BAYI CUKUP BULAN + HIPERBILIRUBINEMIA ec BREAST FEEDING
JAUNDICE
Hiperbilrubinemia adalah suatu ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya Kern ikterus atau atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan. Kita perlu membedakan apakah suatu ikterus itu fisiologis atau patologis. Suatu ikterus dikatakan fisiologis bila terjadi peningkatan kadar bilirubin yang tidak terkonyugasi 5-6 mg/dL antara usia 60 dan 72 jam kehidupan pada bayi cukup bulan dan pada premature dikatakan peningkatan kadar bilirubin 10-12 mg/dL di hari kelima kehidupan. Suatu ikterus dikatakan patologis bila ditemukan beberapa keadaan berikut: terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5 mg/dL atau lebih setiap 24 jam, ikterus yang disertai proses hemolisis, ikterus yang disertai; oleh berat lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang dari 36 minggu, adanya asfiksia, hipoksia, sindrom gawat napas, infeksi, trauma lahir pada kepala, hipoglikemia, hiperosmolaritas darah dan ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia lebih dari 14 hari. Penilaian ikterus secara kasat mata dengan metode Kramer dimana penilaian ini bersifat sefalokaudal. Kramer dibagi menjadi lima dimana Kramer I terlihat kuning dari kepala sampai leher, Kramer II terlihat kuning Kramer I dan dada sampai pusat, Kramer III yaitu Kramer II dan pusat bagian bawah sampai lutut< Kramer IV yaitu Kramer III dan lutut sampai peregelangan kaki dan bahu sampai pergelangan tangan dan Kramer V bila ditemukan Kramer IV dan kuning sudah mencapai telapak tangan dan kaki. Ikterus dapat terlihat bila kadar bilirubin mencapai 5-7 mg/dL. Etiologi suatu hiperbilirubinemia dapat dibedakan menjadi prehepatik (misalnya cefalhematoma, perdarahan), hepatik (misalnya prematur, sepsis), dan post hepatik (obstruksi, gangguan peristaltik usus). Etiologi dari suatu ikterus yang patologis : 1. Gangguan produksi : penyakit hemolitik, inkompatibilitas darah ( Rhesus dan ABO), defisiensi enzim eritrosit (G6PD, defisiensi piruvat kinase), hemoglobinopati, infeksi, peningkatan beban pada eritrosit (pemecahan sel darah merah, polisitemia, bayi dengan ibu diabetes). 2. Gangguan klirens dari bilirubin : sindrom Crigler-Najjar tipe I,II, sindrom Gilbert, sindrom Lucey-Driscoll. 3. Gangguan metabolik dan endokrin : galaktosemia, hipotiroid 4. Peningkatan sirkulasi enterohepatik : kondisi yang menyebabkan adanya obstruksi gastrointestinal, breast feeding jaundice dan breast milk jaundice. 5. Substansi yang mempengaruhi pengikatan bilirubin dengan albumin : adanya beberapa obat yang mengganggu pengikatan bilirubin dengan albumin dan meningkatkan jumlah bilirubin bebas yang tidak terkonyugasi yang dapat melewati sawar darah otak. Obat-obat tersebut misalnya aspirin dan golongan sulfonamide. Tatalaksana hiperbilirubinemia : 1. Hidrasi atau pemberian nutrisi 2. Fototerapi 3. Transfusi tukar Untuk fototerapi dipakai fototerapi intensif dimana menyediakan peningkatan radiasi dengan penyinaran dari atas, samping dan bawah tubuh bayi. Diharapkan penurunan kadar bilirubin 20% dalam 12 jam. Idealnya dilakukan evaluasi dengan pemeriksaan HVD 6-8 jam setelah penyinaran, namun tetap diperhatikan klinis pasien dimana bila terjadi perbaikan evaluasi bisa diperpanjang. Pemberian fototerapi berdasarkan kurva Bhutani dimana dibagi atas 3 zona risiko: 1. Risiko rendah bila usia 38 minggu dan sehat. 2. Risiko sedang bila bayi 38 minggu disertai adanya faktor risiko atau usia 35-37 minggu dan sehat. 3. Risiko tinggi bila usia 35-37 minggu disertai adanya faktor risiko. Untuk bayi kurang bulan tatalaksana fototerapi berdasarkan usia dalam jam, berat badan lahir, dan kadar bilirubin. Pada kasus dianggap suatu breast feeding jaundice karena kurangnya asupan ASI pada bayi. Pentingnya pemberian KIE pada ibu untuk mencegah terjadinya suatu breast feeding jaundice yaitu susui bayi dengan on demand atau kurang lebih 8 kali sehari, jangan berikan cairan lain selain ASI, dan ibu diharapkan untuk istirahat yang cukup dan konsumsi makanan bergizi. Tanda apakah produksi ASI seorang ibu cukup atau tidak dilihat dari bayi yang terlelap atau kekenyangan setelah minum ASI dan payudara ibu yang kembali mengencang setelah ibu menyusui bayi.
Perbedaan breast feeding jaundice dan breast milk jaundice : Breast feeding Breat milk Awitan 2-5 hari 5-10 hari Lama 10 hari 2-3 minggu Volume ASI Asupan ASI kurang Cukup BAB Jarang Normal Kadar bilirubin Lebih rendah (awal 15 mg/dL) Lebih tinggi ( 20 mg/dL) Respons terapi Lebih cepat Lama
Inkompatibilitas ABO didefinisikan sebagai inkompatibilitas ABO yang terjadi antara ibu dan bayi yang menyebabkan terjadinya anemia hemolitik. Insiden 3% dari kelahiran. Terjadi karena anak dengan golongan darah A atau B dan ibu dengan golongan darah O. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan untuk menegakkan inkompatibilitas ABO adalah : golongan darah dan Rhesus ibu dan bayi, jumlah retikulosit, direct coomb test (direct antiglobulin test) , blood smear, kadar bilirubin, maternal Ig G titer, indirect coomb test (antibody identification). Coomb test ada 2 yaitu direct dan indirect comb test. Pada direct coomb test (direct antiglobulin test) hasil sering positif lemah pada saat lahir dan negatif pada usia 2-3 hari.Hal ini karena hanya sedikit antibodi pada permukaan sel darah merah. Positif kuat jarang ditemukan dan berhubungan dengan suatu proses autoimun hemolitik. Indirect coomb test lebih sensitive karena mendeteksi adanya isoantibodi ibu dan dapat mengidentifikasi antibody yang spesifik. Pada inkompatibiltas Rhesus, anak pertama memiliki resiko yang rendah (1%) karena belum adanya sensitisasi. Ketika muncul sensitisasi maka kehamilan berikutnya dapat berkembang menjadi penyakit pada fetus misalnya terjadi hidrops fetalis.