Anda di halaman 1dari 9

DAERAH ALIRAN SUNGAI COMAL

Di daerah dataran tinggi curah hujan yang jatuh akan mengalir dan berkumpul pada
beberapa parit, anak sungai dan kemudian menuju ke sebuah sungai. Keseluruhan daerah
yang menyediakan air bagi anak sungai dan sungai-sungai tersebut merupakan daerah
tangkapan air (catchment area) dikenal sebagai Daerah Aliran Sungai (DAS).
Peran DAS Comal sangat vital dalam menyangga kehidupan masyarakat di Jawa Tengah
bagian tengah. DAS Comal merupakan DAS strategis sebagai penyedia air baku untuk
berbagai kebutuhan seperti irigasi, industri dan lain-lain. DAS Comal memiliki luas 81.435,58
ha, meliputi 3 wilayah administrasi yaitu Kabupaten Tegal, Pemalang dan Pekalongan.

No Kabupaten Luas (Ha) Persentase (%) Jml. Kecamatan Jml. Desa
1 Tegal 116,86 0,16 1 2
2 Pemalang 68.013,07 83,51 13 130
3 Pekalongan 13.305,65 16,33 5 34
Jumlah 81.435,58 100,00 19 168



DAS Comal terletak antara 1091129 - 1093827 BT dan 064609 - 071441 LS.
Batas administrasi DAS Comal adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah
selatan berbatasan dengan Kabupaten Purbalingga, sebelah barat berbatasan dengan
Kabupaten Tegal serta sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Batang. Sedangkan
batas DAS nya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan
berbatasan dengan DAS Serayu, sebelah barat berbatasan dengan DAS Rambut serta
sebelah timur berbatasan dengan DAS Sengkarang.
DAS Comal terbagi dalam sub DAS Comal Hilir (21.710,04 ha), sub DAS Genteng
(18.641,05 ha), sub DAS Lomeneng (6.714,89 ha), sub DAS Pulaga Sringseng (9.440,74 ha)
dan Wakung/Comal Hulu (24.928,87 ha), sedangkan secara morfologi terbagi menjadi DAS
bagian hulu seluas 66.148,14 ha, DAS bagian tengah seluas 3.357,18 ha dan DAS bagian hilir
seluas 11.930,25 ha. Sebagian besar DAS Comal merupakan DAS bagian hulu yang tentu saja
pengelolaannya akan berpengaruh langsung terhadap wilayah-wilayah yang berada di
bawahnya.
Bentuk DAS Comal bentuknya mendekati bentuk memanjang dengan keliling 11.436,09
km. Wilayah DAS Comal berdasarkan bentuk serta panjang DAS nya secara rinci :
No Sub DAS Bentuk Keliling (Km)
1 Comal Hilir Memanjang 2.041,56
2 Genteng Memanjang 2.803,21
3 Lomeneng Memanjang 1.237,68
4 Pulaga Sringseng Memanjang 1.752,89
5 Wakung/Comal Hulu Membulat 3.600,75

I. Integrated hazard map
1. Alih fungsi lahan
Pada saat ini DAS Comal yang memiliki luas hutan 25.646,32 ha yang meliputi
hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan rawa sekunder dan
hutan tanaman, dimana luas tersebut meliput 18,84 % dari luas DAS Comal.
Penggunaan lahan yang dominan di DAS Comal adalah pertanian lahan kering
bercampur semak dan pertanian lahan kering dengan luas mencapai 27.642 ha.
Penggunaan lahan ini meliputi land clearing, permukiman, perkebunan, sawah,
semak/belukar, semak/belukar rawa, tanah terbuka, tubuh air.


