuk anak > 25 kg dan


mampu menelan kapsul
Ukuran kapsul besar
dan memerlukan
penyimpanan di lemari
pendingin
Beban pil banyak
Sering ditemukan efek
samping saluran cerna

19.1. Rekomendasi bila lini pertama adalah


2 NRTI + 1 NNRTI = 2 NRTI baru + 1 PI
Langkah 2: Pilih 1 PI
19
Rejimen Lini Kedua Yang
Direkomendasikan Untuk Bayi dan
Anak Pada Kegagalan Terapi Dengan
Lini Pertama
Konsultasi ahli dianjurkan jika dicurigai ada kegagalan ART
PI alternatif Keuntungan Kerugian
NFV Data jangka panjang
menunjukkan efkasi dan
keamanan yang baik
Sedikit sekali menimbulkan
hiperlipidemia dan
lipodistrof dibandingkan
ritonavir-boosted PI

Pada orang dewasa data


efkasi lebih rendah dari
boosted PI dan EFV
Beban pil banyak
Sering ditemukan efek
samping saluran cerna
Terdapat kekhawatiran
adanya komponen
karsinogenik

19.2. Rekomendasi lini kedua bila lini pertama 3


NRTI = 1 NRTI + 1 NNRTI + 1 PI
Rejimen lini pertama Rejimen lini kedua
AZT atau d4T + 3TC + ABC ddI + EFV atau NVP + 1 PI (paling baik
LPV/r atau SQV/r. Alternatif lain NFV)
Catatan:
Resistensi silang dalam kelas ART yang sama terjadi pada mereka yang mengalami
kegagalan terapi (berdasarkan penilaian klinis atau CD4+). Resistensi terjadi ketika HIV
terus berproliferasi meskipun dalam pengobatan ART. Jika kegagalan terapi terjadi dengan
rejimen NNRTI atau 3TC, hampir pasti terjadi resistensi terhadap seluruh NNRTI dan
3TC. Memilih meneruskan NNRTI pada kondisi ini tidak ada gunanya, tetapi meneruskan
pemberian 3TC mungkin dapat menurunkan ketahanan virus HIV.
AZT dan d4T hampir selalu bereaksi silang dan mempunyai pola resistensi yang sama,
sehingga tidak dianjurkan mengganti satu dengan yang lainnya.
Prinsip pemilihan rejimen lini kedua:
Pilih kelas baru obat ART sebanyak mungkin.
Bila kelas yang sama akan dipilih, pilih obat yang sama sekali belum digunakan
sebelumnya dan pola resistensinya tidak overlapping.
Tujuan pemberian rejimen lini kedua adalah untuk mencapai respons klinis dan
imunologis (CD4+), tetapi responsnya tidak sebaik pada rejimen lini pertama karena
mungkin sudah terjadi resistensi silang di antara obat ARV.
Sebelum pindah ke rejimen lini kedua, kepatuhan berobat harus benar-benar dinilai.
Anak yang dengan rejimen lini kedua pun gagal, terapi penyelamatan yang efektif masih
sulit dilakukan. Konsultasi dengan panel ahli diperlukan.
Untuk rejimen berbasis ritonavir-boosted PI, pemeriksaan lipid (trigliserida dan kolesterol,
jika mungkin LDL dan HDL) dilakukan setiap 6-12 bulan.

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
48
20.1. Bagan Skrining Kontak TB Dan Tata Laksana
Bila Uji Tuberkulin dan Foto Rontgen Dada
Tidak Tersedia
IPT = Isoniazid Prevention Therapy
Riwayat kontak TB (dewasa):
Apapun sputum positif atau
kultur positif
Kontak erat

Anak tanpa melihat usia, mempunyai riwayat kontak


TB, tanpa tanda/gejala yang mendukung TB
Tindak lanjut reguler
IPT harus diberikan selama
6 bulan untuk mencegah
perkembangan penyaklit aktif TB
Klinis sehat
Tidak ada tanda/gejala TB
Penilaian penyakit TB
Ya
Tidak
Tidak
Ya
20 Tuberkulosis
Catatan:
Banyak studi menemukan bahwa mencari kontak TB penting dalam
identifkasi kasus TB baru dan direkomendasikan oleh WHO dan
International Union Againts Tuberculosis and Lung Disease.
Direkomendasikan bahwa semua anak terinfeksi HIV yang memiliki
kontak TB dalam satu rumah harus disaring terhadap gejala penyakit TB
dan ditawarkan terapi preventif isoniazid (isoniazid setiap hari selama
minimal 6 bulan).
Anak yang tinggal bersama dengan penderita TB pulmonal dengan apusan
positif (atau dinyatakan menderita TB Paru meskipun kultur sputum tidak
dilakukan) memiliki risiko terkena infeksi TB. Risiko infeksi lebih besar
bila waktu kontak cukup lama, seperti antara ibu atau pengasuh di rumah
dengan bayi.
Cara terbaik untuk deteksi infeksi TB pada anak adalah uji tuberkulin
dan foto rontgen dada, serta merupakan metode uji tapis terbaik untuk
kontak penyakit TB. Apabila uji tuberkulin dan foto rontgen dada tidak
tersedia, hal ini tidak boleh menghalangi pemeriksaan kontak dan tata
laksana terhadapnya.
Penilaian klinis saja sudah cukup untuk menentukan apakah anak sehat
atau simtomatik. Penilaian rutin terhadap anak yang terpajan tidak
memerlukan uji tuberkulin dan foto rontgen dada. Pendekatan ini berlaku
pada sumber TB pulmonal dengan apusan positif, namun uji tapis juga
harus tersedia untuk sumber TB pulmonal dengan apusan negatif. Apabila
anak kontak dengan sumber TB apusan sputum negatif terdapat gejala,
maka diagnosis TB perlu dicari, tanpa melihat usia anak tersebut. Apabila
asimtomatik, investigasi lebih lanjut dan tindak lanjut tergantung pada
kebijakan nasional.
Terapi rekomendasi untuk kontak yang sehat usia < 5 tahun adalah
isoniazid 5 mg/kgBB setiap hari selama 6 bulan.
Tindak lanjut harus dilakukan minimal setiap 2 bulan sampai terapi lengkap.
Rujukan ke rumah sakit tersier perlu bila diagnosis tidak jelas. Para kontak
dengan penyakit TB harus didaftar dan diobati.

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
50
20.2. Bagan Uji Tapis Kontak TB dan Tata Laksana
Dengan Dasar Uji Tuberkulin dan Foto
Rontgen Dada
Riwayat kontak TB (dewasa):
Apapun sputum positif atau
kultur positif
Kontak erat

Penilaian penyakit TB
Klinis sehat
Tidak ada tanda/gejala TB
IPT harus diberikan
selama 6 bulan untuk
mencegah perkembangan
penyaklit aktif TB
Uji tuberkulin positif
dan/atau foto rontgen
dada positif
Penilaian penyakit TB
Tindak lanjut reguler
Anak tanpa melihat usia, mempunyai riwayat kontak
TB, tanpa tanda/gejala yang mendukung TB
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Tuberkulosis
51
Uji Tuberkulin
a
Uji tuberkulin harus distandarisasi di setiap negara, baik menggunakan
tuberkulin atau derivat protein murni (purifed protein derivative, PPD) sebesar
5 TU (tuberculin unit), ataupun tuberkulin PPD RT23. Keduanya memberikan
reaksi yang serupa pada anak yang terinfeksi TB. Petugas kesehatan harus
terlatih dalam melakukan dan membaca hasil uji tuberkulin.
Uji tuberkulin dikatakan positif bila:
Pada anak dengan risiko tinggi (termasuk anak terinfeksi HIV dan gizi
buruk, seperti adanya tanda klinis marasmus atau kwashiorkor): diameter
indurasi > 5 mm
Pada anak lainnya (baik dengan atau tanpa vaksin Bacille Calmette-Guerin,
BCG): diameter indurasi > 10 mm
Nilai Uji
Uji tuberkulin dapat digunakan untuk menyaring anak yang terpajan
TB (misalnya dengan kontak TB pada satu rumah), namun anak tetap dapat
menerima kemoproflaksis meskipun uji tuberkulin tidak tersedia.
20.3. Diagnosis TB Pulmonal dan Ekstrapulmonal
Diagnosis TB pada anak membutuhkan penilaian yang menyeluruh,
meliputi anamnesis teliti, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan yang terkait,
seperti uji tuberkulin, foto rontgen dada dan mikroskop apusan sputum.
Sebagian besar anak yang terinfeksi TB terkena TB pulmonal. Meskipun
konfrmasi bakteriologi tidak selalu tersedia namun harus dilakukan jika
mungkin, seperti pemeriksaan mikroskopik sputum anak yang dicurigai
TB pulmonal bila anak sudah mampu mengeluarkan sputum.
Bergantung umur anak, sampai 25% TB pada anak adalah TB
ekstrapulmonal, tempat paling sering adalah kelenjar getah bening, pleura,
perikardium, meninges dan TB miliar. Anak dengan penyakit HIV lanjut
berisiko tinggi untuk TB ekstrapulmonal.
Terapi percobaan dengan obat anti TB tidak dianjurkan sebagai metode
diagnosis presumptif TB pada anak. Setelah diagnosis TB ditegakkan,
maka terapi lengkap harus diberikan.
a
WHO Guidance for National Tuberculosis Programmes on the Management of Tuberculosis in Children 2006

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
52
Pendekatan rekomendasi untuk diagnosis TB
a
Anamnesis teliti (termasuk riwayat kontak TB dan gejala konsisten dengan TB)
Pemeriksaan klinis (termasuk penilaian pertumbuhan)
Uji tuberkulin
Konfrmasi bakteriologi apabila memungkinkan
Investigasi yang berkaitan dengan suspek TB pulmonal dan ekstrapulmonal
Uji HIV (di area dengan prevalensi HIV yang tinggi)
20.4. Defnisi Kasus TB
a
Tuberkulosis pulmonal, apusan sputum positif
Dua atau lebih pemeriksaan apusan sputum inisial menunjukkan BTA
positif, atau
Satu pemeriksaan apusan sputum menunjukkan BTA positif dan ada
abnormalitas radiograf sesuai dengan TB pulmonal aktif, yang ditentukan
oleh klinisi, atau
Satu pemeriksaan apusan sputum menunjukkan BTA positif dan kultur
positif untuk M. tuberculosis.
Anak dengan apusan sputum positif umumnya sudah berusia remaja atau anak
pada usia berapapun dengan penyakit intratorak berat.
Tuberkulosis pulmonal, apusan sputum negatif
Kasus TB pulmonal yang tidak memenuhi defnisi di atas untuk apusan
positif. Kelompok ini termasuk kasus TB yang tidak ada hasil pemeriksaan
sputum, dan lebih sering pada kasus anak dibandingkan dewasa.
Catatan:
Sesuai dengan standar pelayanan kesehatan masyarakat, kriteria diagnosis
untuk TB pulmonal harus meliputi:
Minimal 3 sputum menunjukkan BTA negatif, dan
Abnormalitas radiograf sesuai dengan TB pulmonal aktif, dan
Tidak berespons dengan pemakaian antibiotik spektrum luas, dan
Keputusan untuk memberi kemoterapi tuberkulosis terletak pada klinisi
a
WHO Guidance for National Tuberculosis Programmes on the Management of Tuberculosis in Children 2006
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
2.
3.
Tuberkulosis
53
TB ekstrapulmonal
Anak dengan TB ekstrapulmonal saja masuk dalam kelompok ini. Anak
dengan TB pulmonal dan ekstrapulmonal harus diklasifkasikan dalam
kelompok TB pulmonal.
20.5. Pengobatan TB
a
Terapi anti TB
Pedoman internasional merekomendasikan bahwa TB pada anak yang
terinfeksi HIV harus diobati dengan rejimen selama 6 bulan seperti pada anak
yang tidak terinfeksi HIV. Apabila memungkinkan, anak yang terinfeksi HIV
harus diobati dengan rejimen rifampisin selama durasi pengobatan, karena
penggunaan etambutol pada kasus dewasa dengan infeksi HIV untuk masa
lanjutan pengobatan angka relaps TB-nya tinggi. Sebagian besar anak dengan
TB, termasuk yang terinfeksi HIV, mempunyai respon yang bagus terhadap
rejimen selama 6 bulan. Kemungkinan penyebab kegagalan pengobatan
seperti ketidakpatuhan berobat, absorpsi obat yang buruk, resistensi obat dan
diagnosis banding, harus diselidiki lebih lanjut pada anak yang tidak mengalami
perbaikan dengan terapi anti TB
Dosis rekomendasi obat anti-TB lini pertama untuk dewasa dan anak
b
Obat
Dosis rekomendasi
Setiap hari Tiga kali seminggu
Dosis dan rentang
(mg/kgBB)
Maksimum
per hari (mg
Dosis dan
rentang
(mg/kgBB)
Maksimum
per hari (mg)
Isoniazid 5 (4-6) 300 10 (8-12) -
Rifampisin 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600
Pirazinamid 25 (20-30) - 35 (30-40) -
Etambutol Anak 20 (15-25)
i

Dewasa 15 (15-20)
- 30 (25-35) -
Streptomisin
ii
15 (12-18) - 15 (12-18) -
a
WHO Guidance for National Tuberculosis Programmes on the Management of Tuberculosis in Children 2006
b
WHO Treatment of Tuberculosis Guidelines for Natonal Programmes 2003
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
54
Catatan:
i. Dosis rekomendasi harian etambutol lebih tinggi pada anak (20 mg/kg)
daripada dewasa (15 mg/kg), karena adanya perbedaan farmakokinetik
(konsentrasi puncak dalam serum pada anak lebih rendah daripada dewasa
pada dosis mg/kg yang sama). Meskipun etambutol sering dihilangkan
dari rejimen pengobatan pada anak karena adanya kesulitan pemantauan
toksisitas (khususnya neuritis optikus) pada anak yang lebih muda, literatur
menyatakan bahwa etambutol aman pada anak dengan dosis 20 mg/kg/
hari (rentang 15-25 mg/kg).
ii. Streptomisin harus dihindari pada anak apabila memungkinkan karena
injeksi merupakan prosedur yang menyakitkan dan dapat menimbulkan
kerusakan saraf auditorius ireversibel. Penggunaan streptomisin pada
anak terutama untuk meningitis TB pada 2 bulan pertama.
Rekomendasi rejimen pengobatan untuk setiap kategori diagnostik TB
secara umum sama antara anak dengan dewasa. Kasus baru masuk kategori I
(apusan baru positif TB pulmonal, apusan baru negatif TB pulmonal dengan
keterlibatan parenkim luas, bentuk TB ekstrapulmonal yang berat, penyakit
HIV penyerta yang berat) atau kategori III (apusan baru negatif TB pulmonal,
di luar kategori I, bentuk TB ekstrapulmonal yang lebih ringan).
Sebagian besar kasus TB anak adalah TB pulmonal dengan apusan
negatif atau bentuk TB ekstrapulmonal yang tidak berat, sehingga masuk
dalam kategori III. Kasus TB pulmonal anak dengan apusan positif, kerusakan
jaringan pulmonal yang luas atau bentuk TB ekstrapulmonal yang berat (seperti
TB abdominal atau TB tulang/sendi) masuk dalam kategori I. Kasus meningitis
TB dan TB miliar memerlukan pertimbangan yang khusus. Kelompok yang
sebelumnya pernah diobati masuk dalam diagnosis kategori II (sebelumnya
terdapat apusan positif TB pulmonal) atau kategori IV (kronik dan multidrug
resistant [MDR-TB]). Terapi TB pada anak yang terinfeksi HIV memerlukan
perhatian khusus.
Tuberkulosis
55
Rekomendasi rejimen pengobatan untuk anak pada setiap diagnosis
kategori TB
Diagnosis
kategori TB
Kasus TB
Rejimen
i
Fase intensif
(setiap hari atau
3x/minggu)
Fase lanjutan
(setiap hari atau
3x/minggu)
III TB pulmonal apusan
negatif baru (di luar
kategori I)
Bentuk TB
ekstrapulmonal yang
lebih ringan

2HRZ
ii
4HR atau 6HE
I Apusan baru positif
TB pulmonal
Apusan baru negatif
TB pulmonal
TB dengan keterlibatan
parenkim paru luas
Bentuk TB
ekstrapulmonal
yang berat (selain
meningitis TB)
Penyakit penyerta HIV
yang berat

2HRZE 4HR atau 6HE


iii
I Meningitis TB 2RHZS
iv
10RH
II TB pulmonal apusan
positif yang sebelumnya
telah diobati
relaps
pengobatan setalah
putus obat
kegagalan pengobatan

2HRZES/
1HRZE
5HRE
IV Kronik dan MDR-TB Rejimen dirancang per individu
E = etambutol; H = isoniazid; R = rifampisin; S = streptomisin;
Z = pirazinamid, MDR = multidrug-resistant
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
56
Catatan:
i. Pemantauan langsung terhadap konsumsi obat direkomendasikan selama
fase inisial dan fase lanjutan yang mengandung rifampisin. Pada fase yang
lain, obat dapat diberikan setiap hari atau tiga kali seminggu
ii. Selain kategori I, pada kategori lain etambutol sering dihilangkan selama
fase inisial untuk pasien dengan TB pulmonal non-kavitas dan apusan
negatif yang diketahui tidak terinfeksi HIV, pasien yang terinfeksi oleh
basil yang rentan terhadap obat serta pasien anak yang lebih muda yang
terinfeksi TB primer. Pemilihan etambutol atau bukan didasarkan oleh
kategori ppenyakit TB, bukan oleh umur pasien.
iii. Rejimen 2HRZE/6HE dihubungkan dengan tingkat kegagalan
pengobatan yang tinggi dan relaps dibandingkan dengan rejimen yang
menggunakan rifampisin dalam fase lanjutan.
iv. Pada meningitis TB, meskipun tergolong kategori I digunakan streptomisin
untuk menggantikan etambutol.
Rejimen terdiri dari 2 fase, yaitu inisial dan lanjutan. Nomor di depan
setiap fase menunjukkan durasi fase tersebut dalam hitungan bulan. Nomor
subskrip (XY3) setelah singkatan obat merupakan nomor dosis obat per
minggu. Apabila tidak ada nomor subskrip, maka obat tersebut diminum
setiap hari.
Contoh 2HRZ/4H3R3
Fase inisial terdiri dari 2HRZ, sehingga durasi fase tersebut 2 bulan. Obat
diminum setiap hari, yang terdiri dari isoniazid, rifampisin dan pirazinamid.
Fase lanjutan terdiri dari 4H3R3, sehingga durasi fase tersebut 4 bulan,
dengan isoniazid dan rifampsisin diminum 3 kali dalam seminggu.
Tuberkulosis
57
I
n
f
e
k
s
i

o
p
o
r
t
u
n
i
s
t
i
k
M
a
n
i
f
e
s
t
a
s
i

k
l
i
n
i
s

d
a
n

l
a
b
o
r
a
t
o
r
i
s
D
i
a
g
n
o
s
i
s
T
e
r
a
p
i
M
y
c
o
b
a
c
t
e
r
i
u
m

a
v
i
u
m

c
o
m
p
l
e
x

(
M
A
C
)


D
e
m
a
m
,

k
e
r
i
n
g
a
t

m
a
l
a
m
,

k
e
h
i
l
a
n
g
a
n

b
e
r
a
t

b
a
d
a
n
,

f
a
t
i
g
u
e
,

d
i
a
r
e

k
r
o
n
i
k
,

n
y
e
r
i

a
b
d
o
m
e
n


L
a
b
o
r
a
t
o
r
i
u
m
:

n
e
u
t
r
o
p
e
n
i
a
,

k
e
n
a
i
k
a
n

a
l
k
a
l
i
n

f
o
s
f
a
t
a
s
e

d
a
n

l
a
k
t
a
t

d
e
h
i
d
r
o
g
e
n
a
s
e


H
i
t
u
n
g

C
D
4

s
a
n
g
a
t

r
e
n
d
a
h


D
i
a
g
n
o
s
i
s

d
e
f
n
i
t
i
f
:

i
s
o
l
a
s
i

o
r
g
a
n
i
s
m
e

d
a
r
i

d
a
r
a
h

a
t
a
u

s
p
e
s
i
m
e
n

d
a
r
i

t
e
m
p
a
t

y
a
n
g

b
i
a
s
a
n
y
a

s
t
e
r
i
l


H
i
s
t
o
l
o
g
i
:

b
a
s
i
l

t
a
h
a
n

a
s
a
m

d
a
l
a
m

s
e
l

m
a
k
r
o
f
a
g


A
R
T

h
a
r
u
s

d
i
b
e
r
i
k
a
n

u
n
t
u
k

m
e
n
g
e
m
b
a
l
i
k
a
n

f
u
n
g
s
i

i
m
u
n


T
e
r
a
p
i

m
i
n
i
m
a
l

d
e
n
g
a
n

2

o
b
a
t
:

k
l
a
r
i
t
r
o
m
i
s
i
n

7
,
5
-
1
5

m
g
/
k
g
B
B
,

2
x
/
h
a
r
i

(
m
a
k
s
i
m
u
m

5
0
0

m
g
/
d
o
s
i
s
)
,

d
i
t
a
m
b
a
h

e
t
a
m
b
u
t
o
l

1
5
-
2
5

m
g
/
k
g
B
B
,

1
x
/
h
a
r
i

(
m
a
k
s
i
m
u
m

1

g
/
d
o
s
i
s
)


D
i
p
e
r
t
i
m
b
a
n
g
k
a
n

m
e
n
a
m
b
a
h

o
b
a
t

k
e
t
i
g
a
,

s
e
p
e
r
t
i

a
m
i
k
a
s
i
n

a
t
a
u

s
i
p
r
o
f
o
k
s
a
s
i
n

u
n
t
u
k

k
a
s
u
s

b
e
r
a
t


L
a
m
a

p
e
n
g
o
b
a
t
a
n
:

m
i
n
i
m
a
l

1
2

b
u
l
a
n
21
Diagnosis Klinis dan Tata Laksana
Infeksi Oportunistik Pada Anak
Terinfeksi HIV
a
I
n
f
e
k
s
i

o
p
o
r
t
u
n
i
s
t
i
k
M
a
n
i
f
e
s
t
a
s
i

k
l
i
n
i
s

d
a
n

l
a
b
o
r
a
t
o
r
i
s
D
i
a
g
n
o
s
i
s
T
e
r
a
p
i
P
n
e
u
m
o
n
i
a

p
n
e
u
m
o
s
i
s
t
i
s


j
i
r
o
v
e
c
i

(
P
C
P
)
B
a
t
u
k

k
e
r
i
n
g
,

t
a
k
i
p
n
e
a
,

d
i
s
p
n
e
a
,

s
i
a
n
o
s
i
s

d
a
n

h
i
p
o
k
s
e
m
i
a


F
o
t
o

r
o
n
t
g
e
n

d
a
d
a
:

i
n
f
l
t
r
a
t

p
a
r
e
n
k
i
m

d
i
f
u
s

b
i
l
a
t
e
r
a
l

d
e
n
g
a
n

g
a
m
b
a
r
a
n

g
r
o
u
n
d

g
l
a
s
s



d
a
n

r
e
t
i
k
u
l
o
g
r
a
n
u
l
a
r


D
i
k
a
i
t
k
a
n

d
e
n
g
a
n

k
a
d
a
r

l
a
k
t
a
t

d
e
h
i
d
r
o
g
e
n
a
s
e

(
L
D
H
)

y
a
n
g

t
i
n
g
g
i


M
i
k
r
o
s
k
o
p
i

s
p
u
t
u
m

d
a
r
i

b
i
l
a
s
a
n

b
r
o
n
k
u
s

(
b
r
o
n
c
h
o
a
l
v
e
o
l
a
r

l
a
v
a
g
e
,

B
A
L
)

a
t
a
u

p
e
n
g
i
s
a
p
a
n

y
a
n
g

d
a
l
a
m

:

d
i
n
d
i
n
g

k
i
s
t
a

w
a
r
n
a

c
o
k
l
a
t

a
t
a
u

h
i
t
a
m

d
e
n
g
a
n

p
e
w
a
r
n
a
a
n

G
i
e
m
s
a
.

