STRUCTURE DESI GN OF THE FORMWORK GI RDER MPBI (MUDAH PASANG
BONGKAR BERSIH IRIT) MODEL WI THOUT COLOUMN
Oleh Anung Suwarno Sudarmono
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Semarang Jalan Prof. H. Sudharto, S.H. Semarang
Abstract This report presenting structure design of the formwork girder with track stank knock down model to optimize with wood material in use by steel. It performed because wood frame sistem in formwork girder structure hasnt any special concideration construction industrial. Also it complicated in seeking for form alternatif of the frame structure to the formwork girder and floor using frame element arrangement with size 5/7 and 6/12 cm bar mixed with 12 mm steels diameter for sub beam and 16 mm for prime girder struss. To achieve optimum high base on element strength both pressure (wood and steel) neither pull (steel) model, analyzed using software SAP90 or SAP2000. From the analyzed ofbtained that frame elements strength may optimal to maxed frame sistem by frame high of 35 cm and 25 cm, each for prime girder and sub girder truss also the corner between element is 45 degree. While from requirement side of frame material for knock down track stank model present significant cost saving. To reduce or remove weaken in element connection handled by connecting plate, which stringed using bolt of 12 mm to 16 mm. From test result, shows that occurences of deflection during molding process 4 cm could handled with tightening the track stank connection, the in final condition of slab not deflection.
Key Word : deflection, knockdown girder truss, ,optimum high of framea, track stank, scaffoldingmodel, saving,.
PENDAHULUAN Perkembangan pembangunan sarana dan prasarana saat ini menuntut pemakaian teknologi yang tepat dan cepat agar dapat diperoleh efisiensi pengerjaan yang maksimal. Demikian pula dengan pekerjaan beton, di mana dibutuhkan acuan dan perancah untuk membentuk struktur sesuai yang direncanakan. Perancah-perancah tersebut terutama untuk pendukung balok dan pelat lantai yang pada umumnya membutuhkan banyak tiang penyangga. Pekerjaan acuan dan perancah merupakan pekerjaan sementara tetapi mempunyai peranan penting terhadap hasil akhir suatu pekerjaan konstruksi bangunan dengan material beton. Hal ini disebabkan kegagalan dalam pelaksanaan dan perancangan dapat mengakibatkan keruntuhan dan kurang optimal bentuk yang dihasilkan setelah cetakan dilepas. Melihat potensi penggunaan komponen perancah pada pembangunan khususnya bangunan gedung bertingkat, apabila pekerjaan perancah dikerjakan dengan baik dan dilakukan alternatif pemilihan tipe yang tepat, pemilihan bahan untuk perancah dan papan acuan didasarkan oleh kemampuannya serta dapat digunakan berulang-ulang dalam jangka waktu yang panjang sehingga diharapkan dapat diperoleh penghematan biaya pembangunan yang cukup berarti,
2 disamping itu kemudahan pemasangan dan pembongkaran juga merupakan hal penting selain ekonomi. Hal ini dikarenakan dalam pelaksanaan, biaya yang dikeluarkan untuk penyediaan komponen acuan dan perancah mempunyai nilai persentase yang cukup besar, terutama untuk pekerjaan beton yang dicetak di tempat.
Kayu merupakan material produksi alam dengan pertumbuhan sangat lambat dibandingkan kebutuhan manusia akan kayu dalam pekerjaan konstruksi bangunan. Oleh karena itu, diperlukan penghematan dalam penggunaan kayu tanpa mengurangi kekuatan dan fungsinya. Pemilihan jenis perancah sering menjadi masalah bagi pelaksanaan, yaitu bagaimana memilih perancah yang tepat dan ekonomis misalnya bahan dapat digunakan berulang- ulang, pembongkarannya mudah dan cepat , dapat menahan beban selama pengecoran, tidak mengganggu kelancaran suplai material atau tenaga kerja dan hasilnya sesuai yang diharapkan.
