Anda di halaman 1dari 40

SPLENEKTOMI DAN SPLENORAFI PADA TRAUMA LIEN

Introduksi
a. Definisi
Tindakan pembedahan dengan melakukan penjahit dan atau pemotongan pada lien maupun tandur
alih.
b. Ruang lingkup
Trauma tumpul lien dapat terjadi akibat kekuatan kompresi dan deselerasi seperti tabrakan sepeda
motor, jatuh dari ketinggian dan pukulan langsung pada abdomen. Trauma tajam lien jarang terjadi.
Diagnosis ditegakkan melalui gejala klinis yaitu tanda hipovolemia dengan takikardi atau hipotensi dan
mengeluh nyeri pada kuadran atas kiri abdomen yang menjalar ke bahu kiri (Kerss sign) dan adanya
tanda-tanda cairan bebas dalam rongga perut. Pemeriksaan fisik tidak spesifik dan sensitif pasien
dengan fraktur kosta kiri bawah (9-12), 25% akan mengalami cedera lien.
c. Indikasi operasi

ruptur lien grade III dengan hemodinamik tidak stabil

ruptur lien grade IV-V


d. Diagnosis Banding
Perdarahan intraabdomen dengan penyebab diluar lien
e. Pemeriksaan penunjang

USG atau DPL: dapat mendiagnosis adanya hemoperitoneum dengan cepat pada pasien yang
hemodinamiknya tidak stabil, sumber perdarahan tersering adalah dari lien.

CT Scan dilakukan pada pasien dengan hemodinamik stabil dapat juga sekaligus menentukan
beratnya cedera

Angiografi digunakan sebagai metode penunjang pada pasien-pasien selektif, dengan


embolisasi terapeutik pada perdarahan arteri.
Teknik Operasi

Posisi pasien supinasi, dilakukan anestesi general

Desinfeksi seluruh abdomen dan dada bagian bawah

Lapangan operasi dipersempit dengan linen steril

Insisi di linea mediana mulai dari proses xiphoideus hingga suprapubis

Insisi diperdalam hingga mencapai cavum peritoneum

Darah yang ada dalam cavum peritoneum dihisap keluar sehingga lien tampak jelas

Pasang beberapa kasa tebal di posterolateral lien sehingga lien terdorong ke arah apevator

Identifikasi hilus lien, lakukan kompresi, sehingga perdarahan dapat dikontrol

Dilakukan evaluasi derajat cidera lien

Bila derajat ruptur grade I, II atau III dapat dilakukan penyakit dengan benang chromic gut 2-
0

Bila derajat ruptur grade IV atau lebih, dilakukan pemasangan beberapa klem pada hilus lien.
Vasa lienalis, vasogastrica brevis dan ligamentum gastrosplenik dipotong sedekat mungkin
dengan lien

Selanjutnya ligamentum splenokolik, splenorektal, splenophonik diklem dan dipotong. Lien


dibebaskan dari perekatannya dengan jaringan retroperitoneal

Evaluasi sumber-sumber perdarahan dan lakukan hemostasis secara cermat

Cavum peritoneum dibersihkan dari sisa-sisa perdarahan dengan NaCl steril

Luka operasi ditutup lapis demi lapis.


f. Komplikasi Operasi
Rebleeding, absess subphrenik kiri, pneumonia, trombositosis, infeksi post splenektomi.
g. Mortalitas
50% bila terjadi OPSI (Overwhelming Post Splenectomy Infection).
h. Perawatan pasca Bedah
Hasil yang dicapai biasanya baik, perlunya diberikan vaksin H. influenza dan meningococcal yang
merupakan organisme yang sering menyebabkan OPSI. Vaksin diberikan 3-4 minggu postop.
i. Follow-Up
Vaksinasi pneumococcus diulangi 5 tahun kemudian.

Algoritma Trauma Tumpul Abdomen
Spleen atau yang lazim disebut limpa atau lien adalah suatu organ lymphatic yang lunak dan
vascular. Organ ini tidak termasuk sistema digestivus, namun aliran darah venousnya menuju ke vena
portae. Berasal dari differensiasi jaringan mesenkimal mesogastrium dorsale. Berat limpa rata-rata
berkisar antara 75-100 gr, pada dewasa berukuran 12 x 7 x 4 cm, biasanya sedikit mengecil dengan
bertambahnya umur sepanjang tidak disertai adanya patologi lainnya. Letak organ ini dikuadran kiri atas
dorsal di abdomen, kira-kira ditutupi oleh iga 9 sampai iga 11. Limpa terpancang ditempatnya oleh
lipatan peritonium yng diperkuat oleh beberapa ligamenta suspensoria. Limpa difiksasi oleh ligamentum
gastrolienale dan ligamentum lienaorenale.Limpa mempunyai facies diaphragmatica dan facies
visceralis, margo superior dan margo inferior, dan dua ujung yang dinamakan extremitas superior dan
extremitas inferior. Vasa lienalis dan nervus yang masuk keluar limpa melalui hilus lienalis,terletak pada
facies visceralis agak ke caudal..
anx,wdj


Darah arteri dipasok melalui a. lienalis. Darah balik disalir melalui v.lienalis yang bergabung dengan v.mesentrika
superior membentuk v.porta.Arteria lienalis di percabangkan oleh arteria coeliaca, berjalan ke kiri pada tepi cranial
corpus pancreatis. Pada hilus lienalis, arteria lienalis bercabang menjadi 2 3 cabang sebelum masuk ke dalam
lien. Vena lienalis berjalan ke kanan di sebelah dorsal corpus pancreatis, mengikuti arteria lienalis. Ligamen
gastrolienale berisi semua v. gastrika brevis. Ligamen yang lainnya tak berpembuluh kecuali pada hipertensi portal
sangat banyak mengandung vena kolateral.
anx,wdj

Limpa dibungkus oleh kapsul serosa dan
kolagen yang mana dari sini trabekula menembus
parenkim. Trabekula merupakan jaringan
konektif padat, kaya kolagen dan elastis. Diantara
trabekula terdapat jaringan reticular yang
menyusun parenkim limpa, yang mana terdiri
dari pulpa merah dan pulpa putih dan dibatasi
oleh zona marginal. Pulpa putih mengandung
limfosit, makrofag, dan sel plasma. pulpa merah
terdiri atas sinus venous dan korda splenika,
sementara zona marginal terdiri dari vascular
space. Di tempat inilah benda asing, fragmen sel
dan plasma di kumpulkan.
wdj, haile




Fisiologi
Pada usia 5-8 bulan, limpa berfungsi sebagai tempat pembentukan sel darah merah dan sel darah putih.
Fungsi ini akan hilang pada masa dewasa. Namun limpa mempunyai peran penting dalam memproduksi
sel darah merah jika hematopoiesis dalam sumsum tulang mengalami gangguan seperti pada gangguan
hematologi. Secara umum fungsi limpa di bagi menjadi 2 yaitu:
haile, ugs,wdj

1. Fungsi Filtrasi
Lien berfungsi untuk membuang sel darah merah yang sudah tua atau sel darah merah yang rusak
misalnya sel darah merah yang mengalami gannguan morfologi seperti pada spherosit dan sicled
cells, serta membuang bakteri yang terdapat dalam sirkulasi. Setiap hari limpa akan membuang
sekitar 20 ml sel darah merah yang sudah tua.selain itu sel-sel yang sudah terikat pada Ig G pada
permukaan akan di buang oleh monosit. Limpa juga akan membuang sel darah putih yang abnormal,
platelet, dan sel-sel debris.
2. Fungsi Imunologi
Limpa termasuk dalam bagian dari sistem limfiod perifer mengandung limfosit T matur dan limfosit B.
Limfosit T bertanggung jawab terhadap respon cell mediated immune (imun seluler) dan limfosit B
bertanggung jawab terhadap respon humoral. Fungsi imunologi dari limpa dapat di singkat sebagai
berikut:
a. Produksi Opsonin
Limpa menghasilkan tufsin dan properdin. Tufsin mempromosikan Fagositosis. Properdin
menginisiasi pengaktifan komplemen untuk destruksi bakteri dan benda asing yang terperangkap
dalam limpa. Limpa adalah organ lini kedua dalam sistem pertahanan tubuh jika sistem
kekebalam tubuh yang terdapat dalam hati tidak mampu membuang bakteri dalam sirkulasi.
haile,
ugs

b. Sintesis Antibodi
Immunoglobulin M (Ig M) diproduksi oleh pulpa putih yang berespon terhadap antigen yang
terlarut dalam sirkulasi
c. Proteksi terhadap infeksi
Splenektomi akan menyebabkan banyak pasien yang terpapar infeksi, seperti fulminan sepsis.
Mengenai bagaimana mekanismenya sampai saat ini belum diketahui sepenuhnya.
d. Tempat Penyimpanan
Pada dewasa normal sekitar sepertiga (30 % ) dari pletelet akan tersimpan dalam limpa.
Patofisiologi
Kebanyakan splenektomi dilaksanakan setelah pasien didiagnosa dengan hypersplenisme.
Hypersplenisme bukanlah suatu penyakit spesifik hanyalah suatu sindrom, yang dapat disebabkan oleh
beberapa penyakit. Ditandai oleh perbesaran limpa (splenomegali), defek dari sel darah, dan gangguan
sistem turn over dari sel-sel darah.
es