D
e
n
g
a
n

p
e
w
a
r
n
a
a
n

W
r
i
g
h
t
,

t
r
o
f
o
z
o
i
t

d
a
n

s
p
o
r
o
z
o
i
t

i
n
t
r
a
k
i
s
t
i
k

b
e
r
w
a
r
n
a

b
i
r
u

p
u
c
a
t
T
M
P
-
S
M
X

1
5
-
2
0

m
g
/
k
g
B
B
/
h
a
r
i
,

d
o
s
i
s

m
e
n
u
r
u
t

T
M
P
,


d
i
b
a
g
i

d
a
l
a
m

3
-
4

d
o
s
i
s
,

s
e
l
a
m
a

2
1

h
a
r
i
Diagnosis Klinis dan Tata Laksana Infeksi Oportunistik Pada Anak Terinfeksi HIV
59
I
n
f
e
k
s
i

o
p
o
r
t
u
n
i
s
t
i
k
M
a
n
i
f
e
s
t
a
s
i

k
l
i
n
i
s

d
a
n

l
a
b
o
r
a
t
o
r
i
s
D
i
a
g
n
o
s
i
s
T
e
r
a
p
i
K
a
n
d
i
d
i
a
s
i
s


K
a
n
d
i
d
i
a
s
i
s

o
r
a
l
:

l
a
p
i
s
a
n

p
u
t
i
h

k
e
k
u
n
i
n
g
a
n

d
i

a
t
a
s

m
u
k
o
s
a

y
a
n
g

n
o
r
m
a
l

a
t
a
u

k
e
m
e
r
a
h
a
n
,

m
u
d
a
h

d
i
l
e
p
a
s


K
a
n
d
i
d
i
a
s
i
s

e
s
o
f
a
g
u
s
:

o
d
i
n
o
f
a
g
i
a
,

d
i
s
f
a
g
i
a

a
t
a
u

n
y
e
r
i

r
e
t
r
o
s
t
e
r
n
a
l


K
a
n
d
i
d
i
a
s
i
s

o
r
a
l
:

s
e
d
i
a
a
n

K
O
H

m
e
n
u
n
j
u
k
k
a
n

b
u
d
d
i
n
g

s
e
l

r
a
g
i


K
a
n
d
i
d
i
a
s
i
s

e
s
o
f
a
g
u
s
:

p
e
m
e
r
i
k
s
a
a
n

b
a
r
i
u
m

m
e
a
l


m
e
n
u
n
j
u
k
k
a
n

g
a
m
b
a
r
a
n

c
o
b
b
l
e
s
t
o
n
e
.

E
n
d
o
s
k
o
p
i

m
e
n
u
n
j
u
k
k
a
n

p
l
a
k

k
e
p
u
t
i
h
a
n

t
e
b
a
l
,

b
a
t
a
s

t
e
g
a
s
,

h
i
p
e
r
e
m
i
a

d
a
n

u
l
s
e
r
a
s
i

l
u
a
s


K
a
n
d
i
d
i
a
s
i
s

o
r
a
l
:

t
r
o
c
h
e
s

k
l
o
t
r
i
m
a
z
o
l

1
0

g

a
t
a
u

n
i
s
t
a
t
i
n

4
0
0
.
0
0
0
-
6
0
0
.
0
0
0

u
n
i
t
,

5
x
/
h
a
r
i
,

s
e
l
a
m
a

7
-
1
4

h
a
r
i
,

a
t
a
u
,

f
u
k
o
n
a
z
o
l

o
r
a
l

3
-
6

m
g
/
k
g
B
B
,

1
x
/
h
a
r
i
,

s
e
l
a
m
a

7
-
1
4

h
a
r
i


K
a
n
d
i
d
i
a
s
i
s

e
s
o
f
a
g
u
s
:

f
u
k
o
n
a
z
o
l

o
r
a
l

3
-
6

m
g
/
k
g
B
B
,

1
x
/
h
a
r
i
,

s
e
l
a
m
a

1
4
-
2
1

h
a
r
i
P
e
n
i
s
i
l
i
o
s
i
s


D
e
m
a
m

p
e
r
s
i
s
t
e
n
,

a
n
e
m
i
a
,

h
e
p
a
t
o
m
e
g
a
l
i
,

l
i
m
f
a
d
e
n
o
p
a
t
i

g
e
n
e
r
a
l
i
s
a
t
a

d
a
n

p
a
p
u
l

u
m
b
i
l
i
k
a
l

t
r
a
n
s
p
a
r
a
n

y
a
n
g

m
e
n
y
e
r
u
p
a
i

m
o
l
u
s
k
u
m


L
a
b
o
r
a
t
o
r
i
u
m
:

a
n
e
m
i
a

d
a
n
/
a
t
a
u

t
r
o
m
b
o
s
i
t
o
p
e
n
i
a


D
i
a
g
n
o
s
i
s

d
e
f
n
i
t
i
f
:

i
s
o
l
a
s
i

o
r
g
a
n
i
s
m
e

d
a
r
i

d
a
r
a
h
,

a
s
p
i
r
a
s
i

s
u
m
s
u
m

t
u
l
a
n
g
,

a
t
a
u

s
p
e
s
i
m
e
n

d
a
r
i

t
e
m
p
a
t

s
t
e
r
i
l


P
e
w
a
r
n
a
a
n

W
r
i
g
h
t

d
a
r
i

k
e
r
o
k
a
n

k
u
l
i
t

m
e
n
u
n
j
u
k
k
a
n

b
a
s
o
f
l
,

o
r
g
a
n
i
s
m
e

s
e
p
e
r
t
i

r
a
g
i

b
e
r
b
e
n
t
u
k

s
f
e
r
i
s

a
t
a
u

o
v
a
l

d
e
n
g
a
n

s
e
p
t
a


s
e
n
t
r
a
l

(
d
i
a
m
e
t
e
r

3
-
8

m
)


T
e
r
a
p
i

i
n
d
u
k
s
i
:

a
m
f
o
t
e
r
i
s
i
n

B

(
0
,
7
-
1
,
5

m
g
/
k
g
/
h
a
r
i
)

s
e
l
a
m
a

2

m
i
n
g
g
u


T
e
r
a
p
i

k
o
n
s
o
l
i
d
a
s
i
:

i
t
r
a
k
o
n
a
z
o
l

5
-
6

m
g
/
k
g
B
B
/
d
o
s
i
s
,

2
x
/
h
a
r
i
,

s
e
l
a
m
a

8

m
i
n
g
g
u


T
e
r
a
p
i

p
e
m
e
l
i
h
a
r
a
a
n
:

i
t
r
a
k
o
n
a
z
o
l

3
-
6

m
g
/
k
g
B
B
/
h
a
r
i
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
60
I
n
f
e
k
s
i

o
p
o
r
t
u
n
i
s
t
i
k
M
a
n
i
f
e
s
t
a
s
i

k
l
i
n
i
s

d
a
n

l
a
b
o
r
a
t
o
r
i
s
D
i
a
g
n
o
s
i
s
T
e
r
a
p
i
K
r
i
p
t
o
k
o
k
o
s
i
s


M
a
n
i
f
e
s
t
a
s
i

m
e
n
i
n
g
o
e
n
s
e
f
a
l
i
t
i
s
:

d
e
m
a
m
,

s
a
k
i
t

k
e
p
a
l
a
,

p
e
r
u
b
a
h
a
n

s
t
a
t
u
s

m
e
n
t
a
l
,

k
a
k
u

k
u
d
u
k
,

p
e
n
g
l
i
h
a
t
a
n

d
o
b
e
l

a
t
a
u

k
a
b
u
r


M
a
n
i
f
e
s
t
a
s
i

d
i
s
e
m
i
n
a
t
a
:

d
e
m
a
m

p
e
r
s
i
s
t
e
n

d
e
n
g
a
n

p
a
p
u
l

u
m
b
i
l
i
k
a
l

t
r
a
n
s
p
a
r
a
n

y
a
n
g

m
e
n
y
e
r
u
p
a
i

m
o
l
u
s
k
u
m


K
e
n
a
i
k
a
n

t
e
k
a
n
a
n

i
n
t
r
a
k
r
a
n
i
a
l
,

p
r
o
t
e
i
n

c
a
i
r
a
n

s
e
r
e
b
r
o
s
p
i
n
a
l

d
a
n

p
l
e
i
o
s
i
t
o
s
i
s

m
o
n
o
n
u
k
l
e
a
r


K
u
l
t
u
r

d
a
r
a
h

a
t
a
u

c
a
i
r
a
n

s
e
r
e
b
r
o
s
p
i
n
a
l

m
e
n
u
n
j
u
k
k
a
n

g
a
m
b
a
r
a
n

y
e
a
s
t
.


P
e
w
a
r
n
a
a
n

t
i
n
t
a

I
n
d
i
a

d
a
r
i

c
a
i
r
a
n

s
e
r
e
b
r
o
s
p
i
n
a
l

s
e
c
a
r
a

l
a
n
g
s
u
n
g

m
e
n
u
n
j
u
k
k
a
n

b
u
d
d
i
n
g

y
e
a
s
t


A
n
t
i
g
e
n

k
r
i
p
t
o
k
o
k
u
s

d
a
p
a
t

d
i
d
e
t
e
k
s
i

d
i

c
a
i
r
a
n

s
e
r
e
b
r
o
s
p
i
n
a
l

a
t
a
u

s
e
r
u
m

d
e
n
g
a
n

u
j
i

a
g
l
u
t
i
n
a
s
i

l
a
t
e
k
s


P
e
w
a
r
n
a
a
n

W
r
i
g
h
t

d
a
r
i

k
e
r
o
k
a
n

k
u
l
i
t

m
e
n
u
n
j
u
k
k
a
n

b
u
d
d
i
n
g

y
e
a
s
t


T
e
r
a
p
i

i
n
d
u
k
s
i
:

a
m
f
o
t
e
r
i
s
i
n

B

(
0
,
7
-
1
,
5

m
g
/
k
g
/
h
a
r
i
)

d
i
t
a
m
b
a
h

f
u
s
i
t
o
s
i
n

(
2
5

m
g
/
k
g
B
B
/
d
o
s
i
s
,

4
x
/
h
a
r
i
)

s
e
l
a
m
a

2

m
i
n
g
g
u


T
e
r
a
p
i

k
o
n
s
o
l
i
d
a
s
i
:

f
u
k
o
n
a
z
o
l

5
-
6

m
g
/
k
g
B
B
/
d
o
s
i
s
,

2
x
/
h
a
r
i
,

s
e
l
a
m
a

8

m
i
n
g
g
u


T
e
r
a
p
i

p
e
m
e
l
i
h
a
r
a
a
n
:

f
u
k
o
n
a
z
o
l

3
-
6

m
g
/
k
g
B
B
/
h
a
r
i
H
e
r
p
e
s

s
i
m
p
l
e
k
s


H
S
V

g
i
n
g
i
v
o
s
t
o
m
a
t
i
t
i
s
:

d
e
m
a
m
,

i
r
i
t
a
b
i
l
i
t
a
s
,

u
l
s
e
r
a
s
i

s
u
p
e
r
f
s
i
a
l

y
a
n
g

n
y
e
r
i

d
i

g
u
s
i
,

m
u
k
o
s
a

o
r
a
l

d
a
n

a
r
e
a

p
e
r
i
o
r
a
l


H
S
V

e
n
s
e
f
a
l
i
t
i
s
:

d
e
m
a
m
,

p
e
r
u
b
a
h
a
n

k
e
s
a
d
a
r
a
n

d
a
n

p
e
r
i
l
a
k
u

a
b
n
o
r
m
a
l


D
i
a
g
n
o
s
i
s

H
S
V

g
i
n
g
i
v
o
s
t
o
m
a
t
i
t
i
s

m
e
l
a
l
u
i

e
v
a
l
u
a
s
i

k
l
i
n
i
s


D
i
a
g
n
o
s
i
s

H
S
V

e
n
s
e
f
a
l
i
t
i
s

m
e
l
a
l
u
i

d
e
t
e
k
s
i

D
N
A

H
S
V

d
i

c
a
i
r
a
n

s
e
r
e
b
r
o
s
p
i
n
a
l


H
S
V

g
i
n
g
i
v
o
s
t
o
m
a
t
i
t
i
s
:

a
s
i
k
l
o
v
i
r

o
r
a
l

2
0

m
g
/
k
g
B
B
/
d
o
s
i
s
,

3
x
/
h
a
r
i
,

a
t
a
u
,

a
s
i
k
l
o
v
i
r

i
n
t
r
a
v
e
n
a

5
-
1
0

m
g
/
k
g
/
d
o
s
i
s
,

3
x
/
h
a
r
i

s
e
l
a
m
a

7
-
1
4

h
a
r
i


H
S
V

d
i
s
e
m
i
n
a
t
a

a
t
a
u

e
n
s
e
f
a
l
i
t
i
s
:

a
s
i
k
l
o
v
i
r

i
n
t
r
a
v
e
n
a

1
0

m
g
/
k
g
/
d
o
s
i
s
,

a
t
a
u

5
0
0

m
g
/
m
2
/
d
o
s
i
s
,

3
x
/
h
a
r
i

s
e
l
a
m
a

2
1

h
a
r
i

Diagnosis Klinis dan Tata Laksana Infeksi Oportunistik Pada Anak Terinfeksi HIV
61
I
n
f
e
k
s
i

o
p
o
r
t
u
n
i
s
t
i
k
M
a
n
i
f
e
s
t
a
s
i

k
l
i
n
i
s

d
a
n

l
a
b
o
r
a
t
o
r
i
s
D
i
a
g
n
o
s
i
s
T
e
r
a
p
i
H
e
r
p
e
s

z
o
s
t
e
r


I
n
f
e
k
s
i

v
a
r
i
s
e
l
a

p
r
i
m
e
r
:

r
u
a
m

v
e
s
i
k
u
l
a
r

g
e
n
e
r
a
l
i
s
a
t
a

y
a
n
g

g
a
t
a
l


H
e
r
p
e
s

z
o
s
t
e
r
:

r
u
a
m

y
a
n
g

n
y
e
r
i

d
e
n
g
a
n

l
e
p
u
h
,

d
i
s
t
r
i
b
u
s
i

m
e
n
u
r
u
t

d
e
r
m
a
t
o
m


M
e
n
g
g
u
n
a
k
a
n

d
i
a
g
n
o
s
i
s

k
l
i
n
i
s


J
i
k
a

d
i
a
g
n
o
s
i
s

k
l
i
n
i
s

t
i
d
a
k

j
e
l
a
s
,

m
a
k
a

d
i
g
u
n
a
k
a
n

p
e
w
a
r
n
a
a
n

G
i
e
m
s
a

(
s
e
d
i
a
a
n

T
z
a
n
c
k
)

d
a
r
i

k
e
r
o
k
a
n

l
e
s
i
,

m
e
n
u
n
j
u
k
k
a
n

s
e
l

r
a
k
s
a
s
a

m
u
l
t
i
n
u
k
l
e
a
r
,

y
a
i
t
u

a
d
a
n
y
a

V
Z
V

(
j
u
g
a

t
e
r
l
i
h
a
t

d
i

i
n
f
e
k
s
i

H
S
V
)


I
n
f
e
k
s
i

v
a
r
i
s
e
l
a

p
r
i
m
e
r
:

a
s
i
k
l
o
v
i
r

i
n
t
r
a
v
e
n
a

1
0

m
g
/
k
g
/
d
o
s
i
s
,

a
t
a
u

5
0
0

m
g
/
m
2
/
d
o
s
i
s
,

3
x
/
h
a
r
i

s
e
l
a
m
a

7

h
a
r
i

p
a
d
a

a
n
a
k

i
m
u
n
o
s
u
p
r
e
s
i

s
e
d
a
n
g

s
a
m
p
a
i

b
e
r
a
t
.

F
o
r
m
u
l
a
s
i

o
r
a
l

h
a
n
y
a

d
i
g
u
n
a
k
a
n

p
a
d
a

i
m
u
n
o
s
u
p
r
e
s
i

r
i
n
g
a
n


H
e
r
p
e
s

z
o
s
t
e
r
:

a
s
i
k
l
o
v
i
r

o
r
a
l

2
0

m
g
/
k
g
B
B
/
d
o
s
i
s
,

4
x
/
h
a
r
i

(
m
a
k
s
i
m
u
m

8
0
0

m
g
/
d
o
s
i
s
)

s
e
l
a
m
a

7

h
a
r
i
I
n
f
e
k
s
i

C
M
V


R
e
t
i
n
i
t
i
s

C
M
V
:

a
n
a
k

t
e
r
i
n
f
e
k
s
i

H
I
V

y
a
n
g

l
e
b
i
h

m
u
d
a

s
e
r
i
n
g

a
s
i
m
t
o
m
a
t
i
k

d
a
n

b
a
r
u

d
i
t
e
m
u
k
a
n

s
a
a
t

p
e
m
e
r
i
k
s
a
a
n

r
u
t
i
n
.

A
n
a
k

y
a
n
g

l
e
b
i
h

t
u
a

t
i
m
b
u
l

g
e
j
a
l
a

f
o
a
t
e
r
s

a
t
a
u

h
i
l
a
n
g

l
a
p
a
n
g

p
a
n
d
a
n
g


E
k
s
t
r
a
o
k
u
l
a
r

C
M
V
:

k
o
l
i
t
i
s

C
M
V
,

e
s
o
f
a
g
i
t
i
s

C
M
V
,

p
n
e
u
m
o
n
i
t
i
s

C
M
V
,

h
e
p
a
t
i
t
i
s

C
M
V


D
i
a
g
n
o
s
i
s

r
e
t
i
n
i
t
i
s

C
M
V

b
e
r
d
a
s
a
r
k
a
n

p
e
n
a
m
p
i
l
a
n

k
l
i
n
i
s

d
e
n
g
a
n

i
n
f
l
t
r
a
t

r
e
t
i
n
a

w
a
r
n
a

k
u
n
i
n
g

d
a
n

p
u
t
i
h
,

s
e
r
t
a

d
i
k
a
i
t
k
a
n

d
e
n
g
a
n

p
e
r
d
a
r
a
h
a
n

r
e
t
i
n
a


E
k
s
t
r
a
o
k
u
l
a
r

C
M
V
:

d
i
t
e
m
u
k
a
n
n
y
a

v
i
r
u
s

d
a
r
i

j
a
r
i
n
g
a
n
,

a
t
a
u

p
e
m
e
r
i
k
s
a
a
n

h
i
s
t
o
p
a
t
o
l
o
g
i

m
e
n
u
n
j
u
k
k
a
n

b
a
d
a
n

i
n
k
l
u
s
i

i
n
t
r
a
n
u
k
l
e
a
r

s
e
p
e
r
t
i

m
a
t
a

b
u
r
u
n
g

h
a
n
t
u

(
o
w
l

s

e
y
e
)

a
t
a
u

p
e
w
a
r
n
a
a
n

p
o
s
i
t
i
f

C
M
V

d
e
n
g
a
n

a
n
t
i
b
o
d
i

m
o
n
o
k
l
o
n
a
l

p
a
d
a

b
i
o
p
s
i

s
p
e
s
i
m
e
n
G
a
n
s
i
k
l
o
v
i
r

i
n
t
r
a
v
e
n
a

5

m
g
/
k
g
B
B
/
d
o
s
i
s
,

2
x
/
h
a
r
i

s
e
l
a
m
a

1
4
-
2
1

h
a
r
i

d
i
i
k
u
t
i
,

d
e
n
g
a
n

t
e
r
a
p
i

p
e
m
e
l
i
h
a
r
a
a
n

s
e
u
m
u
r

h
i
d
u
p
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
62
I
n
f
e
k
s
i

o
p
o
r
t
u
n
i
s
t
i
k
M
a
n
i
f
e
s
t
a
s
i

k
l
i
n
i
s

d
a
n

l
a
b
o
r
a
t
o
r
i
s
D
i
a
g
n
o
s
i
s
T
e
r
a
p
i
K
r
i
p
t
o
s
p
o
r
i
d
i
o
s
i
s
D
i
a
r
e

s
u
b
a
k
u
t

a
t
a
u

k
r
o
n
i
k
,

d
i
k
a
i
t
k
a
n

d
e
n
g
a
n

k
r
a
m

p
e
r
u
t
,

m
u
a
l

d
a
n

m
u
n
t
a
h
P
e
w
a
r
n
a
a
n

K
i
n
y
o
u
n

t
a
h
a
n

a
s
a
m

y
a
n
g

d
i
m
o
d
i
f
k
a
s
i

p
a
d
a

f
e
s
e
s

m
e
n
u
n
j
u
k
k
a
n

o
o
s
i
t

k
e
c
i
l

(
d
i
a
m
e
t
e
r

4
-
6

m
)


A
R
T

y
a
n
g

e
f
e
k
t
i
f

m
e
r
u
p
a
k
a
n

s
a
t
u
-
s
a
t
u
n
y
a

t
e
r
a
p
i

y
a
n
g

m
e
n
g
o
n
t
r
o
l

k
r
i
p
t
o
s
p
o
r
i
d
i
o
s
i
s

p
e
r
s
i
s
t
e
n


T
e
r
a
p
i

s
u
p
o
r
t
i
f

m
e
l
i
p
u
t
i

h
i
d
r
a
s
i
,

k
o
r
e
k
s
i

a
b
n
o
r
m
a
l
i
t
a
s

e
l
e
k
t
r
o
l
i
t

d
a
n

s
u
p
l
e
m
e
n
t
a
s
i

n
u
t
r
i
s
i
.

