Anda di halaman 1dari 12

STRUCTURE DESI GN OF THE FORMWORK GI RDER MPBI (MUDAH PASANG

BONGKAR BERSIH IRIT) MODEL WI THOUT COLOUMN



Oleh
Anung Suwarno
Sudarmono

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Semarang
Jalan Prof. H. Sudharto, S.H. Semarang

Abstract
This report presenting structure design of the formwork girder with track stank knock down
model to optimize with wood material in use by steel. It performed because wood frame
sistem in formwork girder structure hasnt any special concideration construction
industrial. Also it complicated in seeking for form alternatif of the frame structure to the
formwork girder and floor using frame element arrangement with size 5/7 and 6/12 cm bar
mixed with 12 mm steels diameter for sub beam and 16 mm for prime girder struss. To
achieve optimum high base on element strength both pressure (wood and steel) neither pull
(steel) model, analyzed using software SAP90 or SAP2000. From the analyzed ofbtained that
frame elements strength may optimal to maxed frame sistem by frame high of 35 cm and 25
cm, each for prime girder and sub girder truss also the corner between element is 45
degree. While from requirement side of frame material for knock down track stank model
present significant cost saving. To reduce or remove weaken in element connection handled
by connecting plate, which stringed using bolt of 12 mm to 16 mm. From test result, shows
that occurences of deflection during molding process 4 cm could handled with tightening
the track stank connection, the in final condition of slab not deflection.

Key Word : deflection, knockdown girder truss, ,optimum high of framea, track stank,
scaffoldingmodel, saving,.


PENDAHULUAN
Perkembangan pembangunan sarana dan prasarana saat ini menuntut pemakaian teknologi
yang tepat dan cepat agar dapat diperoleh efisiensi pengerjaan yang maksimal. Demikian
pula dengan pekerjaan beton, di mana dibutuhkan acuan dan perancah untuk membentuk
struktur sesuai yang direncanakan. Perancah-perancah tersebut terutama untuk pendukung
balok dan pelat lantai yang pada umumnya membutuhkan banyak tiang penyangga.
Pekerjaan acuan dan perancah merupakan pekerjaan sementara tetapi mempunyai peranan
penting terhadap hasil akhir suatu pekerjaan konstruksi bangunan dengan material beton. Hal
ini disebabkan kegagalan dalam pelaksanaan dan perancangan dapat mengakibatkan
keruntuhan dan kurang optimal bentuk yang dihasilkan setelah cetakan dilepas. Melihat
potensi penggunaan komponen perancah pada pembangunan khususnya bangunan gedung
bertingkat, apabila pekerjaan perancah dikerjakan dengan baik dan dilakukan alternatif
pemilihan tipe yang tepat, pemilihan bahan untuk perancah dan papan acuan didasarkan oleh
kemampuannya serta dapat digunakan berulang-ulang dalam jangka waktu yang panjang
sehingga diharapkan dapat diperoleh penghematan biaya pembangunan yang cukup berarti,

2
disamping itu kemudahan pemasangan dan pembongkaran juga merupakan hal penting
selain ekonomi. Hal ini dikarenakan dalam pelaksanaan, biaya yang dikeluarkan untuk
penyediaan komponen acuan dan perancah mempunyai nilai persentase yang cukup besar,
terutama untuk pekerjaan beton yang dicetak di tempat.

Kayu merupakan material produksi alam dengan pertumbuhan sangat lambat dibandingkan
kebutuhan manusia akan kayu dalam pekerjaan konstruksi bangunan. Oleh karena itu,
diperlukan penghematan dalam penggunaan kayu tanpa mengurangi kekuatan dan fungsinya.
Pemilihan jenis perancah sering menjadi masalah bagi pelaksanaan, yaitu bagaimana
memilih perancah yang tepat dan ekonomis misalnya bahan dapat digunakan berulang-
ulang, pembongkarannya mudah dan cepat , dapat menahan beban selama pengecoran, tidak
mengganggu kelancaran suplai material atau tenaga kerja dan hasilnya sesuai yang
diharapkan.