Pada hipersplenisme terjadi destruksi sel darah merah yang berlebihan. Sehingga usia sel darah
merah menjadi lebih pendek, terbentuk antibodi yang menimbulkan reaksi antigen sehingga sel-sel
rentan terhadap destruksi. Kejadian ini bisa terjadi pada salah satu sel darah atau dapat terjadi
menyeluruh seperti pada pansplenisme.
WDJ

Hipersplenisme meriupakan keadaan patologi faal limpa yang mengakibatkan kerusakan dan
gangguan sel darah merah. Gambaran kliniknya terdiri dari trias splenomegali, pansitopeni, dan
hiperplasia kompensasi sumsum merah. Pembagian antara hipersplenisme primer dan sekunder terbyata
kurang tepat dan tidak lagidigunakan. Hipersplenisme primer adalah hipersplenisme yang belum
diketahui penyebabnya, pembesaran limpa akibat beban kerja yang berlebih akibat sel abnormal yang
melewati limpa yang normal. sedangkan sekunder jika telah diketahui penyebabnya dimana limpa yang
abnormal akan membuang sel darah yang normal maupun yang abnormal secara berlebihan.
WDJ, ibm

Tabel 1 contoh hipersplenisme primer dan sekunder
ibm

Primer
Anemia hemolitik kongenital
Sperositosis herediter
Eliptositosis herediter
Defisiensi piruvat kinase
Hemoglobinopati
Thalasemia mayor
Acquired anemia hemolitik
Purpura trombositopenik idiopatik
Purpura trombositopenik trombotik
Sekunder
Hipersplenisme primer
Obstruksi vena porta
Neoplasma
Penyakit gaucher
Metaplasia mieloidf agnogenik
Sferositosis herediter
ibm

Sferositosis herediter adalah suatu penyakit akibat defek membran sel darah merah sehingga sel
darah merah terperangkap dalam limpa secara berlebihan. Defek tersebut terjadi akibat defisiensi
spektrin, suatu protein rangka membran sel darah merah. Gambaran klinis beruapa anemia, kelelahan,
ikteruskadang ditemukan batu empedu berpigmen.
Splenektomi diindikasikan pada semua pasien tersebut untuk menurunkan jumlah tangkapan sel darah
merah abnormal dan koreksi anemia. Saat operasi, penting untuk mencari adanya limpa assesorius.
Pengangkatan yang tidak adekuatakan memberikan pemulihan yang tidak maksimal.
Anemia hemolitik didapat
ibm

Tidak ada kelainan struktural dalam darah, akan tetapi membran sel darah merah terbungkus
olehantibodi sehingga sel darah merah tersebut akan terperangkap dalam limpa sehinga menyebabkan
hemolisis dan anemia.pasien biasanya diterapi dengan steroid dan penyakit yang mendasarinya. Pasien
yang tidak berespon terhadap streroid jangka panjang dengan dosis tinggi merupakan calon untuk
splenektomi. Sekitar 50 persen penderita berespon baik dengan splenektomi dan 30 persen
lainnya berespon baik terhadap kombinasi splenektomi dengan steroid dosis rendah.
Purpura trombopatik autoimun.
ibm

Pada purpura trombopatik autoium, destruksi trombosit yang berlebihan terjadi akibat pemaparan terus
menerus dengan antibodi anti trombosit dalam sirkulasi. Indikasi steroid bilamana pasien tidak berespon
terhadap terapi steroid jangka panjang dengan dosis tinggi.
Metaplasia mieloid agnogenik
ibm