N
i
t
a
z
o
x
a
n
i
d

d
i
s
e
t
u
j
u
i

u
n
t
u
k

t
e
r
a
p
i

(
u
s
i
a

1
-
3

t
a
h
u
n
:

1
0
0

m
g
,

2
x
/
h
a
r
i

;

u
s
i
a

4
-
6

t
a
h
u
n
:

2
0
0

m
g
,

2
x
/
h
a
r
i
)
a

M
o
d
i
f
k
a
s
i

d
a
r
i

T
r
e
a
t
i
n
g

O
p
p
o
r
t
u
n
i
s
t
i
c

I
n
f
e
c
t
i
o
n
s

A
m
o
n
g

H
I
V
-
E
x
p
o
s
e
d

a
n
d

I
n
f
e
c
t
e
d

C
h
i
l
d
r
e
n
-
C
D
C
,

N
I
H

a
n
d

I
D
S
A

r
e
c
o
m
m
e
n
d
a
t
i
o
n
s
-

D
e
c
e
m
b
e
r

3
,

2
0
0
4

(
w
w
w
.
a
i
d
s
i
n
f
o
.
n
i
h
.
g
o
v
)
Diagnosis Klinis dan Tata Laksana Infeksi Oportunistik Pada Anak Terinfeksi HIV
63
Lampiran A, Bagian A:
Stadium Klinis WHO Untuk Bayi dan Anak Yang
Terinfeksi HIV
a, b

Stadium klinis 1
Asimtomatik
Limfadenopati generalisata persisten
Stadium klinis 2
Hepatosplenomegali persisten yang tidak dapat dijelaskana
Erupsi pruritik papular
Infeksi virus wart luas
Angular cheilitis
Moluskum kontagiosum luas
Ulserasi oral berulang
Pembesaran kelenjar parotis persisten yang tidak dapat dijelaskan
Eritema ginggival lineal
Herpes zoster
Infeksi saluran napas atas kronik atau berulang (otitis media, otorrhoea, sinusitis, tonsillitis )
Infeksi kuku oleh fungus
Stadium klinis 3
Malnutrisi sedang yang tidak dapat dijelaskan, tidak berespons secara adekuat terhadap
terapi standara
Diare persisten yang tidak dapat dijelaskan (14 hari atau lebih ) a
Demam persisten yang tidak dapat dijelaskan (lebih dari 37.5o C intermiten atau konstan, >
1 bulan)
a
Kandidosis oral persisten (di luar saat 6- 8 minggu pertama kehidupan)
Oral hairy leukoplakia
Periodontitis/ginggivitis ulseratif nekrotikans akut
TB kelenjar
TB Paru
Pneumonia bakterial yang berat dan berulang
Pneumonistis interstitial limfoid simtomatik
Penyakit paru-berhubungan dengan HIV yang kronik termasuk bronkiektasis
Anemia yang tidak dapat dijelaskan (<8g/dl ), neutropenia (<500/mm3) atau
trombositopenia (<50 000/ mm3)
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
64
Catatan:
a. Tidak dapat dijelaskan ebrarti kondisi tersebut tidak dapat dibuktikan oleh sebab yang lain
b. Beberapa kondisi khas regional seperti Penisiliosis dapat disertakan pada kategori ini
Stadium klinis 4
b
Malnutrisi, wasting dan stunting berat yang tidak dapat dijelaskan dan tidak berespons
terhadap terapi standara
Pneumonia pneumosistis
Infeksi bakterial berat yang berulang (misalnya empiema, piomiositis, infeksi tulang dan
sendi, meningitis, kecuali pneumonia)
Infeksi herpes simplex kronik (orolabial atau kutaneus > 1 bulan atau viseralis di lokasi
manapun)
TB ekstrapulmonar
Sarkoma Kaposi
Kandidiasis esofagus (atau trakea, bronkus, atau paru)
Toksoplasmosis susunan saraf pusat (di luar masa neonatus)
Ensefalopati HIV
Infeksi sitomegalovirus (CMV), retinitis atau infeksi CMV pada organ lain, dengan onset
umur > 1bulan
Kriptokokosis ekstrapulmonar termasuk meningitis
Mikosis endemik diseminata (histoplasmosis, coccidiomycosis)
Kriptosporidiosis kronik (dengan diarea)
Isosporiasis kronik
Infeksi mikobakteria non-tuberkulosis diseminata
Kardiomiopati atau nefropati yang dihubungkan dengan HIV yang simtomatik
Limfoma sel B non-Hodgkin atau limfoma serebral
Progressive multifocal leukoencephalopathy
Lampiran A
65
Lampiran A, Bagian B:
Kriteria Presumtif dan Defnitif Untuk Mengenali
Gejala Klinis Yang Berhubungan Dengan HIV/
AIDS Pada Bayi dan Anak Yang Sudah Dipastikan
Terinfeksi HIV
a
Kondisi Klinis Diagnosis Klinis Diagnosis Defnitif
Stadium klinis 1
Asimtomatik Tidak ada keluhan maupun tanda Diagnosis klinis
Limfadenopati
generalisata
persisten
Kelenjar limfe membesar atau
membengkak >1 cm pada 2 atau
lebih lokasi yang tidak berdekatan,
sebab tidak diketahui
Diagnosis klinis
Stadium klinis 2
Hepatosplenomegali
persisten yang tidak
dapat dijelaskan
Pembesaran hati dan limpa tanpa
sebab yang jelas
Diagnosis klinis
Erupsi pruritik
papular
Lesi vesikular pruritik papular.
Sering juga ditemukan pada anak
yang tidak terinfeksi, kemungkinan
skabies atau gigitan serangga harus
disingkirkan
Diagnosis klinis
Infeksi fungal pada
kuku
Paronikia fungal (dasar kuku
membengkak, merah dan nyeri)
atau onikolisis (lepasnya kuku tanpa
disertai rasa sakit)
Onikomikosis proksimal berwarna
putih jarang timbul tanpa disertai
imunodefsiensi
Diagnosis klinis
Keilitis angularis Sariawan atau robekan pada sudut
mulut bukan karena defsiensi
vitamin atau Fe membaik dengan
terapi antifungal
Diagnosis klinis
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
66
Kondisi Klinis Diagnosis Klinis Diagnosis Defnitif
Eritema ginggiva
Linea
Garis/pita eritem yang mengikuti
kontur garis ginggiva yang bebas,
sering dihubungkan dengan
perdarahan spontan
Diagnosis klinis
Infeksi virus wart
luas
Lesi wart khas, tonjolan kulit berisi
seperti buliran beras ukuran kecil,
teraba kasar, atau rata pada telapak
kaki (plantar warts) wajah, meliputi
> 5% permukaan kulit dan merusak
penampilan
Diagnosis klinis
Moluskum
kontagiosum luas
Lesi: benjolan kecil sewarna kulit,
atau keperakan atau merah muda,
berbentuk kubah, dapat disertai
bentuk pusat, dapat diikuti reaksi
infamasi, meliputi 5% permukaan
tubuh dan ganggu penampilan
Moluskum raksasa menunjukkan
imunodefensi lanjut
Diagnosis klinis
Sariawan berulang
(2 atau lebih dalam
6 bulan)
Kondisi sekarang ditambah paling
tidak 1 episode dalam 6 bulan
terakhir. Ulserasi afta bentuk
khasnya adalah infamasi berbentuk
halo dan pseudomembran berwarna
kuning keabuan
Diagnosis klinis
Pembesaran kelenjar
parotis yang tidak
dapat dijelaskan
Pembengkakan kelenjar parotis
bilateral asimtomatik yang dapat
hilang timbul, tidak nyeri, dengan
sebab yang tidak diketahui
Diagnosis klinis
Herpes zoster Vesikel yang nyeri dengan distribusi
dermatomal, dengan dasar eritem
atau hemoragik, lesi dapat menyatu,
tidak menyeberangi garis tengah
Diagnosis klinis
Lampiran A
67
Kondisi Klinis Diagnosis Klinis Diagnosis Defnitif
Infeksi Saluran
Napas Atas
berulang atau kronik
Episode saat ini dengan paling
tidak 1 episode lain dalam 6 bulan
terakhir. Gejala: demam dengan
nyeri wajah unilateral dan sekresi
hidung (sinusitis) atau nyeri telinga
dengan pembengkakan membran
(otitis media), nyeri tenggorokan
disertai batuk produktif (bronkitis),
nyeri tenggorokan (faringitis) dan
batuk mengkungkung seperti croup.
Keluar cairan telinga persisten atau
rekuren
Diagnosis klinis
Stadium klinis 3
Malnutrisi sedang
yang tidak dapat
dijelaskan
Penurunan berat badan: Berat di
bawah - 2 standar deviasi menurut
umur, bukan karena pemberian
asupan makan yang kurang dan
atau adanya infeksi lain, dan tidak
berespons secara baik pada terapi
standar
Pemetaan pada grafk
pertumbuhan, BB
terletak di bawah
2SD, berat tidak naik
dengan tata laksana
standar dan sebab
lain tidak dapat
diketahui selama
proses diagnosis
Diare persisten
yang tidak dapat
dijelaskan
Diare berlangsung 14 hari atau lebih
(feses encer, > 3 kali sehari), tidak
ada respons dengan pengobatan
standar
Pemeriksaan
analisis feses tidak
ditemukan penyebab.
Kultur feses dan
pemeriksaan sediaan
langsung steril
Demam persisten
yang tidak dapat
dijelaskan
(> 37,5oC
intermiten atau
konstan, > 1 bulan)
Dilaporkan sebagai demam
atau berkeringat malam yang
berlangsung > 1 bulan, baik
intermiten atau konstan, tanpa
respons dengan pengobatan
antibiotik atau antimalaria.
Sebab lain tidak ditemukan pada
prosedur diagnostik. Malaria harus
disingkirkan pada daerah endemis
Dipastikan dengan
riwayat suhu >37.5
0C, dengan kultur
darah negatif, uji
malaria negatif, Ro
toraks normal atau
tidak berubah, tidak
ada sumber demam
yang nyata
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
68
Kondisi Klinis Diagnosis Klinis Diagnosis Defnitif
Kandidiasis oral
persisten
(di luar masa 6-8
minggu pertama
kehidupan)
Plak kekuningan atau putih yang
persisten atau berulang, dapat
diangkat (pseudomembran) atau
bercak kemerahan di lidah, palatum
atau garis mulut, umumnya nyeri
atau tegang (bentuk eritem)
Kultur atau
pemeriksaan
mikroskopik
Oral hairy
leukoplakia
Bercak linear berupa garis pada tepi
lateral lidah, umumnya bilateral,
tidak mudah diangkat
Diagnosis klinis
TB kelenjar Limfadenopati tanpa rasa nyeri,
tidak akut, lokasi terbatas satu regio.
Membaik dengan terapi TB standar
dalam 1 bulan
Dipastikan dengan
pemeriksaan
histologik pada
sediaan dari aspirat
dan diwarnai dengan
pewarnaan atau
kultur Ziehl Neelsen
TB Paru Gejala non spesifk seperti batuk
kronik, demam, keringat malam,
anoreksia, dan penurunan berat
badan. Pada anak lebih besar
mungkin ditemukan batuk berdahak
dan hemoptisis. Terdapat riwayat
kontak dengan penderita TB dewasa
dengan apusan positif
Sat atau lebih apusan
sputum positif
dan/atau kelainan
radiologis yang
konsisten dengan
TB aktif dan/atau
kultur M.tuberculosis
positif
Pneumonia bakterial
yang berat dan
berulang
Demam dengan napas cepat, chest
indrawing, napas cuping hidung,
mengi dan merintih. Rongki atau
konsolidasi pada auskultasi. Dapat
membaik dengan antibiotik.
Episode saat ini ditambah 1 episode
lain dalam 6 bulan terakhir
Dipastikan dengan
isolasi bakteri dari
spesimen yang
adekuat( sputum
yang diinduksi,
cairan bersihan
bronkus, aspirasi
paru)
Ginggivitis atau
stomatitis ulseratif
nekrotikans akut
Papila ulseratif gusi, sangat nyeri,
gigi rontok, perdarahan spontan,
berbau tidak sedap, gigi rontok dan
hilang cepatnya massa tulang tissue
Diagnosis klinis
Lampiran A
69
Kondisi Klinis Diagnosis Klinis Diagnosis Defnitif
LIP simtomatik Tidak ada pemeriksaan presumtif Diagnosis dengan
Ro dada: infltrat,
interstisial,
retikulonodular
bilateral, berlangsung
> 2 bulan, tanpa ada
respons pada terapi
antibiotik, dan tidak
ada patogen lain
ditemukan. Saturasi
oksigen tetap di
< 90%. Mungkin
terlihat bersama kor
pulmonale dan fatigue
karena peningkatan
aktivitas fsik.
Histologi memastikan
diagnosis
Penyakit paru
berhubungan
dengan HIV,
termasuk
bronkiektasis
Riwayat batuk produktif, lendir
purulen (pada bronkiektasis) dengan
atau tanpa disertai bentuk jari tabuh,
halitosis dan krepitasi dan atau
mengi pada saat auskultasi
Pada Ro paru dapat
diperlihatkan adanya
kista kecil-kecil dan
atau area persisten
opasifkasi dan /atau
destruksi luas paru
dengan fbrosis, dan
kehilangan volume
paru
Anemia yang tidak
dapat dijelaskan
(<8g/dl), atau
neutropenia
(<1000/mm3) atau
trombositopenia
kronik
(<50 000/ mm3)
Tidak ada pemeriksaan presumtif Diagnosis dengan
pemeriksaan
laboratorium, tidak
disebabkan oleh
kondisi non-HIV
lain, tidak berespons
dengan terapi
standar hematinik,
antimalaria atau
antihelmintik sesuai
pedoman IMCI
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
70
Kondisi Klinis Diagnosis Klinis Diagnosis Defnitif
Stadium klinis 4
Malnutrisi, wasting
dan stunting berat
yang tidak dapat
dijelaskan dan tidak
berespons terhadap
terapi standar
Penurunan berat badan persisten,
tidak disebabkan oleh pola makan
yang buruk atau inadekuat, infeksi
lain dan tidak berespon adekuat
dengan terapi standar selama 2
minggu. Ditandai dengan : wasting
otot yang berat, dengan atau tanpa
edema di kedua kaki, dan/atau
nilai BB/TB terletak 3SD, sesuai
dengan pedoman IMCI WHO
Tercatatnya berta
menurut tinggi atau
berat menurut umur
kurang dari 3 SD
+/- edema
Pneumonia
pneumsistis (PCP)
Batuk kering, kesulitan nafas yang
progresif, sianosis, takipnu dan
demam, chest indrawing, atau
stridor (pneumonia berat atau sangat
berat menurut IMCI). Biasanya
onset cepat khususnya pada bayi <
6 bulan. Berespons dengan terapi
kotrimoksazol dosis tinggi (baik
dengan atau tanpa prednisolon)
Foto Ro menunjukkan infltrat
perihilar difus bilateral.
Pemeriksaan
mikroskopik
imunofuoresens
sputum yang
diinduksi atau cairan
bersihan bronkus
atau histologi
jaringan paru
Infeksi bakterial
berat yang berulang
(misalnya empiema,
piomiositis, infeksi
tulang dan sendi,
meningitis, kecuali
pneumonia)
Demam disertai gejala atau tanda
spesifk infeksi lokal. Berespons
terhadap antibiotik. Episode saat ini
ditambah 1 atau lebih episode lain
dalam 6 bulan terakhir
Diagnosis dengan
kultur spesimen
klinis yang sesuai
Infeksi herpes
simplex kronik
(orolabial atau
kutaneus > 1 bulan
atau viseralis di
lokasi manapun)
Lesi orolabial, genital atau anorektal
yang nyeri, berat dan progresif,
disebabkan oleh infeksi HSV saat ini
atau lebih dari 1 bulan
Diagnosis dengan
kultur dan/atau
histologi
Lampiran A
71
Kondisi Klinis Diagnosis Klinis Diagnosis Defnitif
Kandidiasis
esofagus (atau
trakea, bronkus, atau
paru)
Sulit menelan, atau nyeri saat
menelan (makanan padat atau
cairan). Pada bayi, dicurigai bila
terdapat kandidiasis oral dan anak
menolak makan dan/atau kesulitan
atau menangis saat makan
Diagnosis dengan
penampilan
makroskopik
saat endoskopi,
mikroskopik dari
jaringan atau
makroskopik dengan
bronkoskopi atau
histologi
TB ekstrapulmonar Penyakit sistemik biasanya berupa
demam berkepanjangan, keringat
malam, penurunan berat badan.
Manifestasi klinis tergantung organ
yang terlibat seperti piuria steril,
perikarditis, asites, efusi pleura,
meningitis, artritis, orkitis. Berespons
terhadap terapi standar anti TB
Diagnosis dengan
mikroskopik BTA
positif atau kultur
M.tuberculosis dari
darah atau spesimen
lain, kecuali sputum
atau bilasan bronkus.
Biopsi dan histologi
Sarkoma Kaposi Penampakan khas di kulit atau
orofaring berupa bercak datar,
persisten, berwarna merah muda
atau merah lebam, lesi kulit biasanya
berkembang menjadi nodul
Tidak diperlukan,
namun dapat
dikonfrmasi melalui:
lesi tipikal berwarna
merah keunguan
dilihat melalui
bronkoskopi atau
endoskopi; massa
padat di kelenjar
limfe, visera atau paru
dengan palpasi atau
radiologi; histologi
Infeksi
sitomegalovirus
(CMV), retinitis
atau infeksi CMV
pada organ lain,
dengan onset umur
> 1bulan
Hanya retinitis. Retinitis CMV
dapat didiagnosis oleh klinisi
berpengalaman: lesi mata tipikal
pada pemeriksaan funduskopi serial;
bercak diskret keputihan pada
retina dengan batas tegas, menyebar
sentrifugal, mengikuti pembuluh
darah, dikaitkan dengan vaskulitis
retina, perdarahan dan nekrosis
Diagnosis defnitif
dibutuhkan dari
infeksi di organ
lain. Histologi, PCR
cairan serebrospinal
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
72
Kondisi Klinis Diagnosis Klinis Diagnosis Defnitif
Toksoplasmosis
susunan saraf pusat
(umur > 1 bulan)
Demam, sakit kepala, tanda
neurologi fokal, kejang. Biasanya
berespons dalam 10 hari dengan
terapi spesifk
CT scan
menunjukkan lesi
multipel atau tunggal
dengan efek desak
ruang/penyangatan
dengan kontras
Kriptokokosis
ekstrapulmonar
termasuk meningitis
Meningitis: biasanya subakut,
demam dengan sakit kepala berat
yang bertambah, meningismus,
bingung, perubahan perilaku,
dan berespons dengan terapi
kriptokokus
Diagnosis dengan
mikroskopik cairan
serebrospinal
(pewarnaan Gram
atau tinta India),
serum atau uji
antigen dan kultur
cairan seebrospinal
Ensefalopati HIV Minimal satu dari berikut,
berlangsung minimal 2 bulan, tanpa
ada penyakit lain:
gagal untuk mencapai, atau
kehilangan, developmental
milestones, kehilangan kemampuan
intelektual,
atau
kerusakan pertumbuhan otak
progresif, ditandai dengan stagnasi
lingkar kepala,
atau
defsit motor simetrik didapat
dengan 2 atau lebih dari paresis,
refek patologi, ataksia dan
gangguan jalan (gait disturbances)

Pemeriksaan
radiologis kepala
dapat menunjukkan
atrof dan kalsifkasi
ganglia basal
dan meniadakan
penyebab lain
Mikosis endemik
diseminata
(histoplasmosis,
coccidiomycosis)
Tidak ada pemeriksaan presumtif Histologi: biasanya
pembentukan
granuloma
Isolasi: deteksi
antigen dari jaringan
yang sakit, kultur
atau mikroskopik
dari spesimen klinis
atau kultur darah
Lampiran A
73
Kondisi Klinis Diagnosis Klinis Diagnosis Defnitif
Infeksi mikobakteria
non-tuberkulosis
diseminata
Tidak ada pemeriksaan presumtif Gejala klinis
nonspesifk meliputi
penurunan berat
badan progresif,
demam, anemia,
keringat malam, fatig
atau diare, ditambah
dengan kultur spesies
mikobakteria atipikal
dari feses, darah,
cairan tubuh atau
jaringan tubuh lain,
kecuali paru
Kriptosporidiosis
kronik
Tidak ada pemeriksaan presumtif Kista teridentifkasi
pada pemeriksaan
feses menggunakan
modifkasi ZN
Isosporiasis kronik Tidak ada pemeriksaan presumtif Identifkasi Isospora
Limfoma sel B
non-Hodgkin atau
limfoma serebral
Tidak ada pemeriksaan presumtif Diagnosis dengan
pencitraan SSP,
dan histologi dari
spesimen yang
terkait
Progressive multi focal
leukoencephalopathy
(PML)
Tidak ada pemeriksaan presumtif Kelainan neurologis
progresif(disfungsi
kognitif, bicara/
berjalan, visual loss,
kelemahan tungkai
dan lumpuh saraf
kranialis) dibuktikan
dengan hipodens
substansi alba otak
pada pencitraan atau
PCR poliomavirus
JC
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
74
Kondisi Klinis Diagnosis Klinis Diagnosis Defnitif
Nefropati karena
HIV simtomatik
Tidak ada pemeriksaan presumtif Biopsi ginjal
Kardiomiopati
karena HIV
simtomatik
Tidak ada pemeriksaan presumtif Kardiomegali
dan bukti
buruknya fungsi
jantung kiri yang
dibuktikan melalui
ekokardiograf
Lampiran A
75
a. Foto rontgen dada harus dilakukan, jika tersedia
Pneumonia bakteri : infltrasi lobar atau bercak-bercak
PCP: infltrat interstisial bilateral
TB primer: pembesaran hilus atau nodus limfe paratrakeal dengan
infltrasi pulmonal
Limphoid Interstitial Pneumonitis (LIP): infltrat retikulonodular
interstisial bilateral persisten
Diagnosis presumptif (berdasarkan foto rontgen dada) harus didasari pada tanda klinis
dan pemeriksaan tambahan bila tersedia, seperti mikroskopi sputum dan efusi pleura.
Lampiran B:
Pendekatan Sindrom Sampai Tata Laksana Infeksi
Oportunistik
i, ii
1. Infeksi Respiratorius
Apakah anak datang dengan batuk?
Lihat prosedur 20
Diagnosis
presumtif: LIP
atau infeksi
respiratorius akut
oleh virus
Diagnosis
presumtif:
pneumonia
bakteri. Diberikan
antibiotik
Oksigen dan foto
rontgen dada
a
Batuk selama
> 2 minggu
Batuk kering Batuk produktif
Dispnea berat
dan distres
Anak dengan batuk (tanpa melihat usia)
Ya Ya Ya Ya
i
Integrated management of adolescent and adulthood and illness. WHO 2006 in print
ii
Clinical management of HIV/AIDS, Ministry of Public Health Thailand 2004
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
76
Pertimbangkan pneumonia bakteri.
Terapi dengan ampisilin intravena atau
sefalosforin generasi ketiga
c
intravena
a. Foto rontgen dada harus dilakukan, jika tersedia
Pneumonia bakteri: infltrasi lobar atau bercak-bercak
PCP: infltrat interstisial bilateral
b. PCP merupakan penyakit serius pada anak yang terinfeksi HIV. PCP
sangat dicurigai pada anak dengan distres pernafasan akut dan tidak ada
riwayat konsumsi proflaksis primer. Terapi TMP-SMX dosis tinggi harus
segera diberikan. Steroid mengurangi mortalitas pada kasus PCP berat.
Pada keadaan intoleransi TMP-SMX, obat alternatif yaitu dapson +
trimetoprim atau primakuin + klindamisin.
c. Ampisilin 25 mg/kgBB intravena atau intramuskular, setiap 6 jam. Pada
area terdapat resistensi obat terhadap Streptococcus pneumonia, diberikan
sefalosporin generasi ketiga, yaitu sefotaksim 50 mg/kgBB intravena, setiap
6 jam, atau seftriakson 80 mg/kgBB /hari intravena atau intramuskular,
diberikan dalam 30 menit, selama minimal 10 hari.
Dalam proflaksis
kotrimoksazol
Pertimbangkan PCP
b
Terapa dengan kotrimoksazol
15-20 TMP/kgBB/hari, setiap
6 jam, selama 14-21 hari
b
Distres pernafasan berat
dan hail foto rontgen dada
a
Anak dengan batuk, distres pernafasan berat dan terdapat hasil foto
rontgen dada
Ya
Tidak
Lampiran B
77
Anak dengan batuk kering dan terdapat hasil foto rontgen dada
a. Foto rontgen dada harus dilakukan, jika tersedia.
b. Limphoid Interstitial Pneumonitis (LIP): infltrat retikulonodular interstisial
bilateral persisten. LIP hanya memerlukan pengobatan apabila timbul
gejala hipoksemia.
c. Terapi suportif:
i
Apabila anak demam (> 39C), yang menyebabkan distres, berikan
parasetamol
Apabila terdapat mengi, berikan bronkodilator kerja cepat
Sekret kental di tenggorokan dihisap dengan perlahan apabila anak
tidak dapat mengeluarkannya
Pastikan anak mendapat cairan pemeliharaan setiap hari yang sesuai
dengan usia, namun hindari overhidrasi
Dorong anak untuk makan apabila sudah dapat makan
Investigasi lebih
lanjut
Prednisolon 1-2 mg/kgBB/
hari, 1/hari, selama 14-21
hari, taper off
Terapi suportif
c
Pneumonia
virus
LIP
b
Batuk kering dan penemuan
foto rontgen dada
a
Ya Ya
Tidak Tidak
i
Pocket Book of Hospital Care for Children. WHO Guidelines for The Management of Common Illness with Limited
Resource 2005
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
78
2. Diare
Apakah anak sedang diare?
Diare selama 4 hari
atau lebih tanpa
darah pada feses
Diare dengan
darah pada feses
Diare dengan
dehidrasi
Anak dengan diare
Koreksi dengan
cairan rehidrasi
oral atau cairan
intravena,
kemudian nilai
kembali
Apabila tanda
dehidrasi berat
menetap rujuk ke
rumah sakit
Antibiotik jangan
diberikan rutin.
Cari penyebab