Untuk mengatasi masalah ini dilakukan penelitian terhadap alternatif model perancah, antara
lain model konvensional (dolken), dengan schafolding, rangka buatan model knock down.
Analisis dilakukan dengan membandingkan kebutuhan bahan yang digunakn dari ketiga
model tersebut. Diharapkan pada rangka buatan model knockdown dapat menjadi pilihan
terbaik dan termurah. Adapun bentuk model yang digunakan dalam penelitian adalah bentuk
rangka diagonal murni terputus-putus dengan sambungan model knockdown. Dengan model
ini diharapkan dalam pekerjaan perancah dalam satu gelagar hanya dibutuhkan dua tiang,
sehingga keruwetan di bawah pekerjaan lantai teratasi. Untuk melihat pola lendutan yang
terjadi pada model knockdown. Gambar berikut menunjukkan susunan model alat sambung
yang digunakan dalam penelitian ini.











A
A
Pelat Baja 3 mm
Baja tulangan
Mur baut
Pot A-A

3
Gambar 1. Model Rangka Knockdown dan Detail

Tujuan penelitian ini dikelompokkan dalam beberapa tinjauan, antara lain :
a. mengatasi keruwetan pada pekerjaan acuan perancah yang umum dilakukan yaitu
model konvensional, model schafolding maupun model steel proof;
b. membuat model panjang gelagar rangka yang dapat diatur sesuai kebutuhan panjang
atau lebar ruang;
c. mempermudah proses pasang-bongkar acuan perancah terutama untuk lantai;
d. efisiensi penggunaan material kayu untuk acuan perancah pada pekerjaan beton (tanpa
tiang).

METODE PENELITIAN
Pengembangan teori mekanika bahan (mechanics of materials) akan menjadi acuan utama
dalam penelitian ini, yaitu masalah tegangan lentur, geser dan lendutan dari sistem gelagar
akibat pola pembebanan pada pekerjaan struktur. Tegangan-tegangan yang ditimbulkan oleh
pembebanan luar akan dianalisis dengan model elemen frame dalam experimen dan
diverifikasikan dengan software SAP90. Berdasarkan hasil eksperimen ini selanjutnya akan
didapat model rangka yang sesuai dan optimal untuk digunakan sebagai gelagar, mudah
dipasang, mudah dibongkar, serta dapat menyesuaikan kebutuhan panjang atau lebar ruang
cor. Untuk menganalisis gelagar rangka model knockdown, di bawah ini merupakan
ringkasan langkah-langkah penelitian yang dibedakan dalam tiga tinjauan berikut.
a. Tinjauan secara Numerik.
Pada tahap ini telah dilakukan perhitungan kebutuhan dimensi material, bentuk dan
dimensi model, serta model alat sambung. Adapun perangkat yang digunakan meliputi
secara manual maupun dengan bantuan software SAP90/ SAP2000.
b. Tinjauan secara eksperimental.
Pada tahap ini akan dilakukan uji kekuatan secara eksperimen berdasarkan bentuk model,
dimensi dan jenis alat sambung yang dihasilkan secara numerik. Adapun langkah-langkah
secara umum untuk tinjauan eksperimental adalah
1. menentukan sifat material dan dimensi struktur (penelitian sebelumnya);
2. menentukan bentuk dan susunan penguat pada sambungan pertemuan dengan kolom;
3. menganalisis tegangan-tegangan yang terjadi dengan peninjauan model elemen frame;
4. menentukan bentuk model sambungan dengan kolom;

4
5. melakukan uji eksperimental dari model skala penuh hasil penelitian sebelumnya
dengan memberikan beban pada titik-titik simpul atas berdasarkan perhitungan beban
balok dan pekerja yang telah dikonversi menjadi beban terpusat di mana pada ujung
gelagar ditumpukan pada kolom dengan model alat perkuatan geser;
6. melakukan pengukuran pergeseran pada pertemuan alat perkuatan dengan kolom;
7. menganalisis dan mediverifikasi hasil eksperimental dengan software SAP90/
SAP2000.









Gambar 2. Konfigurasi Pengujian Model

HASIL
Terealisasinya penelitian ini dihasilkan suatu model perancah yang irit akan kebutuhan kayu
sebagai gelagar dan tiang. Hal ini terjadi karena setiap bentang 4 m cukup dibutuhkan dua
tiang penyangga, sehingga apabila kita hendak mengecor pelat lantai dengan ukuran ruang (4
x 4) m cukup dibutuhkan dua gelagar utama, 6 gelagar anak dan empat tiang penyangga. Di
samping itu, ruang di bawah pekerjaan pengecoran tersebut juga menjadi bersih dari tiang
yang banyak, sehingga lalu lintas pengangkutan material dan perjalanan pekerja tidak
terganggu. Bahkan, secara tidak langsung akan mengefisienkan waktu yang dibutuhkan
untuk pekerjaan pembuatan acuan dan perancah, dan pada akhirnya biaya konstruksi menjadi
lebih ekonomis. Dengan demikian, hasil penelitian dapat dimanfaatkan oleh para
kontraktor untuk efisiensi penggunaan kayu pada pekerjaan acuan dan perancah dalam
proses pekerjaan pengecoran balok maupun lantai. Hal ini dapat dilihat dari komparasi
model perancah berikut.