Fibrosis sumsung tulang menyebabkan metaplasis mieloid agnogenik dan hematopiesis ekstramedularis.
Splenomegali massif dan juga anemia atau pansitopenia. Limpa pada sebagian pasien dapat mencapai
pelvis. Splenektomi sebagai prosedur paliatif, dilakuakan hanya untuk menurunkan kebutuhan transfusi
massif yang biasanya dialami pasien tersebut. Permasalan hematologis muncul akibat peran ganda limpa
sebagai organ hematpoiesis dan tempat destruksi sel darah merah. Setelah splenektomi penderita akan
mengalami remisi yang panjang akan tetapi akhirnya kembali akan memerlukan transfusi akibat anemia.
Trauma
Table 2 Grading of Traumatic Splenic Injuries
Grade* Type of injury Injury description
I Hematoma
Laceration
Subcapsular, <10%>
Capsular tear, <1>
II Hematoma
Laceration
Subcapsular, 10%-50% surface area; intraparenchymal hematoma,<5>
1-3 cm parenchymal depth that does not involve a trabecular vessel
III Hematoma
Laceration
Subcapsular, >50% surface area or expanding; ruptured subcapsular
or parenchymal hematoma; intraparenchymal hematoma >5 cm
or expanding
>3 cm parenchymal depth or involving trabecular vessels
IV Laceration Laceration involving segmental or hilar vessels producing
major devascularization (>25% of spleen)
V Laceration
Vascular
Completely shattered spleen
Hilar vascular injury that devascularizes spleen
Indikasi Absolut
Perdarahan varises yang berhubungan dengan trombosis vena.
spherositosis Herediter
trauma limpa yang massive (avulse limpa)
Keganasan primer pada limpa
Indikasi Relative
Anemia Hemolytik Autoimmune
Hypersplenisme akibat hipertensi porta
Idiopathic thrombocytopenic purpura
Leukemia (khususnya CML)
Lymphoma
Myelofibrosis
hypersplenisme Primer
Penyakit Sickle-cell
Abses limpa
Staging for Hodgkins lymphoma
Thalassemia
Thrombotic thrombocytopenic purpura
Indikasi untuk splenektomi
Indikasi dilakukannya splenektomi dapat dilihat sebagai berikut.
1. Elektif :
- Kelainan hematologis
- Bagian dari bedah radikal dari abdomen atas
- Kista/tumor limpa
- Penentuan stadium limfoma (jarang dikerjakan)
2. Darurat:
- Trauma
Pendekatan terhadap limpa yang ruptur berbeda dari suatu splenektomi elektif. Pasien yang
mengalami trauma limpa harus ditangani pertama kali dengan protokol ATLS (advanced trauma life
support) dengan kontrol jalan napas,pernapasan dan sirkulasi. Bilas peritoneum atau pemeriksaan
radiologis harus digunakan untuk menilai cedera abdomen sebelum operasi.
Kontraindikasi open splenektomi
1. Tidak ada kontraindikasi absolute terhadap splenektomy
2. Terbatasnya harapan hidup dan pertimbangan resiko operasi
Kontraindikasi Laparoscopic Splenectomy
1. Riwayat operasi abdominal bagian atas
2. Gangguan koagulasi yang tidak terkontrol
3. Jumlah trombosit yang sangat rendah (<20,000/100>
4. Perbesaran limpa secara massif misalnya perbesaran lebih dari 4 kali dari normal
5. Hipertensi porta
Persiapan
1. Anestesi umum.
2. Pipa nasogastrik.
3. Profilaksis antibiotik.
4. Profilaksis anti-DVT- stockings, heparin.
5. Posisi terlentang
Prosedur
Bisa digunakan insisi paramedian kiri atas, median, transversal atau subkostal kiri. Pada kasus
trauma, insisi mediana memungkinkan akses yang lebih baik ke alat dalam lainnya.
Open splenektomi
Langkah pertama dan terpenting adalah memotong ligamen lieno-renalis. Dengan berdiri di
sebelah kanan pasien, dan dengan asisten menarik perlahan pinggir kiri dari luka operasi, jalankan satu
tangan pada limpa ke bawah sampai ligamen lieno-renalis. Dengan lembut, tarik limpa dan potong
ligamen lieno-renalis, mulai dari bagian bawah dan bergerak ke atas kutup atas dengan menggunakan
gunting dengan gagang panjang.
Sekarang geser limpa ke atas dengan tangan kiri dan perlahan-lahan dorong peritoneum dengan
swab pada stick.. Jaringan terus disapu dari belakang limpa, saat limpa dibawa ke arah luar. Kemudian
omentum bisa dilepas dari kutup bawah dengan memotong vasa gastroepiploica sinsitra antara forsep
arteri dan ligasi dengan benang serap. Pada tahap ini, vasa brevia yang berjalan dari kutup atas limpa ke
lambung melalui ligamen gastro-lienalis harus diikat dan dipotong sendiri-sendiri. Jaga untuk tidak
merusak lambung.
Kemudian perhatian dialihkan ke pembuluh limpa. Jalankan beberapa jari kiri ke sekeliling hilus dan
palpasi cabang-cabang arteri lienalis saat arteri tersebut memasuki limpa. Dengan ibu jari pada kauda
pankreas untuk melindunginya, klip dan pisahkan cabang-cabang ini beserta vena-venanya.Selanjutnya
sisa ligamen gastro-lienalis bisa dipotong. Limpa bisa diangkat dan pembuluh-pembuluh utama diikat
rangkap dua, arteri sebelum vena. Suction drain ditempatkan pada rongga subfrenik dan dinding
abdomen ditutup lapis demi lapis.
Splenektomi darurat
Pada kasus ruptur limpa, perdarahan massif bisamengaburkan inspeksi. Prosedur pertama
adalah mengevakuasi bekuan secara manual dan dengan bantuan suction. Jalankan tangan anda ke hilus
untuk mengendalikan perdarahan dengan menekan arteri dan vena lienalis di antara telunjuk dan ibu
jari. Jika perdarahan tidak berhenti, gunakan klem non-crushing untuk menjepit hilus. Ini
memungkinkan penilaian terhadap tingkat kerusakan limpa. Jika tatalaksana konservatif tidak berhasil,
maka harus dilakukan splenektomi formal.
Komplikasi splenektomi
I. Komplikasi sewaktu operasi
A. Trauma pada usus.
1. Usus. Karena flexura splenika letaknya tertutup dan dekat dengan usus pada lubang bagian
bawah dari limpa, ini memungkinkan usus terluka saat melakukan operasi.
2. Perut. Perlukaan pada gaster dapat terjadi sebagai trauma langsung atau sebagai akibat dari
devascularisasi ketika pembuuh darah pendek gaster dilepas.
B. Perlukaan vaskular adalah komplikasi yang paling sering pada saat melakukan operasi.
dapat terjadi sewaktu melakukan hilar diseksi atau penjepitan capsular pada saat dilakukan retraksi
limpa.
C. Bukti penelitian dari trauma pancreas terjadi pada 1%-3% dari splenektomi dengan melihat tigkat
enzim amylase. Gejala yang paling sering muncul adalah hiperamilase ringan, tetapi tidak
berkembang menjadi pankreatitis fistula pankeas, dan pengumpulan cairan dipankreas.
D. Trauma pada diafragma. Telah digambarkan selama melakukan pada lubang superior tidak
menimbulkan kesan langsung jika diperbaiki. Pada laparoskopi splenektomi, mungkin lebih sulit
untuk melihat luka yang ada di pneomoperitoneum. Ruang pleura meruapakan hal utama dan harus
berada dalam tekanan ventilasi positf untuk mengurangi terjadinya pneumotoraks.
II. Komplikasi setelah operasi
1. Koplikasi pulmonal hampir terjadi pada 10% pasien setelah dilakukan open splenektomi, termasuk
didalamnya atelektasis, pneumonia dan efusi pleura.
2. Abses subprenika terjadi pada 2-3% pasien setelah dilakukan open splenektomi. Tetapi ini sangat
jarang terjadi pada laparoskopi splenektomi (0,7%). Terapi biasanya dengan memasang drain di
bawak kulit dan pemkaian antibiotic intravena.
3. Akibat luka seperti hematoma, seroma dan infeksi pada luka yang sering terjadi setelah dilakukan open
splenektomi adanya gangguan darah pada 4-5% pasien. Komplikasi akibat luka pada laparoskpoi
splenektomi biasanya lebih sedikit (1,5% pasien).
4. Komplikasi tromsbositosis dan dan trombotik. Dapat terjadi setelah dilakukan laparoskopt
splenektomi.
5. Ileus dapat terjadi setelah dilakukan open splenektomi, juga pada berbagai jenis operas intra-
abdominal lainnya.
6. nfeksi pasca splenektomi (Overwhelming Post Splenektomy Infection) adalah komplikasi yang lambat
terjadi pada pasien splenektomi dan bisa terjadi kapan saja selama hidupnya. Pasien akan merasakan
flu ringan yang tidak spesifik, dan sangat cepat berubah menjadi sepsis yang mengancam,
koagulopati konsumtif, bekateremia, dan pada akhirnya dapat meninggal pada 12-48 jam pada
individu yang tak mempunyai limpa lagi atau limpanya sudah kecil. Kasus ini sering ditemukan pada
waktu 2 tahun setelah splenektomi.
7. Splenosis, terlihat adanya jaringan limpa dalam abdomen yang biasanya terjadi pada setelah trauma
limpa.
8. Pancreatitis dan atelectasis.
VI. Usaha pencegahan akibat infeksi yang bisa terjadi akibat splenektomi.
Infeksi pasca splenektomi biasanya sering disebabkan oleh bakteri tak berkapsul yaitu
Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae, dan Neisseria meningitides. Patogen lainnya
seperti Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa, Canocytophagia canimorsus, group B streptococci,
enterococcus spp, dan protozoa seperti plasmodium.
Infeksi Post-splenektomi pertama kali dituliskan oleh King dan Schumaker 1952. Insiden ini
diperkirakan antara 0,18-0,42% pertahun, dengan resiko seumur hidup 5%. Dari 78 studi yang telah
dilakukam oleh Bisharat dkk, tahun 1966-1996. Terdapat 28 data yang berhubuingan dengan insiden,
angka kehidupan dan kematian dan dampak dari infeksi pada usia yang berbeda-beda. Dari 19680 pasien
yang telah dilakukan splenektomi, 3,2% berkembangmenajdi infeksi yang infasif, dan 1,4% meninggal.
Waktu antara terjadinya splenektomi dan infeksi rata-rata antara 22,6 bulan. Insiden infeksi tertinggi
terjadi pada pasien dengan tallasemia mayor (8,2%) dan sikel sel anemia (7,3%) dibanding dengan pasien
yang mengalami idiopatik trombositopenia (2,1%), dan pada anak dengan tallasemia mayor (11,6%), sikel
sel anemia (8,9%) dibandingkan pada pasien dewasa dengan penyakit yang sama (7,4% dan 6,4%).
Infeksi dari post splenektomi dapat dicegah dengan memberikan pendekatan pada pasien dan
imunisasi rutin, pemberian antibiotic profilaksis, edukasi dan penanganan infeksi yang segera.
SPLENEKTOMI PADA ANJING

Pendahuluan

Anjing merupakan hewan kesayangan yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia. Banyak
diantara anjing-anjing kesayangan tersebut mengalami gangguan penyakit. Diantara penyakit-penyakit
tersebut ada yang dapat diobati dengan metode pengobatan antara lain; tumor, gangrene, torsio dan
berbagai penyakit lainya. Salah satu organ yang sering mengalami gangguan adalah limpa. Gangguan
pada limpa dapat berupa torsio limpa, tumor, infark, trauma, gangguan pertumbuhan dan berbagai
gangguan-gangguan lainnya.
Limpa merupakan organ limpoid terbesar dalam tubuh yang termasuk Retikulo Endothelial System
(RES). Limpa terletak pada sisi kiri abdomen sejajar dengan curvatura mayor lambung. Ketika lambung
berkontraksi limpa akan terdesak ke bagian caudal abdomen. Kapsul limpa terdiri dari serat otot lunak
dan elastis, parenkimnya bewarna merah dan putih. Susunan pembulu darah pada limpa terdiri dari
sinusoid-sinusoid, suplai darah terbesar terutama berasal dari arteri dan vena splenic yang memasuki
limpa pada beberapa tempat sepanjang hilus dan kemudian memasuki trabekulae. Arteri splenic
merupakan cabang dari artericeliak yang memiliki 3 5 cabang dengan diameter 2 mm yang menyuplai
darah ke omentum dan limpa.
Splenektomi adalah pengangkatan limpa secara keseluruhan atau pengangkatan sebagian limpa akibat
dari suatu gangguan yang tidak dapat lagi diatasi dengan metode pengobatan. Biasanya gangguan pada
limpa terlihat pada saat bedah laparotomi lain dilaksanakan, gangguan pada limpa berupa splenomegali,
perputaran limpa, kematian jaringan pada limpa dan gangguan pertumbuhan.