Obati dengan
antibiotik untuk
shigellosis:
siprofoksasin untuk
5 hari
Investigasi
lebih lanjut
untuk diare
kronik
Perbaikan klinis
setelah 2 hari
Pengobatan
selesai
Ganti antibiotik untuk
diare oleh protozoa atau
parasit
Ya Ya
Ya
Ya
Tidak
Diare Akut
Diare akut dapat terjadi pada anak dengan infeksi HIV simtomatik. Daire
akut cair (acute watery diarrhoea) didefnisikan sebagai defekasi cair > 3x/
hari dan tanpa darah. Tatalaksana diare akut harus mengikuti pedoman
nasional untuk mengatasi penyakit diare dan pedoman untuk tatalaksana
untuk penyakit umum pada tempat dengan sumber daya terbatas.

Lampiran B
79
Infeksi bakteri lain dapat disertai diare. Pemeriksaan fsik yang teliti harus
dilakukan untuk mencari infeksi lain seperti pneumonia.
Kultur feses dapat mengidentifkasi Salmonella, Shigella dan Vibrio cholera
ataupun bakteri patogen lainnya.
Kultur darah dilakukan bila anak demam atau terdapat tanda toksik.
Bakteri seperti Salmonella, Mycobacterium avium complex atau lainnya sering
terdapat pada kultur darah pada anak dengan infeksi HIV.
Anak harus diperiksa lagi setelah 2 hari untuk memantau: dehidrasi yang
sebelumnya dialami, usia < 1 tahun, menetapnya darah dalam tinja atau
tidak ada perbaikan gejala. Perbaikan didefnisikan sebagai: penambahan
berat badan, hilangnya demam dan darah dalam tinja, frekuensi diare
berkurang dan perbaikan nafsu makan.
Disentri merupakan diare dengan tinja mengandung darah. Sebagian besar
disebabkan oleh Shigella dan hampir semuanya memerlukan pengobatan
antibiotik. Apabila tersedia, lakukan kultur feses untuk mengidentifkasi
Shigella dan bakteri patogen lainnya. Tanda diagnostik antara lain:
Darah pada tinja yang dapat terlihat dengan kasat mata
Nyerz abdominal
Konvulsi, letargi
Prolaps rektal
Frekuensi defekasi meningkat
Demam
Dehidrasi
Dapat diberikan antibiotik oral selama 5 hari yang masih dapat mengatasi
sebagian besar jenis Shigella, contohnya dari golongan forokuinolon yaitu
siprofoksasin. Kotrimoksazol dan ampisilin tidak efektif karena adanya resistensi
yang luas.
Diare kronik
Defnisi diare kronik: feses cair (> 3x/hari) selama 14 hari pada anak
dengan gejala infeksi HIV.
Diare kronik umum terjadi pada anak yang terinfeksi HIV. Apabila anak
tidak sakit berat (tidak ada darah pada tinja, afebris, tidak dehidrasi, tidak
malnutrisi), pantau anak dan pertahankan hidrasi dan nutrisi. Penyebab
lain diare termasuk kerusakan mukosa, bakteri tumbuh lampau, diare
asam empedu atau infeksi CMV. Terapi empirik dengan neomisin oral
atau kolistin ditambah kolestiramin dapat meringankan gejala. Infeksi
HIV sendiri dapat menyebabkan diare, yang dapat diatasi dengan ART.

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
80
Pemeriksaan mikroskopis untuk mengidentifkasi Candida, Cryptosporidium,
Microsporidia dan parasit yang dapat menyebabkan diare persisten. Dapat
dilakukan apusan feses dengan pewarnaan tahan asam yang dimodifkasi
dan pewarnaan trikrom yang dimodifkasi. Pada apusan feses dicari
adanya darah dan neutrofl. Penemuan ini dapat mendukung diagnosis
infeksi bakteri (seperti Shigella, Salmonella, Campylobacter). Kultur feses
dapat mengidentifkasi infeksi bakteri.
Tabel di bawah menunjukkan terapi antibiotik untuk diare
Bakteri patogen pada diare kronik

ETIOLOGI PENGOBATAN
BAKTERI
Salmonella (non-typhoidal)
Shigella
Escherichia coli
Campylobacter jejuni
Mycobacterium avium complex
Mycobacterium tuberculosis
Yersinia enterocolitica
Siprofoksasin* 10-15 mg/kgBB, 2x/hari,
selama 5 hari
Tanpa antibiotik
Eritomisin 12,5 mg/kgBB, 4x/hari, selama
5 hari atau Siprofoksasin* 10-15 mg/kgBB,
2x/hari, selama 5 hari
Klaritromisin 15 mg/kgBB/hari, 2x/hari,
ditambah Etambutol 15-25 mg/kgBB,
4x/hari, ditambah Rifabutin# 6mg/kgBB,
1x/hari
Terapi standar untuk tuberkulosis
TMP-SMX (TMP 4 mg/kgBB,
SMX 20 mg/kgBB), 2x/hari, selama 5 hari
VIRUS
Sitomegalovirus
Rotavirus
Terapi suportif (terapi dengan gansiklovir
mahal)
Terapi suportif
Lampiran B
81
ETIOLOGI PENGOBATAN
PROTOZOA
Cryptosporidium
Isopora belli
Giardia lamblia
Entamoeba hystolytica
Microsporidia
Tidak ada terapi yang terbukti efektif,
penyembuhan spontan dapat terjadi setelah
pemberian ARV
TMP-SMX (TMP 4 mg/kgBB, SMX 20
mg/kgBB), 4x/hari selama 10 hari, kemudian
2x/hari selama 10 hari. Terapi pemeliharaan
dapat dipertimbangkan
Metronidazol 5 mg/kgBB, oral, 3x/hari,
selama 5 hari
Metronidazol 10 mg/kgBB, oral, 3x/hari,
selama 10 hari
Albendazol 10 mg/kgBB, 2x/hari, selama 4
minggu (maksimum 400 mg/dosis)
PARASIT
Strongyloides Albendazol 10 mg/kgBB, 1x/hari, selama 3
hari (maksimum 400 mg/dosis)
JAMUR
Candida albicans Nistatin 100.000 IU, oral, 3x/hari, selama 5-7
hari untuk kasus ringan
Alternatif : Ketokonazol 5 mg/kgBB/dosis
1x/hari atau 2x/hari atau Flukonazol 3-6 mg/
kgBB 1x/hari (juga dapat untuk kasus sedang
sampai berat)
* Tidak dapat digunakan pada bayi dan anak < 5 tahun. Kuinolon dikonsumsi secara oral dapat
menyebabkan masalah tulang pada hewan dan harus hati-hati bila diberikan pada anak.
# Rifabutin tidak tersedia di kawasan Asia Tenggara.
Semua dosis untuk satu kali pemberian.
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
82
3. Demam Persisten atau Rekuren
Apakah anak sedang demam?
a. Demam didefnisikan sebagai suhu tubuh > 37,5C (aksila); 38C (oral) ;
38,5C (rektal)
Demam persisten: demam lebih dari 5 hari
Demam rekuren: demam lebih dari 1 episode dalam periode 5 hari
Anak mungkin demam sebagai akibat penyakit anak umumnya, penyakit
edemik, infeksi oportunistik atau bakteri yang serius, neoplasma dan/atau
HIV itu sendiri. Dengan adanya kemungkinan tersebut, demam dikaitkan
dengan tanda dan gejala spesifk.
Anamnesis teliti:
Berapa lama demam ?
Apakah ada gejala lain ?
Pengobatan apa yang telah diberikan pada anak ?
b. Ikuti pedoman tata laksana spesifk.
c. Infeksi SSP dapat menyebabkan demam persisten atau rekuren tanpa
tanda abnormalitas neurologi. Ultrasonogram kranial dan/atau abdominal
mungkin berguna. Kultur sumsum tulang dapat memberikan hasil yang
lebih baik dibandingkan kultur darah. Mikobakterimia mudah dideteksi
melalui automated culture system.
Musim malaria
pada area
endemik malaria
Diagnosis
malaria dan
pengobatan
sesuai dengan
pedoman
nasional malaria
Investigasi
lebih lanjut dan
terapi suportif
sesuai pedoman
nasional dengue
b
Punksi
lumbal (bila
mungkin)
Obati
meningitis
dengan
antibiotik
intravena
c

Lihat
lampiran A
Anak dengan demam
a
Musin dengue
pada area
endemik dengue
Meningitis
bakterial
Penyakit HIV/
AIDS yang lanjut
Ya Ya Ya Ya
Lampiran B
83
Anak dengan demam persisten atau rekuren
a. Pertimbangkan:
Tanda/gejala penyakit terkait HIV
Periksa oral thrush
Periksa lesi kulit
Periksa tanda lokal spesifk
Apabila dalam ART, periksa kejadian simpang akibat ARV
Apabila dalam ART, periksa IRIS
b. Apabila demam tinggi persisten dan curiga infeksi bakteri, periksa infeksi
fokal. Terapi empirik dengan sefotaksim 50 mg/kgBB intravena atau
intramuskular setiap 6 jam atau seftriakson 80 mg/kgBB/hari sebagai
dosis tunggal diberikan dalam 30 menit. Jika demam menghilang, namun
sumber masih belum diketahui, terapi dapat dihentikan setelah 7-10 hari.
Curiga sumber
demam lain
b
Tanda/gejala
penyakit terkait
HIV
a
Periksa:
TB
Infeksi
Infeksi fungal
sistemik
Mycobacterium avium
complex
Bacterial foci
Penyakit virus

Investigasi lebih lanjut


dan terapi suportif
sesuai indikasi
Anak dengan demam persisten atau rekuran
Investigasi lebih lanjut
dan terapi suportif
sesuai indikasi
Ya Ya
Tidak Tidak
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
84
4. Abnormalitas Neurologi
Apakah anak mempunyai abnormalitas neurologi dan/atau sakit kepala?
Anamnesis teliti:
Apakah terdapat kelemahan di bagian tubuh
Apakah baru mengalami kecelakaan dan trauma
Apakah baru mengalami kejang
Obat apa yang sudah diminum anak
Apakah anak mempunyai kesulitan konsentrasi/memusatkan perhatian
Apakah perilaku anak berubah
Apakah anak tampak bingung
Apakah gejala terjadi tiba-tiba
Apakah gejala berkembang progresif

Pemeriksaan klinis
Apakah ada tanda neurologi fokal Masalah berbicara
Periksa paralisis fasid Masalah pergerakan bola mata
Periksa kekuatan Periksa kaku kuduk
Masalah berjalan Apakah anak tampak bingung

Jika satu patogen telah diidentifkasi, terapi IO sesuai rekomendasi (prosedur 21).
Jika ada defsit neurologi fokal, pencitraan neurologi (misal CT Scan dengan
kontras) diperlukan untuk menyingkirkan infark serebral, perdarahan, limfoma
dan lain-lain, sebelum diagnosis ensefalopati HIV ditegakkan.
Pada infeksi toksoplasma yang didapat, CT scan akan menunjukkan massa
hipodens multipel dengan penyangatan tepi (ring enhancement). Pada limfoma
SSP akan tampak lesi tunggal isodens atau hipodens yang menyangat dengan
kontras. Atrof otak lebih menunjukkan adanya ensefalopati HIV. Penyebab
lain abnormalitas neurologi pada anak terinfeksi HIV yaitu ensefalitis CMV,
tuberkuloma SSP atau leukoensefalopati multifokal progresif.
Hitung CD4 dapat membantu menentukan kemungkinan infeksi
oportunistik mana yang ditemukan.

Anak dengan abnormalitas


neurologi/sakit kepala
Lampiran B
85
Anak dengan episode abnormalitas neurologi
a. Defnisi: Ensefalopati progresif: Penurunan progresif fungsi motorik,
kognitif atau bahasa, bukti hilangnya atau keterlambatan tumbuh kembang,
onset dapat awal sejak tahun pertama kehidupan atau dapat terjadi kapan
saja. Ensefalopati statik: disfungsi motorik dan defsit perkembangan
lainnya yang derajat keparahannya bervariasi, namun tidak progresif,
ditemukan pada pemeriksaan neurologi dan tumbuh kembang secara
serial. Episode akut: onset akut kejang, kelainan neurologi fokal (seperti
toksoplasmosis) atau meningismus (seperti meningitis kriptokokus,
meningitis bakterial, meningitis TB atau ensefalitis CMV).
Anamnesis teliti dan pemeriksaan fsik termasuk pemeriksaan neurologi
dan pemeriksaan tumbuh kembang sangat penting karena penatalaksanaan
episode akut berbeda antara ensefalopati progresif atau statik.
Obati sebagai HIV ensefalopati
Terapi suportif
Pertimbangkan ART

Disfungsi kognitif
atau motorik
progresif atau statik
a
Cairan serebrospinal menunjukkan
kemungkinan infeksi spesifk
c
Kenaikan tekanan
cairan serebrospinal
Kaku kuduk
atau demam
Episode
akut
b
Anak dengan episode progresif
abnormalitas neurologi
Punksi lumbal jika mungkin
Periksa meningitis bakterial
Periksa meningitis kriptokokus
Periksa meningitis TB

Obat yang
sesuai
Curiga
perdarahan
SSP atau lesi
desak massa
HIV ensefalopati dan mulai
ART
d
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Ya Ya
Tidak
Ya
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
86
b. Episode akut dapat terjadi pada anak terinfeksi HIV yang sebelumnya sehat
atau dapat terjadi pada anak yang sudah didiagnosis ensefalopati HIV.
c. Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat menunjukkan:
Meningitis akut: hitung leukosit > 100/mm3. Pewarnaan Gram
dan kultur cairan serebrospinal, apabila memungkinkan, dapat
menunjukkan adanya bakteri.
Meningitis kriptokokus: pewarnaan tinta India dapat menunjukkan
sel ragi. Antigen kriptokokus dapat dideteksi dalam serum atau
cairan serebrospinal.
Meningitis fungal: kultur cairan serebrospinal dapat mendeteksi
infeksi jamur.
d. Rejimen ART harus termasuk AZT atau d4T karena penetrasi SSP
yang tinggi.
Lampiran B
87
N
a
m
a

o
b
a
t
F
o
r
m
u
l
a
s
i
D
a
t
a
f
a
r
m
a
k
o
k
i
n
e
t
i
k
U
m
u
r

(
b
e
r
a
t

b
a
d
a
n
)
,

d
o
s
i
s

d
a
n

f
r
e
k
u
e
n
s
i
L
a
i
n
-
l
a
i
n
N
u
c
l
e
o
s
i
d
e

a
n
a
l
o
g
u
e

r
e
v
e
r
s
e

t
r
a
n
s
c
r
i
p
t
a
s
e

i
n
h
i
b
i
t
o
r
s

(
N
R
T
I
)
Z
i
d
o
v
u
d
i
n
e

(
A
Z
T
)
S
i
r
u
p
:

1
0

m
g
/
m
l

K
a
p
s
u
l
:

1
0
0

m
g
,

2
5
0

m
g
T
a
b
l
e
t
:

3
0
0

m
g

S
e
m
u
a

u
m
u
r
<

4

m
i
n
g
g
u
:

4

m
g
/
k
g
/
d
o
s
i
s
,

2
x
/
h
a
r
i

4

m
i
n
g
g
u


t
o

1
3

t
a
h
u
n
:

1
8
0
-
2
4
0

m
g
/
m
2
/
d
o
s
i
s
,






2
x
/
h
a
r
i
D
o
s
i
s

m
a
k
s
i
m
a
l
:


1
3

t
a
h
u
n
:

3
0
0

m
g
/
d
o
s
i
s
,

2
x
/
h
a
r
i

U
n
t
u
k

a
n
a
k

c
u
k
u
p

b
e
s
a
r

p
e
m
b
e
r
i
a
n

d
a
l
a
m

b
e
n
t
u
k

s
i
r
u
p

a
k
a
n

m
e
n
y
e
b
a
b
k
a
n

v
o
l
u
m
e

t
e
r
l
a
l
u

b
e
s
a
r
,

d
a
n


t
i
d
a
k

d
i
t
o
l
e
r
a
n
s
i
.

S
i
r
u
p

h
a
r
u
s

d
i
s
i
m
p
a
n

d
a
l
a
m

b
o
t
o
l

g
e
l
a
s

d
a
n

s
e
n
s
i
t
i
f

t
e
r
h
a
d
a
p

c
a
h
a
y
a
D
a
p
a
t

d
i
m
i
n
u
m

b
e
r
s
a
m
a

m
a
k
a
n
a
n
D
o
s
i
s

6
0
0

m
g
/
m
2
/
d
o
s
i
s

p
e
r

h
a
r
i

u
n
t
u
k

e
n
s
e
f
a
l
o
p
a
t
i

H
I
V
K
a
p
s
u
l

d
a
p
a
t

d
i
b
u
k
a
,

t
a
b
l
e
t

d
a
p
a
t

d
i
b
u
a
t

p
u
y
e
r
,

c
a
m
p
u
r

d
e
n
g
a
n

m
a
k
a
n
a
n

a
t
a
u

s
e
d
i
k
i
t

a
i
r

(
s
i
r
u
p

s
t
a
b
i
l

d
a
l
a
m

s
u
h
u

r
u
a
n
g
a
n
)
T
i
d
a
k

b
o
l
e
h

d
i
b
e
r
i
k
a
n

b
e
r
s
a
m
a

d
4
T

(
a
n
t
a
g
o
n
i
s
t
i
k
)

L
a
m
i
v
u
d
i
n
e

(
3
T
C
)
S
i
r
u
p
:

1
0

m
g
/
m
l

T
a
b
l
e
t
:

1
5
0

m
g
,

3
0
0

m
g

S
e
m
u
a

u
m
u
r
<

3
0

h
a
r
i
:

2

m
g
/
k
g
/
d
o
s
i
s
,

2
x
/
h
a
r
i


3
0

h
a
r
i

a
t
a
u

<

6
0

k
g
:

4

m
g
/
k
g
/
d
o
s
i
s
,

2
x
/
h
a
r
i
D
o
s
i
s


m
a
k
s
i
m
a
l
:

>

6
0

k
g
:

1
5
0

m
g
/
d
o
s
i
s
,





2
x
/
h
a
r
i

T
o
l
e
r
a
n
s
i

b
a
i
k
D
a
p
a
t

d
i
b
e
r
i

b
e
r
s
a
m
a

m
a
k
a
n
a
n
S
i
r
u
p

s
t
a
b
i
l

d
a
l
a
m

s
u
h
u

r
u
a
n
g
,

g
u
n
a
k
a
n

s
a
m
p
a
i

1

b
u
l
a
n

s
e
t
e
l
a
h

t
u
t
u
p

d
i
b
u
k
a
D
a
p
a
t

d
i
b
u
a
t

p
u
y
e
r

d
a
n

c
a
m
p
u
r
k
a
n

p
a
d
a

s
e
d
i
k
i
t

a
i
r

s
e
b
e
l
u
m

d
i
m
i
n
u
m
k
a
n

K
o
m
b
i
n
a
s
i

t
e
t
a
p

A
Z
T

p
l
u
s

3
T
C

(
D
u
v
i
r
a
l
)
T
i
d
a
k

a
d
a

b
e
n
t
u
k

s
i
r
u
p

T
a
b
l
e
t
:

3
0
0

m
g

A
Z
T

p
l
u
s

1
5
0

m
g

3
T
C

R
e
m
a
j
a

d
a
n

d
e
w
a
s
a

D
o
s
i
s


m
a
k
s
i
m
a
l
:

>

1
3

t
a
h
u
n

a
t
a
u

>

6
0

k
g
:

1

t
a
b
l
e
t
/
d
o
s
i
s
,

2
x
/
h
a
r
i

(
t
i
d
a
k

u
n
t
u
k

b
e
r
a
t

b
a
d
a
n

<

3
0

k
g
)

S
e
b
a
i
k
n
y
a

t
a
b
l
e
t

t
i
d
a
k

d
i
b
e
l
a
h
T
a
b
l
e
t

d
a
p
a
t

d
i
h
a
l
u
s
k
a
n

s
e
g
e
r
a

s
e
b
e
l
u
m

p
e
m
b
e
r
i
a
n
B
i
l
a

b
e
r
a
t

<

3
0

k
g
,

A
Z
T

d
a
n

3
T
C

t
i
d
a
k

d
a
p
a
t

d
i
h
i
t
u
n
g

d
e
n
g
a
n

t
e
p
a
t

d
a
l
a
m

s
e
d
i
a
a
n

t
a
b
l
e
t

k
o
m
b
i
n
a
s
i

i
n
i

Lampiran C:
Formulasi dan Dosis Anti Retroviral Untuk Anak
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
88
N
a
m
a

o
b
a
t
F
o
r
m
u
l
a
s
i
D
a
t
a

a
r
m
a
k
o
k
i
n
e
t
i
k
U
m
u
r

(
b
e
r
a
t

b
a
d
a
n
)
,

d
o
s
i
s

d
a
n

f
r
e
k
u
e
n
s
i
L
a
i
n
-
l
a
i
n
S
t
a
v
u
d
i
n
e

(
d
4
T
)
S
i
r
u
p
:

1

m
g
/
m

(
t
i
d
a
k

a
d
a

d
i

I
n
d
o
n
e
s
i
a
)
K
a
p
s
u
l
:

3
0

m
g
,

4
0

m
g

S
e
m
u
a

u
m
u
r
<

3
0

k
g
:

1

m
g
/
k
g
/
d
o
s
i
s
,




2
x
/
h
a
r
i

3
0
k
g

a
t
a
u

l
e
b
i
h
:

3
0

m
g
/
d
o
s
i
s
,

2
x
/
h
a
r
i

P
e
r
l
u

v
o
l
u
m
e

y
a
n
g

b
e
s
a
r
S
i
r
u
p

h
a
r
u
s

d
i
s
i
m
p
a
n

d
i

k
u
l
k
a
s
,

s
t
a
b
i
l

s
e
l
a
m
a

3
0

h
a
r
i
,

d
a
l
a
m

b
o
t
o
l

g
e
l
a
s
,

p
e
r
l
u

d
i
k
o
c
o
k
.