Beban
Kolom
Peanahan
Geser
Dial Pengukur Geser
50 50
50
25
Skoor
Dolken 5

5
Gambar 3. Model Acuan dan Perancah Konvensional










Gambar 4. Sistem Perancah dengan Scaffolding






Gambar 5. Sistem Perancah Model Knock Down (Penelitian)

Dimensi model alat sambung yang digunakan berdasarkan hasil perhitungan kekuatan adalah
sebagai berikut.
a. Diameter track stank untuk gelagar utama adalah 16 mm (Gambar 4).
b. Box sambung menggunakan pelat tebal 3 mm ukuran box luar 5/7 cm, diberi perkuatan
tarik didalamnya(gambar 5).
c. Diameter track stank untuk gelagar anak adalah 12 mm (Gambar 6a).
d. Box sambung menggunakan pelat tegal 3 mm ukuran luar box 5/7 cm, diberi perkuatan
tarik didalamnya (Gambar 6b).
e. Box sambung tepi menggunakan pelat tebal 3 mm ukuran box luar 5/12 cm.





a. Modifikasi Track Stangk b. Box Sambung
50
25
Gelagar induk 6/12
Schafolding
Papan 2/10
Klam 5/7
Skoor 2/3
120
120
70 70 70 70
35
1 3 5 4 2 6
9 8 7 11 10

6
Gambar 6. Model Alat Sambung Gelagar

Tahapan selanjutnya dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Pabrikasi alat sambung dan modifikasi track Stank di bengkel konstruksi.
1. Tebal pelat alat sambung 3 mm dengan perkuatan disambungan.
2. Alat tarik track stank diameter 16 mm untuk gelagar induk (tinggi gelagar 35 cm)
dan diameter 12 mm untuk gelagar anak (tinggi gelagar 25 cm).
b. Ereksi model gelagar dan alat sambung yang telah dipabrikasi (setelah selesai pabrikasi),
tabel dan grafik berikut menunjukkan hasil perhitungan secara numerik dimensi elemen
untuk pabrikasi.

Tabel 1 Rasio Kuat Izin Terhadap Gaya Terjadi pada Batang Mendatar Atas (kayu)
Tinggi (cm) lk (cm) P ijin (kg) Pterjadi (kg) Pijin/Ptjd
25 50,00 24,74358 1,20 3791,667 4656,00 0,81
29,167 58,33 28,86784 1,24 3669,355 3850,46 0,95
35 70,00 34,64102 1,30 3500,000 3300,00 1,06
43,75 87,50 43,30127 1,42 3204,225 2376,50 1,35
58,33 116,66 57,73173 1,63 2791,411 1805,00 1,55

Tabel 2 Rasio Kuat Izin Terhadap Gaya Terjadi pada Batang Diagonal Tekan (Baja)
Lebar
(cm)
Tinggi
(cm)
lk (cm) P ijin Pterjadi Pijin/Ptjd
25 25 35,36 78,57 1,48 2751,016 1646,14 1,67
29,2 29,167 41,25 91,66 1,67 2438,026 1601,58 1,52
35 35 49,50 109,99 2,01 2025,624 1555,63 1,30
43,8 43,75 61,87 137,49 2,97 1370,877 1440,38 0,95
58,3 58,33 82,49 183,31 5,25 775,5246 1279,94 0,61

Tabel 3 Rasio Kuat Izin Terhadap Gaya Terjadi pada Batang Diagonal Tarik (Baja)
Tinggi (cm) P ijin (kg) Pterjadi (kg) Pijin/Ptjd
25 4071,5 1646,14 2,47
29,167 4071,5 1601,58 2,54
35 4071,5 1555,63 2,62
43,75 4071,5 1440,38 2,83
58,33 4071,5 1279,86 3,18

Tabel 4 Rasio Kuat Izin Terhadap Gaya Terjadi pada Batang Mendatar (Baja)
Tingi (cm) P ijin (kg) Pterjadi (kg) Pijin/Ptjd
25 4071,5 4656,00 0,87
29,167 4071,5 4076,95 1,00
35 4071,5 3300,00 1,23
43,75 4071,5 2716,00 1,50
58,33 4071,5 1807,55 2,25


7









Gambar 7. Grafik Rasio Gaya I zin Terhadap Gaya Batang Gabungan

Tabel 5 Camber Awal untuk Gelagar Anak
Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6
Camber (cm) 1,4 2,8 3,5 3,5 2,8 1,4





Gambar 8. Letak Pengukuran Lendutan Titik Simpul

Tabel 6 Tabel Pengukuran Lendutan Gelagar Anak 1
Beban 100 di
Lendutan (cm)Di
Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 7
Titik 2 0,240 0,212 0,082 0,071 0,062 0,042
SAP90 (teoritis) 0,043 0,063 0,069 0,062 0,046 0,025
Titik 2, 4 0,345 0,461 0,356 0,335 0,321 0,315
SAP90 (teoritis) 0,106 0,174 0,193 0,176 0,132 0,071
Titik 2, 3, 4 0,455 0,475 0,515 0,455 0,345 0,335
SAP90 (teoritis) 0,174 0,298 0,350 0,325 0,246 0,132
Titik 2, 3, 4, 5 0,375 0,531 0,625 0,535 0,465 0,345
SAP90 (teoritis) 0,235 0,413 0,499 0,482 0,371 0,201
Titik 2, 3, 4, 5, 6 0,455 0,675 0,685 0,665 0,645 0,484
SAP90 (teoritis) 0,282 0,499 0,613 0,606 0,482 0,263
Titik 2, 3, 4, 5, 6, 7 0,555 0,685 0,745 0,746 0,686 0,557
SAP90 (teoritis) 0,306 0,545 0,674 0,674 0,545 0,306

Tabel 7 Tabel Pengukuran Lendutan Gelagar Anak 2
Beban 100 di
Lendutan (cm)Di
Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 7
Titik 2 0,247 0,216 0,089 0,078 0,066 0,045
SAP90 (teoritis) 0,043 0,063 0,069 0,062 0,046 0,025
Titik 2, 4 0,345 0,466 0,366 0,355 0,326 0,325
SAP90 (teoritis) 0,106 0,174 0,193 0,176 0,132 0,071
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
25 29,167 35 43,75 58,33
Tinggi Rangka
R
a
s
i
o

P

i
j
i
n
/

P
t
j
d
mendatar tekan
Diagonal Tekan
Diagonal Tarik
Mendatar Tarik
7x @ 50 cm
25 cm
2 5 6 4 3
7

8
Titik 2, 3, 4 0,456 0,485 0,525 0,458 0,346 0,345
SAP90 (teoritis) 0,174 0,298 0,350 0,325 0,246 0,132
Titik 2, 3, 4, 5 0,378 0,537 0,629 0,539 0,468 0,347
SAP90 (teoritis) 0,235 0,413 0,499 0,482 0,371 0,201
Titik 2, 3, 4, 5, 6 0,465 0,685 0,695 0,655 0,655 0,494
SAP90 (teoritis) 0,282 0,499 0,613 0,606 0,482 0,263
Titik 2, 3, 4, 5, 6, 7 0,545 0,675 0,755 0,766 0,676 0,567
SAP90 (teoritis) 0,306 0,545 0,674 0,674 0,545 0,306

Tabel 8 Tabel Pengukuran Lendutan Gelagar Anak 3
Beban 100 di
Lendutan (cm)Di
Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 7
Titik 2 0,246 0,216 0,085 0,077 0,065 0,047
SAP90 (teoritis) 0,043 0,063 0,069 0,062 0,046 0,025
Titik 2, 4 0,365 0,466 0,358 0,345 0,328 0,325
SAP90 (teoritis) 0,106 0,174 0,193 0,176 0,132 0,071
Titik 2, 3, 4 0,467 0,465 0,535 0,465 0,335 0,345
SAP90 (teoritis) 0,174 0,298 0,350 0,325 0,246 0,132
Titik 2, 3, 4, 5 0,385 0,536 0,628 0,537 0,466 0,348
SAP90 (teoritis) 0,235 0,413 0,499 0,482 0,371 0,201
Titik 2, 3, 4, 5, 6 0,459 0,677 0,684 0,669 0,648 0,486
SAP90 (teoritis) 0,282 0,499 0,613 0,606 0,482 0,263
Titik 2, 3, 4, 5, 6, 7 0,565 0,675 0,747 0,746 0,676 0,567
SAP90 (teoritis) 0,306 0,545 0,674 0,674 0,545 0,306