No Sub DAS
Penggunaan Lahan (Ha)
Jumlah (Ha)
HLK HT PMK PLK Sawah TT Tubuh Air
1 Comal Hilir - 4.327,45 2.590,45 6.712,52 8.771,06 - 1.899,02 21.710,04
2 Genteng - 6.330,45 418,49 9.959,82 2.285,14 - 65,63 18.641,05
3 Lomeneng - 3.391,51 5,35 3.206,83 116,55 - - 6.741,89
4 Pulaga Sringseng 0,97 5.100,78 - 4.336,80 - - 2,20 9.440,74
5 Wakung/Comal
Hulu
1.505,16 6.748,33 212,00 3.426,18 4.146,49 375,72 - 24.928,87
Jumlah 1.506,13 25.898,52 3.226,28 27.642,15 15.319,23 375,72 1.968,72 81.435,59
Sumber : BAPLAN, 2009
PLK = Pertanian Lahan Kering
HT = Hutan Tanaman
TT = Tanah Terbuka
HLK = Hutan Lahan Kering
PMK = Permukiman



Luasan kawasan hutan di DAS Comal semakin berkurang, hal ini diakibatkan oleh
perubahan alih fungsi lahan menjadi kawasan perkebunan dan kawasan pemukiman.
Hal ini disebabkan oleh desakan perkembangan penduduk dan pertumbuhan
ekonomi wilayah. Hal tersebut dapat menjadi penyimpangan jika ditinjau
berdasarkan tata penggunaan lahan atau RUTR yang ada. Laju deforestasi dan
degradasi lahan di DAS Comal tidak sebanding dengan langkah-langkah rehabilitasi
hutan dan lahan. Hal lain yang terjadi adalah tekanan ekonomi masyarakat terutama
masyarakat pedesaan di sekitar hutan khususnya masyarakat yang bertumpu pada
sektor pertanian salah satunya menyebabkan lambatnya upaya pemulihan penutupan
lahan di sekitar wilayahnya. Karena adanya illegal farming, budidaya tanaman
semusim pada wilayah yang sangat rentan terhadap erosi, sedimentasi, banjir.
2. Banjir
Pada wilayah DAS Comal terdapat kerentanan potensi banjir dan rawan banjir
yang cukup luas. Pada wilayah hulu dan tengah selain berpengaruh terhadap
gangguan pertumbuhan perekonomian akan tetapi juga berpengaruh langsung
terhadap produktivitas lahan pertanian. Sedangkan pada wilayah hilir akan
berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan perekonomian wilayah. Kondisi
kerentanan aliran dan rawan banjir pada wilayah DAS Comal, tersebar di wilayah
Comal bagian Tengah hingga wilayah Comal bagian Hilir. Pada daerah potensi banjir
sektor yang sangat berpengaruh berupa tingginya hujan harian maksimum rata-rata
pada bulan basah, bentuk Daerah Aliran Sungai, besaran gradien sungai, kerapatan
drainase katagori rapat hingga sangat rapat, kelerengan rata-rata DAS, dan
penggunaan lahannya berpotensi sangat besar menimbulkan run off serta debit
puncak.
Curah hujan
No Sub DAS
Curah Hujan (Ha) Jumlah
(Ha) A B C D E F
1 Comal Hilir 3.311,27 4.960,35 3.143,75 8.112,44 2.182,23 - 21.710,04
2 Genteng - - 1.993,20 15.812,81 835,04 - 18.641,05
3 Lomeneng - - - 745,41 5.969,48 - 6.714,89
4 Pulaga Sringseng - - - 5.251,70 4.189,04 - 9.440,74
5 Wakung/Comal Hulu - - - - 20.054,19 4.874,68 24.928,87
Jumlah 3.311,27 4.960,35 5.136,95 29.922,37 33.229,37 4.874,68 81.435,58
Sumber : BMKG Jateng 2009
A = 1000 2000 mm/tahun
B = 2000 3000 mm/tahun
C = 3000 4000 mm/tahun
D = 4000 5000 mm/tahun
E = 5000 6000 mm/tahun
F = 6000 7000 mm/tahun



Pengaturan tata air pada wilayah hulu masih belum optimal akibat gangguan
fungsi masing-masing kawasan; terutama kondisi tutupan lahan dan drainase
wilayahnya belum mampu mengendalikan banjir. Pada saat terjadi curah hujan
tinggi surface run Off nya tidak dapat dikendalikan sehingga menimbulkan
konsentrasi yang tinggi pada wilayah tersebut; disisi lain resapan air ke dalam
tanah sangat rendah sehingga cadangan air tanah pada wilayah tertentu tidak
memadai dan memberi kontribusi sangat besar terhadap terjadinya banjir.
Kelerengan
No Sub DAS
Kelas Lereng (Ha)
Jumlah
(Ha)
I (0-8 %)
Datar
II (8-15 %)
Landai
III (15-25 %)
Agak Curam
IV (25-40 %)
Curam
V (> 40 %)
Sangat curam
1 Comal Hilir 17.720,80 2.739,77 996,23 196,14 57,10 21.710,03
2 Genteng 3.482,46 2.031,07 4.577,09 4.127,86 4.422,57 18.641,05
3 Lomeneng 813,94 1.431,64 1.902,85 1.400,86 1.165,61 6.714,89
4 Pulaga Sringseng 853,62 980,23 1.857,84 2.616,25 3.132,80 9.440,74
5 Wakung/Comal Hulu 6.006,91 5.945,84 5.811,22 3.589,50 3.575,39 24.928,87
Jumlah 28.877,72 13.128,55 15.145,23 11.930,62 12.353,47 81.435,59



3. Kekeringan
Di beberapa wilayah yang terjadi kekeringan karena evapotranspirasinya tinggi
atau tidak sebanding dengan curah hujannya sehingga terjadi defisit dan karakteristik
kerapatan pengaliran (drainage density) areal tersebut 3,10 km/km
2
. Pada wilayah
dimana surface run-offnya tinggi dan resapan air ke dalam tanah rendah, belum
dapat dikelola dengan baik oleh semua pihak terutama perilaku masyarakat di
wilayah tersebut masih belum memperhatikan kaidah konservasi tanah sesuai
dengan kepentingan dan kondisi harapan wilayah tersebut dan karakteristik wilayah
memberi kontribusi terhadap terjadinya banjir dan kekeringan.
Beberapa wilayah di DAS Comal yang merupakan daerah tangkapan air pada saat
ini kondisinya kritis, dimana limpasan permukaan tidak terkendali sehingga resapan
air ke dalam tanah sangat rendah dalam mengisi reservoir/air dalam tanah tidak
memadai. Zona perlindungan sumber mata air/radius 200 m banyak terganggu akibat
difungsikan untuk budidaya tanaman pertanian/perkebunan dan pengembangan
pemukiman masyarakat di sekitarnya. Deforestasi; illegal logging dan illegal farming
banyak terjadi pada wilayah daerah tangkapan air dan zona perlindungan sumber
mata air. Hal ini ditambah lagi dengan adanya dampak perubahan iklim dan
pemanasan global sangat berpengaruh terhadap ancaman potensi air tanah maupun
air permukaan; dimana cenderung terjadi kondisi ekstrim terhadap potensi air tanah
maupun air permukaan sehingga berpengaruh terhadap ketersediaan air tanah
maupun air permukaan.
4. Erosi
Erosi pada wilayah DAS Comal yang secara umum di atas ambang toleransi
(>60ton/ha/tahun) seluas 782.749 ha atau 38,94%. Erosi yang diatas ambang
toleransi tersebut pada wilayah yang relatif klas lerengnya >15% dan tersebar pada
penggunaan lahan hutan maupun lahan budidaya dimana kondisi tutupan lahannya
tidak memadai. Selain erosi permukaan (sheet erosion); banyak terdapat morfoerosi
berupa streambank erosion, morfoerosi alur, jurang, tanah longsor dan lain-lain.
Faktor-faktor penyebab erosi dan karakteristik sumberdaya alamnya rentan
terhadap gangguan atau pengelolaan yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi
tanah. Pada areal yang terjadi erosi, pada umumnya jenis tanah dan lerengnya
memang rentan terhadap erosi.
5. Sedimentasi
Rata-rata sedimentasi di DAS Comal cukup tinggi yang bersumber pada wilayah
Sub DAS bagian hulu dan tengah. Sedimen tersebut akan diendapkan pada wilayah
DAS bagian Hilir dan sebagian bagian Tengah.
Karakteristik wilayah DAS Comal terutama karakteristik biofisik DAS dan
pengelolaan RHL belum optimal menyebabkan laju erosi pada beberapa wilayah
cukup tinggi. Laju erosi yang masih tinggi tersebut, terutama terjadi di wilayah hulu
dan tengah. Hal ini akan berakibat pada tingginya sedimentasi sungai di wilayah hilir.
6. Longsor
Bencana longsor di DAS Comal sebagian besar terjadi pada wilayah hulu DAS
yang memiliki topografi pegunungan/perbukitan.
Permasalahan tanah longsor di wilayah DAS Comal, terutama di daerah hulu
banyak diakibatkan oleh kondisi geofisik wilayahnya yang merupakan wilayah
pegunungan/perbukitan dengan kemiringan lereng yang curan, lapisan tanah yang
tebal dan curah hujan yang cukup tinggi. Hal ini diperparah dengan adanya alih fungsi
lahan di wilayah tersebut dari hutan menjadi pemanfaatan lahan yang lain dan
sebagian kecil oleh adanya kegiatan penambangan bahan galian golongan C.
7. Penambangan Golongan C
Pada saat ini di wilayah DAS Comal banyak ditemui kegiatan penambangan, baik
yang berada pada badan sungai mupun yang berada pada wilayah/lahan yang ada
dalam wilayah DAS. Penambangan tersebut dapat berupa penambangan yang
mempunyai ijin maupun tidak berijin (PETI). Mayoritas tambang yang ada
mengekploitasi pasir dan batu yang digunakan untuk kegiatan pembangunan
(konstruksi) meupun untuk tanah urug. Sebagian dari kegiatan penambangan
tersebut sudah dilakukan secara turun temurun dan dilakukan untuk mata
pencaharian sehari-hari.
Penambangan yang dilakukan oleh sebagian penduduk yang terdapat di dalam
DAS Comal tidak memenuhi syarat dari sisi lokasi dan teknik/tata cara penambangan.
Sebagai contoh penambangan dilakukan pada tebing-tebing sungai atau tebing-
tebing jalan yang berpotensi untuk menyebabkan bencana longsor. Selain itu
terdapat pula penambangan di dalam badan sungai di di sekitar jembatan atau
bangunan air lainnya yang berpotensi untuk menimbulkan kerusakan. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh kurangnya pembinaan terhadap penambang yang
legal dan tidak adanya sangsi yang tegas terhadap penambang tanpa izin (PETI).
8. Lahan kritis
Saat ini lahan kritis pada wilayah Comal seluas 292,273 ha yang terbagi dalam
kerentanan kekritisan lahan sangat kritis dan kritis sedangkan kerentanan kekritisan
lahan agak kritis mendominasi DAS Comal dengan luas 1,266,794 ha dimana
penyebabnya oleh bebeberapa faktor antara lain over populated telah menimbulkan
penguasaan lahan (land tenure) menjadi sempit akibatnya pengelolaan lahan
dilakukan menjadi sangat intensif sehingga sering menimbulkan dis-ekonomi
eksternal seperti terjadinya erosi melebihi tingkat yang diperkenankan sehingga
menimbulkan sedimentasi yang mengganggu aliran sungai, gangguan bangunan air,
lapar lahan dan lain sebagainya
Pada wilayah DAS bagian Hulu faktor dominan penyebab terjadinya kondisi kritis
yang paling utama adalah erosi tanah yang besar akibat tanah yang sangat mudah
tererosi. Pada wilayah Comal bagian Tengah ini penyebab utama kondisi kekritisan
lahan adalah erosi, dimana sebagian tanah yang tipis dan lahan yang mudah terkena
erosi serta sebagian terkena bahaya banjir. Wilayah Comal bagian Hilir sektor
dominan penyebab terjadinya kondisi kritis adalah hidrologi dan sedimentasi, jadi
pada wilayah bagian Hilir tidak banyak masalah kerentanan kekritisan lahan.

II. Vulnerability map
1. Hazard exposure
a. Regional GDP
b. Populasi
c. Fragmented natural areas
2. Coping capacity
a. National GDP / capita

Anda mungkin juga menyukai