K
a
p
s
u
l

d
a
p
a
t

d
i
b
u
k
a

d
a
n

d
i
c
a
m
p
u
r

a
i
r

s
a
a
t

m
i
n
u
m

o
b
a
t
T
i
d
a
k

b
o
l
e
h

d
i
p
a
k
a
i

b
e
r
s
a
m
a

A
Z
T

(
a
n
t
a
g
o
n
i
s
t
i
k
)

K
o
m
b
i
n
a
s
i

t
e
t
a
p

d
4
T

p
l
u
s

3
T
C
T
i
d
a
k

a
d
a

s
e
d
i
a
a
n

s
i
r
u
p

(
t
d
k

a
d
a

d
i

I
n
d
o
n
e
s
i
a
)

T
a
b
l
e
t
:

d
4
T

3
0

m
g

p
l
u
s

3
T
C

1
5
0

m
g
;

d
4
T

4
0

m
g

p
l
u
s

3
T
C

1
5
0

m
g

R
e
m
a
j
a

d
a
n

d
e
w
a
s
a
>

3
0
k
g


1

t
a
b
l
e
t

k
o
m
b
i
n
a
s
i

(
m
e
n
g
a
n
d
u
n
g

d
4
T

3
0

m
g
)

2
X
/
h
a
r
i

S
e
b
a
i
k
n
y
a

t
a
b
l
e
t

t
i
d
a
k

d
i
b
e
l
a
h

D
i
d
a
n
o
s
i
n
e

(
d
d
I
,

d
i
d
e
o
x
y
i
n
o
s
i
n
e
)
S
u
s
p
e
n
s
i

o
r
a
l

p
e
d
i
a
t
r
i
k
:

1
0

m
g
/
m
l

(
t
i
d
a
k

a
d
a

d
i

I
n
d
o
n
e
s
i
a
)

T
a
b
l
e
t

k
u
n
y
a
h
:

2
5

m
g
,

5
0

m
g
,

1
0
0

m
g
,

1
5
0

m
g
,

2
0
0

m
g

E
n
t
e
r
i
c
-
c
o
a
t
e
d

b
e
a
d
l
e
t
s

i
n

c
a
p
s
u
l
e
s
:

1
2
5

m
g
,

2
0
0

m
g
,

2
5
0

m
g
,

4
0
0

m
g

S
e
m
u
a

u
m
u
r
<

3

b
u
l
a
n
:

5
0
m
g
/
m
2
/
d
o
s
i
s
,

2
x
/
h
a
r
i

a
3

b
u
l
a
n

s
a
m
p
a
i

<

1
3

t
h
:

9
0
-
1
2
0

m
g
/
m
2
/
d
o
s
i
s
,









2
x
/
h
a
r
i

a
t
a
u

2
4
0

m
g
/
m
2
/
d
o
s
i
s
,

s
e
k
a
l
i

s
e
h
a
r
i
D
o
s
i
s

m
a
k
s
i
m
a
l
:


1
3

t
h
n

a
t
a
u

>

6
0

k
g
:

2
0
0

m
g
/
d
o
s
i
s
,

2
x
/
h
a
r
i

a
t
a
u

4
0
0

m
g
,

s
e
k
a
l
i

s
e
h
a
r
i

S
u
s
p
e
n
s
i

h
a
r
u
s

d
i
s
i
m
p
a
n

d
i

k
u
l
k
a
s
,

s
t
a
b
i
l

s
e
l
a
m
a

3
0

h
a
r
i

d
a
n

k
o
c
o
k

m
e
r
a
t
a

D
i
m
i
n
u
m

s
a
a
t

p
e
r
u
t

k
o
s
o
n
g
,

m
i
n
i
m
a
l

3
0

m
e
n
i
t

s
e
b
e
l
u
m

a
t
a
u

2

j
a
m

s
e
s
u
d
a
h

m
a
k
a
n
J
i
k
a

t
a
b
l
e
t

d
i
h
a
n
c
u
r
k
a
n

d
a
l
a
m

a
i
r
,

m
i
n
i
m
a
l

2

t
a
b
l
e
t

f
o
r
t
e

h
a
r
u
s

l
a
r
u
t

u
n
t
u
k

b
u
f
f
e
r
i
n
g

y
a
n
g

a
d
e
k
u
a
t

E
n
t
e
r
i
c
-
c
o
a
t
e
d

b
e
a
d
l
e
t
s

i
n

c
a
p
s
u
l
e
s

d
a
p
a
t

d
i
b
u
k
a

d
a
n

d
i
t
a
b
u
r
k
a
n

p
a
d
a

m
a
k
a
n
a
n

Lampiran C
89
N
a
m
a

o
b
a
t
F
o
r
m
u
l
a
s
i
D
a
t
a

a
r
m
a
k
o
k
i
n
e
t
i
k
U
m
u
r

(
b
e
r
a
t

b
a
d
a
n
)
,

d
o
s
i
s

d
a
n

f
r
e
k
u
e
n
s
i
L
a
i
n
-
l
a
i
n
A
b
a
c
a
v
i
r

(
A
B
C
)
S
i
r
u
p
:

2
0

m
g
/
m
l

T
a
b
l
e
t
:

3
0
0

m
g

U
m
u
r

>

3

b
u
l
a
n
<

1
6

t
a
h
u
n

a
t
a
u

<

3
7
.
5

k
g
:

8

m
g
/
k
g
/
d
o
s
i
s
,

2
x
/
h
a
r
i
D
o
s
i
s

m
a
k
s
i
m
a
l
:

>

1
6

t
a
h
u
n

a
t
a
u


3
7
.
5

k
g
:
3
0
0

m
g
/
d
o
s
i
s
,

2
x
/
h
a
r
i

D
a
p
a
t

d
i
m
a
k
a
n

b
e
r
s
a
m
a

m
a
k
a
n
a
n

T
a
b
l
e
t

d
a
p
a
t

d
i
h
a
l
u
s
k
a
n

d
a
n

d
i
c
a
m
p
u
r

s
e
d
i
k
i
t

a
i
r

u
n
t
u
k


H
a
t
i
-
h
a
t
i

d
e
n
g
a
n

r
e
a
k
s
i

a
l
e
r
g
i

(
s
t
o
p

p
e
r
m
a
n
e
n

b
i
l
a

t
i
m
b
u
l
)

K
o
m
b
i
n
a
s
i

t
e
t
a
p

A
Z
T

p
l
u
s

3
T
C

p
l
u
s

A
B
C
T
i
d
a
k

a
d
a

s
e
d
i
a
a
n

s
i
r
u
p

T
a
b
l
e
t
:

A
Z
T

3
0
0

m
g

p
l
u
s

3
T
C

1
5
0

m
g

p
l
u
s

A
B
C

3
0
0

m
g
T
i
d
a
k

a
d
a

d
i

I
n
d
o
n
e
s
i
a

R
e
m
a
j
a

d
a
n

d
e
w
a
s
a
D
o
s
i
s


m
a
k
s
i
m
a
l
:

>

4
0

k
g
:

1

t
a
b
l
e
t
/
d
o
s
i
s
,

2
x
/
h
a
r
i

S
e
b
a
i
k
n
y
a

t
a
b
l
e
t

t
i
d
a
k

d
i
b
e
l
a
h
P
a
d
a

b
e
r
a
t

<

3
0

k
g
,

A
Z
T
/
3
T
C
/
A
B
C

t
i
d
a
k

d
a
p
a
t

d
i
h
i
t
u
n
g

d
e
n
g
a
n

t
e
p
a
t

d
a
l
a
m

s
e
d
i
a
a
n

t
a
b
l
e
t
H
a
t
i
-
h
a
t
i

d
e
n
g
a
n

r
e
a
k
s
i

a
l
e
r
g
i

(
s
t
o
p

p
e
r
m
a
n
e
n

b
i
l
a

t
i
m
b
u
l
)

N
o
n
-
N
u
c
l
e
o
s
i
d
e

r
e
v
e
r
s
e

t
r
a
n
s
c
r
i
p
t
a
s
e

i
n
h
i
b
i
t
o
r
s

(
N
N
R
T
I
)
N
e
v
i
r
a
p
i
n
e

(
N
V
P
)
S
i
r
u
p
:

1
0

m
g
/
m
l

T
a
b
l
e
t
:

2
0
0

m
g

S
e
m
u
a

u
m
u
r
1
5
-
3
0

h
a
r
i
:

5

m
g
/
k
g
/
d
o
s
i
s
,

s
e
k
a
l
i

s
e
h
a
r
i

2

m
i
n
g
g
u
,

k
e
m
u
d
i
a
n

1
6
0

m
g
/
m
2
/
d
o
s
i
s
,

2
x
/
h
a
r
i

2

m
i
n
g
g
u
,

k
e
m
u
d
i
a
n

2
0
0

m
g
/
m
2
/
d
o
s
i
s
,

2
x
/
h
a
r
i

3
0

h
a
r
i
-
1
3

t
a
h
u
n
:

1
6
0

m
g
/
m
2
/
d
o
s
i
s
,

s
e
k
a
l
i

s
e
h
a
r
i

2

m
i
n
g
g
u
,

k
e
m
u
d
i
a
n

1
6
0
-
2
0
0

m
g
/
m
2
/
d
o
s
i
s
,

2
x
/
h
a
r
i
D
o
s
i
s

m
a
k
s
i
m
a
l
:

>

1
3

t
a
h
u
n
:

2
0
0

m
g
/
d
o
s
i
s
,

s
e
k
a
l
i

s
e
h
a
r
i

2

m
i
n
g
g
u
,

l
a
l
u

2
0
0

m
g
/
d
o
s
i
s
,

2
x
/
h
a
r
i

H
i
n
d
a
r
i

p
e
n
g
g
u
n
a
a
n

b
e
r
s
a
m
a

r
i
f
a
m
p
i
c
i
n

S
i
r
u
p

s
t
a
b
i
l

d
a
l
a
m

s
u
h
u

r
u
a
n
g
a
n
,

k
o
c
o
k

d
a
h
u
l
u

D
a
p
a
t

d
i
b
e
r
i

b
e
r
s
a
m
a

m
a
k
a
n
a
n
D
a
p
a
t

d
i
b
e
l
a
h
,

d
i
p
u
y
e
r
k
a
n
,

w
a
s
p
a
d
a

a
l
e
r
g
i

(
d
o
s
i
s

j
a
n
g
a
n

d
i
n
a
i
k
k
a
n
)

64.912
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
90
N
a
m
a

o
b
a
t
F
o
r
m
u
l
a
s
i
D
a
t
a

a
r
m
a
k
o
k
i
n
e
t
i
k
U
m
u
r

(
b
e
r
a
t

b
a
d
a
n
)
,

d
o
s
i
s

d
a
n

f
r
e
k
u
e
n
s
i
L
a
i
n
-
l
a
i
n
E
f
a
v
i
r
e
n
z

(
E
F
V
)
S
i
r
u
p
:

3
0

m
g
/
m
l

(
s
i
r
u
p

m
e
m
b
u
t
u
h
k
a
n

d
o
s
i
s

y
a
n
g

l
e
b
i
h

t
i
n
g
g
i

d
a
r
i

k
a
p
s
u
l
)
K
a
p
s
u
l
:

5
0

m
g
,

1
0
0

m
g
,

2
0
0

m
g

H
a
n
y
a

u
n
t
u
k

a
n
a
k

>

3

t
a
h
u
n

a
t
a
u

b
e
r
a
t

>

1
0

k
g
K
a
p
s
u
l

(
s
i
r
u
p
)
:

1
0
-
1
5

k
g
:

2
0
0

m
g

(
2
7
0

m
g

=

9

m
l
)

s
e
k
a
l
i

s
e
h
a
r
i
1
5

-

<

2
0

k
g
:

2
5
0

m
g

(
3
0
0

m
g

=

1
0

m
l
)

s
e
k
a
l
i

s
e
h
a
r
i
2
0

-

<

2
5

k
g
:

3
0
0

m
g

(
3
6
0

m
g

=

1
2

m
l
)

s
e
k
a
l
i

s
e
h
a
r
i
2
5

-

<

3
3

k
g
:

3
5
0

m
g

(
4
5
0

m
g

=

1
5

m
l
)

s
e
k
a
l
i

s
e
h
a
r
i
3
3

-

<

4
0

k
g
:

4
0
0

m
g

(
5
1
0

m
g

=

1
7

m
l
)

s
e
k
a
l
i
s

e
h
a
r
i
D
o
s
i
s


m
a
k
s
i
m
a
l
:


4
0

k
g
:

6
0
0

m
g

s
e
k
a
l
i

s
e
h
a
r
i

I
s
i

k
a
p
s
u
l

d
a
p
a
t

d
i
b
u
k
a

d
a
n

d
i
c
a
m
p
u
r

d
e
n
g
a
n

m
i
n
u
m
a
n

m
a
n
i
s
,

t
i
d
a
k

b
o
l
e
h

d
i
m
i
n
u
m

s
e
s
u
d
a
h

m
a
k
a
n

m
a
k
a
n
a
n

s
a
n
g
a
t

b
e
r
l
e
m
a
k

k
a
r
e
n
a

a
b
s
o
r
p
s
i

d
a
p
a
t

m
e
n
i
n
g
k
a
t

s
a
m
p
a
i

5
0
%
D
i
m
i
n
u
m

m
e
n
j
e
l
a
n
g

t
i
d
u
r
,

t
e
r
u
t
a
m
a

2

m
i
n
g
g
u

p
e
r
t
a
m
a
,

u
n
t
u
k

m
e
n
g
u
r
a
n
g
i

e
f
e
k

s
a
m
p
i
n
g

s
u
s
u
n
a
n

s
a
r
a
f

p
u
s
a
t

K
o
m
b
i
n
a
s
i

t
e
t
a
p

d
4
T

p
l
u
s

3
T
C

p
l
u
s

N
V
P
T
i
d
a
k

a
d
a

s
e
d
i
a
a
n

s
i
r
u
p

T
a
b
l
e
t
:

d
4
T

3
0

m
g

p
l
u
s

3
T
C

1
5
0

m
g

p
l
u
s

N
V
P

2
0
0

m
g

;

d
4
T

4
0

m
g

p
l
u
s

3
T
C

1
5
0

m
g

p
l
u
s

N
V
P

2
0
0

m
g
T
i
d
a
k

a
d
a

d
i

I
n
d
o
n
e
s
i
a

R
e
m
a
j
a

d
a
n

d
e
w
a
s
a
D
o
s
i
s


m
a
k
s
i
m
a
l
:

3
0
-
6
0

k
g
:

1

t
a
b
l
e
t

3
0

m
g

d
4
T
-
b
a
s
e
d
,

2
x
/
h
a
r
i


6
0

k
g
:

1

t
a
b
l
e
t

4
0

m
g

d
4
T
-
b
a
s
e
d
,

2
x
/
h
a
r
i

S
e
b
a
i
k
n
y
a

t
a
b
l
e
t

t
i
d
a
k

d
i
b
e
l
a
h
P
a
d
a

b
e
r
a
t

<

3
0

k
g
,

d
4
T
/
3
T
C
/
N
V
P

t
i
d
a
k

d
a
p
a
t

d
i
h
i
t
u
n
g

d
e
n
g
a
n

t
e
p
a
t

d
a
l
a
m

s
e
d
i
a
a
n

t
a
b
l
e
t
.

J
i
k
a

d
i
b
e
l
a
h
,

d
o
s
i
s

N
V
P

i
n
a
d
e
k
u
a
t

u
n
t
u
k

a
n
a
k

y
a
n
g

l
e
b
i
h

m
u
d
a

d
a
n

m
i
n
i
m
a
l

d
o
s
i
s

N
V
P

h
a
r
u
s

1
5
0

m
g
/
m
2
,

2
x
/
h
a
r
i
.

D
o
s
i
s

o
p
t
i
m
u
n

N
V
P

2
0
0

m
g
/
m
2
,

2
x
/
h
a
r
i
.
K
a
r
e
n
a

m
e
n
g
a
n
d
u
n
g

N
V
P
,

p
e
r
l
u

p
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

d
o
s
i
s

Lampiran C
91
N
a
m
a

o
b
a
t
F
o
r
m
u
l
a
s
i
D
a
t
a

a
r
m
a
k
o
k
i
n
e
t
i
k
U
m
u
r

(
b
e
r
a
t

b
a
d
a
n
)
,

d
o
s
i
s

d
a
n

f
r
e
k
u
e
n
s
i
L
a
i
n
-
l
a
i
n
P
r
o
t
e
a
s
e

i
n
h
i
b
i
t
o
r
s
N
e
l
f
n
a
v
i
r

(
N
F
V
)
B
u
b
u
k

u
n
t
u
k

s
u
s
p
e
n
s
i

o
r
a
l

(
d
i
c
a
m
p
u
r

d
e
n
g
a
n

a
i
r
)
:

2
0
0

m
g

p
e
r

s
a
t
u

s
e
n
d
o
k

t
e
h

(
5
m
l
)

(
5
0

m
g
/
1
.
2
5

m
l
)
T
a
b
l
e
t
:

2
5
0

m
g

(
d
a
p
a
t

d
i
b
a
g
i

2
,

d
i
h
a
l
u
s
k
a
n
,

d
i
c
a
m
p
u
r

k
e

m
a
k
a
n
a
n

a
t
a
u

d
i
c
a
m
p
u
r

a
i
r
)

S
e
m
u
a

u
m
u
r
.
D
a
t
a

f
a
r
m
a
k
o
k
i
n
e
t
i
k

b
e
r
v
a
r
i
a
s
i

p
a
d
a

b
a
y
i

<

1

t
a
h
u
n
,

d
o
s
i
s

m
u
n
g
k
i
n

l
e
b
i
h

t
i
n
g
g
i
<

1

t
a
h
u
n
:

5
0
m
g
/
k
g
/
d
o
s
i
s
,

3
x
/
h
a
r
i

a
t
a
u

7
5
m
g
/
k
g
/
d
o
s
i
s
,

2
x
/
h
a
r
i
1

t
a
h
u
n

-

<

1
3

t
a
h
u
n
:

5
5
-
6
5

m
g
/
k
g
/

d
o
s
i
s
,

2
x
/
h
a
r
i
D
o
s
i
s

m
a
k
s
i
m
a
l
:


1
3

t
a
h
u
n
:

1
2
5
0

m
g
/
d
o
s
i
s
,

2
x

s
e
h
a
r
i

B
u
b
u
k

t
e
r
a
s
a

m
a
n
i
s
,

n
a
m
u
n

s
e
p
e
r
t
i

p
a
s
i
r

d
a
n

s
u
l
i
t

l
a
r
u
t
,

h
a
r
u
s

s
e
g
e
r
a

d
i
a
d
u
k

j
i
k
a

d
i
c
a
m
p
u
r

d
e
n
g
a
n

a
i
r
,

s
u
s
u

a
t
a
u

p
u
d
i
n
g
,

j
a
n
g
a
n

m
e
n
g
g
u
n
a
k
a
n

m
a
k
a
n
a
n

a
s
a
m

(
m
e
n
i
n
g
k
a
t
k
a
n

r
a
s
a

p
a
h
i
t
)
,

s
o
l
u
s
i

s
t
a
b
i
l

d
a
l
a
m

6

j
a
m
.