Tinjauan Kepustakaan

Limpa
Limpa merupakan organ limpoid terbesar dalam tubuh yang termasuk Retikulo Endothelial
System (RES). Limpa diselubungi oleh jaringan fibro elastis dan otot licin (Ressang, 1984). Limpa
mengandung sel RES yang merupakan faktor yang penting dalam sistem pertahanan tubuh. Adanya
benda asing dalam limpa menimbulkan proses reaktif yang secara makroskopik terlihat sebagai bengkak
limpa. Hal ini sering terjadi pada penyakit menular yang bersifat akut atau kronis. Perubahan lain pada
limpa yaitu tumor, abses dan kelainan hematologis (Schrock, 1988). Limpa merupakan organ limpoid
sekunder yang sangat berperan penting pada awal kehidupan fetus. Sel mesenkim dari limpa fetus
memproduksikan sel darah merah. Disamping itu limpa berperan penting dalam proses eritropoisis pada
fetus, tapi biasanya bukan merupakan fungsi limpa pada anjing dewasa. Pada beberapa kasus anemia sel
mesenkim sinusoidal sanggup memproduksi sel darah merah (Archibald, 1974).
Limpa berperan sebagai tempat penyimpanan darah oleh karenanya ukuran limpa bervariasi
tergantung dari jumlah darah yang ada didalamnya (Jungueiera, 1998). Limpa bersama sum-sum tulang
berfungsi membentuk eritrosit, leukosit dan limfosit. Selain itu limpa bersama sum-sum tulang dan sel
RES berfungsi menghancurkan eritrosit tua, memfagosit mikroorganisme yang masuk bersama darah
dan berperan dalam metabolisme nitrogen yang berhubungan dengan pembentukan asam kemih
(Ressang, 1984). Sekitar 10% sel darah dihasilkan oleh sum-sum tulang dalam bentuk abnormal dan
limpa membuang sel darah merah yang abnormal tersebut dari sistim sirkulasi darah (Archibald, 1974).
Limpa terletak pada sisi kiri abdomen sejajar dengan kurvatura mayor lambung dan digantung
oleh ligamentum gastrosplenicum (Archibald, 1974). Susunan pembulu darah limpa terdiri dari sinusoid-
sinusoid, suplai darah terbesar terutama berasal dari arteri dan vena splenic yang bercabang-cabang
memasuki limpa pada beberapa tempat sepanjang hilus dan kemudian memasuki trabekulae (Frandson,
1992).
Splenektomi merupakan tindakan operasi pengangkatan sebagian atau pemotongan limpa yang
bertujuan memulihkan pasien pada keadaan normal dari gangguan penyakit yang tidak dapat diatasi
dengan metode pengobatan. Adapun beberapa indikasi splenektomi adalah torsio limpa, tumor, infark,
trauma dan gangguan pertumbuhan. Apabila limpa seekor hewan diangkat atau dipotong maka ini tidak
akan mengakibatkan gangguan pada hewan tersebut. Kelenjar limfe dan sum-sum tulang belakang akan
menggantikan fungsi dari limpa, sehingga hewan tersebut masih bisa bertahan hidup (Ressang, 1984).

Anestesi
Anestesi menurut kata adalah hilangnya rasa sakit. Dalam perkembangan kemudian, hilangnya
rasa sakit saja disebut anestesi lokal sedangkan anestesi umum adalah hilangnya rasa sakit disertai
hilangnya kesadaran. Pemilihan obat anestesi umum harus didasarkan atas beberapa pertimbangan,
yaitu jenis operasi, lamanya operasi, temperamen hewan, fisiologis hewan dan spesies hewan (Ibrahim,
2000). Pada pelaksanaan pembedahan obat anestesi umum yang lebih sering dipakai dalam bentuk
kombinasi dari pada tunggal, karena pemberian secara tunggal relatif tidak diperoleh hasil yang
memuaskan (Ko dkk., 2007).
Kombinasi ketamin-xylazin ini merupakan kombinasi obat anestesi yang sinergis dan kombinasi ini dapat
meningkatkan kerja masing-masing obat dimana xylazin memberikan efek relaksasi otot yang baik,
sedangkan ketamin memberikan efek analgesik yang kuat (Brown dkk., 1991; Bishop, 1996; Trimastuti,
2001). Ibrahim (2000) menyatakan untuk operasi-operasi daerah tertentu seperti perut, maka selain
hilangnya rasa sakit juga dibutuhkan relaksasi otot yang optimal, agar operasi berlangsung lancar. Obat
anestesi umum yang ideal adalah murah, mudah didapat, tidak mudah terbakar, stabil pada suhu kamar,
cepat dieliminasi dan tanpa efek yang tidak diinginkan (Ganiswarna, 1995).
Pemberian obat anestesi secara intravena tidak mengalami tahap absorpsi, maka kadar obat
dalam darah diperoleh secara cepat, tepat dan dapat disesuaikan langsung dengan respon pasien.
Disamping itu obat yang diberikan intravena tidak dapat ditarik kembali. Obat anestesi umum juga dapat
diberikan secara intramuskular, namun kelarutan obat dalam air menentukan kecepatan dan
kelengkapan absorbsi, obat yang larut dalam air lebih cepat diserap dibandingkan obat yang larut dalam
lemak (Ganiswarna, 1995).

Persiapan Operasi

Tempat, Alat dan Bahan
Pembedahan dilakuakan di Laboratorium Klinik FKH UNSYIAH. Sebelum operasi dilaksanakan ruangan
dan tempat operasi dibersihkan. Alat-alat operasi yang digunakan berupa satu set mayor surgery,
sebelum digunakan alat-alat tersebut dibersihkan kemudian disterilkan dengan autoclaving dengan
suhu 121C selama 30 menit. (Anonimous, 2004). Bahan yang diperlukan berupa alkohol 70 %, iodine 3
%, benang silk, catgut, SWAT, wounder dust preparat antibiotic, vitamin B-plex dan atropine sulfat
dengan dosis 0.04 mg/kg BB yang diberikan secara sub kutan yang berfungsi sebagai premedikasi.
Ketamin HCL 10% dengan dosis 10 mg/kg BB dan Xylazin HCL 10 % dengan dosis 2 mg/kg BB
dikombinasikan dalam satu spuit yang berfungsi sebagai anestetika umum yang diberikan secara
intramuscular (Erwin, 2006). Selama berlangsung stadium anestesi, anestesiolog memonitor frekuensi
denyut jantung dan pernafasan setiap 5 menit (Tilley dan Smith, 2000).

Persiapan Pasien
Sebelum diberikan anestetika umum, pasien yang telah diperiksa keadaan fisik dan keadaan
darah rutin dipuasakan selama 8-12 jam. Hewan dimandikan dan dilakukan pencukuran bulu pada
daerah operasi. Berat badan pasien ditimbang untuk menentukan dosis obat yang digunakan.

Teknik Operasi
Pasien yang telah teranestesi diletakkan pada posisi dorsal recumbency pada meja operasi, daerah
operasi didesinfeksi dengan iodium tincture 3 % secara sirkuler. Pemasangan kain drapping pada daerah
operasi kecuali daerah yang dilalui pisau operasi. Incisi pertama dilakukan pada kulit sepanjang 4-6 cm
pada bagian atas umbilicalis, preparer antara kulit dan fascia untuk mendapatkan linea alba. Kemudian
incisi kedua pada muskulus dan peritoneum.
Setelah rongga peritoneum terbuka, cari limpa pada daerah kiri lambung dan dikeluarkan dari rongga
abdomen, kemudian letakkan limpa diatas drapping. Perhatikan bagian limpa yang akan dibuang dan
lakukan ligasi pada pembulu darah yang menuju bagian limpa yang akan dibuang, kemudian baru
injeksikan adrenalin. Pada bagian yang akan dipotong kapsulanya ditekan-tekan menggunakan telunjuk
dan ibu jari, pasang doyen clamp melintang pada daerah yang ditekan, kemudian pasang lagi 2 doyen
clamp dikiri dan kanan doyen clamp pertama. Doyen clamp ditengah dibuka, kemudian lakukan
pemotongan limpa dari ujung distal doyen clamp. Jahit kapsulanya dengan benang catgut chromic.
Doyen clamp yang terpasang dilepaskan, bersihkan darah dengan tampon dan masukkan limpa kembali
kerongga abdomen. Lakukan penjahitan peritoneum dengan benang cotton (simple interrupted) dan
muskulus dengan fascia dengan benang plain catgut (simple continous). Kulit dijahit dengan benang
cotton dengan pola jahitan simple interrupted (Hickman dan Walker, 1980). Bersihkan daerah operasi
dan berikan iodium tincture 3 % dan injeksikan penicillin oil kedalam luka tersebut.

Diskusi

Pada tanggal 10 Januari 2008 telah dilakukan pembedahan pada seekor anjing milik Tn. Erwin dengan
nama Cencen. Anjing tersebut berjenis kelamin betina berumur 6 bulan. berdasarkan hasil pemeriksaan
klinis anjing tersebut menunjukkan gangguan pada limpa. Setelah dilakukan X-ray terlihat limpa
membengkak, kami mengambil keputusan anjing tersebut harus menjalani pembedahan. Sebelum
pembedahan dilaksanakan pasien dilakukan pemeriksaan rutin darah yang meliputi jumlah eritrosit,
leukosit, hemoglobin dan hematokrit.
Untuk menghidari terjadinya muntah yang merupakan salah satu efek dari obat anestesi, sebelum obat
anestesi diberikan terlebih dahulu diberikan obat premedikasi. Anjing dipuasakan 8-12 jam dan
dimandikan sebelum diberikan anestesi umum. Anestesi umum yang digunakan adalah kombinasi
ketamin-xylazin yang diberikan secara intravena. Tujuan pemberian obat anestesi secara intravena yaitu
untuk menghemat dosis obat yang akan digunakan, karena pada pemberian intravena obat tidak lagi
mengalami tahap absorbsi dan langsung didistribusikan keseluruh tubuh (Ganiswarna, 1995).
Setelah hewan teranestesi dilakukan pencukuran bulu pada daerah operasi yaitu sepanjang 4-6 cm dari
atas umbilicalis. Lakukan disinfeksi daerah operasi dengan iodium tincture secara sirkuler, agar
mikroorganisme yang berada ditempat operasi terseret ke tepid an tidak tertumpuk pada daerah
operasi. Lakukan pemasangan kain draping pada daerah operasi, kecuali daerah yang dilalui pisau
operasi. Incisi pertama dilakukan pada kulit, kulit dipreparir dengan gunting bengkok dan akan terlihat
linea alba. Incisi kedua dilakukan pada muskulus tepat pada garis median, setelah muskulus diincisi
dengan hati-hati lakukan incisi pada peritoneum. Setelah rongga peritoneum terbuka cari limpa pada
daerah kiri bawah dari gastrium tepat pada curvatura mayor, kemudian limpa dikeluarkan dan amati
bagian limpa yang mengalami gangguan atau keseluruhan limpa yang mengalami gangguan. Jika hanya
sebagian limpa yang mengalami gangguan, maka cukup bagian tersebut yang dibuang, namun jika
seluruh limpa yang terganggu, maka keseluruhan limpa yang harus dibuang. Pada pasien yang dilakukan
pembedahan hanya sebagian limpa yang mengalami gangguan, jadi hanya dari limpa yang dibuang.
Pembulu darah arteri yang menuju bagian limpa yang akan dibuang tersebut diligasi, kemudian
injeksikan adrenalin yang berfungsi untuk mengeluarkan darah pada limpa. Adrenalin bekerja pada
pembulu darah dan limpa dimana menyebabkan vasokonstriksi pada pada pembulu darah dan
konstriksi limpa sehingga darah akan keluar dari limpa melalui pembulu vena. Perbatasan limpa yang
akan dibuang ditekan dengan jari baru dilakukan pemasangan doyen clamp pertama, doyen clamp
kedua dan ketiga dipasang disamping kiri dan kanan doyen clamp pertama. Doyen clamp pertama
dibuka dan dilakukan incisi pada bagian tengah yang dimulai dari ujung distal doyen clamp. Buang
bagian limpa tersebut dan lakukan penjahitan pada limpa dengan benang catgut cromic dengan pola
simple continous, darah pada limpa dibersihkan dengan tampon baru kemudian limpa dimasukkan
kembali ke rongga abdomen. Penstrep sebanyak 1 ml diinjeksikan ke dalam rongga peritoneum untuk
mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang kemungkinan terkontaminasi pada saat pembedahan.
Peritoneum dijahit dengan benang cotton yang telah disterilkan dengan pola jahitan simple interupted.
Muskulus dan fascia dijahit dengan benang plain catgut dengan pola jahitan simple continous dan kulit
dijahit dengan benang cotton dengan pola jahitan simple interrupted. Adapun tujuan peritoneum dijahit
dengan benang cotton yaitu untuk mencegah terbukanya petitoneum, karena jika peritoneum dijahit
dengan benang catgut maka dikhawatirkan luka belum sembuh, tapi benang sudah diserap dan isi
rongga abdomen akan terkulai keluar. Setelah daerah operasi selesai dijahit, daerah operasi dibersihkan
dan kemudian dilakukan injeksik penicillin oil diantara luka operasi dan ditaburkan SWAT dan Wounder
dust.
Perawatan pasca operasi, hewan ditempatkan pada lingkungan/kandang yang bersih, diamati terus
selama 7 hari berturut-turut, begitu juga dengan pemberian obat juga dilakukan selama 7 hari. Adapun
obat-obat yang diberikan sebagai berikut;

R/ Amoxan 70 mg
Ponstan 70 mg
Dexamethasone 0.25 mg
B-plex tab
m.f.pulv.dtd da in caps No. XV
S3 dd 1 Caps

SPLENECTOMI

PENDAHULUAN

Anjing merupakan salah satu hewan peliharaan atau kesayangan yang
banyak digemari orang, karena anjing relatif mudah dipelihara. Banyak diantara
anjing-anjing kesayangan tersebut mengalami gangguan penyakit (Yudi, 2010).
Salah satu organ yang sering mengalami gangguan adalah limpa. Gangguan pada
limpa dapat berupa torsio limpa, tumor, infark, trauma, gangguan pertumbuhan
dan berbagai gangguan-gangguan lainnya (Ressang, 1984).Limpa adalah salah
satu organ internal yang berada di dalam rongga abdomen (perut). Organ ini
berbentuk seperti lidah dan berada tepat di bawah lambung. Konsistensi jaringan
limpa mirip seperti jaringan hati (Koesharyono, 2010).
Dalam tubuh, limpa terletak di sisi kiri atas perut, di belakang perut.
Fungsinya adalah untuk menyaring darah, menghilangkan bakteri, membuat dan
menyimpan darah. Karena terlibat dalam begitu banyak fungsi tubuh,limpa rentan
terhadap berbagai gangguan. Kondisi yang menginfeksi limpa, seperti leukemia,
dapat menempatkan strain besar dan
menyebabkannya limpa membesar (splenomegali). Tubuh dapat beradaptasi
dengan baik untuk hidup tanpa organ ini, sehingga pengangkatan
limpa yang sakit atau rusak perlu investigasi lebih lanjut (Hodge, 2010).
Splenektomi adalah sebuah metode operasi pengangkatan limpa, yang
mana organ ini merupakan bagian dari system getah bening. Splenektomi
biasanya dilakukan pada trauma limpa, penyakit keganasan tertentu pada limpa
(hodkin`s disease dan non-hodkin`s limfoma, limfositis kronik, hemolitik
jaundice, idiopatik trombositopenia purpura, atau untuk tumor, kista dan
splenomegali. Indikasi lainnya dilakukan splenektomi ialah pada keadaan luka
yang tidak disengaja pada operasi gaster atau vagotomy dimana melibatkan
flexura splenika di usus (Reese, 2010).
Jika limpa diangkat melalui pembedahan (splenektomi), tubuh akan
kehilangan beberapa kemampuannya untuk menghasilkan antibodi pelindung
dan untuk membuang bakteri yang tidak diinginkan dari tubuh.
Sebagai akibatnya, kemampuan tubuh dalam melawan infeksi akan berkurang.
Tidak lama kemudian, organ lainnya (terutama hati) akan meningkatkan fungsinya
dalam melawan infeksi untuk menggantikan kehilangan tersebut, sehingga
peningkatan resiko terjadinya infeksi tidak akan berlangsung lama (Hodge, 2010).









TINJAUAN PUSTAKA
Limpa
Limpa merupakan organ limpoid terbesar dalam tubuh yang termasuk
Retikulo Endothelial System (RES). Limpa diselubungi oleh jaringan fibro elastis
dan otot licin (Ressang, 1984). Limpa mengandung sel RES yang merupakan
faktor yang penting dalam sistem pertahanan tubuh. Adanya benda asing dalam
limpa menimbulkan proses reaktif yang secara makroskopik terlihat sebagai
bengkak limpa. Hal ini sering terjadi pada penyakit menular yang bersifat akut
atau kronis. Perubahan lain pada limpa yaitu tumor, abses dan kelainan
hematologis (Schrock, 1988).
Limpa merupakan organ limpoid sekunder yang sangat berperan penting
pada awal kehidupan fetus. Sel mesenkim dari limpa fetus memproduksikan sel
darah merah. Disamping itu limpa berperan penting dalam proses eritropoisis
pada fetus, tapi biasanya bukan merupakan fungsi limpa pada anjing dewasa.
Pada beberapa kasus anemia sel mesenkim sinusoidal sanggup memproduksi sel
darah merah (Archibald, 1974).
Limpa berperan sebagai tempat penyimpanan darah oleh karenanya
ukuran limpa bervariasi tergantung dari jumlah darah yang ada didalamnya
(Jungueiera, 1998). Limpa bersama sum-sum tulang berfungsi membentuk
eritrosit, leukosit dan limfosit. Selain itu limpa bersama sum-sum tulang dan sel
RES berfungsi menghancurkan eritrosit tua, memfagosit mikroorganisme yang
masuk bersama darah dan berperan dalam metabolisme nitrogen yang
berhubungan dengan pembentukan asam kemih (Ressang, 1984). Sekitar 10% sel
darah dihasilkan oleh sum-sum tulang dalam bentuk abnormal dan limpa
membuang sel darah merah yang abnormal tersebut dari sistim sirkulasi darah
(Archibald, 1974).
Limpa terletak pada sisi kiri abdomen sejajar dengan kurvatura mayor
lambung dan digantung oleh ligamentum gastrosplenicum (Archibald, 1974).
Susunan pembuluh darah limpa terdiri dari sinusoid-sinusoid, suplai darah
terbesar terutama berasal dari arteri dan vena splenic yang bercabang-cabang
memasuki limpa pada beberapa tempat sepanjang hilus dan kemudian memasuki
trabekulae (Frandson, 1992).

Gambar 1. Anatomi internal tubuh anjing

Limpa mengandung 25% limfosit T dan 10-15 % limfosit B dari jumlah total
populasi. Kapsul limpa terdiri dari serat otot lunak dan elastis, parenkimnya
bewarna merah dan putih. Susunan pembuluh darah pada limpa terdiri dari
sinusoid-sinusoid, suplai darah terbesar terutama berasal dari arteri dan vena
splenic yang memasuki limpa pada beberapa tempat sepanjang hilus dan
kemudian memasuki trabekulae. Arteri splenic merupakan cabang dari arteri
celiak yang memiliki 3-5 cabang dengan diameter 2 mm yang menyuplai darah ke
omentum dan limpa (Schrock, 1998).
Ada dua penyakit umum yang mungkin memerlukan pembedahan atau
pengangkatan limpa. Satu terjadi ketika tumor kanker ditemukan di dalam
limpa. Tumor bisa jinak atau ganas, namun bentuk yang paling umum ditemukan
tumor adalah tumor ganas disebut sebagai hemangiosarcoma.Ketika
hemangiosarcoma hadir, limpa bisa tumbuh cukup besar dan menjadi
meradang. Dalam beberapa kasus, limpa dapat pecah, menyebabkan shock dan
pendarahan internal. Sayangnya, bentuk kanker juga dapat menyebar ke bagian
lain dari tubuh, sejauh otak (Gittin, 2010).
Torsi limpa merupakan penyakit yang umum terjadi. Dalam kasus torsi
limpa, limpa menjadi memutar dan pembuluh darah dapat menjadi tersumbat. Hal
ini menyebabkan banyak isu, dan limpa akhirnya akan menjadi membesar akibat
kelebihan darah. Dalam beberapa kasus, gumpalan darah bisa terbentuk bahwa
blok dari pembuluh darah, dan akhirnya limpa mati dalam tubuh (Jackson, 2009).
Splenektomi merupakan tindakan operasi pengangkatan sebagian atau
pemotongan limpa yang bertujuan memulihkan pasien pada keadaan normal dari
gangguan penyakit yang tidak dapat diatasi dengan metode pengobatan. Adapun
beberapa indikasi splenektomi adalah torsio limpa, tumor, infark, trauma dan
gangguan pertumbuhan. Apabila limpa seekor hewan diangkat atau dipotong
maka ini tidak akan mengakibatkan gangguan pada hewan tersebut. Kelenjar
limfe dan sum-sum tulang belakang akan menggantikan fungsi dari limpa,
sehingga hewan tersebut masih bisa bertahan hidup (Ressang, 1984).



Anestesi
Istilah anestesi dimunculkan pertama kali oleh Holmes yang artinya tidak
ada rasa nyeri. Pada dasarnya, pemberian anestesi memang dilakukan untuk
mengurangi bahkan menghilangkan rasa nyeri baik disertai atau tanpa hilangnya
kesadaran (Sardjana, 2004). Anestesi menurut kata adalah hilangnya rasa sakit.
Dalam perkembangan kemudian, hilangnya rasa sakit saja oleh pemberian obat
anestesi lokal disebut analgesi (Ibrahim, 2000).
Anestesi umum adalah hilangnya rasa sakit disertai hilangnya kesadaran.
Pemilihan obat anestesi umum harus didasarkan atas beberapa pertimbangan,
yaitu jenis operasi, lamanya operasi, temperamen hewan, fisiologis hewan dan
spesies hewan (Ibrahim, 2000). Pada pelaksanaan pembedahan obat anestesi
umum yang lebih sering dipakai dalam bentuk kombinasi dari pada tunggal,
karena pemberian secara tunggal relatif tidak diperoleh hasil yang memuaskan
(Ko dkk., 2007).
Kombinasi ketamin-xylazin ini merupakan kombinasi obat anestesi yang
sinergis dan kombinasi ini dapat meningkatkan kerja masing-masing obat dimana
xylazin memberikan efek relaksasi otot yang baik, sedangkan ketamin
memberikan efek analgesik yang kuat (Brown dkk., 1991; Bishop, 1996;
Trimastuti, 2001). Ibrahim (2000) menyatakan untuk operasi-operasi daerah
tertentu seperti perut, maka selain hilangnya rasa sakit juga dibutuhkan relaksasi
otot yang optimal, agar operasi berlangsung lancar. Obat anestesi umum yang
ideal adalah murah, mudah didapat, tidak mudah terbakar, stabil pada suhu
kamar, cepat dieliminasi dan tanpa efek yang tidak diinginkan (Ganiswarna,
1995).
Pemberian obat anestesi secara intravena tidak mengalami tahap
absorpsi, maka kadar obat dalam darah diperoleh secara cepat, tepat dan dapat
disesuaikan langsung dengan respon pasien. Disamping itu obat yang diberikan
intravena tidak dapat ditarik kembali. Obat anestesi umum juga dapat diberikan
secara intramuskular, namun kelarutan obat dalam air menentukan kecepatan
dan kelengkapan absorbsi, obat yang larut dalam air lebih cepat diserap
dibandingkan obat yang larut dalam lemak (Ganiswarna, 1995).

















MATERI DAN METODE OPERASI

Persiapan Operasi (Tempat, Alat dan Bahan)
Pembedahan dilakukan di Laboratorium Klinik FKH UNSYIAH. Sebelum
operasi dilaksanakan ruangan dan tempat operasi dibersihkan. Alat-alat operasi
yang digunakan berupa satu set mayor surgery. Alat-alat tersebut disterilkan
terlebih dahulu dengan autoclaving pada suhu 121C selama 30 menit. Bahan
yang diperlukan berupa alkohol 70 %, iodine 3 %, benang silk, catgut, SWAT,
wounder dust preparat antibiotic, vitamin B-plex dan atropine sulfat dengan
dosis 0.04 mg/kg BB yang diberikan secara sub kutan. Ketamin HCl 5% dengan
dosis 10 mg/kg BB dan Xylazin HCl 2 % dengan dosis 1 mg/kg BB
dikombinasikan dalam satu spuit yang berfungsi sebagai anestetika umum yang
diberikan secara intramuscular (Erwin, 2006). Selama berlangsung stadium
anestesi, anestesiolog memonitor frekuensi denyut jantung dan pernafasan
setiap 5 menit (Tilley dan Smith, 2000).

Persiapan Pasien
Sebelum diberikan anestetika umum, pasien yang telah diperiksa keadaan
fisik dan keadaan darah rutin dipuasakan selama 8-12 jam. Hewan dimandikan
dan dilakukan pencukuran bulu pada daerah operasi. Berat badan pasien
ditimbang untuk menentukan dosis obat yang digunakan.

Persiapan Operator dan Co-operator
Sebelum melakukan operasi, operator dan co-operator terlebih dahulu
mencuci tangan dari ujung sampai ke siku dengan air sabun kemudian dibilas
dengan air bersih. Tangan dikeringkan dengan handuk steril dan didesinfektan
dengan alkohol 70% kemudian operator dan co-operator menggunakan sarung
tangan dan pakaian khusus. Keadaan asepsis tersebut tetap harus dipertahankan
sampai operasi selesai.

Teknik Operasi
Pasien yang telah teranestesi diletakkan pada posisi dorsal recumbency
pada meja operasi, daerah operasi didesinfeksi dengan yodium tincture 3 %
secara sirkuler. Pemasangan kain drapping pada daerah operasi kecuali daerah
yang dilalui pisau operasi. Incisi pertama dilakukan pada kulit sepanjang 4-6 cm
pada bagian atas umbilicalis, preparer antara kulit dan fascia untuk mendapatkan
linea alba. Kemudian incisi kedua pada muskulus dan peritoneum.
Setelah rongga peritoneum terbuka, cari limpa pada daerah kiri lambung
dan dikeluarkan dari rongga abdomen, kemudian letakkan limpa diatas drapping.
Perhatikan bagian limpa yang akan dibuang dan lakukan ligasi pada pembuluh
darah yang menuju bagian limpa yang akan dibuang, kemudian baru injeksikan
adrenalin. Pada bagian yang akan dipotong kapsulanya ditekan-tekan
menggunakan telunjuk dan ibu jari, pasang doyen clamp melintang pada daerah
yang ditekan, kemudian pasang lagi 2 doyen clamp dikiri dan kanan doyen clamp
pertama. Doyen clamp ditengah dibuka, kemudian lakukan pemotongan limpa
dari ujung distal doyen clamp. Jahit kapsulanya dengan benang catgut chromic.
Doyen clamp yang terpasang dilepaskan, bersihkan darah dengan tampon dan
masukkan limpa kembali kerongga abdomen. Lakukan penjahitan peritoneum
dengan silk (simple interupted) dan muskulus dan fascia dengan benang plain
catgut (simple continous). Kulit dijahit dengan benang silk dengan pola jahitan
simple interupted (Hickman dan Walker, 1980). Bersihkan daerah operasi dan
berikan yodium tincture 3% dan injeksikan penicillin oil kedalam luka tersebut.

Perawatan Pasca Operasi
Pasien yang telah dioperasi ditempatkan dalam kandang yang bersih dan
kering. Luka operasi tersebut dijaga atau dikontrol kebersihan dan
kesembuhannya diperiksa secara kontinu selama 3-5 hari dengan memberikan
antibiotic. Pemberian obat-obat supportif seperti vitamin B kompleks dapat
dilakukan selama 3 hari berturut-turut. Jahitan luka dapat dibuka setelah luka
kering dan tepi luka telah menyatu.













PEMBAHASAN
Pada tanggal 11 Januari 2011 telah dilakukan pembedahan pada seekor
anjing lokal milik Nn. Rahma dengan nama Yoga. Anjing tersebut berjenis
kelamin jantan dengan warna bulu hitam, berumur 3,5 bulan dan memiliki berat
badan 4 kg.
Sebelum operasi dilakukan, alat-alat operasi disterilkan yang bertujuan
untuk membunuh mikroorganisme. Melalui sterilisasi, semua mikroorganisme
akan mati, termasuk endospora yang mempunyai lapisan pelindung sehingga
sukar dibunuh melalui cara lain. Efektivitas sterilisasi tergantung kepada jumlah
dan jenis mikroorganisme serta jumlah dan jenis kontaminasi oleh zat lain (yang
melindungi mikroorganisme tersebut) serta ada tidaknya tempat-tempat
perlindungan mikroorganisme pada alat (misalnya pada alta yang bergigi)
(Ibrahim, 2000).
Anjing dimandikan dan dipuasakan selama 14 jam sebelum diberikan
anestesi umum. Kira-kira 10 menit sebelum di anestesi terlebih dahulu diberikan
obat premedikasi yaitu atropine sulphat 0,64 cc yang disuntikkan secara sub
kutan. Premedikasi diberikan bertujuan agar hewan menjadi lebih tenang dan
terkendali. Atropine sulphat merupakan antikolinergik yang paling sering
digunakan, dengan fungsi utama mengurangi sekresi kelenjar saliva, mencegah
bradikardi serta mengurangi motilitas gastrointestinal (Sardjana, 2004).
Kemudian diberikan anastesi umum kombinasi ketamin 0,8 cc dengan
xylazin 0,2 cc yang di gabung dalam satu spuit dan diberikan secara
intramuskulus. Ketamin merupakan analgesic yang kuat dan hipnotik ringan.
Menyebabkan halusinasi dan disorientasi pasca anastesi. Terhadap system
kardiovaskuler, obat ini akan menyebabkan hipertensi dan takikardi. Terhadap
system pernafasan, akan menyebabkan bronkodilatasi dan meningkatkan sekresi
ludah. Terhadap system metabolism akan meningkatakan kadar gula darah
(Ibrahim, 2000).
Xylazin mampu mengurangi efek hipertensif, takikardi dan halusinatif
ketamin serta menghasilkan relaksasi otot yang sangat baik. Xylazin dapat
menyebabkan hipersalivasi dan muntah, hipotensi dan bradikardi. Karena itu,
xylazin merupakan kombinasi yang baik untuk ketamin bila digunakan pada
hewan kecil (Ibrahim, 2000).
Setelah anjing teranestesi dilakukan pencukuran bulu pada daerah operasi
yaitu sepanjang 4-6 cm dari atas umbilicalis. Lakukan desinfeksi daerah operasi
dengan iodium tincture secara sirkuler, agar mikroorganisme yang berada
ditempat operasi terseret ke tepi dan tidak tertumpuk pada daerah operasi.
Lakukan pemasangan kain draping pada daerah operasi, kecuali daerah yang
dilalui pisau operasi.
Incisi pertama dilakukan pada kulit, kulit dipreparir dengan gunting
bengkok dan akan terlihat linea alba. Incisi kedua dilakukan pada muskulus tepat
pada garis median, setelah muskulus diincisi dengan hati-hati lakukan incisi pada
peritoneum. Setelah rongga peritoneum terbuka cari limpa pada daerah kiri
bawah dari gastrium tepat pada curvatura mayor, kemudian limpa dikeluarkan.
Pembuluh darah arteri yang menuju bagian limpa yang akan dibuang
tersebut diligasi, kemudian injeksikan adrenalin. Adrenalin bekerja pada
pembuluh darah dan limpa dimana menyebabkan vasokonstriksi sehingga darah
akan keluar dari limpa melalui pembuluh vena. Perbatasan limpa yang akan
dibuang ditekan dengan jari baru dilakukan pemasangan doyen clamp dan
dilakukan incisi pada bagian atas doyen clamp. Buang bagian limpa tersebut dan
lakukan penjahitan pada kapsula limpa menggunakan catgut cromic dengan pola
simple continous. Darah pada limpa dibersihkan dengan tampon baru kemudian
limpa dimasukkan kembali ke rongga abdomen.
Peritoneum dijahit dengan benang silk yang telah disterilkan dengan pola
jahitan simple interupted. Muskulus dan fascia dijahit dengan benang plain catgut
dengan pola jahitan simple continous dan kulit dijahit dengan benang silk dengan
pola jahitan simple interupted. Adapun tujuan peritoneum dijahit dengan benang
silk yaitu untuk mencegah terbukanya petitoneum, karena jika peritoneum dijahit
dengan benang catgut maka dikhawatirkan luka belum sembuh, tapi benang
sudah diserap dan isi rongga abdomen akan terkulai keluar. Setelah daerah
operasi selesai dijahit, daerah operasi dibersihkan dan kemudian dilakukan
injeksi penicillin oil diantara luka operasi dan ditaburkan SWAT dan Wounder
dust.
Perawatan pasca operasi, hewan ditempatkan pada lingkungan/kandang
yang bersih, diamati terus selama 7 hari berturut-turut, begitu juga dengan
pemberian obat juga dilakukan selama 5 hari. Adapun obat-obat yang diberikan
sebagai berikut:

R/ Amoxicillin 70 mg
Asam Mefenamat 70 mg
Dexamethasone 0.25 mg
B-plex tab
m.f.pulv.dtd da in caps No. XV
S3 dd 1 Caps
paraf


R/ Bioplacenton Salp 1 Tube
Sue
Paraf

Luka adalah suatu diskontinuitas jaringan yang abnormal baik di dalam maupun
pada permukaan tubuh. Syarat untuk penyembuhan luka primer adalah suatu luka yang
baru, pinggir-pinggirnya dengan mudah dirapatkan untuk dijahit, atau hanya sedikit
terkuak, untuk kemudian sembuh tanpa infeksi dengan jaringan parut minimal (Ibrahim,
2000). Pertautan tepi luka sebenarnya langsung terjadi sebagai respon untuk
mengembalikan tubuh pada keadaaan normal, dimana terjadi regenerasi jaringan yang
telah mengalami kerusakan (Darma, 1997).
Pada hari ke 6 sampai hari ke-7, luka mulai mengering. Luka operasi ditangani
secara tepat akan menyatu dengan sempurna antara 7-14 hari (Walker, 1980).
Reaksi jaringan yang ditujukan proses penyembuhan luka yang meliputi kemerahan,
kebengkakan dan cairan radang sangat dipengaruhi oleh jenis luka, infeksi bakteri
patogen, pola jahitan dan tentu saja nutrisi esensial yang diperlukan untuk sintesis
mekanisme radang dan kekeringan luka (Hall, 1998).











KESIMPULAN
Splenektomi merupakan tindakan operasi pengangkatan sebagian atau
pemotongan limpa yang bertujuan memulihkan pasien pada keadaan normal dari
gangguan penyakit yang tidak dapat diatasi dengan metode pengobatan. Jika
limpa diangkat tubuh akan kehilangan beberapa kemampuannya untuk
menghasilkan antibodi pelindung dan untuk membuang bakteri yang tidak
diinginkan dari tubuh.
Organ lainnya (terutama hati) akan meningkatkan fungsinya dalam melawan
infeksi untuk menggantikan kehilangan tersebut, sehingga peningkatan resiko
terjadinya infeksi tidak akan berlangsung lama. Sum-sum tulang dan kelenjar
limfe akan mengambil alih fungsi limpa, sehingga hewan akan tetap hidup.









DAFTAR KEPUSTAKAAN
Archibald, J. 1979 Canine Surgery. American Veterinary Publication. Inc. Santa Barbara,
California.
Bishop, M.Y. 1996. The Veterinary Formulary dalam Handbook of Medicines Used in Veterinary
Practise. 3
rd
ed. London. 231.
Brown. M., T. McCarthy dan B. Bennett. 1991. Long Term Anesthesia Using A
Continuous Infusion of Guaifenesin, Ketamine and Xylazine in Cats. Laboratory
Animal Science.41: 1, 46-50.
Darma, A. 1997. Ilmu Bedah. Penerbit Buku Kedokteran. EGC, Jakarta.
Erwin. 2006. Efek Kombinasi Ketamin-Xylazin dan Ketamin-Diazepam terhadap Frekuensi
Denyut Jantung dan Pernafasan pada Anjing Lokal (Canis familiaris). Skripsi: FKH
UNSYIAH, Banda Aceh.
Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi ke-4. Diterjemahkan oleh Srigandono,
D. UGM Press, Yogyakarta.
Ganiswarna, S.G. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4.Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Gittin, J. 2010. Spleen Surgery in Dogs. http://www.ehow.com/about_5366452_spleen-surgery-
dogs.html
Hall, K.L. 1998. The Regulation of Wound
Healing. http://www.medinfo.ufl.edu/cme/grounds/mast/intro.html.
Hodge, T.R. 2010. A Ruptured Spleen in Dogs.
http://www.ehow.com/about_6526194_ruptured-spleen-dogs.html
Ibrahim, R. 2000. Pengantar Ilmu Bedah Umum Veteriner. Syiah Kuala University Press, Banda
Aceh.
Jackson, D.E. and Sharyl, L.M. 2009. Splenic
Torsion. http://www.aegisgsmd.com/splenic_torsion.htmls Mountain Dogsegis
GreaSwiss Mountain Dogs Aegis Greater Swiss Mountain Dogs
Jungueiera, C.L., J. Carmeiro dan O. R. Kelly. 1998. Histologi Dasar. Edisi ke-8. EGC, Jakarta.
Ko, J.C., M. Payton., A.B. Weil., T. Kitao dan T. Haydon. 2007. Comparison of Anesthetic and
Cardiorespiratory Effects of Tiletamine-Zolazepam-Butorphanol and Tiletamine-
Zolazepam-Butorphanol-Medetomidine in Dogs. Purdue University.West Lafayette, USA.
Vet Ther. 8(2): 26-113.
Koesharyono, C. 2010. Splenomegali (Pembengkakan Limpa) dan
Penanganannya. http://www.anjingkita.com/wmview.php?ArtID=11933
Reese, C. 2010. Splenectomy in Dog.
http://www.petplace.com/dogs/splenectomy-in-dogs/page1.aspx

Ressang, A. A. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Edisi ke-2. IPB, Bogor.

Sardjana, I.K.W dan Diah K. 2004. Anastesi Veteriner. Gadjah Mada University press,
Yogyakarta.
Schrock, T. K. 1988. Ilmu Bedah (Hand Book of Surgery). Diterjemahkan oleh Adjie Darma, 9L.
Petrus dan Gunawan. UGM Press, Yogyakarta.
Tilley, P. L dan F. W. K. Smith. 2000. The Five Minutes Veterinary Consult Canine and Feline.
2
nd
ed. Lippicont, Philadelphia.
Trimastuti, I.G.A.A.M,. 2001. Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Gabungan Xylazin-Ketamin
Hidroklorida terhadap Waktu Induksi dan Lama Kerja Anestesinya pada Anjing Lokal.
Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Denpasar.
Walker, R.G. and Hickman, J. 1980. An Atlas Veterinary Surgery. 2
nd
ed. John Wright & Son. Ltd,
Philadelphia.
Yudi,2010. Penyakit pada Anjing.
http://drhyudi.blogspot.com/2009/02/penyakit-pada-anjing.html





















LAMPIRAN
PROTOKOL BEDAH
Jenis Hewan : Anjing Jenis Operasi : Splenektomy
Nama Hewan : Yoga Operator : Rahmayanti, S.kh
Jenis Kelamin : Jantan Co-Operator : Yusrizal Akmal, S.kh
Umur : 3,5 Bulan Anastesiolog : Dewi Sariyanti, S.kh
Berat Badan : 4 Kg Cardiolog : Usman Fauzi, S.kh
Nama Pemilik : Rahmayanti Pembantu Umum : Rafila Karmila, S.kh
Rita Darsita, S.kh
Nur Hafni, S.kh
Adnan, S.kh
Mahfud, S.kh
Makhfuzh, S.kh

I. PREMEDIKASI
Pemberian Atropin Sulfat dosis 0.04 mg/kg BB (SC), sediaan obat : 0,25 mg
Dosis yang digunakan 0,64 cc

II. ANASTESI
Jenis Anastesi Sediaan/konsentrasi Dosis (IM) Dosis yg digunakan
(Dosis Minimum)
Ketamin 5% 10-40 mg/kg bb 0,8 cc
Xylazin 2 % 1-3mg/kg bb 0,2 cc

III. TEKNIK OPERASI
Perlakuan

Bahan / Alat yang digunakan
1.Pencukuran bulu daerah operasi Silet/Scalpel
2.Desinfektan Alkohol 70%, Iodium Tincture 3%
3.Incisi dan preparier kulit daerah
Linea alba
Scalpel
4.Diincisi fascia,muskulus dan peritonium
sepanjang 4-5 cm
Scalpel,Gunting tumpul
5.Dicari limpa yang melekat pada lambung Tangan, Jari telunjuk
6.Diligasi pembuluh darah splenic dan disuntikkan
adrenalin
Tangan, benang cotton, adrenalin
7.Pasang doyan clamp dan dipotong sebagian
limpa, jahit kapsula limpa dengan pola
kontinous
Doyan clamp, Scalpel, cut gut chromic,
needle, needle holder, pinset,gunting
8.Masukkan kembali limpa dan lambung ke
dalam ruang abdomen
Tangan
9. Dijahit lapisan peritonium simple interupted,
musculus dan facia dgn simple continous, kulit
dgn simple interupted
silk, plain catgut, gunting, needle,
needle holder, pinset
10.Desinfektan dan berikan antibiotic Iodium Tincture 3%, penisilin oil
11.Injeksikan Vitamin sebagai obat
Supportif
Vitamin B Komplek 0,5 cc


Perawatan Pasca Operasi :
1. Pasien ditempatkan di kandang yang bersih dan agar luka tidak digaruk
dilakukan pemasangan Elizabeth Collar.
2. Beri makan dan minum secukupnya, pemberian obat penyembuh luka dengan
teratur.
3. Jahitan dibuka setelah luka kering dan diolesi dengan iodium tincture 3 %















PROSES OPERASI SPLENEKTOMI

1. Tempatkan pasien posisi dorsal recumbency
2. Desinfeksi dengan yodium tincture 3 %
3. Insisi 4-6 cm di atas umbilikus
4. Buka peritoneum dan cari limpa di bagian kiri lambung

5. Keluarkan limpa



6. ligasi pembuluh darah splenica
7. Injeksi adrenalin

8. Pasang doyan clamp

9. Potong dan buang limpa
10. Jahit kapsula limpa

11. Jahit peritoneum
\
12. Jahit muskulus dan fascia
13. Jahit kulit

Anda mungkin juga menyukai