Gambar 9. Komparasi Lendutan Akibat Beban Pada Titik 2,3,4,5,6,7



Tabel 9. Camber Awal untuk Gelagar Anak
Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5
Camber (cm) 1,2 1,5 1,5 1,2


Tabel 10. Tabel Pengukuran Lendutan Gelagar Induk 1
Beban 100 di
Lendutan (cm)Di
Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5
Titik 2 0,235 0,278 0,245 0,198
SAP90 (teoritis)
0,141 0,177 0,152 0,086
Titik 2, 3 0,335 0,368 0,354 0,299
SAP90 (teoritis)
0,318 0,472 0,416 0,239
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 7
L
e
n
d
u
t
a
n

(
c
m
)
Ekperimen
SAP90

9
Titik 2, 3, 4 0,399 0,498 0,488 0,356
SAP90 (teoritis)
0,471 0,734 0,709 0,416
Titik 2, 3, 4, 5 0,489 0,625 0,654 0,525
SAP90 (teoritis)
0,557 0,887 0,887 0,557

Tabel 11 Tabel Pengukuran Lendutan Gelagar Induk 2
Beban 100 di
Lendutan (cm)Di
Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5
Titik 2 0,239 0,268 0,255 0,205
SAP90 (teoritis)
0,141 0,177 0,152 0,086
Titik 2, 3 0,339 0,369 0,358 0,278
SAP90 (teoritis)
0,318 0,472 0,416 0,239
Titik 2, 3, 4 0,425 0,528 0,498 0,365
SAP90 (teoritis)
0,471 0,734 0,709 0,416
Titik 2, 3, 4, 5 0,496 0,638 0,659 0,554
SAP90 (teoritis)
0,557 0,887 0,887 0,557

Grafik komparasi hasil pengujian dengan software SAP90 sebagai berikut.










Gambar 10. Komparasi Lendutan Gelagar I nduk Akibat Beban Pada Titik 2,3,4,5

PEMBAHASAN
Dari tabel perhitungan dengan bahan kayu 5/7 kelas I dan baja diameter 16 mm ST37
menunjukkan hubungan yang saling tergantung artinya kayu akan memberikan kekuatan izin
yang besar apabila batangnya relatif pendek sekitar 25 cm, sedangkan pada baja gaya yang
didapat, terutama untuk batang tarik belum sesuai dengan kekuatan izinnya demikian pula
untuk batang diagonal tarik, di sisi lain pada batang diagonal tekan menunjukkan
penurunannya terutama untuk batang dengan tinggi rangka diatas 25 cm. Oleh karena itu,
berdasarkan grafik dan data tabel tersebut yang paling optimal, artinya semua komponen
memberikan nilai terbaiknya dalam sistem rangka knockdown ini diperoleh korelasi yang
baik, yaitu pada tinggi rangka 35 cm. Pada penggunaan tinggi rangka 25 cm di samping
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5
L
e
n
d
u
t
a
n

(
c
m
)
Eksperimen
SAP90

10
membutuhkan jumlah gelagar anak yang relatif lebih banyak juga penggunaan multiplek
tebal 15 mm belum optimal, sehingga akan lebih optimal bila menggunakan jarak gelagar
anak 70 cm atau tinggi rangka induk 35 cm. Pola pembebanan mengikuti pola kerja
pengecoran, yaitu dari ujung yang satu ke ujung yang lain dengan beban perbuhul untuk
gelagar anak 100-120 kg, sedangkan gelagar induk dengan beban 200 s.d. 300 kg. Selama
proses pembebanan dilakukan pencatatan penurunan titik simpul yang terjadi dengan
bantuan dial gauge. Dalam proses ereksi gelagar diberikan camber yang didapat dari analisis
dengan bantuan software SAP90.

Lendutan-lendutan dalam tabel secara riil adalah nilai lendutan dikurangai dengan camber
yang telah ditentukan pada awal sebelum beban bekerja. Oleh karena itu, lendutan yang
terjadi sebenarnya lebih kecil dari yang dihasilkan dalam pengukuran. Karena alat sambung
gelagar tersebut menggunakan trak stank yang dimodifikasi, maka pada kondisi akhir
lendutan yang terjadi menjadi nol, yaitu dengan cara memutar kearah kanan pada trak stank
tersebut. Hal ini dikarenakan dengan menggunakan model track stank ini pola lendutan dapat
diatur sesuai kondisi akhir atau dengan kata lain setelah melendut mencapai maksimum titik
simpul dinaikkan kembali dengan cara mengencankan trak stank tersebut. Dengan demikian,
model gelagar ini dapat digunakan dalam pelaksanaan pengecoran beton pada pelat lantai.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil perhitungan secara numerik untuk penentuan dimensi model maka
pembuatan rangka model dapat dilakukan secara skala penuh sehingga secara teoritis dapat
dilaksanakan. odel rangka knock down = 350 cm sampai 400 cm. Dari lendutan yang
terjadi dengan menggunakan elemen dari trackstank dapat di elminir. Namun, perlu
penyempurnaan alat sambung trak stank sehingga lebih halus dan ringan.