K
a
r
e
n
a

p
e
r
s
i
a
p
a
n

y
a
n
g

s
u
s
a
h
,

l
e
b
i
h

d
i
p
i
l
i
h

t
a
b
l
e
t

y
a
n
g

d
i
h
a
n
c
u
r
k
a
n
D
a
p
a
t

d
i
s
i
m
p
a
n

d
i

s
u
h
u

r
u
a
n
g
a
n
M
i
n
u
m

b
e
r
s
a
m
a

m
a
k
a
n
a
n
I
n
t
e
r
a
k
s
i

o
b
a
t

(
l
e
b
i
h

j
a
r
a
n
g

d
i
b
a
n
d
i
n
g
k
a
n

r
i
t
o
n
a
v
i
r
)

L
o
p
i
n
a
v
i
r
/
r
i
t
o
n
a
v
i
r

(
L
P
V
/
r
)
S
i
r
u
p
:

8
0
m
g
/
m
l

l
o
p
i
n
a
v
i
r

p
l
u
s

2
0

m
g
/
m
l

r
i
t
o
n
a
v
i
r

(
m
e
n
g
a
n
d
u
n
g

a
l
k
o
h
o
l

4
2
%
)
K
a
p
s
u
l
:

1
3
3
,
3

m
g

l
o
p
i
n
a
v
i
r

p
l
u
s

3
3
,
3

m
g

r
i
t
o
n
a
v
i
r
T
a
b
l
e
t

t
a
h
a
n

s
u
h
u

p
a
n
a
s
,

2
0
0
m
g

l
o
p
i
n
a
v
i
r

+

5
0

m
g

r
i
t
o
n
a
v
i
r


6

b
u
l
a
n

>

6

b
u
l
a
n

-

1
3

t
a
h
u
n
:

2
2
5

m
g
/
m
2

L
P
V
/
5
7
,
5

m
g
/
m
2

r
i
t
o
n
a
v
i
r
,


2
x
/
h
a
r
i

a






a
t
a
u
7
-
1
5

k
g
:

1
2

m
g
/
k
g

L
P
V
/
3
m
g
/
k
g

r
i
t
o
n
a
v
i
r
/
d
o
s
i
s
,

2
x
/
h
a
r
i
1
5
-
4
0

k
g
:

1
0

m
g
/
k
g

l
o
p
i
n
a
v
i
r
/
5

m
g
/
k
g

r
i
t
o
n
a
v
i
r
,


2
x
/
h
a
r
i
D
o
s
i
s

m
a
k
s
i
m
u
m
:

>

4
0

k
g
:

4
0
0

m
g

L
P
V
/
1
0
0

m
g

r
i
t
o
n
a
v
i
r

(
3

k
a
p
s
u
l

a
t
a
u

5

m
l
)
,

2
x
/
h
a
r
i

S
e
b
a
i
k
n
y
a

d
i
s
i
m
p
a
n

d
i

l
e
m
a
r
i

p
e
n
d
i
n
g
i
n

a
t
a
u

s
u
h
u

r
u
a
n
g

s
a
m
p
a
i

2
5

C

m
a
k
s
i
m
a
l

2

b
u
l
a
n
;

b
i
l
a

>
2
5

C

o
b
a
t

a
k
a
n

r
u
s
a
k

l
e
b
i
h

c
e
p
a
t

S
i
r
u
p

r
a
s
a
n
y
a

p
a
h
i
t
U
k
u
r
a
n

k
a
p
s
u
l

b
e
s
a
r
,

t
i
d
a
k

b
o
l
e
h

d
i
b
u
k
a

a
t
a
u

d
i
h
a
n
c
u
r
k
a
n
,

d
i
m
a
k
a
n

b
e
r
s
a
m
a

m
a
k
a
n
a
n

S
a
q
u
i
n
a
v
i
r
/
r
K
a
p
s
u
l

g
e
l

l
u
n
a
k

:

2
0
0
m
g
K
a
p
s
u
l

g
e
l

k
e
r
a
s
:

2
0
0

m
g

d
a
n

5
0
0

m
g

>

2
5

k
g
D
o
s
i
s

d
e
w
a
s
a

y
a
n
g

d
i
a
n
j
u
r
k
a
n

a
d
a
l
a
h
:

S
Q
V
1
0
0
0

m
g
/
R
T
V

1
0
0

m
g
,

2
x
/
h
a
r
i
T
i
d
a
k

a
d
a

d
o
s
i
s

u
n
t
u
k

a
n
a
k
,

t
e
t
a
p
i

b
i
l
a

>

2
5

k
g

d
a
p
a
t

d
i
g
u
n
a
k
a
n

d
o
s
i
s

d
e
w
a
s
a
,

j
i
k
a

m
u
n
g
k
i
n

d
e
n
g
a
n

p
e
m
a
n
t
a
u
a
n

k
a
d
a
r

o
b
a
t
U
k
u
r
a
n

k
a
p
s
u
l

b
e
s
a
r
,

t
i
d
a
k

b
o
l
e
h

d
i
h
a
n
c
u
r
k
a
n

a
t
a
u

d
i
b
u
k
a
,

d
i
t
e
l
a
n

b
e
r
s
a
m
a

m
a
k
a
n
a
n
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
92
Table 20:
Dosis Tablet Fixed Dose Combination (FDCs) menurut berat badan anak
Singkatan FDC
menurut WHO
Stavudine
(D4T)
dose/tablet
(mg)
Lamivudine
(3TC)
dose/tablet (mg)
Nevirapine
(NVP)
dose/tablet
(mg)
Paediatric FDC 6 dual 6 30 -
Paediatric FDC 6 triple 6 30 50
Paediatric FDC 12 dual 12 60 -
Paediatric FDC 12 triple 12 60 100
D4T 3TC NVP regimen D4T 3TC EFV regimen
Weight
Band
Initiation of Treatment
Day 1 to 14
Maintenance
dose
after 2 week
induction period
D4T 3TC EFV
Triple
tabs
am
Dual
tabs
pm
Triple
tabs
am
Triple
tabs
pm
Dual
tabs
Am
Dual
tabs
pm
EFV
capsules
pm
3 3.9 kg FDC 6 1 1 1 1
EFV should
not to be
given to
children
under 10kg
4 4.9 kg 1 1 1 1
5 5.9 kg 1 1 1 1
6 6.9 kg 1.5 1.5 1.5 1.5
7 7.9 kg 1.5 1.5 1.5 1.5
8 8.9 kg 1.5 1.5 1.5 1.5
9 9.9 kg 1.5 1.5 1.5 1.5
10 10.9 kg 2 2 2 2 2 2 200 mg
11 11.9 kg 2 2 2 2 2 2 200 mg
12 13.9 kg 2 2 2 2 2 2 200 mg
14 16.9 kg FDC 12 1.5 1 1.5 1 1.5 1
200 mg plus
50 mg
17 19.9 kg 1.5 1 1.5 1 1.5 1
200 mg plus
50 mg
20 24.9 kg 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5
200 mg plus
2 50 mg
25 29.9 kg 2 2 2 2 2 2
200 mg plus
3 50 mg
Lampiran C
93
Lampiran D:
Obat Yang Mempunyai Interaksi Dengan Anti Retroviral
A
R
V
N
V
P
E
F
V
L
P
V
/
r
N
F
V
S
Q
V
A
n
t
i
m
i
k
o
b
a
k
t
e
r
i
u
m
R
i
f
a
m
p
i
s
i
n
K
a
d
a
r

N
V
P


2
0
-
5
8
%
.

K
o
n
s
e
k
u
e
n
s
i

v
i
r
o
l
o
g
i
k

t
i
d
a
k

p
a
s
t
i
,

t
e
r
d
a
p
a
t

p
o
t

e
n
s
i
a
l

t
a
m
b
a
h
a
n

h
e
p
a
t
o
t
o
k
s
i
s
i
t
a
s
.

P
e
m
b
e
r
i
a
n

b
e
r
s
a
m
a

t
i
d
a
k

d
i
r
e
k
o
m
e
n
d
a
s
i
k
a
n

d
a
n

b
i
l
a

d
i
k
e
r
j
a
k
a
n

h
a
r
u
s

d
e
n
g
a
n

p
e
m
a
n
t
a
u
a
n

k
e
t
a
t
K
a
d
a
r

E
F
V


2
5
%
A
U
C

L
P
V

7
5
%
.

T
i
d
a
k

b
o
l
e
h

d
i
b
e
r
i
k
a
n

b
e
r
s
a
m
a
K
a
d
a
r

N
F
V


8
2
%
.

T
i
d
a
k

b
o
l
e
h

d
i
b
e
r
i
k
a
n

b
e
r
s
a
m
a
K
a
d
a
r

S
Q
V


8
4
%
.

T
i
d
a
k

b
o
l
e
h

d
i
b
e
r
i
k
a
n

b
e
r
s
a
m
a
,

p
e
r
n
a
h

d
i
l
a
p
o
r
k
a
n

k
e
r
u
s
a
k
a
n

h
a
t
i

b
e
r
a
t
K
l
a
r
i
t
r
o
m
i
s
i
n
T
i
d
a
k

a
d
a

i
n
t
e
r
a
k
s
i
K
a
d
a
r

k
l
a
r
i
t
r
o
m
i
s
i
s
n


3
9
%
.

P
e
r
l
u

m
o
n
i
t
o
r

u
n
t
u
k

e
f
k
a
s
i

a
t
a
u

p
e
n
g
g
u
n
a
a
n

o
b
a
t

a
l
t
e
r
n
a
t
i
f
A
U
C

k
l
a
r
i
t
r
o
m
i
s
i
n


7
5
%
,

s
e
s
u
a
i
k
a
n

d
o
s
i
s

k
l
a
r
i
t
r
o
m
i
s
i
n

b
i
l
a

a
d
a

k
e
r
u
s
a
k
a
n

r
e
n
a
l
T
i
d
a
k

a
d
a

d
a
t
a
T
a
n
p
a

R
T
V
,

k
a
d
a
r

k
l
a
r
i
t
r
o
m
i
s
i
n


4
5
%
,

k
a
d
a
r

S
Q
V


1
7
7
%
.

R
T
V

m
e
n
y
e
b
a
b
k
a
n

k
a
d
a
r


i
s
i
n


7
5
%
.

T
i
d
a
k

a
d
a

p
e
n
y
e
s
u
a
i
a
n

d
o
s
i
s

k
l
a
r
i
t
r
o
m
i
s
i
n

u
n
t
u
k

u
n
b
o
o
s
t
e
d

S
Q
V
.

T
i
d
a
k

a
d
a

d
a
t
a

u
n
t
u
k

b
o
o
s
t
e
d

S
Q
V

j
i
k
a

a
d
a

k
e
r
u
s
a
k
a
n

r
e
n
a
l
A
n
t
i
f
u
n
g
a
l
K
e
t
o
k
o
n
a
z
o
l
K
a
d
a
r

k
e
t
o
k
o
n
a
z
o
l


6
3
%
.

K
a
d
a
r

N
V
P


1
5
-
3
0
%
.

P
e
m
b
e
r
i
a
n

b
e
r
s
a
m
a

t
i
d
a
k

d
i
r
e
k
o
m
e
n
d
a
s
i
k
a
n
T
i
d
a
k

a
d
a

p
e
r
u
b
a
h
a
n

b
e
r
m
a
k
n
a

p
a
d
a

k
a
d
a
r

k
e
t
o
k
o
n
a
z
o
l

a
t
a
u

E
F
V
A
U
C

L
P
V

.

K
a
d
a
r

k
e
t
o
k
o
n
a
z
o
l


3
x
.

K
e
t
o
k
o
n
a
z
o
l

t
i
d
a
k

b
o
l
e
h

m
e
l
e
b
i
h
i

2
0
0

m
g
/
h
a
r
i
T
i
d
a
k

p
e
r
l
u

p
e
n
y
e
s
u
a
i
a
n

d
o
s
i
s
K
a
d
a
r

S
Q
V


3
x
.

T
i
d
a
k

p
e
r
l
u

p
e
n
y
e
s
u
a
i
a
n

d
o
s
i
s

b
i
l
a

u
n
b
o
o
s
t
e
d
.

T
i
d
a
k

a
d
a

d
a
t
a

u
n
t
u
k

R
T
V
-
b
o
o
s
t
e
d

S
Q
V

(
d
o
s
i
s

t
e
r
a
p
i

R
T
V

d
a
p
a
t


k
a
d
a
r

k
e
t
o
k
o
n
a
z
o
l

3
x
)
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
94
A
R
V
N
V
P
E
F
V
L
P
V
/
r
N
F
V
S
Q
V
F
l
u
k
o
n
a
z
o
l
C
m
a
x
,

A
U
C
,

C
m
i
n

N
V
P


1
0
0
%
.

T
i
d
a
k

a
d
a

p
e
r
u
b
a
h
a
n

k
a
d
a
r

f
u
k
o
n
a
z
o
l
.

K
e
m
u
n
g
k
i
n
a
n

h
e
p
a
t
o
t
o
k
s
i
s
i
t
a
s

d
e
n
g
a
n

p
e
m
b
e
r
i
a
n

b
e
r
s
a
m
a

m
e
m
e
r
l
u
k
a
n

p
e
m
a
n
t
a
u
a
n

t
o
k
s
i
s
i
t
a
s

N
V
P
T
i
d
a
k

a
d
a

d
a
t
a
T
i
d
a
k

a
d
a

d
a
t
a
T
i
d
a
k

a
d
a

d
a
t
a
T
i
d
a
k

a
d
a

d
a
t
a
I
t
r
a
k
o
n
a
z
o
l
T
i
d
a
k

a
d
a

d
a
t
a
T
i
d
a
k

a
d
a

d
a
t
a
K
a
d
a
r

i
t
r
a
k
o
n
a
z
o
l

.
I
t
r
a
k
o
n
a
z
o
l

t
i
d
a
k

b
o
l
e
h

m
e
l
e
b
i
h
i

2
0
0

m
g
/
h
a
r
i
T
i
d
a
k

a
d
a

d
a
t
a
,

n
a
m
u
n

p
o
t
e
n
s
i
a
l

i
n
h
i
b
i
s
i

b
i
d
i
r
e
k
,

p
e
r
l
u

p
e
m
a
n
t
a
u
a
n

t
o
k
s
i
s
i
t
a
s
I
n
t
e
r
a
k
s
i

b
i
d
i
r
e
k

t
e
l
a
h

d
i
p
a
n
t
a
u
.

M
u
n
g
k
i
n

p
e
r
l
u

m
e
n
u
r
u
n
k
a
n

d
o
s
i
s

i
t
r
a
k
o
n
a
z
o
l
.

D
i
p
e
r
t
i
m
b
a
n
g
k
a
n

u
n
t
u
k

m
e
m
a
n
t
a
u

k
a
d
a
r

S
Q
V

(
k
h
u
s
u
s
n
y
a

b
i
l
a

d
i
b
e
r
i

u
n
b
o
o
s
t
e
d

d
e
n
g
a
n

R
T
V
)
K
o
n
t
r
a
s
e
p
t
i
f

o
r
a
l
K
a
d
a
r

e
t
i
n
i
l

e
s
t
r
a
d
i
o
l


2
0
%
.

D
i
s
a
r
a
n
k
a
n

m
e
n
g
g
u
n
a
k
a
n

a
l
t
e
r
n
a
t
i
f

m
e
t
o
d
e

k
o
n
t
r
a
s
e
p
s
i

l
a
i
n
K
a
d
a
r

e
t
i
n
i
l

e
s
t
r
a
d
i
o
l


3
7
%
.

D
i
s
a
r
a
n
k
a
n

m
e
n
g
g
u
n
a
k
a
n

a
l
t
e
r
n
a
t
i
f

m
e
t
o
d
e

k
o
n
t
r
a
s
e
p
s
i

l
a
i
n
K
a
d
a
r

e
t
i
n
i
l

e
s
t
r
a
d
i
o
l


4
2
%
.

D
i
s
a
r
a
n
k
a
n

m
e
n
g
g
u
n
a
k
a
n

a
l
t
e
r
n
a
t
i
f

m
e
t
o
d
e

k
o
n
t
r
a
s
e
p
s
i

l
a
i
n
K
a
d
a
r

n
o
r
e
t
i
n
d
r
o
n


1
8
%

d
a
n

e
t
i
n
i
l

e
s
t
r
a
d
i
o
l


4
7
%
T
i
d
a
k

a
d
a

d
a
t
a

u
n
t
u
k

u
n
b
o
o
s
t
e
d

S
Q
V
.

D
o
s
i
s

t
e
r
a
p
i

R
T
V

d
a
p
a
t

m
e
n
y
e
b
a
b
k
a
n

k
a
d
a
r

e
t
i
n
i
l

e
s
t
r
a
d
i
o
l


4
1
%
A
g
e
n

p
e
n
u
r
u
n

l
i
p
i
d
S
i
m
v
a
s
t
a
t
i
n
,

L
o
v
a
s
t
a
t
i
n
T
i
d
a
k

a
d
a

d
a
t
a
K
a
d
a
r

s
i
m
v
a
s
t
a
t
i
n


5
8
%
.
K
a
d
a
r

E
F
V

t
i
d
a
k

b
e
r
u
b
a
h
.
D
o
s
i
s

s
i
m
v
a
s
t
a
t
i
n

d
i
s
e
s
u
a
i
k
a
n

s
e
s
u
a
i

r
e
s
p
o
n
s

l
i
p
i
d
,

t
i
d
a
k

m
e
l
e
b
i
h
i

d
o
s
i
s

r
e
k
o
m
e
n
d
a
s
i

m
a
k
s
i
m
u
m
B
e
r
p
o
t
e
n
s
i
a
l

b
e
s
a
r

u
n
t
u
k

k
a
d
a
r

s
t
a
t
i
n


.

H
i
n
d
a
r
i

p
e
n
g
g
u
n
a
a
n

b
e
r
s
a
m
a
A
U
C

s
i
m
v
a
s
t
a
t
i
n


5
0
5
%
B
e
r
p
o
t
e
n
s
i
a
l

b
e
s
a
r

u
n
t
u
k

A
U
C

l
o
v
a
s
t
a
t
i
n

.

H
i
n
d
a
r
i

p
e
n
g
g
u
n
a
a
n

b
e
r
s
a
m
a
B
e
r
p
o
t
e
n
s
i
a
l

b
e
s
a
r

u
n
t
u
k

k
a
d
a
r

s
t
a
t
i
n

.

H
i
n
d
a
r
i

p
e
n
g
g
u
n
a
a
n

b
e
r
s
a
m
a
Lampiran D
95
A
U
C
:

a
r
e
a

u
n
d
e
r

t
h
e

c
u
r
v
e
,

C
m
a
x

:

m
a
x
i
m
u
m

c
o
n
c
e
n
t
r
a
t
i
o
n
,

C
m
i
n

:

m
i
n
i
m
u
m

c
o
n
c
e
n
t
r
a
t
i
o
n
.
C
a
t
a
t
a
n
:
P
e
n
g
g
u
n
a
a
n

b
e
r
s
a
m
a

a
n
t
a
r
a

f
u
t
i
k
a
s
o
n

d
a
n

R
T
V

m
e
n
g
h
a
s
i
l
k
a
n

p
e
n
u
r
u
n
a
n

k
o
n
s
e
n
t
r
a
s
i

k
o
r
t
i
s
o
l

s
e
r
u
m
.

P
e
n
g
g
u
n
a
a
n

b
e
r
s
a
m
a

a
n
t
a
r
a

f
u
t
i
k
a
s
o
n

d
e
n
g
a
n

R
T
V

a
t
a
u
p
u
n

R
T
V
-
b
o
o
s
t
e
d

P
I

t
i
d
a
k

d
i
r
e
k
o
m
e
n
d
a
s
i
k
a
n
,

k
e
c
u
a
l
i

k
e
u
n
t
u
n
g
a
n

m
e
l
e
b
i
h
i

r
i
s
i
k
o

e
f
e
k

s
a
m
p
i
n
g

k
o
r
t
i
k
o
s
t
e
r
o
i
d

s
i
s
t
e
m
i
k
.

(
D
i
a
d
a
p
t
a
s
i

d
a
r
i

G
u
i
d
e
l
i
n
e
s

f
o
r

t
h
e

u
s
e

o
f

a
n
t
i
r
e
t
r
o
v
i
r
a
l

a
g
e
n
t
s

i
n

p
e
d
i
a
t
r
i
c

H
I
V

i
n
f
e
c
t
i
o
n
,

N
o
v

3
,

2
0
0
5
,

w
w
w
.
a
i
d
s
i
n
f
o
.
n
i
h
.
g
o
v
.
)
A
R
V
N
V
P
E
F
V
L
P
V
/
r
N
F
V
S
Q
V
A
t
o
r
v
a
s
t
a
t
i
n
T
i
d
a
k

a
d
a

d
a
t
a
K
a
d
a
r

a
t
o
r
v
a
s
t
a
t
i
n


4
3
%
.

K
a
d
a
r

E
F
V

t
i
d
a
k

b
e
r
u
b
a
h
.

D
o
s
i
s

a
t
o
r
v
a
s
t
a
t
i
n

d
i
s
e
s
u
a
i
k
a
n

s
e
s
u
a
i

r
e
s
p
o
n
s

l
i
p
i
d
,

t
i
d
a
k

m
e
l
e
b
i
h
i

d
o
s
i
s

r
e
k
o
m
e
n
d
a
s
i

m
a
k
s
i
m
u
m
A
U
C

a
t
o
r
v
a
s
t
a
t
i
n


5
,
8
8

k
a
l
i
.

G
u
n
a
k
a
n

s
e
b
i
s
a

m
u
n
g
k
i
n

d
o
s
i
s

a
w
a
l

t
e
r
e
n
d
a
h

d
e
n
g
a
n

p
e
m
a
n
t
a
u
a
n

k
e
t
a
t
A
U
C

a
t
o
r
v
a
s
t
a
t
i
n


7
4
%
.

G
u
n
a
k
a
n

s
e
b
i
s
a

m
u
n
g
k
i
n

d
o
s
i
s

a
w
a
l

t
e
r
e
n
d
a
h

d
e
n
g
a
n

p
e
m
a
n
t
a
u
a
n

k
e
t
a
t
K
a
d
a
r

a
t
o
r
v
a
s
t
a
t
i
n


4
5
0
%

b
i
l
a

d
i
g
u
n
a
k
a
n

S
Q
V
/
R
T
V
.

G
u
n
a
k
a
n

s
e
b
i
s
a

m
u
n
g
k
i
n

d
o
s
i
s

a
w
a
l

t
e
r
e
n
d
a
h

d
e
n
g
a
n

p
e
m
a
n
t
a
u
a
n

k
e
t
a
t
P
r
a
v
a
s
t
a
t
i
n
T
i
d
a
k

a
d
a

d
a
t
a
T
i
d
a
k

a
d
a

d
a
t
a
A
U
C

p
r
a
v
a
s
t
a
t
i
n


3
3
%
.

T
i
d
a
k

p
e
r
l
u

p
e
n
y
e
s
u
a
i
a
n

d
o
s
i
s
T
i
d
a
k

a
d
a

d
a
t
a
K
a
d
a
r

p
r
a
v
a
s
t
a
t
i
n


5
0
%
.

T
i
d
a
k

p
e
r
l
u

p
e
n
y
e
s
u
a
i
a
n

d
o
s
i
s
A
n
t
i
k
o
n
v
u
l
s
a
n
K
a
r
b
a
m
a
z
a
p
i
n
,

F
e
n
o
b
a
r
b
i
t
a
l
,

F
e
n
i
t
o
i
n
T
i
d
a
k

d
i
k
e
t
a
h
u
i
.

D
i
g
u
n
a
k
a
n

d
e
n
g
a
n

h
a
t
i
-
h
a
t
i
.

P
a
n
t
a
u

k
a
d
a
r

a
n
t
i
k
o
n
v
u
l
s
a
n
D
i
g
u
n
a
k
a
n

d
e
n
g
a
n

h
a
t
i
-
h
a
t
i
.

S
a
t
u

l
a
p
o
r
a
n

k
a
s
u
s

m
e
n
u
n
j
u
k
k
a
n

k
a
d
a
r

E
F
V

r
e
n
d
a
h

d
e
n
g
a
n

f
e
n
i
t
o
i
n
.

P
a
n
t
a
u

k
a
d
a
r

a
n
t
i
k
o
n
v
u
l
s
a
n

d
a
n

E
F
V
K
a
d
a
r

k
a
r
b
a
m
a
z
e
p
i
n


d
e
n
g
a
n

R
T
V
.