Untuk mengatasi masalah ini dilakukan penelitian terhadap alternatif model perancah, antara lain model konvensional (dolken), dengan schafolding, rangka buatan model knock down. Analisis dilakukan dengan membandingkan kebutuhan bahan yang digunakn dari ketiga model tersebut. Diharapkan pada rangka buatan model knockdown dapat menjadi pilihan terbaik dan termurah. Adapun bentuk model yang digunakan dalam penelitian adalah bentuk rangka diagonal murni terputus-putus dengan sambungan model knockdown. Dengan model ini diharapkan dalam pekerjaan perancah dalam satu gelagar hanya dibutuhkan dua tiang, sehingga keruwetan di bawah pekerjaan lantai teratasi. Untuk melihat pola lendutan yang terjadi pada model knockdown. Gambar berikut menunjukkan susunan model alat sambung yang digunakan dalam penelitian ini.
A A Pelat Baja 3 mm Baja tulangan Mur baut Pot A-A
3 Gambar 1. Model Rangka Knockdown dan Detail
Tujuan penelitian ini dikelompokkan dalam beberapa tinjauan, antara lain : a. mengatasi keruwetan pada pekerjaan acuan perancah yang umum dilakukan yaitu model konvensional, model schafolding maupun model steel proof; b. membuat model panjang gelagar rangka yang dapat diatur sesuai kebutuhan panjang atau lebar ruang; c. mempermudah proses pasang-bongkar acuan perancah terutama untuk lantai; d. efisiensi penggunaan material kayu untuk acuan perancah pada pekerjaan beton (tanpa tiang).
METODE PENELITIAN Pengembangan teori mekanika bahan (mechanics of materials) akan menjadi acuan utama dalam penelitian ini, yaitu masalah tegangan lentur, geser dan lendutan dari sistem gelagar akibat pola pembebanan pada pekerjaan struktur. Tegangan-tegangan yang ditimbulkan oleh pembebanan luar akan dianalisis dengan model elemen frame dalam experimen dan diverifikasikan dengan software SAP90. Berdasarkan hasil eksperimen ini selanjutnya akan didapat model rangka yang sesuai dan optimal untuk digunakan sebagai gelagar, mudah dipasang, mudah dibongkar, serta dapat menyesuaikan kebutuhan panjang atau lebar ruang cor. Untuk menganalisis gelagar rangka model knockdown, di bawah ini merupakan ringkasan langkah-langkah penelitian yang dibedakan dalam tiga tinjauan berikut. a. Tinjauan secara Numerik. Pada tahap ini telah dilakukan perhitungan kebutuhan dimensi material, bentuk dan dimensi model, serta model alat sambung. Adapun perangkat yang digunakan meliputi secara manual maupun dengan bantuan software SAP90/ SAP2000. b. Tinjauan secara eksperimental. Pada tahap ini akan dilakukan uji kekuatan secara eksperimen berdasarkan bentuk model, dimensi dan jenis alat sambung yang dihasilkan secara numerik. Adapun langkah-langkah secara umum untuk tinjauan eksperimental adalah 1. menentukan sifat material dan dimensi struktur (penelitian sebelumnya); 2. menentukan bentuk dan susunan penguat pada sambungan pertemuan dengan kolom; 3. menganalisis tegangan-tegangan yang terjadi dengan peninjauan model elemen frame; 4. menentukan bentuk model sambungan dengan kolom;
4 5. melakukan uji eksperimental dari model skala penuh hasil penelitian sebelumnya dengan memberikan beban pada titik-titik simpul atas berdasarkan perhitungan beban balok dan pekerja yang telah dikonversi menjadi beban terpusat di mana pada ujung gelagar ditumpukan pada kolom dengan model alat perkuatan geser; 6. melakukan pengukuran pergeseran pada pertemuan alat perkuatan dengan kolom; 7. menganalisis dan mediverifikasi hasil eksperimental dengan software SAP90/ SAP2000.
Gambar 2. Konfigurasi Pengujian Model
HASIL Terealisasinya penelitian ini dihasilkan suatu model perancah yang irit akan kebutuhan kayu sebagai gelagar dan tiang. Hal ini terjadi karena setiap bentang 4 m cukup dibutuhkan dua tiang penyangga, sehingga apabila kita hendak mengecor pelat lantai dengan ukuran ruang (4 x 4) m cukup dibutuhkan dua gelagar utama, 6 gelagar anak dan empat tiang penyangga. Di samping itu, ruang di bawah pekerjaan pengecoran tersebut juga menjadi bersih dari tiang yang banyak, sehingga lalu lintas pengangkutan material dan perjalanan pekerja tidak terganggu. Bahkan, secara tidak langsung akan mengefisienkan waktu yang dibutuhkan untuk pekerjaan pembuatan acuan dan perancah, dan pada akhirnya biaya konstruksi menjadi lebih ekonomis. Dengan demikian, hasil penelitian dapat dimanfaatkan oleh para kontraktor untuk efisiensi penggunaan kayu pada pekerjaan acuan dan perancah dalam proses pekerjaan pengecoran balok maupun lantai. Hal ini dapat dilihat dari komparasi model perancah berikut.
Gambar 5. Sistem Perancah Model Knock Down (Penelitian)
Dimensi model alat sambung yang digunakan berdasarkan hasil perhitungan kekuatan adalah sebagai berikut. a. Diameter track stank untuk gelagar utama adalah 16 mm (Gambar 4). b. Box sambung menggunakan pelat tebal 3 mm ukuran box luar 5/7 cm, diberi perkuatan tarik didalamnya(gambar 5). c. Diameter track stank untuk gelagar anak adalah 12 mm (Gambar 6a). d. Box sambung menggunakan pelat tegal 3 mm ukuran luar box 5/7 cm, diberi perkuatan tarik didalamnya (Gambar 6b). e. Box sambung tepi menggunakan pelat tebal 3 mm ukuran box luar 5/12 cm.
Tahapan selanjutnya dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Pabrikasi alat sambung dan modifikasi track Stank di bengkel konstruksi. 1. Tebal pelat alat sambung 3 mm dengan perkuatan disambungan. 2. Alat tarik track stank diameter 16 mm untuk gelagar induk (tinggi gelagar 35 cm) dan diameter 12 mm untuk gelagar anak (tinggi gelagar 25 cm). b. Ereksi model gelagar dan alat sambung yang telah dipabrikasi (setelah selesai pabrikasi), tabel dan grafik berikut menunjukkan hasil perhitungan secara numerik dimensi elemen untuk pabrikasi.
Tabel 1 Rasio Kuat Izin Terhadap Gaya Terjadi pada Batang Mendatar Atas (kayu) Tinggi (cm) lk (cm) P ijin (kg) Pterjadi (kg) Pijin/Ptjd 25 50,00 24,74358 1,20 3791,667 4656,00 0,81 29,167 58,33 28,86784 1,24 3669,355 3850,46 0,95 35 70,00 34,64102 1,30 3500,000 3300,00 1,06 43,75 87,50 43,30127 1,42 3204,225 2376,50 1,35 58,33 116,66 57,73173 1,63 2791,411 1805,00 1,55
Tabel 2 Rasio Kuat Izin Terhadap Gaya Terjadi pada Batang Diagonal Tekan (Baja) Lebar (cm) Tinggi (cm) lk (cm) P ijin Pterjadi Pijin/Ptjd 25 25 35,36 78,57 1,48 2751,016 1646,14 1,67 29,2 29,167 41,25 91,66 1,67 2438,026 1601,58 1,52 35 35 49,50 109,99 2,01 2025,624 1555,63 1,30 43,8 43,75 61,87 137,49 2,97 1370,877 1440,38 0,95 58,3 58,33 82,49 183,31 5,25 775,5246 1279,94 0,61
Tabel 3 Rasio Kuat Izin Terhadap Gaya Terjadi pada Batang Diagonal Tarik (Baja) Tinggi (cm) P ijin (kg) Pterjadi (kg) Pijin/Ptjd 25 4071,5 1646,14 2,47 29,167 4071,5 1601,58 2,54 35 4071,5 1555,63 2,62 43,75 4071,5 1440,38 2,83 58,33 4071,5 1279,86 3,18
Tabel 4 Rasio Kuat Izin Terhadap Gaya Terjadi pada Batang Mendatar (Baja) Tingi (cm) P ijin (kg) Pterjadi (kg) Pijin/Ptjd 25 4071,5 4656,00 0,87 29,167 4071,5 4076,95 1,00 35 4071,5 3300,00 1,23 43,75 4071,5 2716,00 1,50 58,33 4071,5 1807,55 2,25
7
Gambar 7. Grafik Rasio Gaya I zin Terhadap Gaya Batang Gabungan
Tabel 5 Camber Awal untuk Gelagar Anak Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Camber (cm) 1,4 2,8 3,5 3,5 2,8 1,4
Gambar 8. Letak Pengukuran Lendutan Titik Simpul
Tabel 6 Tabel Pengukuran Lendutan Gelagar Anak 1 Beban 100 di Lendutan (cm)Di Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 7 Titik 2 0,240 0,212 0,082 0,071 0,062 0,042 SAP90 (teoritis) 0,043 0,063 0,069 0,062 0,046 0,025 Titik 2, 4 0,345 0,461 0,356 0,335 0,321 0,315 SAP90 (teoritis) 0,106 0,174 0,193 0,176 0,132 0,071 Titik 2, 3, 4 0,455 0,475 0,515 0,455 0,345 0,335 SAP90 (teoritis) 0,174 0,298 0,350 0,325 0,246 0,132 Titik 2, 3, 4, 5 0,375 0,531 0,625 0,535 0,465 0,345 SAP90 (teoritis) 0,235 0,413 0,499 0,482 0,371 0,201 Titik 2, 3, 4, 5, 6 0,455 0,675 0,685 0,665 0,645 0,484 SAP90 (teoritis) 0,282 0,499 0,613 0,606 0,482 0,263 Titik 2, 3, 4, 5, 6, 7 0,555 0,685 0,745 0,746 0,686 0,557 SAP90 (teoritis) 0,306 0,545 0,674 0,674 0,545 0,306
Tabel 7 Tabel Pengukuran Lendutan Gelagar Anak 2 Beban 100 di Lendutan (cm)Di Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 7 Titik 2 0,247 0,216 0,089 0,078 0,066 0,045 SAP90 (teoritis) 0,043 0,063 0,069 0,062 0,046 0,025 Titik 2, 4 0,345 0,466 0,366 0,355 0,326 0,325 SAP90 (teoritis) 0,106 0,174 0,193 0,176 0,132 0,071 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 25 29,167 35 43,75 58,33 Tinggi Rangka R a s i o
P
i j i n /
P t j d mendatar tekan Diagonal Tekan Diagonal Tarik Mendatar Tarik 7x @ 50 cm 25 cm 2 5 6 4 3 7
Tabel 8 Tabel Pengukuran Lendutan Gelagar Anak 3 Beban 100 di Lendutan (cm)Di Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 7 Titik 2 0,246 0,216 0,085 0,077 0,065 0,047 SAP90 (teoritis) 0,043 0,063 0,069 0,062 0,046 0,025 Titik 2, 4 0,365 0,466 0,358 0,345 0,328 0,325 SAP90 (teoritis) 0,106 0,174 0,193 0,176 0,132 0,071 Titik 2, 3, 4 0,467 0,465 0,535 0,465 0,335 0,345 SAP90 (teoritis) 0,174 0,298 0,350 0,325 0,246 0,132 Titik 2, 3, 4, 5 0,385 0,536 0,628 0,537 0,466 0,348 SAP90 (teoritis) 0,235 0,413 0,499 0,482 0,371 0,201 Titik 2, 3, 4, 5, 6 0,459 0,677 0,684 0,669 0,648 0,486 SAP90 (teoritis) 0,282 0,499 0,613 0,606 0,482 0,263 Titik 2, 3, 4, 5, 6, 7 0,565 0,675 0,747 0,746 0,676 0,567 SAP90 (teoritis) 0,306 0,545 0,674 0,674 0,545 0,306
Gambar 9. Komparasi Lendutan Akibat Beban Pada Titik 2,3,4,5,6,7
Tabel 9. Camber Awal untuk Gelagar Anak Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Camber (cm) 1,2 1,5 1,5 1,2
Tabel 10. Tabel Pengukuran Lendutan Gelagar Induk 1 Beban 100 di Lendutan (cm)Di Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 2 0,235 0,278 0,245 0,198 SAP90 (teoritis) 0,141 0,177 0,152 0,086 Titik 2, 3 0,335 0,368 0,354 0,299 SAP90 (teoritis) 0,318 0,472 0,416 0,239 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 7 L e n d u t a n
Tabel 11 Tabel Pengukuran Lendutan Gelagar Induk 2 Beban 100 di Lendutan (cm)Di Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 2 0,239 0,268 0,255 0,205 SAP90 (teoritis) 0,141 0,177 0,152 0,086 Titik 2, 3 0,339 0,369 0,358 0,278 SAP90 (teoritis) 0,318 0,472 0,416 0,239 Titik 2, 3, 4 0,425 0,528 0,498 0,365 SAP90 (teoritis) 0,471 0,734 0,709 0,416 Titik 2, 3, 4, 5 0,496 0,638 0,659 0,554 SAP90 (teoritis) 0,557 0,887 0,887 0,557
Grafik komparasi hasil pengujian dengan software SAP90 sebagai berikut.
Gambar 10. Komparasi Lendutan Gelagar I nduk Akibat Beban Pada Titik 2,3,4,5
PEMBAHASAN Dari tabel perhitungan dengan bahan kayu 5/7 kelas I dan baja diameter 16 mm ST37 menunjukkan hubungan yang saling tergantung artinya kayu akan memberikan kekuatan izin yang besar apabila batangnya relatif pendek sekitar 25 cm, sedangkan pada baja gaya yang didapat, terutama untuk batang tarik belum sesuai dengan kekuatan izinnya demikian pula untuk batang diagonal tarik, di sisi lain pada batang diagonal tekan menunjukkan penurunannya terutama untuk batang dengan tinggi rangka diatas 25 cm. Oleh karena itu, berdasarkan grafik dan data tabel tersebut yang paling optimal, artinya semua komponen memberikan nilai terbaiknya dalam sistem rangka knockdown ini diperoleh korelasi yang baik, yaitu pada tinggi rangka 35 cm. Pada penggunaan tinggi rangka 25 cm di samping 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 L e n d u t a n
( c m ) Eksperimen SAP90
10 membutuhkan jumlah gelagar anak yang relatif lebih banyak juga penggunaan multiplek tebal 15 mm belum optimal, sehingga akan lebih optimal bila menggunakan jarak gelagar anak 70 cm atau tinggi rangka induk 35 cm. Pola pembebanan mengikuti pola kerja pengecoran, yaitu dari ujung yang satu ke ujung yang lain dengan beban perbuhul untuk gelagar anak 100-120 kg, sedangkan gelagar induk dengan beban 200 s.d. 300 kg. Selama proses pembebanan dilakukan pencatatan penurunan titik simpul yang terjadi dengan bantuan dial gauge. Dalam proses ereksi gelagar diberikan camber yang didapat dari analisis dengan bantuan software SAP90.
Lendutan-lendutan dalam tabel secara riil adalah nilai lendutan dikurangai dengan camber yang telah ditentukan pada awal sebelum beban bekerja. Oleh karena itu, lendutan yang terjadi sebenarnya lebih kecil dari yang dihasilkan dalam pengukuran. Karena alat sambung gelagar tersebut menggunakan trak stank yang dimodifikasi, maka pada kondisi akhir lendutan yang terjadi menjadi nol, yaitu dengan cara memutar kearah kanan pada trak stank tersebut. Hal ini dikarenakan dengan menggunakan model track stank ini pola lendutan dapat diatur sesuai kondisi akhir atau dengan kata lain setelah melendut mencapai maksimum titik simpul dinaikkan kembali dengan cara mengencankan trak stank tersebut. Dengan demikian, model gelagar ini dapat digunakan dalam pelaksanaan pengecoran beton pada pelat lantai.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil perhitungan secara numerik untuk penentuan dimensi model maka pembuatan rangka model dapat dilakukan secara skala penuh sehingga secara teoritis dapat dilaksanakan. odel rangka knock down = 350 cm sampai 400 cm. Dari lendutan yang terjadi dengan menggunakan elemen dari trackstank dapat di elminir. Namun, perlu penyempurnaan alat sambung trak stank sehingga lebih halus dan ringan.
Sebagai tindak lanjutnya, perlu dikemukakan rekomendasi berkut. Semakin banyak jumlah tiang perancah (ruwet) maka semakin tidak efisien dalam pekerjaan konstruksi, terutama lantai semakin tinggi tingkat keruwetan dalam pekerjaan acuan dan perancah maka komponen bahan yang lebih banyak. Penggunaan material setempat akan memberikan tingkat efisiensi yang relatif lebih baik dibandingkan dengan mendatangkan material lain. Dalam hal ini dengan menggunakan rangka batang beton prategang dengan bahan utama kayu ternyata memberikan efisiensi yang lebih baik (murah). Penggunaan gelagar rangka model knockdown ternyata memberikan keuntungan yang signifikan untuk dikembangkan dalam pekerjaan konstruksi sipil khususnya pekerjaan acuan dan perancah lantai. Hubungan
11 antara steel proof dengan rangka perlu dibuat model sambungan yang mudah dipasang dan dibongkar. Gelagar perancah ini dapat digunakan untuk proses pengecoran lantai. Hal ini dapat dilihat dari proses pembebanan skala penuh yang menunjukkan lendutan yang terjadi dapat diatasi dengan mengencangkan trak stank. Rangka akan lebih stabil dalam kondisi terangkai dari beberapa gelagar dilapangan dari pada saat pengujian beban terdiri dari gelagar tunggal yang memungkinkan terjadi lendutan kesamping, hal ini diatasi dengan memasang pengaku pada tengah bentang.
UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian diperlukan ketekunan, keseriusan untuk mencapai suatu hasil yang maksimal, disamping dana yang tidak sedikit kadang-kadang juga menjadi kendala dalam keberhasilan dan kelanjutan penelitian tersebut, untuk selanjutnya diterapkan dalam masyarakat industri. Dalam penelitian ini atas nama tim peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada berbagai pihak yang telah mendukung pelaksanaan penelitian ini, antara lain Polines yang telah membiayai penelitian ini, UP2M Polines yang telah membantu terselenggaranya penelitian, dan para anggota tim peneliti yang telah bekerja untuk proses penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Cavanagh, K.J., 1985. Plywood in Concrete Forwork dalam Cement and Concrete Association of Australia. Gardner, N.J., 1980, Pressure of Concrete Against Formwork, ACI Journal, Procedings V. 77, No. 4, pp. 279-286. Hoedayanto, D, 1997, Perkembangan Teknologi Acuan Perancah (Formwork) pada Industri Konstruksi di Indonesia dalam Seminar Sehari Perkembangan dan Peranan Teknologi Acuan Perancah (Formwork) pada Industri Konstruksi, Jurusan Sipil Politeknik ITB, Bandung. Sudarmono, Eka, W., Kusumastuti, D, R., 2004, Analisis Kelayakan Teknis Pelaksanaan Konstruksi Lantai Bangunan Gedung Bertingkat Dengan Tinjauan Optimasi Material Sistem Gelagar Acuan Perancah Model Knock Down, Jurnal Wahana, Volume ,No. Sudarmono, Eka, W., Goro, G.L, Hardono, T,S., Kusumastuti, D, R., 2002, Studi Experimental Optimasi Sistem Gelagar Kayu Pada Acuan Perancah Untuk Mendukung Industri Konstruksi Dengan Tinjauan Optimasi Panjang Bentang, Ekonomi, Alat Sambung dan Lendutan. Bandung: Hasil Penelitian, P5D.
12 Sudarmono, Goro, G.L, Hardono, T,S., 2001, Studi Numerik Optimasi Sistem Gelagar Kayu Pada Acuan dan Perancah Untuk Mendukung Industri Konstruksi. Semarang: Hasil Penelitian Polines. Wigbout, F. I, 1992, Buku Pedoman Tentang Bekisting. Jakarta: , Erlangga.