Anda di halaman 1dari 7

PENGARUH ION PENGGANGGU Al (III) DAN Fe (III) PADA PENENTUAN Zn (II)

DENGAN ALIZARIN RED S (ARS) SECARA SPEKTROFOTOMETRI



Fahrullah Sufyani, Dra. Sukesi M.Si

Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh Nopember

ABSTRAK
Penentuan Zn dapat dilakukan dengan pengompleksan menggunakan Alizarin Red S (ARS) dan
dianalisis secara spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 445 nm. Kurva kalibrasi linear yang
dihasilkan pada konsentrasi Zn 0-20 ppm memiliki r
2
sebesar 0,995. Penambahan ion Al
3+
dan Fe
3+
mulai
mengganggu pengukuran absorbansi Zn mulai konsentrasi masing-masing 10 ppm dan 2 ppm. Metode ini
sederhana, sensitif dan tidak mahal, sehingga dapat diterapkan untuk menentukan kadar Zn pada alga merah
Eucheuma cottonii, yaitu sebesar 31,9067 mg/kg.

Kata kunci: seng (Zn), ion pengganggu, Al
3+
, Fe
3+
, Alizarin Red S (ARS), spektrofotometri UV-Vis


PENDAHULUAN
Seng (Zn) adalah unsur penting untuk
menyokong semua kehidupan. Ratusan dari ribuan
protein dalam tubuh manusia diperkirakan
mengandung gugus prostetik seng. Selain itu, ada
lebih dari lusinan jenis sel dalam tubuh manusia
yang mengeluarkan ion seng, dan peran dari sinyal
ini dalam obat-obatan dan kesehatan sedang
dipelajari (Wikipedia).
Seng ditemukan dalam tiram, dan pada
hewan yang tingkatnya jauh lebih rendah
kebanyakan terdapat dalam protein, kacang-
kacangan, biji labu dan biji bunga matahari. Asupan
makanan mengandung seng yang signifikan juga
menunjukkan dapat menghambat serangan flu
(Wikipedia). Zn adalah mikromineral yang ada di
mana-mana dalam jaringan tubuh manusia / hewan
dan terlibat dalam fungsi berbagai enzim dalam
proses metabolisme. Zn diperlukan untuk aktivitas
lebih dari 90 enzim yang ada hubungannya dengan
metabolisme karbohidrat dan energi, degradasi /
sintesis protein, sintesis asam nukleat, biosintesis
heme, transfer CO2 (anhidrase karbonik) dan
reaksi-reaksi lain. Pengaruh yang paling nyata
adalah dalam metabolisme, fungsi dan
pemeliharaan kulit, pankreas dan organ-organ
reproduksi pria. Dalam pankreas, Zn berhubungan
dengan banyaknya sekresi protease yang
dibutuhkan untuk pencernaan. Juga ada
hubungannya dengan insulin, walaupun tidak
memegang peranan secara langsung terhadap
aktivitas insulin. Seng diperlukan untuk
perkembangan fungsi reproduksi pria dan
spermatogenesis, terutama perubahan testosteron
menjadi dehidrotestosteron yang aktif. Peranan Zn
dalam metabolisme kulit dan jaringan pengikat
adalah dalam sintesis protein dan mungkin juga
dalam replikasi sel, walaupun belum jelas
mekanismenya (Linder, 1992).
Defisiensi seng dikarenakan kurangnya
asupan seng, atau kurangnya absorpsi seng ke
dalam tubuh. Tanda-tanda defisiensi seng meliputi
rambut rontok, luka pada kulit, diare, kehilangan
jaringan tubuh dan akhirnya kematian. Defisiensi
seng dapat menyebabkan rusaknya organ dan
fungsi penglihatan, pengecap, pembau dan ingatan
(Wikipedia). Seng adalah yang paling kurang
beracun di antara mikromineral. Defisiensi Zn tidak
jarang dan dapat terjadi oleh kurangnya konsumsi
atau daya guna yang kurang, penyerapannya yang
kurang baik atau tingkat pengeluaran dari tubuh
yang meningkat. Pengamatan di akhir tahun 1950-
an dan di awal tahun 1960-an memperlihatkan
bahwa gangguan pertumbuhan, luka kulit dan
perkembangan jenis kelamin yang tidak normal
pada remaja laki-laki di Iran dan di Mesir besar
kemungkinannya disebabkan oleh defisiensi Zn.
Dalam tahun 1973-1974, Enteropathica
Acrodermatitis (tanda-tanda luka kulit parah, diare
dan hilangnya rambut / alopecia) juga dikenal
sebagai penyakit defisiensi Zn oleh cacat bawaan
dalam kapasitas penyerapan Zn (Linder, 1992).
Seng adalah salah satu logam berat yang
dimasukkan ke dalam kelas B, yaitu logam-logam
yang terlibat dalam proses enzimatik dan dapat
menimbulkan polusi, misalnya pada air laut.
Dengan demikian, ada kemungkinan bahwa
kandungan Zn dalam air laut akan terabsorp oleh
biota air laut. Aktivitas dari logam kelas B masuk
ke dalam biota air laut adalah dengan cara terikat
dengan protein (ligand binding), misalnya pada alga
(Darmono, 1995). Salah satu alga yang hidup di
laut adalah alga merah Euchema cottonii.
Rumput laut Euchema cottonii memiliki
ciri-ciri fisik seperti thallus silindris, permukaan
licin, cartilogineus (lunak seperti tulang rawan),
warna hijau, hijau kuning, abu-abu dan merah.
1


Penampakan thallus bervariasi mulai dari bentuk
sederhana sampai kompleks. Duri-duri pada thallus
runcing memanjang agak jarang-jarang dan tidak
bersusun melingkari thallus. Percabangan ke
berbagai arah dengan batang-batang utama keluar
saling berdekatan ke daerah asal (pangkal) (Atmaja
dkk 1996 diacu dalam Sukri 2006).
Eucheuma cottonii telah berhasil
dibudidayakan di beberapa propinsi di Indonesia
antara lain di Bali, Sulawesi Selatan, Kepulauan
Seribu, Banten, Lombok, Lampung, Maluku, Nusa
Tenggara Timur dan Riau (Winarno 1990).
Kandungan Zn di dalam lingkungan air
(misalnya yang terabsorp oleh alga) dapat
mempengaruhi kesehatan bila terdapat dalam
jumlah yang berlebih. Keberadaan Zn dalam
lingkungan berdasarkan Badan Kesehatan Dunia
(WHO) tahun 1971 yaitu sebesar 5 ppm sedangkan
batas maksimal yang diperbolehkan adalah 15 ppm
(Bukle, 1987).
Mengingat banyaknya manfaat logam Zn
dan besarnya bahaya akibat defisiensinya, maka
perlu dilakukan analisis Zn dengan metode analisis
yang memiliki ketelitian dan ketepatan tinggi.
Selain itu, metode yang dikembangkan harus
sederhana, sensitif, selektif, dan tidak mahal agar
dapat digunakan sebagai analisis rutin. Selama ini
telah banyak dilakukan analisis kandungan Zn
dengan menggunakan metode Atomic Absorption
Spectrometry (AAS), Inductively Coupled Plasma -
Atomic Emission Spectrometry (ICP-AES),
Kolorimetri, FI-Kalorimetri, Stripping
Voltammetry, dan Fluorometri. Namun, kebanyakan
metode ini membutuhkan waktu yang lama dan
peralatan yang rumit dan mahal. Oleh karena itu,
diusulkan metode kompleksometri-spektrofotometri
dengan menggunakan Alizarin Red S (ARS)
sebagai pengompleks yang cukup menguntungkan
dibandingkan metode-metode sebelumnya.
Keuntungan dari gabungan kedua metode ini adalah
tidak membutuhkan cuplikan dalam jumlah besar,
aman, sederhana, ekonomis, dan tidak
membutuhkan waktu yang terlalu lama.
ARS merupakan turunan anthraquinone
yang telah digunakan secara luas pada kimia
analitik terutama sebagai agen pengkhelat yang
kuat dan kromofor. Alizarin Red S sebelumnya
telah digunakan sebagai agen pengompleks untuk
menentukan molibdenum, Mo (VI) secara
Adsorptive Cathodic Stripping Voltammetry
(Jugade dan Joshi, 2005). ARS telah dipelajari
untuk pemisahan dan prekonsentrasi dari Al, Cu,
Pb, Cd, Zn, dan Ni. ARS bereaksi dengan berbagai
macam ion logam tersebut membentuk khelat anion
yang tidak terekstrak ke dalam fase organik
(Santos, dkk, 2004), sehingga keberadaan ion
logam Al, Cu, Pb, Cd, Zn dan Ni dapat
mengganggu analisis Zn dengan ARS karena
logam-logam ini juga bereaksi dengan ARS
membentuk kompleks logam-ARS. Adanya
kompleks lain selain kompleks Zn-ARS dapat
menyebabkan terjadinya perubahan nilai absorbansi
dan intensitas warna pada kompleks Zn-ARS yang
diamati, sehingga pengaruh ion logam pengganggu,
misalnya seperti Al dan Fe, pada penentuan logam
Zn secara spektrofotometri juga harus diteliti.
Keberadaan Al dan Fe juga akan
mengganggu analisis Zn secara spektrofotometri
karena Al dan Fe juga bereaksi dengan ARS,
sehingga dapat menyebabkan terjadinya kompetisi
pembentukan kompleks dengan ARS antara Zn, Al
dan Fe . Oleh karena itu, maka pada penelitian ini
akan dilakukan analisis bagaimana pengaruh
adanya ion logam Al dan Fe dalam penentuan
kandungan Zn dalam cuplikan alga merah Euchema
cottonii dengan metode spektrofotometri UV-VIS
setelah dikomplekskan dengan Alizarin Red S
(ARS).

METODOLOGI

Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan pada penelitian
ini adalah labu ukur, gelas beker, pipet volume,
pro-pipet, pipet tetes, seperangkat alat
spektrofotometri UV-Vis, pH meter, kaca arloji,
botol semprot, neraca analitis, oven, furnace, dan
spatula.
Bahan-bahan yang digunakan pada
penelitian ini adalah padatan ZnSO
4
.7H
2
O, padatan
AlCl
3
, padatan FeCl
3
, padatan Alizarin Red S,
aquabidest, buffer asetat, alga merah Euchema
cottonii, dan kertas saring Whatman No.42.

Prosedur Kerja
Pembuatan larutan stok Zn (II) 1000 ppm
Larutan stok Zn 1000 ppm dibuat dengan
cara memasukkan 0,2199 g ZnSO4.7H2O ke
dalam labu ukur 50 mL dan diencerkan dengan
aquabidest sampai tanda batas.
Pembuatan larutan kerja Zn (II) 50 ppm
Aliquot larutan Zn 1000 ppm sebanyak 2,5
mL dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL dan
diencerkan dengan aquabidest sampai tanda batas.
Pembuatan larutan stok Al (III) 62500 ppm
Padatan AlCl3 sebanyak 15,4435 g
dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL dan
dilarutkan dengan aquabidest, kemudian dilarutkan
sampai tanda batas.
Pembuatan larutan stok Fe (III) 62500 ppm
Padatan FeCl3 sebanyak 9,0765 g
dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL dan
dilarutkan dengan aquabidest serta diencerkan
sampai tanda batas.
Pembuatan larutan Alizarin Red S 200 ppm
Serbuk merah Alizarin Red S (ARS)
sebanyak 0,02 g dimasukkan ke dalam labu ukur
100 mL lalu dilarutkan dengan aquabidest hingga
tanda batas. Larutan dikocok sampai homogen.



Pembuatan larutan buffer asetat pH 3
Padatan CH3COONa.3H2O sebanyak
0,4158 g dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL
dan ditambah 10 mL larutan CH3COOH lalu
dilarutkan dengan aquabidest hingga tanda batas.
Penentuan panjang gelombang maksimum
Larutan kerja Zn 50 ppm sebanyak 2,5 mL
dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL, kemudian
ditambah 5 mL larutan ARS 200 ppm dan 5 mL
larutan buffer asetat dengan pH 3. Larutan
diencerkan dengan aquabidest sampai tanda batas.
Larutan dikocok dan dibiarkan selama 10 menit.
Setelah 10 menit, larutan diukur absorbansinya
pada rentang panjang gelombang 435 - 480 nm.
Pembuatan kurva kalibrasi
Larutan kerja Zn 50 ppm diambil 0 mL;
2,5 mL; 5 mL; 7,5 mL dan 10 mL masing-masing
dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL, lalu
ditambah 5 mL larutan ARS 200 ppm dan 5 mL
larutan buffer asetat pH 3. Larutan selanjutnya
diencerkan dengan aquabidest sampai tanda batas.
Larutan dikocok dan dibiarkan 10 menit. Setelah 10
menit, larutan diukur absorbansinya pada panjang
gelombang maksimum.
Pengaruh ion Al (III) pada penentuan seng
(Shams-Babaei-Soltaninezhad, 2003)
Larutan kerja Zn 50 ppm sebanyak 0 mL;
2,5 mL; 5 mL; 7,5 mL dan 10 mL dimasukkan ke
dalam labu ukur 25 mL kemudian ditambah 1 mL
larutan Al (III) 62500 ppm, 5 mL larutan ARS 200
ppm dan 5 mL larutan buffer asetat pada pH 3.
Larutan diencerkan dengan aquabidest sampai
tanda batas. Campuran tersebut dikocok dan
dibiarkan selama 10 menit. Setelah 10 menit,
larutan diukur absorbansinya pada panjang
gelombang maksimum. Prosedur ini dilakukan
sebanyak 3 kali dengan variasi volume larutan Al
(III) sebesar 0,5 mL; 1 mL dan 1,5 mL.
Pengaruh ion Fe (III) pada penentuan seng
(Shams-Babaei-Soltaninezhad, 2003)
Larutan kerja Zn 50 ppm sebanyak 0 mL;
2,5 mL; 5 mL; 7,5 mL dan 10 mL dimasukkan ke
dalam labu ukur 25 mL kemudian ditambah 1 mL
larutan Fe (III) 62500 ppm, 5 mL larutan ARS 200
ppm dan 5 mL larutan buffer asetat pada pH 3.
Larutan diencerkan dengan aquabidest sampai
tanda batas. Campuran tersebut dikocok dan
dibiarkan selama 10 menit. Setelah 10 menit,
larutan diukur absorbansinya pada panjang
gelombang maksimum. Prosedur ini dilakukan
sebanyak 3 kali dengan variasi volume larutan Fe
(III) sebesar 0.5 mL; 1 mL dan 1,5 mL.
Pengaruh ion Al (III) dan Fe (III) pada
penentuan seng (Shams-Babaei-Soltaninezhad,
2003)
Larutan kerja Zn 50 ppm sebanyak 0 mL; 2,5 mL;
5 mL; 7,5 mL dan 10 mL dimasukkan ke dalam
labu ukur 25 mL kemudian ditambah 1 mL larutan
Al (III) 62500 ppm, 1 mL Fe (III) 62500 ppm, 5
mL larutan ARS 200 ppm dan 5 mL larutan buffer
asetat pada pH 3. Larutan diencerkan dengan
aquabidest sampai tanda batas. Campuran tersebut
dikocok dan dibiarkan selama 10 menit. Setelah 10
menit, larutan diukur absorbansinya pada panjang
gelombang maksimum. Prosedur ini dilakukan
sebanyak 9 kali dengan variasi volume berpasangan
dari larutan Al (III) dan Fe (III) masing-masing
sebanyak 0,5 mL; 1 mL dan 1,5 mL.
Preparasi sampel
Cuplikan dibersihkan dari material
pengotor dengan aquabidest lalu dikeringkan dalam
oven pada suhu 140C selama 2 jam. Cuplikan
kering dihancurkan menjadi serbuk dan
dihomogenisasi dengan mortar, lalu disimpan
dalam kantong plastik sampai analisis dilakukan.
Cuplikan kering ditimbang sebanyak 5
gram dalam cawan porselen bersih, lalu dilakukan
dry-ashing dengan furnace pada suhu 400C
selama 20 jam. Setelah dry-ashing, abu ditambah
dengan 2 mL larutan HNO3 pekat dalam beker
glass dan dipanaskan di atas hot plate sampai
hampir kering. Residu didinginkan pada suhu
kamar. Residu lalu ditempatkan dalam labu ukur 25
mL dan dilarutkan dengan larutan HCl 1 N sampai
tanda batas, kemudian disaring dengan kertas saring
Whatman 42 sehingga diperoleh larutan jernih
kekuningan dan siap dianalisis.
Penentuan kadar Zn dalam rumput laut
Larutan hasil preparasi dimasukkan
sebanyak 5 mL ke dalam labu ukur 25 mL lalu
ditambah 5mL larutan ARS 200 ppm dan 5 mL
larutan buffer asetat dengan pH 3. Larutan
diencerkan dengan aquabidest sampai tanda batas.
Kemudian larutan dikocok dan dibiarkan selama 10
menit. Setelah itu, larutan diukur absorbansinya
pada 445 nm.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Senyawa kompleks yang terbentuk dalam
penelitian ini dibuat dengan mereaksikan larutan
Zn
2+
dengan ARS dalam buffer asetat pH 3.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, diketahui
bahwa reaksi pembentukan senyawa kompleks
yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

Zn
2+
+ 2 ARS
2-
[Zn(ARS)
2
]
2-


Berdasarkan persamaan reaksi tersebut maka
struktur senyawa kompleks yang terbentuk
diramalkan seperti pada gambar 4.1.



Zn
O
S
O
O
O
S
O
O
O H
O
O
OH
O
O
O
O
Gambar 4.1 Struktur Zn(II)-ARS

Jadi, senyawa kompleks Zn-ARS ini
dibuat dengan mereaksikan larutan Zn
2+
dengan
larutan ARS dengan perbandingan konsentrasi
sesuai dengan perbandingan koefisien reaksinya (1:
2) pada pH asam 2-5 karena pada rentang pH
tersebut senyawa kompleks Zn-ARS bisa terbentuk
dengan absorbansi Zn yang konstan (Dong, 1973).
Berdasarkan hasil penelitian, pH optimum
terbentuknya senyawa kompleks Zn-ARS adalah
pada pH 3 di mana absorbansinya juga maksimum.
Mengingat larutan kompleks Zn-ARS
yang berwarna kuning sehingga merupakan
komplemen warna biru, maka untuk mendapatkan
panjang gelombang maksimumnya dilakukan
pengukuran pada daerah panjang gelombang 435
480 nm dan diperoleh panjang gelombang
maksimum sebesar 445 nm, yang ditandai dengan
absorbansi maksimum dari senyawa kompleks.
Penentuan panjang gelombang maksimum ini
dibutuhkan untuk mendapatkan kepekaan analisis
yang maksimum sehingga sangat menentukan
berhasil atau tidaknya penelitian ini.
Data yang diperoleh pada pengukuran
absorbansi larutan kompleks Zn-ARS pada 435-
455 nm adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Absorbansi Zn-ARS pada 435-455 nm
(nm) 435 440 445 450 455
A 0.002 0.004 0.007 0.006 0.005

Jika data di atas diplot dengan sebagai absis dan
A sebagai ordinat, maka diperoleh kurva maks
seperti pada gambar 4.2.


Gambar 4.2 Kurva Panjang Gelombang Maksimum
Larutan Kompleks Zn-ARS
Berdasarkan gambar 4.2 terlihat jelas
bahwa absorbansi maksimum dari larutan kompleks
Zn-ARS dicapai pada panjang gelombang 445 nm
yang masih berada pada rentang panjang
gelombang 435-480 nm di mana tampak warna
kuning seperti halnya warna larutan kompleks Zn-
ARS pada penelitian ini.
Kurva Kalibrasi
Kurva kalibrasi pada penelitian ini diukur
pada 445 nm dengan variasi konsentrasi Zn 0, 5,
10, 15 dan 20 ppm. Variasi konsentrasi Zn ini
dibuat sedemikian hingga nilai 1 < %T < 100 atau
dengan kata lain 0,01 < A < 1 karena pada rentang
nilai tersebut berarti bahwa sinar monokromatis
yang dipancarkan dari sumber tidak diserap atau
ditransmisikan seluruhnya sehingga hasil
pengukuran absorbansi larutan kompleks bisa
dikatakan valid.
Data yang diperoleh pada pengukuran
absorbansi larutan kompleks Zn-ARS dengan [Zn]
0-20 ppm adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2 Absorbansi Zn-ARS dengan [Zn] 0-20
ppm
[Zn] (ppm) 0 5 10 15 20
A 0 0.006 0.011 0.015 0.020

Jika data di atas diplot dengan [Zn]
sebagai absis dan A sebagai ordinat, maka
diperoleh kurva kalibrasi seperti pada gambar 4.3.


Gambar 4.3 Kurva Kalibrasi Senyawa Kompleks
Zn-ARS

Berdasarkan gambar 4.3 terlihat bahwa
kurva kalibrasi yang terbentuk memiliki nilai r
2
=
0,995 sehingga nilai r = 0,9975. Koefisien korelasi
r2 adalah sebesar 0,995, maka kurva kalibrasi ini
bisa dijadikan sebagai kurva standard karena sudah
memenuhi syarat 0,9 < r
2
< 1. Nilai r
2
menunjukkan
bahwa antara absorbansi dan konsentrasi memiliki
korelasi yang linear, di mana semua titik terletak
pada satu garis lurus dengan gradien yang positif.
Berdasarkan uji t (lampiran), dengan
membandingkan nilai thitung dengan ttabel dari
tabel nilai kritik sebaran t yaitu 3,18 untuk selang
kepercayaan 95% dengan derajat kebebasan (n-2)
diketahui bahwa thitung > ttabel, maka Ho ditolak
dan disimpulkan bahwa ada korelasi yang lurus
antara x (konsentrasi) dan y (absorbansi).

Kurva Panjang Gelombang Maksimum
0.002
0.004
0.007
0.006
0.005
0
0.001
0.002
0.003
0.004
0.005
0.006
0.007
0.008
430 435 440 445 450 455 460
nm
A
K urvaK alibras i
y = 0.0009x + 0.0006
R
2
= 0.995
0
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
0 5 10 15 20 25
ppm
A
S eries 1
Linear


Pengaruh Ion Al
3+

Setelah dilakukan trial and error
diketahui bahwa Al
3+
mulai mengganggu pada
konsentrasi 10 ppm. Oleh karena itu, penelitian ini
dimulai dari konsentrasi Al
3+
sebelum mengganggu
(5 ppm), mulai mengganggu (10 ppm) hingga
sudah mengganggu (15 ppm) pengukuran
absorbansi Zn.


Gambar 4.4 Pengaruh Al
3+
5 ppm pada Kurva
Kalibrasi Senyawa Kompleks Zn-ARS

Pada penambahan Al
3+
5 ppm diperoleh
kurva dengan gradien (m) 0,001 dan koefisien
korelasi (r
2
) sebesar 0,9983 seperti yang
ditunjukkan pada gambar 4.4. Batas kepercayaan
kurva ini adalah 9,9994 10,0006. Nilai ini masih
berada dalam rentang batas kepercayaan kurva
kalibrasi Zn (lampiran), sehingga dapat
disimpulkan bahwa penambahan Al
3+
belum
mengganggu pengukuran absorbansi Zn.


Gambar 4.5 Pengaruh Al
3+
10 ppm pada Kurva
Kalibrasi Senyawa Kompleks Zn-ARS

Pada penambahan Al
3+
10 ppm diperoleh
kurva dengan gradien (m) 0,001 dan koefisien
korelasi (r
2
) sebesar 0,9952 seperti yang
ditunjukkan pada gambar 4.5. Batas kepercayaan
kurva ini adalah 9,9994 10,0006. Nilai ini masih
berada dalam rentang batas kepercayaan kurva
kalibrasi Zn (lampiran), sehingga dapat
disimpulkan bahwa penambahan Al
3+
belum
mengganggu pengukuran absorbansi Zn.


Gambar 4.6 Pengaruh Al
3+
15 ppm pada Kurva
Kalibrasi Senyawa Kompleks Zn-ARS

Pada penambahan Al
3+
15 ppm diperoleh
kurva dengan gradien (m) 0,0011 dan koefisien
korelasi (r
2
) sebesar 0,9942 seperti yang
ditunjukkan pada gambar 4.6. Batas kepercayaan
kurva ini adalah 9,9993 10,0007. Nilai ini
ternyata telah berada di luar rentang batas
kepercayaan kurva kalibrasi Zn (lampiran),
sehingga dapat disimpulkan bahwa penambahan
Al
3+
sudah mengganggu pengukuran absorbansi Zn.
Pengaruh Ion Fe
3+

Setelah dilakukan trial and error
diketahui bahwa Fe
3+
mulai mengganggu pada
konsentrasi 10 ppm. Oleh karena itu, penelitian ini
dimulai dari konsentrasi Fe
3+
sebelum mengganggu
(5 ppm), mulai mengganggu (10 ppm) hingga
sudah mengganggu (15 ppm) pengukuran
absorbansi Zn.


Gambar 4.7 Pengaruh Fe
3+
1 ppm pada Kurva
Kalibrasi Senyawa Kompleks Zn-ARS

Pada penambahan Fe
3+
1 ppm diperoleh
kurva dengan gradien (m) 0,001 dan koefisien
korelasi (r
2
) sebesar 0,9983 seperti yang
ditunjukkan pada gambar 4.7. Batas kepercayaan
kurva ini adalah 9,9994 10,0006. Nilai ini masih
berada dalam rentang batas kepercayaan kurva
kalibrasi Zn (lampiran), sehingga dapat
disimpulkan bahwa penambahan Fe
3+
belum
mengganggu pengukuran absorbansi Zn.
Pada penambahan Fe
3+
2 ppm diperoleh
kurva dengan gradien (m) 0,0009 dan koefisien
korelasi (r
2
) sebesar 0,9944 seperti yang
ditunjukkan pada gambar 4.8. Batas kepercayaan
kurva ini adalah 9,9994 10,0006. Nilai ini masih
berada dalam rentang batas kepercayaan kurva
kalibrasi Zn (lampiran), sehingga dapat
disimpulkan bahwa penambahan Fe
3+
belum
mengganggu pengukuran absorbansi Zn.
y = 0.001x 0.0004
R
2
= 0.9983
0.005
0
0.005
0.01
0.015
0.02
0 5 10 15 20 25
ppm
A
S eries 1
Linear
y = 0.001x + 0.0006
R
2
= 0.9952
0
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
0 5 10 15 20 25
ppm
A
S eries 1
Linear
y = 0.0011x + 0.0004
R
2
= 0.9942
0
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
0 5 10 15 20 25
ppm
A
S eries 1
Linear
y = 0.001x 0.0004
R
2
= 0.9983
0.005
0
0.005
0.01
0.015
0.02
0 5 10 15 20 25
ppm
A
S eries 1
Linear



Gambar 4.8 Pengaruh Fe
3+
2 ppm pada Kurva
Kalibrasi Senyawa Kompleks Zn-ARS

Pada penambahan Fe
3+
3 ppm diperoleh
kurva dengan gradien (m) 0,0012 dan koefisien
korelasi (r
2
) sebesar 0,9971 seperti yang
ditunjukkan pada gambar 4.9. Batas kepercayaan
kurva ini adalah 9,9993 10,0007. Nilai ini
ternyata telah berada di luar rentang batas
kepercayaan kurva kalibrasi Zn (lampiran),
sehingga dapat disimpulkan bahwa penambahan
Fe
3+
sudah mengganggu pengukuran absorbansi Zn.


Gambar 4.9 Pengaruh Fe
3+
3 ppm pada Kurva
Kalibrasi Senyawa Kompleks Zn-ARS

Penentuan Kadar Zn dalam Rumput Laut
Rumput laut yang digunakan pada
penelitian ini adalah alga merah Euchema cottonii.
Alga ini hendak diuji kadar Zn-nya. Oleh karena
itu, perlu dilakukan preparasi sebelum kemudian
alga ini diuji dengan spektrofotometer UV-Vis.
Cuplikan alga dibersihkan dari pengotor-pengotor
yang menempel dengan aquabidest agar dapat
dianalisis dengan baik. Cuplikan lalu dikeringkan
dalam oven pada suhu 140C selama + 2 jam untuk
menghilangkan kadar air di dalamnya. Cuplikan
yang sudah kering lalu dihancurkan menjadi serbuk
dan ditimbang sebanyak 5 g untuk didry-ashing
dengan furnace pada suhu 400C selama 20 jam.
Abu yang diperoleh kemudian ditambah HNO3
pekat 2 mL atau secukupnya hingga merata untuk
mengekstrak zat-zat atau mineral yang terkandung
dalam abu cuplikan. Abu cuplikan lalu dipanaskan
di atas hot plate untuk menguapkan HNO3 yang
sudah ditambahkan sebelumnya hingga hampir
kering. Abu cuplikan ini tidak boleh dibiarkan
benar-benar kering karena akan mengeras sehingga
sulit untuk kemudian dilarutkan dalam HCl 1 N.
Setelah dilarutkan dalam HCl, cuplikan kemudian
disaring dengan kertas saring Whatman yang
memiliki pori sangat kecil untuk bisa memperoleh
filtrat jernih kekuningan yang kemudian baru bisa
dianalisis kadar Zn-nya dengan menggunakan
prosedur yang sama seperti sebelumnya.
Hasil pengukuran absorbansi cuplikan
kemudian diekstrapolasikan pada kurva kalibrasi
Zn, sehingga akhirnya diperoleh kandungan Zn
sebesar 31,9067 mg.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat
disimpulkan bahwa penentuan Zn dapat dilakukan
dengan pengompleksan menggunakan Alizarin Red
S (ARS) dan dianalisis secara spektrofotometri UV-
Vis pada panjang gelombang 445 nm. Penentuan
Zn pada penelitian ini mulai diganggu oleh adanya
ion Al
3+
pada konsentrasi 10 ppm dan Fe
3+
pada
konsentrasi 2 ppm. Metode ini telah digunakan
untuk menentukan kadar Zn dalam alga merah
Euchema cottonii, yang ditemukan sebesar 31,9067
mg. Ini menunjukkan bahwa alga jenis ini aman
untuk dikonsumsi.

UCAPAN TERIMA KASIH
1. Keluarga besar tercinta atas semua doa dan
motivasinya.
2. Dra. Sukesi, M.Si. selaku dosen pembimbing
atas semua bimbingan dan kesabarannya.
3. Dra.Yulfi Zetra, M.S selaku koordinator Tugas
Akhir.
4. Drs. Djarot Sugiarso K.S, M.S dan Dra.
Harmami M.S selaku dosen penguji dalam
seminar tugas akhir ini.
5. Temanteman mahasiswa Kimia-ITS
khususnya angkatan 2003 dan 2005 atas semua
bantuan dan motivasinya.
6. Serta seluruh pihak yang tidak sempat
disebutkan atas semua bantuannya.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, M. Natsir. 2000. Kamus Kimia Arti dan
Penjelasan Istilah. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.

Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Mahluk
Hidup. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia.

Dong, Alex E. March. 1973. A Study of the
Effect of pH on the Determination of Zinc by
Atomic Absorption Spectrophotometry.
Applied Spectroscopy 27, 2:85-142.

Linder, Maria C. 1992. Biokimia Nutrisi dan
Metabolisme dengan Pemakaian Secara
Klinis. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia.

y = 0.0009x + 0.0006
R
2
= 0.9944
0
0.005
0.01
0.015
0.02
0 5 10 15 20 25
ppm
A
S eries 1
Linear
y = 0.0012x + 0.0002
R
2
= 0.9971
0
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
0.03
0 5 10 15 20 25
ppm
A
S eries 1
Linear


Merck. 1991. Reagents.Diagnostics Chemicals.
Darmstadt: E. Merck.

Miller, J. N. 1991. Statistik Untuk Kimia
Analitik. Bandung: ITB.

Mulja, M, Suharman. 1995. Analisis Instrumental.
Surabaya: Airlangga University Press.

Mulja, M, Suharman. 1997. Validasi Metode
Analisa Instrumental. Surabaya: Airlangga
University Press.

Rivai, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia.
Jakarta: UI-Press.

Santos, dkk. Feb. 2004. Copper, Zinc and
Manganese Determination in Saline
Samples Employing FAAS after Separation
and Preconcentration on Amberlite XAD-7
and Dowex 1X-8 Loaded with Alizarin Red
S. Journal of the Brazilian Chemical
Society 15, 2: 212-218.

Shams, E. Babaei, A. Soltaninezhad, M. Sept. 2003.
Simultaneous Determination of Copper,
Zinc and Lead by Adsorptive Stripping
Voltammetry in The Presence of Morin.
Analytica Chimica Acta 501, 119124.

<URL:http://en.wikipedia.org/wiki/Zinc.htm>

<URL:http://www.damandiri.or.id/file/samsuaripbb
ab2.pdf.htm>

<URL:http://www.jtbaker.com/msds/englishhtml/a
2220.htm>

Vogel. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik
Kualitatif Makro dan Semimikro. edisi
kelima. Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka.


















BIODATA PENULIS


Penulis, bernama lengkap
Fahrullah Sufyani,
dilahirkan di Bangkalan
pada 18 Desember 1984.
Penulis tercatat sebagai
siswa SDN 1 Kamal,
SLTPN 1 Kamal dan
SMAN 1 Bangkalan.
Selama di bangku sekolah, penulis sempat
menjuarai beberapa lomba baca puisi dan
pernah menjadi juara olimpiade Matematika
SMA tingkat kabupaten 2 tahun berturut-turut.
Sejak kelas XI SMA, penulis mendapat
kesempatan untuk mengajar Bahasa Inggris di
lembaga kursus King Kumar, Bangkalan, yang
kemudian mengantarkan penulis untuk
menjadi instruktur Bahasa Inggris di beberapa
lembaga kursus dan bimbingan belajar di
Surabaya seperti Henialis, LP3i Course Center
dan Sony Sugema College. Selepas SMA,
penulis tercatat sebagai mahasiswa ITS
Surabaya melalui jalur SPMB dengan NRP
1403 100 067. Selama di bangku kuliah,
penulis juga terlibat aktif dalam organisasi
mahasiswa tingkat jurusan (HMJ) Himka-ITS
dan sempat menjadi fungsionaris selama 2
periode kepengurusan. Selain itu, penulis
pernah menjadi asisten laboratorium Kimia
Dasar dan Kimia Analitik selama 3 semester.

Anda mungkin juga menyukai