K
a
d
a
r

f
e
n
i
t
o
i
n

d
a
n

L
P
V
/
r

.
H
i
n
d
a
r
i

p
e
n
g
g
u
n
a
a
n

b
e
r
s
a
m
a

u
n
t
u
k

s
e
m
u
a

j
e
n
i
s

a
n
t
i
k
o
n
v
u
l
s
a
n

a
t
a
u

p
a
n
t
a
u

k
a
d
a
r

L
P
V
/
a
n
t
i
k
o
n
v
u
l
s
a
n
T
i
d
a
k

d
i
k
e
t
a
h
u
i
,

m
u
n
g
k
i
n

m
e
n
u
r
u
n
k
a
n

k
a
d
a
r

N
F
V
.

P
a
n
t
a
u

k
a
d
a
r

N
F
V
/
a
n
t
i
k
o
n
v
u
l
s
a
n
T
i
d
a
k

d
i
k
e
t
a
h
u
i

u
n
t
u
k

u
n
b
o
o
s
t
e
d

S
Q
V

,

m
u
n
g
k
i
n

k
a
d
a
r

S
Q
V

.

P
a
n
t
a
u

k
a
d
a
r

S
Q
V
/
a
n
t
i
k
o
n
v
u
l
s
a
n
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
96
Lampiran E:
Toksisitas Akut dan Kronik ARV Yang Memerlukan Modifkasi Terapi
a
Manifestasi klinis yang
mungkin (Obat ARV)
Kelainan laboratorium
yang mungkin
b
Implikasi pada tata laksana
obat antiretroviral
Reaksi Simpang Akut Serius
Hepatitis simtomatik akut (NNRTI, terutama NVP, EFV lebih jarang; NRTIs atau PI)
Ikterus
Pembesaran hepar
Gejala gastrointestinal
Fatigue, anoreksia
Mungkin ada gejala
hipersensitivitas (kulit
kemerahan, demam, gejala
sistemik), timbul dalam 6-8
minggu
Mungkin ada gejala asidosis
laktat yang terjadi sekunder
pada golongan NRTI
Transaminase
meningkat
Bilirubin meningkat
Hentikan semua ARV
sampai gejala membaik
Pantau kadar transaminase,
bilirubin
Bila sebelumnya memakai
NVP, tidak boleh
digunakan lagi seumur
hidup
Setelah baik :
ART dimulai lagi ganti
NVP dengan alternatif
lain ATAU
ART yang lalu
dimulai lagi dengan
pemantauan ketat;
bila gejala berulang
gunakan ARV lain
c
Pankreatitis akut (NRTI, terutama d4T, ddI; 3TC lebih jarang)
Mual dan muntah hebat
Nyeri perut hebat
Mungkin disertai gejala
asidosis laktat
Amilase pankreas
meningkat
Lipase meningkat
Hentikan semua ARV
sampai gejala hilang
Pantau kadar amilase,
lipase
Setelah gejala hilang mulai
lagi pemberian ART
dengan penggantian obat
NRTI, terutama yang tidak
menyebabkan toksisitas
pankreas
c
Lampiran E
97
Manifestasi klinis yang
mungkin (Obat ARV)
Kelainan laboratorium
yang mungkin
b
Implikasi pada tata laksana
obat antiretroviral
Reaksi hipersensitivitas (ABC atau NVP)
ABC: Kombinasi onset
akut gejala respirasi dan
gastrointestinal setelah
mulai minum ABC;
termasuk demam, mual,
muntah, fatigue, mialgia,
diare nyeri perut, faringitis,
batuk, sesak; lesi kulit
(umumnya ringan) dapat
timbul; gejala memburuk
dengan cepat terjadi dalam
waktu 6-8 minggu
NVP: Gejala sistemik
demam, mialgia, artralgia,
hepatitis, dapat disertai lesi
kulit
Peningkatan
transaminase
Hitung eosinofl
meningkat
Segera hentikan semua
ARV sampai gejala
menghilang
NVP atau ABC jangan
diberikan lagi seumur
hidup
Sesudah gejala membaik,
mulai ART lagi dengan
mengganti ABC atau NVP
c
Asidosis laktat (NRTI, terutama d4T)
Kelemahan dan fatigue
umum
Gejala gastrointestinal
(mual, muntah, diare,
nyeri perut, hepatomegali,
anoreksia, penurunan berat
badan atau berat tidak naik)
Mungkin disertai hepatitis
atau pankreatitis
Gejala respiratorik (takipne
dan dispneu)
Gejala neurologis
(termasuk kelemahan
motorik)
Anion gap meningkat
Asidosis laktat
Aminotransferase
meningkat
CPK meningkat
LDH meningkat
Hentikan semua ARV
sampai membaik
Gejala karena asidosis
laktat mungkin akan
terus berlangsung atau
memburuk meskipun
ARV sudah dihentikan
Setelah gejala menghilang,
ART mulai diberikan lagi
dengan pemberian NRTI
alternatif dengan risiko
toksisitas mitokondria
rendah (ABC atau AZT)
c
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
98
Manifestasi klinis yang
mungkin (Obat ARV)
Kelainan laboratorium
yang mungkin
b
Implikasi pada tata laksana
obat antiretroviral
Kelainan kulit hebat/Stevens Johnson Syndrome (NNRTI, terutama NVP, EFV lebih
jarang)
Lesi kulit umumnya muncul
pada pemberian 6-8
minggu pertama
Lesi ringan sampai sedang:
bentuk makulopapular,
eritematus, konfuens,
ditemukan terutama pada
tubuh dan lengan, tanpa
gejala sistemik
Lesi kulit yang berat: lesi luas
dengan deskuamasi basah,,
angioedema, atau serum
sickness-like reaction; atau
lesi kulit dengan gejala
konstitusionalseperti
demam, sariawan, melepuh,
edema fasial, konjungtivitis
Sindrom Stevens Johnson
yang mengancam jiwa atau
toxic epidermal necrolysis
Peningkatan
aminotransferases
Jika lesi ringan sampai
sedang, ART dapat
diteruskan tanpa harus
dihentikan tetapi dengan
pemantauan lebih ketat
Untuk lesi yang
mengancam jiwa, hentikan
semua ARVsampai gejala
reda
NVP tidak boleh diberikan
lagi seumur hidup
Setelah gejala membaik,
ART dimulai lagi dengan
mengganti NVP (banyak
ahli tidak menganjurkan
pemilihan NNRTI lagi bila
sebelumnya ada Sindrom
Steven Johnson karena
NVP)
c
Anemia berat (AZT)
Pucat, takikardia
Fatigue
Gagal jantung kongestif
Haemoglobin rendah Bila tidak ada reaksi
dengan terapi simtomatik
(misalnya transfusi),
hentikan AZT saja dan
ganti dengan NRTI lain
c
Netropenia berat (AZT)
Sepsis/infeksi Hitung jenis netrofl
rendah
Bila tidak ada reaksi
dengan terapi simtomatik
(misalnya transfusi),
hentikan AZT saja dan
ganti dengan NRTI lain
c
Lampiran E
99
Manifestasi klinis yang
mungkin (Obat ARV)
Kelainan laboratorium
yang mungkin
b
Implikasi pada tata laksana
obat antiretroviral
Reaksi simpang kronik (lambat) yang serius
Lipodistrof/sindrom metabolik (d4T; PI)
Kehilangan lemak atau
penumpukan lemak di regio
tubuh tertentu:
Penumpukan lemak di
sekitar perut, buffalo
hump, hipertrof
mammae
Hilangnya lapisan lemak
dari tungkai, bokong
dan wajah, bervariasi
Resistensi insulin, termasuk
diabetes mellitus
Risiko potensial untuk
penyakit arteri koroner
Hipertrigliseridemia
Hiperkolestrolemia
Kadar HDL rendah
Hiperglikemia
Penggantian d4T dengan
ABC atau AZT dapat
mencegah atrof lebih
lanjut
Penggantian PI dengan
NNRTI akan menurunkan
abnormalitas kadar lipid
serum
Neuropati perifer yang berat (d4T, ddI; 3TC lebih jarang)
Nyeri, kesemutan, kebas
tangan dan kaki, menolak
berjalan
Kehilangan sensoris distal
Kelemahan otot ringan dan
arefeksia
Tidak ada Hentikan NRTI yang
dicurigai saja dan ganti
dengan NRTI lain yang
tidak mempunyai efek
neurotoksisitasc
Redanya gejala mungkin
memakan waktu lama
Singkatan:
ARV obat antiretroviral; ART terapi antiretroviral; CPK - creatinine phosphate
kinase; LDH - lactate dehydrogenase; HDL - high-density lipoprotein; NRTI
nucleoside analogue reverse transcriptase inhibitor; NNRTI non-nucleoside
reverse transcriptase inhibitor; PI protease inhibitor
Catatan:
a. Gejala toksisitas yang diakibatkan sebab yang lain harus juga dicari sebelum
akhirnya disimpulkan karena ARV. Manajemen pada tabel ini hanya membahas
penggantian ART, tidak manajemen klinis secara keseluruhan.
b. Kelainan laboratorium mungkin tidak seluruhnya ada.
c. Penggantian ARV lihat prosedur XIII.
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
100
Lampiran F:
Penyimpanan Obat ARV
Nama Generik Syarat Penyimpanan
Nucleoside RTIs
Abacavir (ABC) Suhu ruangan
Zidovudine (AZT) Suhu ruangan
Didanosine (ddI) Suhu ruangan untuk tablet dan kapsul.
Reconstituted buffered powder harus disimpan
dalam pendingin. Cairan oral untuk anak
stabil setelah rekonstitusi selama 30 hari
jika didinginkan
Emtricitabine (FTC) Suhu ruangan
Lamivudine (3TC) Suhu ruangan
Stavudine (d4T) Suhu ruangan. Setelah rekonstitusi, cairan
oral harus disimpan dalam pendingin,
sehingga stabil selama 30 hari
Stavudine (d4T) + Lamivudine (3TC)
+ Nevirapin (NVP)
Suhu ruangan
Zidovudine (AZT) + Lamivudine
(3TC) + Abacavir (ABC)
Suhu ruangan
Zidovudine (AZT) + Lamivudine
(3TC) + Nevirapin (NVP)
Suhu ruangan
Non-nucleoside RTIs
Efavirenz (EFV) Suhu ruangan
Nevirapin (NVP) Suhu ruangan
Lampiran F
101
Protease inhibitors
Atazanavir (ATV) Suhu ruangan
Indinavir (IDV) Suhu ruangan
Fos-amprenavir (Fos-APV) Suhu ruangan
Lopinavir/Ritonavir (LPV/r), kapsul Dalam pendingin untuk jangka lama.
Pada suhu ruangan stabil selama 30 hari
Lopinavir/Ritonavir (LPV/r), heat-
stable tablets
Suhu ruangan
Nelfnavir (NFV) Suhu ruangan
Ritonavir (RTV) Kapsul disimpan dalam pendingin.
Pada suhu ruangan stabil selama 30 hari.
Suhu ruangan untuk cairan oral (jangan
disimpan dalam pendingin
Saquinavir - hard gel caps. (SQVhgc) Suhu ruangan
Suhu ruangan: 15-30C. Pendingin: 2-8C.
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
102
Lampiran G:
Derajat Beratnya Toksisitas Klinis dan Laboratorium Yang
Sering Ditemukan Pada Penggunaan ARV Pada Anak Pada
Dosis Yang Direkomendasikan
P
a
r
a
m
e
t
e
r
R
i
n
g
a
n
S
e
d
a
n
g
B
e
r
a
t
B
e
r
a
t
,

P
o
t
e
n
s
i
a
l

M
e
n
g
a
n
c
a
m

J
i
w
a
P
a
n
d
u
a
n

U
m
u
m

P
e
n
i
l
a
i
a
n

D
e
r
a
j
a
t

B
e
r
a
t

T
o
k
s
i
s
i
t
a
s
K
a
r
a
k
t
e
r
i
s
t
i
k

g
e
j
a
l
a

d
a
n

p
a
n
d
u
a
n

t
a
t
a

l
a
k
s
a
n
a

u
m
u
m
G
e
j
a
l
a

t
i
d
a
k

a
t
a
u

m
e
n
y
e
b
a
b
k
a
n

g
a
n
g
g
u
a
n

m
i
n
i
m
a
l

a
k
t
i
v
i
t
a
s

d
a
n

f
u
n
g
s
i

s
o
s
i
a
l

p
a
s
i
e
n
a

:
T
i
d
a
k

p
e
r
l
u

t
e
r
a
p
i
,

p
a
n
t
a
u
G
e
j
a
l
a

s
u
d
a
h

m
u
l
a
i

m
e
n
g
g
a
n
g
g
u

a
k
t
i
v
i
t
a
s

d
a
n

f
u
n
g
s
i

s
o
s
i
a
l

:
M
u
n
g
k
i
n

p
e
r
l
u

i
n
t
e
r
v
e
n
s
i

m
i
n
i
m
a
l

d
a
n

p
e
m
a
n
t
a
u
a
n
P
a
s
i
e
n

t
i
d
a
k

d
a
p
a
t

m
e
l
a
k
u
k
a
n

a
k
t
i
v
i
t
a
s

d
a
n

f
u
n
g
s
i

s
o
s
i
a
l

:
M
e
m
e
r
l
u
k
a
n

p
e
r
a
w
a
t
a
n

d
a
n

p
e
n
g
o
b
a
t
a
n
P
a
s
i
e
n

t
i
d
a
k

d
a
p
a
t

m
e
n
o
l
o
n
g

d
i
r
i

s
e
n
d
i
r
i
c
:
M
e
m
e
r
l
u
k
a
n

i
n
t
e
r
v
e
n
s
i

m
e
d
i
s

a
t
a
u

o
p
e
r
a
t
i
f

u
n
t
u
k

m
e
n
c
e
g
a
h

c
a
c
a
t

p
e
r
m
a
n
e
n

a
t
a
u

k
e
m
a
t
i
a
n
H
E
M
A
T
O
L
O
G
I

S
t
a
n
d
a
r
d

I
n
t
e
r
n
a
t
i
o
n
a
l

U
n
i
t
H
i
t
u
n
g

n
e
u
t
r
o
f
l

a
b
s
o
l
u
t

7
5
0


<

1
,
0
0
0
/
m
m
3
0
.
7
5


1
0
9


<

1


1
0
9
/
L
5
0
0


7
4
9
/
m
m
3












0
.
5


1
0
9


0
.
7
4
9


1
0
|
/
L
2
5
0


5
0
0
/
m
m
3














0
.
2
5


1
0
9


0
.
5


1
0
9
/
L
<

2
5
0
/
m
m
3

















<

0
.
2
5

x

1
0
9
/
L
H
e
m
o
g
l
o
b
i
n

(
a
n
a
k

>

6
0

h
a
r
i
)
8
.
5


1
0
.
0

g
/
d
L
1
.
3
2


1
.
5
5

m
m
o
l
/
L
7
.
5


<

8
.
5

g
/
d
L













1
.
1
6


<

1
.
3
2

m
m
o
l
/
L
6
.
5


<

7
.
5

g
/
d
L




















1
.
0
1


<

1
.
1
6

m
m
o
l
/
L
<

6
.
5

g
/
d
L
<

1
.
0
1

m
m
o
l
/
L

A
t
a
u

g
e
j
a
l
a

a
n
e
m
i
a

b
e
r
a
t

(
m
i
s
a
l

g
a
g
a
l

j
a
n
t
u
n
g
)

y
a
n
g

t
i
d
a
k

b
e
r
e
s
p
o
n
s

p
a
d
a

t
e
r
a
p
i

s
t
a
n
d
a
r
T
r
o
m
b
o
s
i
t
1
0
0
,
0
0
0


<

1
2
5
,
0
0
0
/
m
m
3

1
0
0


1
0
9


1
2
5


1
0
9
/
L
5
0
,
0
0
0


<

1
0
0
,
0
0
0
/
m
m
3

5
0


1
0
9


<

1
0
0


1
0
9
/
L







2
5
,
0
0
0


<

5
0
,
0
0
0
/
m
m
3

2
5


1
0
9


<

5
0


1
0
9
/
L









<

2
5
,
0
0
0
/
m
m
3















<

2
5

x

1
0
9
/
L



















A
t
a
u

p
e
r
d
a
r
a
h
a
n
Lampiran G
103
P
a
r
a
m
e
t
e
r
R
i
n
g
a
n
S
e
d
a
n
g
B
e
r
a
t
B
e
r
a
t
,

P
o
t
e
n
s
i
a
l

M
e
n
g
a
n
c
a
m

J
i
w
a
G
A
S
T
R
O
I
N
T
E
S
T
I
N
A
L
L
a
b
o
r
a
t
o
r
i
u
m
A
L
T

(
S
G
P
T
)
1
.
2
5


2
.
5


U
L
N
2
.
6


5
.
0


U
L
N
5
.
1


1
0
.
0


U
L
N
>

1
0
.
0


U
L
N
A
S
T

(
S
G
O
T
)
1
.
2
5


2
.
5


U
L
N
2
.
6


5
.
0


U
L
N
5
.
1


1
0
.
0


U
L
N
>

1
0
.
0


U
L
N
B
i
l
i
r
u
b
i
n

(
>

2

m
i
n
g
g
u
)
1
.
1


1
.
5


U
L
N
1
.
6


2
.
5


U
L
N
2
.
6


5
.
0


U
L
N
>

5
.
0


U
L
N
L
i
p
a
s
e
1
.
1


1
.
5


U
L
N
1
.
6


3
.
0


U
L
N
3
.
1


5
.
0


U
L
N
>

5
.
0


U
L
N
A
m
i
l
a
s
e

p
a
n
k
r
e
a
s
1
.
1


1
.
5


U
L
N
1
.
6


2
.
0


U
L
N
2
.
1


5
.
0


U
L
N
>

5
.
0


U
L
N
K
l
i
n
i
s
D
i
a
r
e


1

t
a
h
u
n
<

1

t
a
h
u
n
E
p
i
s
o
d
e

t
r
a
n
s
i
e
n

a
t
a
u

i
n
t
e
r
m
i
t
e
n

f
e
s
e
s

l
e
m
b
e
k

a
t
a
u

b
e
r
t
a
m
b
a
h


3

k
a
l
i

B
A
B

d
a
r
i

b
i
a
s
a
n
y
a
/
h
a
r
i
B
A
B

c
a
i
r

(
l
e
b
i
h

c
a
i
r

d
a
r
i

b
i
a
s
a
n
y
a
)

t
e
t
a
p
i

f
r
e
k
u
e
n
s
i

m
a
s
i
h

n
o
r
m
a
l
F
e
s
e
s

l
e
m
b
e
k

a
t
a
u

c
a
i
r

p
e
r
s
i
s
t
e
n

a
t
a
u

p
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

f
r
e
k
u
e
n
s
i

B
A
B

4

6

k
a
l
i

d
a
r
i

b
i
a
s
a
n
y
a
/
h
a
r
i
B
A
B

c
a
i
r

d
e
n
g
a
n

p
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

f
r
e
k
u
e
n
s
i

a
t
a
u

a
d
a

d
e
h
i
d
r
a
s
i

r
i
n
g
a
n
D
i
a
r
e

b
e
r
d
a
r
a
h

a
t
a
u

f
r
e
k
u
e
n
s
i

B
A
B

m
e
n
i
n
g
k
a
t


7

k
a
l
i
/
h
a
r
i

a
t
a
u

m
e
m
e
r
l
u
k
a
n

i
n
f
u
s

c
a
i
r
a
n
B
A
B

c
a
i
r

d
e
n
g
a
n

d
e
h
i
d
r
a
s
i

s
e
d
a
n
g
K
o
n
d
i
s
i

m
e
n
g
a
n
c
a
m

j
i
w
a

(
s
y
o
k

h
i
p
o
v
o
l
e
m
i
k
)
B
A
B

c
a
i
r

d
e
n
g
a
n

d
e
h
i
d
r
a
s
i

b
e
r
a
t

d
a
n

t
e
r
i
n
d
i
k
a
s
i

u
n
t
u
k

t
e
r
a
p
i

c
a
i
r
a
n

a
g
r
e
s
i
f

a
t
a
u

s
y
o
k

h
i
p
o
v
o
l
e
m
i
k
M
u
a
l
T
r
a
n
s
i
e
n

(
<

2
4

j
a
m
)

a
t
a
u

i
n
t
e
r
m
i
t
e
n

y
a
n
g

t
i
d
a
k

m
e
n
g
g
a
n
g
g
u

m
a
k
a
n
M
u
a
l

p
e
r
s
i
s
t
e
n

y
a
n
g

m
e
n
y
e
b
a
b
k
a
n

p
e
n
u
r
u
n
a
n

a
s
u
p
a
n

o
r
a
l

s
e
l
a
m
a

2
4


4
8

j
a
m
M
u
a
l

p
e
r
s
i
s
t
e
n

d
e
n
g
a
n

a
s
u
p
a
n

o
r
a
l

m
i
n
i
m
a
l

>

4
8

j
a
m

a
t
a
u

t
e
r
i
n
d
i
k
a
s
i

u
n
t
u
k

r
e
h
i
d
r
a
s
i

s
e
g
e
r
a
M
u
a
l

p
e
r
s
i
s
t
e
n

d
e
n
g
a
n

a
s
u
p
a
n

o
r
a
l

s
a
m
a

s
e
k
a
l
i

t
i
d
k
a

a
d
a
,

m
e
n
y
e
b
a
b
k
a
n

d
e
h
i
d
r
a
s
i
,

m
e
m
e
r
l
u
k
a
n

r
e
h
i
d
r
a
s
i

s
e
g
e
r
a
P
a
n
k
r
e
a
t
i
t
i
s
S
i
m
t
o
m
a
t
i
k

d
a
n

t
i
d
a
k

m
e
m
e
r
l
u
k
a
n

p
e
r
a
w
a
t
a
n

r
u
m
a
h

s
a
k
i
t
S
i
m
t
o
m
a
t
i
k

d
a
n

t
i
d
a
k

m
e
m
e
r
l
u
k
a
n

p
e
r
a
w
a
t
a
n

r
u
m
a
h

s
a
k
i
t

(
k
e
c
u
a
l
i

p
e
n
g
o
b
a
t
a
n

d
a
r
u
r
a
t
)
M
e
n
g
a
n
c
a
m

j
i
w
a

(
m
i
s
a
l

g
a
g
a
l

s
i
r
k
u
l
a
s
i
,

p
e
r
d
a
r
a
h
a
n
,

s
e
p
s
i
s
)
M
u
n
t
a
h
M
u
n
t
a
h

t
r
a
n
s
i
e
n

a
t
a
u

i
n
t
e
r
m
i
t
e
n
,

t
i
d
a
k

m
e
n
g
g
a
n
g
g
u

a
s
u
p
a
n

o
r
a
l
M
u
n
t
a
h

s
e
r
i
n
g

d
e
n
g
a
n

a
t
a
u

t
a
n
p
a

d
e
h
i
d
r
a
s
i

r
i
n
g
a
n
M
u
n
t
a
h

p
e
r
s
i
s
t
e
n
,

m
e
n
y
e
b
a
b
k
a
n

h
i
p
o
t
e
n
s
i

o
r
t
o
s
t
a
t
i
k

a
t
a
u

t
e
r
i
n
d
i
k
a
s
i

r
e
h
i
d
r
a
s
i

(
m
i
s
a
l

I
V
)
S
y
o
k

h
i
p
o
v
o
l
e
m
i
k
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
104
P
a
r
a
m
e
t
e
r
R
i
n
g
a
n
S
e
d
a
n
g
B
e
r
a
t
B
e
r
a
t
,

P
o
t
e
n
s
i
a
l

M
e
n
g
a
n
c
a
m

J
i
w
a
A
L
E
R
G
I
/
D
E
R
M
A
T
O
L
O
G
I
S


R
e
a
k
s
i

a
l
e
r
g
i

s
i
s
t
e
m
i
k

a
k
u
t
U
r
t
i
k
a
r
i
a

l
o
k
a
l

s
e
l
a
m
a

b
e
b
e
r
a
p
a

j
a
m
U
r
t
i
k
a
r
i
a

l
o
k
a
l

y
a
n
g

m
e
m
e
r
l
u
k
a
n

o
b
a
t

a
t
a
u

a
n
g
i
o
e
d
e
m
a

r
i
n
g
a
n
U
r
t
i
k
a
r
i
a

g
e
n
e
r
a
l
i
s
a
t
a

a
t
a
u

a
n
g
i
o
e
d
e
m
a

a
t
a
u

b
r
o
n
k
o
s
p
a
s
m
e

r
i
n
g
a
n

s
i
m
t
o
m
a
t
i
k
A
n
a
f
l
a
k
s
i
s

a
t
a
u

b
r
o
n
k
o
s
p
a
s
m
e

b
e
r
a
t

a
t
a
u

e
d
e
m
a

l
a
r
i
n
g
L
e
s
i

k
u
t
a
n
e
u
s
L
e
s
i

m
a
k
u
l
a
r

t
e
r
b
a
t
a
s
L
e
s
i

m
a
k
u
l
a
r

d
i
f
u
s
,

m
a
k
u
l
o
p
a
p
u
l
a
r

a
t
a
u

m
o
r
b
i
l
i
f
o
r
m
i
s

a
t
a
u

l
e
s
i

t
a
r
g
e
t
L
e
s
i

m
a
k
u
l
a
r

d
i
f
u
s
,

m
a
k
u
l
o
p
a
p
u
l
a
r
,

a
t
a
u

m
o
r
b
i
l
i
f
o
r
m
i
s

d
e
n
g
a
n

v
e
s
i
k
e
l

a
t
a
u

s
e
j
u
m
l
a
h

k
e
c
i
l

b
u
l
a

a
t
a
u

u
l
k
u
s

m
u
k
o
s
a

t
e
r
b
a
t
a
s

p
a
d
a

s
a
t
u

l
o
k
a
s
i
L
e
s
i

b
u
l
o
s
a

l
u
a
s

a
t
a
u

g
e
n
e
r
a
l
i
s
a
t
a

a
t
a
u

s
i
n
d
r
o
m

S
t
e
v
e
n
s
-
J
o
h
n
s
o
n

a
t
a
u

u
l
k
u
s

m
u
k
o
s
a

p
a
d
a

2

a
t
a
u

l
e
b
i
h

l
o
k
a
s
i

a
t
a
u

T
o
x
i
c

E
p
i
d
e
r
m
a
l

N
e
c
r
o
l
y
s
i
s

(
T
E
N
)
N
E
U
R
O
L
O
G
I
S
P
e
r
u
b
a
h
a
n

k
e
p
r
i
b
a
d
i
a
n

a
t
a
u

m
o
o
d

b
P
e
r
u
b
a
h
a
n

t
i
d
a
k

m
e
n
g
g
a
n
g
g
u

a
k
t
i
v
i
t
a
s

d
a
n

f
u
n
g
s
i

s
o
s
i
a
l

b
S
u
d
a
h

m
u
l
a
i

m
e
n
g
g
a
n
g
g
u

a
k
t
i
v
i
t
a
s

d
a
n

f
u
n
g
s
i

s
o
s
i
a
l

b
F
u
n
g
s
i

s
o
s
i
a
l

t
i
d
a
k

b
i
s
a

d
i
l
a
k
u
k
a
n

b

d
a
n

p
e
r
l
u

i
n
t
e
r
v
e
n
s
i
P
e
r
i
l
a
k
u

p
o
t
e
n
s
i
a
l

m
e
m
b
a
h
a
y
a
k
a
n

d
i
r
i

a
t
a
u

o
r
a
n
g

l
a
i
n

a
t
a
u

m
e
n
g
a
n
c
a
m

j
i
w
a
P
e
r
u
b
a
h
a
n

s
t
a
t
u
s

m
e
n
t
a
l
T
i
d
a
k

m
e
n
g
g
a
n
g
g
u

a
k
t
i
v
i
t
a
s

d
a
n

f
u
n
g
s
i

s
o
s
i
a
l

b
L
e
t
a
r
g
i

r
i
n
g
a
n

a
t
a
u

s
o
m
n
o
l
e
n

y
a
n
g

m
e
n
y
e
b
a
b
k
a
n

g
a
n
g
g
u
a
n

r
i
n
g
a
n

a
k
t
i
v
i
t
a
s

d
a
n

f
u
n
g
s
i

s
o
s
i
a
l

b
A
w
i
t
a
n

k
e
b
i
n
g
u
n
g
a
n
,

g
a
n
g
g
u
a
n

d
a
y
a

i
n
g
a
t
,

l
e
t
a
r
g
i
,

s
o
m
n
o
l
e
n
,

y
a
n
g

m
e
n
g
g
a
n
g
g
u

a
k
t
i
v
i
t
a
s

d
a
n

f
u
n
g
s
i

s
o
s
i
a
l

b
A
w
i
t
a
n

d
e
l
i
r
i
u
m
,

o
b
t
u
n
d
a
s
i

a
t
a
u

k
o
m
a
K
e
l
e
m
a
h
a
n

N
e
u
r
o
m
u
s
k
u
l
a
r


(
t
e
r
m
a
s
u
k

m
i
o
p
a
t
i

d
a
n

n
e
u
r
o
p
a
t
i
)

A
s
i
m
t
o
m
a
t
i
k
,

p
a
d
a

p
e
m
e
r
i
k
s
a
a
n

k
e
k
u
a
t
a
n

o
t
o
t

m
e
n
u
r
u
n

a
t
a
u

k
e
l
e
m
a
h
a
n

o
t
o
t

m
i
n
i
m
a
l

y
a
n
g

t
i
d
a
k

m
e
n
g
g
a
n
g
g
u

a
k
t
i
v
i
t
a
s

d
a
n

f
u
n
g
s
i

s
o
s
i
a
l

b
K
e
l
e
m
a
h
a
n

o
t
o
t

y
a
n
g

m
e
n
y
e
b
a
b
k
a
n

s
e
d
i
k
i
t

g
a
n
g
g
u
a
n

a
k
t
i
v
i
t
a
s

b
K
e
l
e
m
a
h
a
n

o
t
o
t

y
a
n
g

m
e
n
y
e
b
a
b
k
a
n

k
e
t
i
d
a
k

m
a
m
p
u
a
n

m
e
l
a
k
u
k
a
n

a
k
t
i
v
i
t
a
s

s
o
s
i
a
l

b
K
e
l
e
m
a
h
a
n

o
t
o
t

y
a
n
g

m
e
n
y
e
b
a
b
k
a
n

t
i
d
a
k

m
a
m
p
u

m
e
n
o
l
o
n
g

d
i
r
i

s
e
n
d
i
r
i

a
t
a
u

g
a
n
g
g
u
a
n

v
e
n
t
i
l
a
s
i

p
e
r
n
a
p
a
s
a
n
Lampiran G
105
P
a
r
a
m
e
t
e
r
R
i
n
g
a
n
S
e
d
a
n
g
B
e
r
a
t
B
e
r
a
t
,

P
o
t
e
n
s
i
a
l

M
e
n
g
a
n
c
a
m

J
i
w
a
P
e
r
u
b
a
h
a
n

n
e
u
r
o
s
e
n
s
o
r
i

(
t
e
r
m
a
s
u
k

n
e
u
r
o
p
a
t
i

y
a
n
g

n
y
e
r
i
)
A
s
i
m
t
o
m
a
t
i
k

d
a
n

h
a
n
y
a

t
e
r
d
e
t
e
k
s
i

o
l
e
h

p
e
m
e
r
i
k
s
a

a
t
a
u

p
a
r
e
s
t
e
s
i
a

m
i
n
i
m
a
l

y
a
n
g

t
i
d
a
k

m
e
n
y
e
b
a
b
k
a
n

g
a
n
g
g
u
a
n

a
k
t
i
v
i
t
a
s
P
e
r
u
b
a
h
a
n

s
e
n
s
o
r
i
k

a
t
a
u

p
a
r
e
s
t
e
s
i
a

y
a
n
g

m
e
n
y
e
b
a
b
k
a
n

g
a
n
g
g
u
a
n

a
k
t
i
v
i
t
a
s

r
i
n
g
a
n
P
e
r
u
b
a
h
a
n

s
e
n
s
o
r
i
k

a
t
a
u

p
a
r
e
s
t
e
s
i
a

y
a
n
g

m
e
n
y
e
b
a
b
k
a
n

k
e
t
i
d
a
k
m
a
m
p
u
a
n

m
e
l
a
k
u
k
a
n

a
k
t
i
v
i
t
a
s

s
o
s
i
a
l
P
e
r
u
b
a
h
a
n

s
e
n
s
o
r
i
k

a
t
a
u

p
a
r
e
s
t
e
s
i
a

y
a
n
g

m
e
n
y
e
b
a
b
k
a
n

k
e
t
i
d
a
k
m
a
m
p
u
a
n

m
e
n
o
l
o
n
g

d
i
r
i

s
e
n
d
i
r
i

c
P
A
R
A
M
E
T
E
R


L
A
B
O
R
A
T
O
R
I
U
M


L
A
I
N










S
t
a
n
d
a
r
d

I
n
t
e
r
n
a
t
i
o
n
a
l

U
n
i
t
K
o
l
e
s
t
e
r
o
l

(
p
u
a
s
a
,

a
n
a
k

<
1
8

t
a
h
u
n
)
1
7
0


<

2
0
0

m
g
/
d
L
4
.
4
0


5
.
1
5

m
m
o
l
/
L
2
0
0


3
0
0

m
g
/
d
L
5
.
1
6


7
.
7
7

m
m
o
l
/
L
>

3
0
0

m
g
/
d
L
>

7
.
7
7

m
m
o
l
/
L
T
i
d
a
k

a
d
a
S
e
r
u
m

g
l
u
k
o
s
a
,

t
i
n
g
g
i
:

t
i
d
a
k

p
u
a
s
a
1
1
6


<

1
6
1

m
g
/
d
L
6
.
4
4


<

8
.
8
9

m
m
o
l
/
L
1
6
1


<

2
5
1

m
g
/
d
L
8
.
8
9


<

1
3
.
8
9

m
m
o
l
/
L
2
5
1


5
0
0

m
g
/
d
L
1
3
.
8
9


2
7
.
7
5

m
m
o
l
/
L
>

5
0
0

m
g
/
d
L
>

2
7
.
7
5

m
m
o
l
/
L
S
e
r
u
m

g
l
u
k
o
s
a
,

t
i
n
g
g
i
:

p
u
a
s
a
1
1
0


<

1
2
6

m
g
/
d
L
6
.
1
1


<

6
.
9
5

m
m
o
l
/
L
1
2
6


<

2
5
1

m
g
/
d
L
6
.
9
5


<

1
3
.
8
9

m
m
o
l
/
L
2
5
1


5
0
0

m
g
/
d
L
1
3
.
8
9


2
7
.
7
5

m
m
o
l
/
L
>

5
0
0

m
g
/
d
L
>

2
7
.
7
5

m
m
o
l
/
L
L
a
k
t
a
t
<

2
.
0


U
L
N

t
a
n
p
a

a
s
i
d
o
s
i
s


2
.
0

x

U
L
N

t
a
n
p
a

a
s
i
d
o
s
i
s
P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

l
a
k
t
a
t

d
e
n
g
a
n

p
H

<

7
.
3

t
a
n
p
a

a
n
c
a
m
a
n

k
e
m
a
t
i
a
n

a
t
a
u

a
d
a

k
o
n
d
i
s
i

y
a
n
g

b
e
r
k
a
i
t
a
n
P
e
n
i
n
g
k
a
t
a
n

l
a
k
t
a
t

d
e
n
g
a
n

p
H

<

7
.
3

d
a
n

m
e
n
g
a
n
c
a
m

j
i
w
a

(
m
i
s
a
l

k
e
l
a
i
n
a
n

n
e
u
r
o
l
o
g
i
s
,

k
o
m
a
)

a
t
a
u

a
d
a

k
o
n
d
i
s
i

y
a
n
g

b
e
r
k
a
i
t
a
n
T
r
i
g
l
i
s
e
r
i
d
a

(
p
u
a
s
a
)
T
i
d
a
k

t
e
r
s
e
d
i
a
5
0
0


<

7
5
1

m
g
/
d
L
5
.
6
5


<

8
.
4
9

m
m
o
l
/
L
7
5
1


1
,
2
0
0

m
g
/
d
L
8
.
4
9


1
3
.
5
6

m
m
o
l
/
L
>

1
,
2
0
0

m
g
/
d
L
>

1
3
.
5
6

m
m
o
l
/
L
S
u
m
b
e
r
:

D
i
v
i
s
i
o
n

o
f

A
I
D
S
,

N
a
t
i
o
n
a
l

I
n
s
t
i
t
u
t
e

o
f

A
l
l
e
r
g
y

a
n
d

I
n
f
e
c
t
i
o
u
s

D
i
s
e
a
s
e
s
,

T
a
b
l
e

f
o
r

g
r
a
d
i
n
g

t
h
e

s
e
v
e
r
i
t
y

o
f

a
d
u
l
t

a
n
d

p
a
e
d
i
a
t
r
i
c

a
d
v
e
r
s
e

e
v
e
n
t
s
,

B
e
t
h
e
s
d
a
,

M
a
r
y
l
a
n
d
,

U
S
A
;

D
e
c
e
m
b
e
r

2
0
0
4
.
S
i
n
g
k
a
t
a
n
:

U
L
N

-

u
p
p
e
r

l
i
m
i
t

o
f

n
o
r
m
a
l

C
a
t
a
t
a
n
:

a
.

N
i
l
a
i

d
i

a
t
a
s

u
n
t
u
k

a
n
a
k

s
e
c
a
r
a

u
m
u
m
,

k
e
c
u
a
l
i

d
i
n
y
a
t
a
k
a
n

d
a
l
a
m

k
e
l
o
m
p
o
k

u
m
u
r
.

b
.

A
k
t
i
v
i
t
a
s

d
a
n

f
u
n
g
s
i

s
o
s
i
a
l

p
a
d
a

a
n
a
k

t
e
r
m
a
s
u
k

y
a
n
g

s
e
s
u
a
i

u
m
u
r

d
a
n

k
e
b
i
a
s
a
a
n

(
m
i
s
a
l
n
y
a

b
e
r
m
a
i
n
,

b
e
l
a
j
a
r
,

d
a
n

l
a
i
n
-
l
a
i
n
)
.
c
.

A
k
t
i
v
i
t
a
s

y
a
n
g

s
e
s
u
a
i

m
e
n
u
r
u
t

u
m
u
r

d
a
n

b
u
d
a
y
a

(
m
i
s
a
l
:

m
a
k
a
n

s
e
n
d
i
r
i
,

b
e
r
j
a
l
a
n

a
t
a
u

m
e
n
g
g
u
n
a
k
a
n

t
a
n
g
a
n
)
.
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
106
Lampiran H:
Panduan Untuk Proflaksis Infeksi Oportunistik Primer dan
Sekunder Pada Anak
Proflaksis primer
Organisme Kapan mulai memberi Rejimen obat
PCP Anak terpajan HIV
Proflaksis kotrimoksazol
diberikan mulai umur 4-6
minggu dan dihentikan setelah
risiko transmisi HIV tidak ada
dan infeksi HIV disingkirkan
Anak terinfeksi HIV
Usia < 1 tahun: proflaksis
kotrimoksazol diberikan tanpa
melihat CD4% atau status
klinis
Usia 1-5 tahun: stadium WHO
2 - 4 tanpa melihat CD4%
atau
Stadium WHO berapapun dan
CD4+% < 25%
Usia > 6 tahun: stadium WHO
berapapun dan CD4+ < 350
sel/mm
3
atau
Stadium WHO 3 atau 4 dan
hitung CD4+ berapapun
Kotrimoksazol : suspensi (200
mg SMX, 40 mg TMP), tablet
pediatrik (100 mg SMX, 20 mg
TMP), tablet dewasa (400 mg
SMX, 80 mg TMP)
Rekomendasi (target
minimal 3 hari dalam
seminggu atau tiap hari)
Usia < 6 bulan: suspensi 2,5 ml
atau 1 tablet pediatrik atau
tablet dewasa setara dengan
100 mg SMX/20 mg TMP
Usia 6 bulan-5 tahun: suspensi 5
ml atau 2 tablet pediatrik atau
tablet dewasa setara dengan
200 mg SMX/40 mg TMP
Usia 6 - 14 tahun: suspensi 10
ml atau 4 tablet pediatrik
atau
1 tablet dewasa Usia > 14 tahun:
1 tablet dewasa (atau tablet
dewasa forte) setara dengan
400 mg SMX/80 mg TMP
Alternatif
1. Dapsone 2 mg/kg, 1x/hari
atau
2. Dapsone 4 mg/kg 1x/
minggu
Lampiran H
107
Organisme Kapan mulai memberi Rejimen obat
TB Semua anak yang kontak
dengan penderita TB aktif,
terutama yang tinggal
serumah, tanpa melihat nilai
CD4+ (Untuk menyingkirkan
penyakit diperlukan
pemeriksaan fsis, tuberkulin
dan rontgen dada)
Rekomendasi
INH (5 mg/kg) (max 300 mg)
per hari selama 6-9 bulan

MAC CD4+ <50 sel/mm
3
pada >
6 tahun
CD4+ < 75 sel/mm
3
pada
umur 2-6 tahun
CD4+ < 500 sel/mm
3
pada
umur 1 - 2 tahun
CD4+ < 750 sel/mm
3
pada
bayi < 1 tahun
Hentikan bila CD4+ di atas
ambang selama > 3 bulan
Rekomendasi
1. Klaritromisin 7,5 mg/kg/
dosis (max 500 mg), 2x/hari
atau
2. Azitromisin 20 mg/kg (max
1200 mg) sekali seminggu
Alternatif
Azitromisin 5 mg/kg (max 250
mg) sekali sehari
Proflaksis sekunder
Jenis infeksi
oportunistik
Saat memberi pengobatan Rejimen obat
PCP Anak dengan riwayat PCP
harus mendapat proflaksis
seumur hidup untuk mencegah
rekurensi. Keamanan
menghentikan proflaksis
sekunder pada pasien ini
belum diteliti secara luas
Sama seperti proflaksis primer
TB Tidak direkomendasi
108
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
Jenis infeksi
oportunistik
Saat memberi pengobatan Rejimen obat
MAC Anak dengan riwayat MAC
diseminata harus mendapat
proflaksis seumur hidup
untuk mencegah rekurensi.
Keamanan menghentikan
proflaksis sekunder pada
pasien ini belum diteliti secara
luas
Rekomendasi
Klaritromisin 7,5 mg/kg/dosis
(max 500 mg) 2x/hari
ditambah etambutol 15 mg/
kg/dosis (max 800 mg) per hari
Alternatif
Azitromisin 5 mg/kg/dosis
(max 250 mg)
ditambah etambutol 15 mg/
kg/dosis (max 800 mg) per hari
Cryptococcus
neoformans
Coccidiodes
immitis
Anak dengan riwayat
meningitis kripto harus
mendapat proflaksis seumur
hidup untuk mencegah
rekurensi. Belum ada data
keamanan penghentian obat
secara luas
Rekomendasi
Flukonazol 3 - 6 mg/kg/sekali
sehari
Alternatif
Itrakonazol 2 - 5 mg/kg sekali
sehari
Histoplasma
capsulatum
Penicillum
marneffei
Anak dengan riwayat
histoplasmosis/peniciliosis
harus mendapat proflaksis
seumur hidup untuk mencegah
rekurensi. Belum ada data
keamanan menghentikan obat
proflaksis
Itrakonazol 2 - 5 mg/kg sekali
sehari
Toxoplasma gondii Anak dengan riwayat
toksoplasmosis serebral harus
mendapat proflaksis seumur
hidup untuk mencegah
rekurensi. Keamanan
penghentian obat proflaksis
belum diteliti secara luas.
Rekomendasi
Sulfadiazine 85 - 120 mg/kg/
hari dibagi 2 - 4x/hari
ditambah pirimetamin 1 mg/
kg (max 25 mg) sekali sehari
ditambah leukovorin 5 mg
setiap 3 hari
Alternatif
Klindamisin 20 - 30 mg/kg/
hari dibagi 4 dosis per hari
ditambah pirimetamin dan
leukovorin seperti di atas
Lampiran H
109
Lampiran I:
Rujukan Elektronik
http://www.who.int/hiv/en/
http://www.who.int/3by5/about/en/
http://www.who.int/3by5/publications/documents/arv_guidelines/en/
http://www.who.int/hiv/pub/prev_care/pub18/en/
http://www.who.int/hiv/pub/mtct/guidelines/en/
http://mednet3.who.int/prequal/
http://www.who.int/medicines/organization/par/ipc/drugpriceinfo.shtmL#HIV/AIDS
http://w3.whosea.org/en/Section10/Section18.htm
http://www.unaids.org
http://www.who.int/medicines.
http://www.medscape.com/Home/Topics/AIDS/AIDS.htmL
http://www.amfar.org
http://www.hivandhepatitis.com
http://www.womenchildrenhiv.org
http://www.bhiva.org/
http://www.bnf.org/
http://www.aidsinfo.nih.gov/guidelines/
http://www.cdc.gov/hiv/treatment.htm
http://www.fda.gov/oashi/aids/hiv.htmL
http://www.aidsinfo.nih.gov
http://www.clinicaloptions.com/hiv.aspx
http://www.hopkins-aids.edu/
http://hivinsite.ucsf.edu/InSite
http://www.aidsmap.com
http://www.thebody.com/
http://www.aidsmeds.com/
http://aids.org
http://www.hivnat.org/
http://www.paho.org/English/HCP/HCA/antiretrovirals_HP.htm
110
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai