10
= 6
Filtering bertujuan untuk menyaring / memfilter atau membuang data-data yang
terpengaruh gelombang pada data yang kita peroleh sehingga nanti pada saat digunakan
dalam metode admiralty mempunyai hasil yang akurat. Hasil filtering data pasut yang kita
lakukan pada bulan maret 1994 dengan data sebelumnya tidak berbeda hal dapat kita lihat
pada gambar grafiknya yang sama.
Hal ini disebabkan karena data pasut yang kita peroleh tersebut sudah tidak
terpengaruh gelombang atau data tersebut pengaruh gelombangnya sanagat kecil sehingga
dapat diabaikan. Oleh karena itu sewaktu kita lakukan penfilteran terlihat hasilnya tidak
berbeda antara data hasil filter dan sebelum filter. Untuk melihat proses penfilteran maka
kita menggunakan lima data sebelumnya dan lima data sesudah 29 hari. Data tersebutlah
nantinya yang akan hilang saat kita melakukan filtering. Dengan proses filtering, maka
untuk mencari pendekatan data yang teliti, dapat dicari, sehingga mudah untuk aplikasi.
Beberapa aplikasi dalam filter, yaitu :
1. Filter length : banyaknya data yg mau dibuang missal 10
2. Input series sampling interval : interval data (menit) missal 60
3. Filter type : 3 (untukk pasut = low pass filter)
4. Shortest periods of interest : 120 (default)
5. Ready to filter : y
6. Output transfer function file : ketik nama file.trans, missal vv.trans
7. Input data file : missal v.txt
8. Number of lines of heading : 0
9. Number of series : 1
10. Output filtered file : ketik nama file.txt
11. Decimation number : missal data 1 jam kita butuh data I jam juga maka
ketik 1 tapi kalo data 10 menit kita butuh data 1 jam maka ketik 6 = 60/10
12. Error value : missal ketik 99999 atau 5555 atau 7777 dll.
Penggunaan Filter Lanczos dalam Gelombang dan Profil Perubahan Pasang surut.
Profil perubahan tinggi gelombang tsunami diperhalus menggunakan filter Lanczos dengan
menyaring sinyal gangguan (noise) dengan periode ambang (threshold) 4 jam. Tsunami
mengalami peningkatan ketika mencapai wilayah pantai dan mencapai maksimum (run up)
di stasiun Sibolga pada gelombang ketiga, pukul 15.30 WIB dengan ketinggian satu meter
di atas rerata muka laut (Diposaptono, 2007).
Gelombang tsunami pertama tercatat pada pukul 10.10, dengan didahului
penurunan muka laut (initial withdrawal of water) pukul 9.30 sebesar 32 sentimeter hanya
dalam waktu 10 menit sebagai sebuah proxy (indikator), sebelum datangnya gelombang
tsunami pertama (Diposaptono, 2007).
Gelombang tsunami masih tertangkap sinyalnya di stasiun Panjang dengan
rekaman energi yang semakin berkurang (run up tsunami lebih rendah dari satu meter).
Kedua rekaman sensor pasang surut menunjukkan stasiun pasang surut di wilayah pantai
dapat dijadikan proxy untuk menangkap sinyal gelombang tsunami (Diposaptono, 2007).
Sistem peringatan dini dengan memadukan kemampuan seismograf mendeteksi
gempa dan sensor pasang surut melacak tsunami sudah lama digunakan banyak orang.
Namun, posisi stasiun pasang surut di pantai tidak cukup efektif menangkap sinyal
gelombang tsunami sedini mungkin dibandingkan apabila sensor itu diletakkan pada lokasi
rawan gempa di laut dalam. Di samping itu, secara teknis rekaman sensor pasang surut
tidak representatif lagi karena medan tekanan atmosfer lebih dominan daripada perubahan
muka laut itu sendiri (Diposaptono, 2007).
Demikian juga apabila stasiun pasang surut tersebut berada pada pinggiran laut
setengah tertutup (semi-enclosed marginal seas), misalnya di stasiun Kupang yang
menghadap Selat Ombai. Perubahan muka laut tidak memberikan respons pada perubahan
tekanan atmosfer yang diharapkan karena posisi selat membatasi pertukaran massa
berfrekuensi tinggi, seperti halnya tsunami (Diposaptono, 2007).
Oleh karena itu, posisi stasiun pasang surut sebaiknya mendekati lokasi rawan
gempa di laut lepas. Posisi ini dilakukan agar terdapat rentang waktu yang cukup untuk
upaya peringatan dini. Yang terpenting, sensor pasang surut harus diletakkan pada sebuah
pulau kecil dengan kedalaman laut di sekitarnya tidak kurang dari 1.000 meter agar
rekaman perubahan muka laut tidak dipengaruhi perubahan tekanan atmosfer secara
signifikan (Diposaptono, 2007).
Dengan demikian, sinyal gelombang tsunami dapat dilacak dengan membuang
(filtering) sinyal gangguan berasal dari angin yang membentuk gelombang laut, pasang
surut, dan lain-lain dengan teknik analisis spektral: metode FFT (Fast Fourier Transform)
atau teknik pemisahan sinyal lainnya yang relatif mudah dilakukan (Diposaptono, 2007).
2.6. Grafik residu
Pot residual dapat digunakan untuk menilai kualitas hasil regresi. Kita dapat
memeriksa asumsi statistika yang mendasari tentang grafik residu seperti varian
konstan,variabel independen dan normalitas distribusi. Asumsi ini berlaku untuk model
regresi tertentu, residu harus didistribusikan secara acak dimulai dari nol.
Berbagai jenis plot residual dapat digunakan untuk memeriksa validitas asumsi ini
dan memberikan informasi tentang bagaimana untuk memperbaiki model grafik residu
tersebut.
Misalnya, plot pencari dari residual akan tertata jika regresi yang terbentuk adalah
baik. Grafik residual seharusnya tidak menunjukkan tren apapun,seharusnya. Sebuah tren
apapun akan menunjukkan bahwa residual tidaklah independen. Di sisi lain, pengeplotan
histogram residual harus menunjukkan distribusi yang berbentuk lonceng simetris,
menunjukkan bahwa asumsi normalitas kemungkinan untuk menjadi bernilai benar atau
nyata dengan hipotesa.
Sebuah plot residual adalah grafik yang menunjukkan residual pada sumbu vertikal
dan variabel independen pada sumbu horisontal. Jika titik-titik dalam plot residual secara
acak tersebar di sekitar sumbu horisontal, maka model regresi linear adalah sesuai untuk
data; jika tidak, model non-linearlah yang lebih sesuai atau lebih coco.
Plot residual menunjukkan tiga pola khas. Plot pertama menunjukkan pola acak,
menunjukkan cocok untuk model linier. Pola Plot lainnya adalah non-acak (berbentuk U
dan U terbalik), yang menunjukkan lebih cocok untuk model non-linear. (NOAA, 2011.
Diakses 1 Mei 2014 Pukul 22.00 WIB)