Sebagai tindak lanjutnya, perlu dikemukakan rekomendasi berkut. Semakin banyak jumlah
tiang perancah (ruwet) maka semakin tidak efisien dalam pekerjaan konstruksi, terutama
lantai semakin tinggi tingkat keruwetan dalam pekerjaan acuan dan perancah maka
komponen bahan yang lebih banyak. Penggunaan material setempat akan memberikan
tingkat efisiensi yang relatif lebih baik dibandingkan dengan mendatangkan material lain.
Dalam hal ini dengan menggunakan rangka batang beton prategang dengan bahan utama
kayu ternyata memberikan efisiensi yang lebih baik (murah). Penggunaan gelagar rangka
model knockdown ternyata memberikan keuntungan yang signifikan untuk dikembangkan
dalam pekerjaan konstruksi sipil khususnya pekerjaan acuan dan perancah lantai. Hubungan

11
antara steel proof dengan rangka perlu dibuat model sambungan yang mudah dipasang dan
dibongkar. Gelagar perancah ini dapat digunakan untuk proses pengecoran lantai. Hal ini
dapat dilihat dari proses pembebanan skala penuh yang menunjukkan lendutan yang terjadi
dapat diatasi dengan mengencangkan trak stank. Rangka akan lebih stabil dalam kondisi
terangkai dari beberapa gelagar dilapangan dari pada saat pengujian beban terdiri dari
gelagar tunggal yang memungkinkan terjadi lendutan kesamping, hal ini diatasi dengan
memasang pengaku pada tengah bentang.

UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian diperlukan ketekunan, keseriusan untuk mencapai suatu hasil yang maksimal,
disamping dana yang tidak sedikit kadang-kadang juga menjadi kendala dalam keberhasilan
dan kelanjutan penelitian tersebut, untuk selanjutnya diterapkan dalam masyarakat industri.
Dalam penelitian ini atas nama tim peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada berbagai pihak yang telah mendukung pelaksanaan penelitian ini, antara
lain Polines yang telah membiayai penelitian ini, UP2M Polines yang telah membantu
terselenggaranya penelitian, dan para anggota tim peneliti yang telah bekerja untuk proses
penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Cavanagh, K.J., 1985. Plywood in Concrete Forwork dalam Cement and Concrete
Association of Australia.
Gardner, N.J., 1980, Pressure of Concrete Against Formwork, ACI Journal, Procedings V.
77, No. 4, pp. 279-286.
Hoedayanto, D, 1997, Perkembangan Teknologi Acuan Perancah (Formwork) pada
Industri Konstruksi di Indonesia dalam Seminar Sehari Perkembangan dan Peranan
Teknologi Acuan Perancah (Formwork) pada Industri Konstruksi, Jurusan Sipil
Politeknik ITB, Bandung.
Sudarmono, Eka, W., Kusumastuti, D, R., 2004, Analisis Kelayakan Teknis
Pelaksanaan Konstruksi Lantai Bangunan Gedung Bertingkat Dengan Tinjauan
Optimasi Material Sistem Gelagar Acuan Perancah Model Knock Down, Jurnal
Wahana, Volume ,No.
Sudarmono, Eka, W., Goro, G.L, Hardono, T,S., Kusumastuti, D, R., 2002, Studi
Experimental Optimasi Sistem Gelagar Kayu Pada Acuan Perancah Untuk Mendukung
Industri Konstruksi Dengan Tinjauan Optimasi Panjang Bentang, Ekonomi, Alat
Sambung dan Lendutan. Bandung: Hasil Penelitian, P5D.

12
Sudarmono, Goro, G.L, Hardono, T,S., 2001, Studi Numerik Optimasi Sistem Gelagar Kayu
Pada Acuan dan Perancah Untuk Mendukung Industri Konstruksi. Semarang: Hasil
Penelitian Polines.
Wigbout, F. I, 1992, Buku Pedoman Tentang Bekisting. Jakarta: , Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai