Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kinetika kimia adalah bagian dari kimia fisika yang mempelajari tentang
kecepatan. Termodinamika kimia mempelajari hubungan tenaga antara pereaksi
dan hasil-hasil reaksi, tidak mempelajari bagaimana reaksi-reaksi tersebut
berlangsung dan dengan kecepatan berapa kesetimbangan untuk reaksi kimia ini
dicapai. Hal terakhir ini dipelajari dalam kinetika kimia, hingga kinetika kimia
merupakan pelengkap bagi termodinamika kimia.Tidak semua reaksi kimia dapat
dipelajari secara kinetik. Reaksi-reaksi yang berjalan sangat cepat seperti reaksi-
reaksi ionik atau pembakaran dan reaksi-reaksi yang sangat lambat seperti
pengkaratan, tidak dapat dipelajari secara kinetik. Diantara kedua jenis ini, banyak
reaksi-reaksi yang kecepatannya dapat diukur. Kecepatan reaksi tergantung dari
jenis zat pereaksi, temperatur reaksi dan konsentrasi zat pereaksi.
Kenaikan temperatur 10
o
C rata-rata mempercepat reaksi 2 atau 3 kali
lebih besar, hingga reaksi yang berjalan lambat pada temperatur kamar dapat
berjalan cepat pada temperatur tinggi. Sebaliknya reaksi yang pada suhu kamar
berjalan cepat, dapat dibekuka pada temperatur rendah. Konsentrasi pereaksi
besar pengaruhnya pada kecepatan reaksi. Reaksi berjalan cepat pada awal reaksi,
akan semakin lambat setelah waktu tertentu dan akan berhenti pada waktu yang
tidak terhingga. Kecepatan reaksi biasanya dipelajari pada temeperatur tetap,
dengan menggunakan termostat. Untuk mengetahui koefisien temperatur terhadap
kecepatan reaksi, dapat diadakan percobaan pada berbagai temperatur (Sukardjo,:
2004).
Teori yang menjelaskan reaksi kimia berdasarkan pada tumbukan molekul
tidak cukup kuat sampai dekade awal abad kedua puluh. Teori kinetik molekul
yang pertama dikembangkan. Tercatat adanya distribusi energi kinetik dan laju
molekul-molekul senyawa gas. Jumlah tumbukan antara molekul-molekul
persatuan waktu dapat diturunkan dari teori kinetika molekul. Jumlah tersebut
disebut frekuensi tumbukan. Hanya sebagian tumbukan saja yang menghasilkan
reaksi. Hal ini didasarkan pada dua faktor. Pertama, hanya molekul-molekul yang
lebih energetik dalam campuran reaksi yang akan menghasilkan reaksi sebagai
hasil tumbukan. Kedua, kemungkinan (probabilitas) suatu tumbukan tertentu
untuk menghasilkan reaksi kimia tergantung dari orientasi molekul yang
bertumbukan.
Energi yang harus dimiliki oleh molekul untuk dapat bereaksi disebut
energi aktivasi. Dengan teori kinetik molekul dapat ditentukan berapa fraksi dari
seluruh molekul yang ada yang memiliki energi melebihi nilai tertentu.
Pikirkanlah bahwa laju reaksi kimia tergantung pada hasilkali frekuensi tumbukan
dengan fraksi dari molekul yang memiliki energi sama atau melebihi energi
aktivasi. Karena fraksi dari molekul teraktifkan ini biasanya sangat kecil, laju
reaksi jauh lebih kecil dari pada frekuensi tumbukannya sendiri. Tambahan lagi,
semakin tinggi nilai energi aktivasi, semakin kecil fraksi molekul yang teraktifkan
dan semakin lambat reaksi berlangsung.
A
2
(g) + B
2
(g) 2 AB(g)
Menurut pengertian teori tumbukan, anggaplaah bahwa selama tumbukan
antara molekul A
2
dan B
2
, ikatan-ikatan A A dan B B putus dan ikatan A B
terbentuk. Hasilnya adalah perubahan pereaksi-pereaksi A
2
dan B
2
menjadi hasil
reaksi AB. Molekul-molekul harus mempunyai orientasi tertentu bila tumbukan
akan efektif untuk menghasilkan reaksi kimia. Bila dinyatakan frekuensi
tumbukan sebagai Z, fraksi molekul teraktifkan sebagai f, dan faktor probabilitas
sebagai p, laju reaksi kimia memiliki rumusan

Frekuensi tumbukan berbanding lurus dengan konsentrasi molekul-molekul yang
terlibat dalam tumbukan (katakanlah A dan B). Dengan demikian, Z dapat diganti
dengan [A] x [B], dan rumusan laju reaksi yang lebih dikenal ini dapat dituliskan

Teori tumbukan tampaknya membawa kita ke arah persamaan laju reaksi
kimia yang umum, tetapi ada beberapa kekurangan pada hasil yang telah
dikemukakan. Persamaan di atas menunjukkan sebuah reaksi dengan orde total
dua, tetpi telah diketahui bahwa orde-orde reaksi lain mungkin ada. Satu alternatif
penting tentang teori tumbukan telah dikembangkan oleh ahli kimia Amerika,
Henry Eyring dan yang lainnya. Toeri ini dipusatkan pada spesies antara
(intermediate species) yang disebut kompleks teraktifkan, yang terbentuk selama
tumbukan energetik. Spesies ini ada dalam waktu yang sangat singkat, dan
kemudian terurai, dapat kembali menjadi pereaksi-pereaksi awal (dalam hal ini
tidak ada reaksi) atau menjadi molekul hasil reaksi.
Pada kompleks teraktifkan terdapat ikatan lama yang meregang mendekati
putus, dan ikatan baru hanya terbentuk sebagian. Hanya bila molekul-molekul
yang bertumbukan mempunyai jumlah energi kinetik yang besar untuk disimpan
dalam spesies tergangkan tersebut maka kompleks teraktifkan akan terbentuk.
Energi yang dibutuhkan tersebut dinamakan energi aktivasi.
Secara praktek telah diketahui bahwa reaksi-reaksi kimia cenderung
berlangsung lebih cepat pada suhu yang tinggi. Kita mempercepat reaksi biokimia
tertentu dengan meningkatkan suhu, misalnya pada pemasakan makanan. Di lain
pihak kita memperlambat beberapa reaksi dengan menurunkan suhu, seperti
halnya pendinginan atau pembekuan makanan untuk mencegah pembusukan.
Sekarang kita mempunyai penjelasan mengenai pengaruh suhu terhadap laju
reaksi. Peningkatan suhu meningkatkan fraksi molekul yang memiliki energi
melebihi energi aktivasi (Petrucci, 1985).
Persamaan laju menunjukkan pengaruh dari perubahan konsentrasi reaktan
terhadap laju reaksi. Faktor-faktor lain yang juga berpengaruh terhadap laju reaksi
termasuk di dalam tetapan laju, di mana sebenarnya tetap bila hanya konsentrasi
dari reaktan yang dirubah. Ketika suhu dirubah atau katalis digunakan, barulah
tetapan laju akan berubah. Perubahan ini digambarkan secara matematis oleh
persamaan Arrhenius :


Persamaan Arrhenius dapat digunakan untuk menggambarkan pengaruh dari
perubahan suhu pada tetapan reaksi dan tentunya laju reaksi. Jika misalkan
tetapan laju berlipat ganda, maka juga laju reaksi akan berlipat ganda. Faktor
frekuensi, A, dalam persamaan ini kurang lebih konstan untuk perubahan suhu
yang kecil. Kita dapat melihat bahwa fraksi molekul-molekul mampu untuk
bereaksi dua kali lipat dengan peningkatan suhu sebesar 10
o
C. Hal ini membuat
laju reaksi hampir menjadi berlipat ganda (Clark, 2004).
Suatu reaksi dapat dipercepat dengan meningkatkan fraksi molekul yang
memiliki energi melebihi energi aktivasi. Peningkatan suhu adalah salah satu cara
untuk meningkatkan fraksi tersebut. Cara lain yang tidak memerlukan
peningkatan suhu ialah mendapatkan jalan reaksi dengan energi aktivasi yang
lebih rendah. Fungsi katalis dalam suatu reaksi kimia adalah menyajikan alternatif
tersebut. Dalam reaksi kimia, katalis sendiri tidak mengalami perubahan yang
permanen. Berhasil atau gagalnya suatu proses komersial untuk menghasilkan
suatu senyawa sering bergantung pada penggunaanyang cocok. Selang suhu dan
tekanan yang dapat digunakan dalam proses industri tidak mungkin berlangsung
dalam reaksi biokimia. Tersedianya katalis yang cocok untuk reaksi-reaksi ini
mutlak bagi makhluk hidup (Petrucci, 1985).


















3.3 Cara Kerja





ditambahkan


ditambahkan







Dipanaskan, catat saat timbul warna biru,
didinginkan, hitung waktu pada saat
30
0
sampai 0, interval 5
0











10 ml KI + 10 ml (NH
4
)
2
SO
4

Campuran
10 ml K
2
SO
4
0,01N
5 tetes amilum
Hasil
3.4 Tugas Pendahuluan
Buatlah diagram alir dari apa yang akan anda lakukan?
Jawab:



Dimasukkan



Dicampurkan

Stopwatch


Diulangi pada interval 5oC 35oC


Dengan














Air dan es 5
o
C
Tabung I Tabung II
Jumlah X
Warna
DAFTAR PUSTAKA
Clark, Jim. 2004. Tetapan Laju dan Persamaan Arrhenius (online). (http://www.
chem -is-try.org ). Diakses pada 19 mei 2014 Pukul 20.00 WIB
Petrucci, Ralph. H. 1985. Kimia Dasar Jilid 2. Jakarta : Erlangga
Sukardjo. 2004. Kimia Fisika. Jakarta : PT Rineka Cipta


























4.2. Reaksi Dan Perhitungan
a. Reaksi
I
2
+ 2 e
-
2 I
2 I
2
SO
4
S
4
O
8
2 -
+ 2 e
-
I
2
+ 2I
2
SO
4
2 I
-
+ S
4
O
8
2-
S
2
O
8
2-
+ 2 e
-
2 SO
4
2-
2 I
2-
I
2
+ 2 e
-

S
2
O
8
2-
+ 2 I 2 SO
4
2-
+ I
2

b. Perhitungan
No. X = 1/T Y=1/t X
2
XY
1. 3,35 x 10
-3
1,351 x 10
-2
11,223 x 10
-6
4,525 x 10
-5
2. 3,41 x 10
-3
1,176 x 10
-2
11,628 x 10
-6
4,010 x 10
-5
3. 3,47 x 10
-3
0,714 x 10
-2
12,041 x 10
-6
2,477 x 10
-5
4. 3,53 x 10
-3
0,371 x 10
-2
12,461 x 10
-6
1,287 x 10
-5
5. 3,59 x 10
-3
0,370 x 10
-2
12,888 x 10
-6
1,328 x 10
-5
6. 3,66 x 10
-3
0,120 x 10
-2
13,396 x 10
-6
0,439 x 10
-5
21,01 x 10
-3
4,102 x 10
-2
73,637 x 10
-6
14,066 x 10
-5


()

()

) (

)(
)
(

) (

)

Anda mungkin juga menyukai