Anda di halaman 1dari 31

1

Skenario 1
AIR KENCING KEMERAHAN

Seorang anak laki-laki, usia 8 tahun, dibawa ibunya ke dokter karena air kencingnya berwarna
kemerahan. Riwayat trauma sebelumnya disangkal. Penderita radang tenggorokan 2 minggu
yang lalu, sudah berobat ke dokter dan dinyatakan sembuh.
Pada pemerisaan didapatkan bengkak pada kelopak mata dan didapatkan tekanan darah 130/90
mmHg. Pemeriksaan urinalisis didapatkan proteinuria dan hematuria.





















2

Kata Sulit
1. Pemeriksaan Urinalisis: tes sampel urin untuk diagnosis, screening, dan evaluasi infeksi
saluran kemih dan penyakit ginjal.
2. Proteinuria: protein yang terdapat di urin.
3. Hematuria: urin yang mengandung eritrosit.
4. Trauma: Secara medis mengacu pada cedera serius atau kritis, luka, atau syok.

Pertanyaan
1. Apa hubungan faringitis dengan air kencing kemerahan?
2. Kenapa bengkak terjadi di kelopak mata? Apa hubungannya dengan kasus ini?
3. Apa penyebab dari faringitis?
4. Kenapa bisa terjadi hipertensi?
5. Kenapa bisa terjadi proteinuria?
6. Kenapa bisa terjadi hematuria?
7. Apakah ada pengaruh ke umurnya? Apa bisa terjadi pada orang dewasa?
8. Apa saja yang diperiksa pada saat urinalisis?

Jawaban
1, 5, dan 6: bakteri Streptococcus dari faringitis masuk ke peredaran darah lalu masuk ke ginjal,
saat mencapai glomerulus, karena antigen Streptococcus mirip dengan membrane glomerulus,
maka tubuh membentuk antibodi terhadap membrane glomerulus (proses autoimun), sehingga
glomerulus menjadi rusak dan fungsi filtrasi menjadi terganggu. Sehingga darah dan protein
dapat menembus membran basalis, menyebabkan hematuria dan proteinuria.
2. Karena terjadi proteinuria menyebabkan protein berkurang di cairan ekstrasel, akhirnya cairan
intraseluler keluar menuju ekstraseluler (tekanan onkotik meningkat dan tekanan hidrostatik
menurun), sehingga dapat terjadi udem. Udem dapat pula terjadi di bagian tubuh mana saja tidak
spesifik pada kelopak mata.
3. Infeksi Streptococcus hemolyticus Grup A.
4. Karena sistem RAAS terganggu sehingga terjadi vasokonstriksi pembuluh darah dan terjadilah
hipertensi.
7. Jarang terjadi pada orang dewasa karena sistem imun dewasa sudah membaik. Seringnya pada
umur 5 15 tahun dan seringnya terjadi pada laki-laki.
8. Urinalisis rutin: makroskopik (volume, warna, bau, kejernihan, berat jenis), kimia (pH,
reduksi, protein, keton, bilirubin, darah samar), dan mikroskopik (eritrosit, leukosit, oval fat
bodies, silinder, mikroorganisme, sperma, urat amorf, kristal, lemak).

3

Hipotesis
Kuman Streptococcus penyebab faringitis masuk ke peredaran darah dan setelah mencapai
glomerulus, membran glomerulus yang mirip dengan antigen Streptococcus, diserang oleh
antibodi tubuh sehingga terjadi proses autoimun. Fungsi filtrasi glomerulus terganggu
menyebabkan proteinuria dan hematuria dan dapat dideteksi dengan urinalisis rutin, fungsi
RAAS terganggu menyebabkan hipertensi, dengan gejala-gejala yang mengarah ke
glomerulonefritis akut.























4

Sasaran Belajar
LI. 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Ginjal
LO. 1.1 Makroskopik Ginjal
LO. 1.2. Mikroskopik Ginjal
LI. 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Ginjal
LI. 3. Memahami dan Menjelaskan Glomerulonefritis Akut
LO. 3.1. Definisi Glomerulonefritis Akut
LO. 3.2. Etiologi Glomerulonefritis Akut
LO. 3.3. Klasifikasi Glomerulonefritis Akut
LO. 3.4. Patofisiologi Glomerulonefritis Akut
LO. 3.5. Manifestasi Klinis Glomerulonefritis Akut
LO. 3.6. Diagnosis Glomerulonefritis Akut
LO. 3.7. Diagnosis Banding Glomerulonefritis Akut
LO. 3.8. Tatalaksana Glomerulonefritis Akut
LO. 3.9. Komplikasi Glomerulonefritis Akut
LO. 3.10. Prognosis Glomerulonefritis Akut
LO. 3.11. Pencegahan Glomerulonefritis Akut
LO. 3.12. Epidemiologi Glomerulonefritis Akut
LI. 4. Memahami dan Menjelaskan Thaharah, Hadas, dan Najis Urin









5

LI. 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Ginjal
LO. 1.1. Makroskopik Ginjal
Ginjal terletak di posterior abdomen bagian atas
Retroperitoneum. Diliputi peritoneum kurang dari 2/3 bagian.
Di depan 2 costa terakhir (costa 11 dan 12), dan 3 otot besar m. transversus abdominalis,
m. quadratus lumborum, dan m. psoas major.
Ukuran 12x6x2 cm
Berat 120-150 gram

























Seperti kacang tanah: extremitas superior, extremitas inferior, margo lateralis, margo
medialis (terdapat hilum renale tempat keluar masuk ureter, a.v. renalis, nervus, dan vasa
lymphatica.
Ginjal kiri lebih tinggi setengah vertebra dari ginjal kanan. Terletak di pertengahan V11
pertengahan VL3. Ginjal kanan terletak mulai tepi atas VT12- tepi atas VL4. Ginjal
kanan hanya di depan costa 12.
Ginjal tidak sejajar dengan linea medialis posterior, axisnya miring yaitu cranio lateral ke
caudo medial.
Gambar 1. Retroperitoneal wanita
Sumber: http://www.doereport.com/imagescooked/144W.jpg
6

Puncaknya terdapat
topi glandula suprarenalis.
Ginjal kanan berbentuk
pyramid, kiri bentuk bulan
sabit.
Ginjal diliputi
kapsula cribrosa tipis
mengkilat, berikatan
dengan jaringan di
bawahnya disebut fascia
renalis.

Fascia renalis terdiri
dari lamina anterior dan
lamina posterior. Ke arah
kanan dan kiri bersatu
membentuk fascia
transversa abdominalis
membentuk corpus adiposum.
Ke cranial setinggi VT11
bersatu membentuk fascia abdominalis untuk melapisi diafragma.
Ginjal mempunyai selubung capsula fibrosa yang langsung membungkus ginjal dan
capsula adipose yang membungkus lemak.
Pada penampang lintang ginjal terbagi:
1. Pinggir: cortex. Bagian cortex yang masuk ke medulla (columna renales Bertini)
2. Tengah: medulla. Bangunan pyramides renales, puncaknya papillae renales dan basisnya
basis pyrimidis.
Pada medulla, dari papillae renales ke calices renales minors ke calices renales majores,
selanjutnya ke pelvis renales, ureter, dan vesica urinaria.
Vaskularisasi Ginjal
1. Medulla: dari aorta abdominalis bercabang
a. renallis sinistra dan dextra setinggi
VL1, masuk melalui hilum renalis menjadi
a. segmentalis (a. lobaris), lanjut menjadi
a. interlobaris lalu a. arcuate lalu menjadi
a. interlobularis terus a aferen dan
selanjutnya masuk ke cortex ke dalam
glomerulus.
2. Cortex: a. eferen berhubungan dengan v.
interlobularis, bermuara ke v. arcuate ke v.
renalis sinistra dan dextra dan selanjutnya
Gambar 3. Vaskularisasi Ginjal
Sumber: http://yumizone.files.wordpress.com/2009/07/ginjal-2.jpg
Gambar 2. Anatomi Ginjal
Sumber: http://www4.ncsu.edu/~kmpigfor/zoo/kidney1.jpg
7

ke v. cava inferior, dan berakhir bermuara ke atrium dextra.
Pada hilum renalis, a. renalis bercabang dua menjadi ramus anterior dan posterior. Diantara
keduanya membentuk anastomosis yang disebut avascular line (broedel)

Inervasi Ginjal:
Plexus symphaticus renalis
Serabut aferen melalui plexus renalis menuju medulla spinalis n. thoracalis X, XI, XII
Pembuluh limfe Ginjal:
Mengikuti v. renalis melalu nl. Aorta lateral, sekitar pangkal a. renalis.
Sintopi ginjal kanan:
1. Depan: flexura coli dextra, colon ascendens, duodenum pars descendens, hepar lobus
dextra dan mesocolon transversum.
2. Belakang: m. psoas dextra, m. quadratus lumborum, m. transversus abdominis dextra, n.
subcostalis VT12 dextra, n. ileohypogastricus dextra, n. ileoinguinalis VL1 dextra dan
costa 12 dextra.
Sintopi ginjal kiri:
1. Depan: flexura coli sinistra, colon descendens, pancreas, pangkal mesocolon
transversum, lien, curvature major (gaster)
2. Belakang: m. psoas sinistra, m. quadratus lumborum sinistra, m. transversus abdominis
sinistra, n. subcostalis VT12 sin, n. ileohypogastricus sin, n. ileoinguinalis VL1 sin dan
costa 11 dan 12 sinistra.











8


LO. 1.2. Mikroskopik Ginjal
Ginjal berbentuk seperti kacang merah. Di sebelah medial terdapat bagian cekung (hilus), tempat
keluar masuknya pembuluh darah. Pada hilus terdapat pelvis. Di bagian dalam hilus berlanjut
menjadi ruang besar yaitu sinus renalis yang berisi pembuluh darah dan pelvis serta cabangnya.
Di dalam sinus terdapat calyx major dan calyx minor. Setiap calyx minor membungkus papilla
renalis yang merupakan ujung pyramid ginjal.
Ginjal dibungkus oleh
capsula fibrosa yang tidak
melekat erat dengan
parenkim dibawahnya.
Potongan ginjal, parenkim
terlihat berwarna merah di
cortex dan lebih terang di
medulla. Parenkim
mengelilingin sinus renalis.
Medulla ginjal disusun oleh
pyramid, dasarnya
menghadap cortex dan
puncaknya menonjol masuk
ke dalam lumen calyx
minor. Pyramid dibungkus
oleh jaringan cortex. Pada
sisi pyramid terdapat
substantia corticalis disebut
columna renalis Bertini yang
masuk ke dalam medulla.
Pyramid beserta columna renalis serta jaringan cortex yang berkaitan membentuk lobus ginjal.
Dengan demikian ginjal adalah multilobar atau multipyramid yang sesuai dengan lobus ginjal
sipada masa fetus.
Ginjal tersusun dari unit individual yang disebut tubulus uriniferus yang terbagi dua yaitu nefron
dan ductus coligens. Pangkal nefron berupa kantong buntu disebut capsula Bowman, berbentuk
mangkuk berdinding luar pars parietalis dibentuk oleh sel epitel selapis gepeng dan pars
visceralis dibentuk oleh pedikel yaitu podosit.
Gambar 4. Histologi Ginjal
Sumber: http://faculty.une.edu/com/abell/histo/rencorp2w.jpg
9

Podosit berdiri di atas
membrana basalis melalu
pedikelnya. Antara pedikel
terdapat membrane tipit
filtration slit membrane. Ke
dalam capsula Bowman masuk
gulungan kapiler disebut
glomerulus. Sel endotel kapiler
glomerulus memiiliki
pori/fenestra pada
sitoplasmanya. Capsula
Bowman bersama glomerulus
disebut corpus malphigi yang
fungsi utamanya adalah filtrasi.
Hasil filtrasi disebut ultra
filtrate kemudian dialirkan ke
sistem tubulus.
Tubulus terbagi 3 bagian yaitu
tubulus proksimal, ansa Henle,
dan tubulus distal. Tubulus proksimal berfungsi reabsorbsi, ion Na dipompakan kembali ke
jaringan interstitial, glukosa, asam amino, dan bahan lain yang masih diperlukan diserap kembali
dari ultra filtrate. Dinding tubulus proksimal disusun oleh epitel selapis kuboid dengan inti
berbentuk lonjong dan sitoplasma eosinophil, batas antar sel tidak terlihat jelas. Pada permukaan
sel terdapat micovili yang menonjol ke lumen sehingga memberikan gambaran brush border.
Tubulus proksimal mempunyai bagian berkelok (pars contortus) terdapat di cortex dan bagian
yang lurus (pars rectus) turun ke medulla menjadi pars descenden (segmen tebal) ansa Henle.
Bagian tipis ansa Henle terletak di medulla, tersusun oleh epitel selapis gepeng, lumennya kecil
mirip kapiler. Ansa Henle berbentuk seperti huruf U, pars ascendens dilapisi oleh epitel selapis
kuboid (segmen tebal ascendens) dan menjadi bagian dari pars rectus tubulus distal.
Gambar 5. Membrana basalis glomerulus
Sumber:
http://www.vetmed.vt.edu/education/curriculum/vm8054/Labs/Lab23/IMAGES/FILTBAR2.jpg
10

Tubulus distal disusun oleh selapis sel kuboid, pada potongan melintang terlihat sel menyusun
dinding lebih banyak dan sitoplasma kurang eosinophil disbanding tubulus proksimal, tidak
terdapat gambaran brush border. Di cortex tubulus distal berkelok-kelok, mendekati glomerulus,
dan kemudian bermuara ke dalam ductus coligens. Sel epitel dinding tubulus distal pada sisi
yang dekat ke glomerulus berubah menjadi lebih tinggi dan tersusun lebih rapat, sehingga
disebut macula densa. Ductus coligens dapat dibedakan dengan tubulus, dimana sel epitel
dinsing ductus coligens terlihat lebih tinggi, tampak pucat, batas antar sel terlihat tegas dan
dinding sel pada apex cenderung menggelembung menonjol ke lumen.
Pembuluh darah masuk ke glomerulus melalui arteriole aferen, di dalam capsula Bowman
bercabang membentuk glomerulus kemudian menyatu kembali dan keluar sebagai arteriol
eferen. Daerah tempat masuknya pembuluh darah ke capsula Bowman disebut polus vascularis,
sedangkan daerah tempat capsula Bowman berdambungan dengan tubulus proksimal disebut
polus urinarius. Pada polus vascularis, corpus malphigi terdapat struktur khusus yang disebut
apparatus jukstaglomerulus yang terdiri dari sel jukstaglomerularis, macula densa, dan sel
mesangial extraglomerularis (polkissen).
Di luar glomerulus, tepat sebelum bercabang, sel otot polos dari tunica muscularis dinding
arteriol aferen berubah menjadi besar, bulat, dan sitoplasmanya mempunyai granula yang
mengandung renin. Sel ini disebuut sel jukstaglomerularis. Berhadapan dengan macula densa, di
daerah antara vas aferen dan vas eferen, sel mesangium extraglomerular membentuk bantalan
tebal disebut polkissen (polar cushion). Ketiga unsur tersebut berperan dala mengatur tekanan
darah melalui sistem renin-angiotensin.
Gambar 6. Medula Ginjal
Sumber: http://lh3.ggpht.com/_RIjx_Mg4ZVM/S-ULg8O2TiI/AAAAAAAABGw/5ZbQReoRnkE/image_thumb%5B25%5D.png?imgmax=800
11



LI. 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Ginjal
Ginjal
Ginjal mengeluarkan kelebihan cairan dan elektrolit cairan ekstraseluler, membersihkan tubuh,
dan mengeluarkan sisa metabolic yang toksis juga benda asing.
Fungsi-fungsi ginjal adalah:
1. Mempertahankan keseimbangan cairan tubuh
2. Mempertahankan osmolaritas cairan tubuh yang sesuai
3. Mengatur jumlah dan konsentrasi ion cairan ekstraseluler
4. Mempertahankan volume plasma
5. Membantu mempertahankan keseimbangan asam basa
6. Mengekskresikan produk akhir metabolism tubuh; urea, asam urat, dan kreatinin
7. Mengeluarkan banyak senyawa asing
8. Menghasilkan eritropoietin
9. Menghasilkan renin
10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktif.
TIGA PROSES DASAR
1. FILTRASI GLOMERULUS
Darah difiltrasi di glomerulus dalam bentuk plasma bebas protein yang tersaring melalui kapiler
glomerulus ke dalam kapsula Bowman (hanya 20%) dengan hasil akhir bernama ultra filtrate.
Jumlah normalnya 125 ml/menit atau setara dengan 180 l/hari.
Cairan harus melewati membrane glomerulus yang terdiri dari:
1) Dinding kapiler glomerulus (sel endotel selapis gepeng) yang 100 kali lebih permeabel
terhadap air dan zat terlarut.
2) Membrane basal (lapisan gelatinosa aselular) dari kolagen untuk kekuatan strukturalnya
dan glikoprotein untuk menghambat filtrasi protein plasma dengan muatan negatif
sehingga menolak albumin/protein lain yang bermuatan negatif juga.
3) Kapsul Bowman pars viseralis (podosit) memiliki pedikel yang diantaranya terdapat
celah filtrasi.
Tekanan Darah Kapiler Glomerulus
Tekanan yang mendorong plasma di glomerulus menembus membrane. Dilakukan oleh gaya
fisik pasif yang sama dengan yang ada di kapiler lainnya. Perbedaannya hanyalah kapiler
glomerulus jauh lebih permeabel sehingga keseimbangan gaya menyebabkan seluruh panjang
kapiler glomerulus terfiltrasi.

12



Terdapat 3 gaya fisik pasif:
1) Tekanan darah kapiler glomerulus (55 mmHg): tekanan cairan yang ditimbulkan darah
dalam kapiler. Bergantung pada kontraksi jantung dan resistensi aliran darah dari a.
aferen dan a. eferen. Tekanan ini bekerja mendorong filtrasi.
2) Tekanan osmotik koloid plasma (30 mmHg): ditimbulkan dari distribusi tidak seimbang
protein plasma di kedua sisi membrane karena konsentrasi air di kapsul Bowman lebih
tinggi dari kapiler sehingga timbul osmosis air kapsul Bowman untuk menurunkan
konsentrasi. Tekanan ini bekerja melawan filtrasi.
3) Tekanan hidrostatik kapsul Bowman (15 mmHg): ditimbulkan oleh cairan di bagian awal
tubulus mendorong cairan keluar kapsul Bowman. Tekanan ini bekerja melawan filtrasi.
Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)
Mendorong melawan = tekanan filtrasi netto
55mmHg 45 mmHg = 10 mmHg
LFG bergantung pada: tekanan filtrasi netto, luas permukaan glomerulus, dan permeabilitas
membrane glomerulus (Kf = koefisien filtrasi).
Rumus LFG: Kf x tekanan filtrasi netto
Jika filtrate dihasilkan pria 180 l/hari maka LFG pria adalah 125 ml/menit. Sedangkan filtrate
yang dihasilkan wanita 160 l/hari maka LFG wanita adalah 115 ml/menit.
Kontrol LFG
Terdapat 2 mekanisme control LFG:
1) Otoregulasi: mencegah perubahan spontan LFG (80-180 mmHg) dengan cara mengubah
caliber a. aferen. Jika tekanan arteri dan LFG meningkat, maka terjadi kontriksi a. aferen
sehingga LFG menjadi normal dan begitu pula jika LFG menurun maka akan terjadi
sebaliknya.
2) Kontrol simpatis ekstrinsik: untuk regulasi jangka panjang tekanan darah arteri.
Diperantarai sinyal sistem saraf simpatis ke a. aferen. Jika volume plasma menurun
sehingga tekanan darah arteri menurun (terdeteksi baroreseptor), maka terjadi reflex saraf
ke otak dan jantung (jangka pendek) sehingga terjadi penurunan ekskresi urin dan
penurunan LFG (jangka panjang).



13



2. REABSORPSI TUBULUS
Reabsorpsi (%) Ekskresi (%)
Air 99 1
Natrium 99,5 0,5
Glukosa 100 0
Urea 50 50
Fenol 0 100

Tabel 1. Persentase Reabsorpi dan Ekskresi Bahan-bahan di Ginjal
Sumber: Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC
Transpor Transepitel
Terdapat 5 tahap transport transepitel:
1) Bahan meninggalkan cairan tubulus dengan melewati membrane luminal sel tubulus.
2) Bahan melewati sitosol dari satu sisi sel tubulus ke sisi lainnya.
3) Bahan melewati membrane basolateral sel tubulus ke cairan interstitium.
4) Bahan berdifusi melalui interstitium.
5) Bahan menembus dinding kapiler ke plasma darah.
Pompa N-K-ATPase
Natrium direabsorpsi di sepanjang tubulus. Di tubulus proksimal Na+ di reabsorpsi untuk diikuti
oleh reabsorpsi glukosa, asam amino, air, klorida, dan urea. Di pars ascenden natrium dan
klorida di reabsorpsi dan bagian penting untuk menghasilkan urin berkonsentrasi dan bervolume
bervariasi. Di tubulus distal dan duktus koligen natrium di reabsorpsi di bawah kontrol hormon.
Semua itu melibatkan pompa Na-K-ATPase di membrane basolateral sel tubulus.
Aldosteron: mereabsorpsi natrium di tubulus distal berbanding terbaik dengan beban natrium.
Sistem RAA terdiri dari apparatus jukstaglomerulus yang menghasilkan renin untuk merespon
adanya penurunan natrium klorida atau volume CES atau tekanan darah, yaitu:
1) Sel granular sebagai baroreseptor intrarenal
2) Sel macula densa yang peka NaCl
3) Sel granular disarafi saraf simpatis sehingga menurunkan tekanan darah.
Renin mengaktifkan angiotensinogen menjadi angiotensin I, hormone ACE di paru mengaktifkan
angiotensin I menjadi angiotensin II, angiotensin II memicu korteks adrenal untuk menghasilkan
aldosterone.

14

Atrial Natriuretic Peptide (ANP)
Hormone yang cara kerjanya melawan sistem RAA dengan membuang natrium dan menurunkan
tekanan darah. Hormone ini dihasilkan oleh atrium jantung dan dilepas saat volume plasma dan
CES meningkat. Fungsi ANP adalah menghambat secara langsung reabsorpsi natrium di distal,
menghambat sekresi renin, dan menghambat aldosteron.

3. SEKRESI TUBULUS
Sekresi H+ untuk mengatur keseimbangan asam basa, berlawanan dengan sekresi K+ yang
dikontrol aldosterone. Proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di tubulus
kontortus distal. Zat sisa metabolisme adalah hasil pembongkaran zat makanan yang bermolekul
kompleks.Zat sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme antara lain, CO2,
H20, NHS, zat warna empedu, dan asam urat.


Gambar 7. Reabsorpsi dan Sekresi Ginjal
Sumber: http://media.pharmacologycorner.com/wp-content/uploads/2008/12/diuretics-mechanism-of-action.gif



15


LI. 3. Memahami dan Menjelaskan Glomerulonefritis Akut
LO. 3.1. Definisi Glomerulonefritis Akut
Glomerulonefritis adalah suatu reaksi imunologi pada ginjal terhadap infeksi bakteri atau virus
tertentu. Kuman yang paling sering dikaitkan dengan kondisi ini adalah bakteri Streptococcus
beta-hemolyticus golongan A.
Glomerulonefritis merupakan penyakit ginjal dengan suatu inflamasi dan proliferasi sel
glomerulus. Peradangan tersebut terutama disebabkan mekanisme imunologis yang
menimbulkan kelainan patologis glomerulus dengan mekanisme yang masih belum jelas. Pada
anak kebanyakan kasus glomerulonefritis akut adalah pasca infeksi, paling sering infeksi
streptokokus beta hemolitikus grup A.

LO. 3.2. Etiologi Glomerulonefritis Akut
Penyebab infeksi yang paling umum dari GN akut adalah infeksi oleh spesies Streptococcus
(yaitu, kelompok A, beta - hemolitik ). Dua jenis telah dijelaskan, yang melibatkan serotipe yang
berbeda:
Serotipe 12 - nefritis poststreptococcal karena infeksi saluran pernapasan atas , yang
terjadi terutama di musim dingin
Serotipe 49 - nefritis poststreptococcal karena infeksi kulit , biasanya diamati pada
musim panas dan gugur dan lebih umum di wilayah selatan Amerika Serikat
PSGN biasanya berkembang 1-3 minggu setelah infeksi akut dengan strain nefritogenik spesifik
grup A streptokokus beta hemolitik -. Insiden GN adalah sekitar 5-10 % pada orang dengan
faringitis dan 25 % pada mereka dengan infeksi kulit.

Nonstreptococcal GN postinfectious mungkin juga hasil dari infeksi oleh bakteri lain, virus,
parasit, atau jamur. Bakteri selain streptokokus grup A yang dapat menyebabkan GN akut
termasuk Diplococci, Streptococci lainnya, Staphylococci, dan Mycobacteria. Salmonella
typhosa, Brucella suis, Treponema pallidum, Corynebacterium bovis, dan Actinobacilli juga
telah diidentifikasi.
Cytomegalovirus (CMV), coxsackievirus, Epstein -Barr virus (EBV), virus hepatitis B (HBV),
rubella, Rickettsiae, dan virus gondok diterima sebagai penyebab virus hanya jika dapat
didokumentasikan bahwa kelompok baru A infeksi streptokokus beta hemolitik - tidak terjadi.
Akut GN telah didokumentasikan sebagai komplikasi yang jarang dari hepatitis A.
Pencantuman glomerulonefritis untuk etiologi parasit atau jamur memerlukan pengecualian dari
infeksi streptokokus. Organisme diidentifikasi termasuk Coccidioides immitis dan parasit
16

berikut: Plasmodium malariae, Plasmodium falciparum, Schistosoma mansoni, Toxoplasma
gondii, filariasis, trichinosis, dan trypanosomes.

Penyebab Tidak Menular
Penyebab tidak menular dari GN akut dapat dibagi menjadi penyakit ginjal primer, penyakit
sistemik, dan kondisi lain-lain atau agen.
Penyakit sistemik multisistem yang dapat menyebabkan GN akut adalah sebagai berikut:
1. Vaskulitis (misalnya, Wegener granulomatosis) - ini menyebabkan glomerulonefritis
yang menggabungkan nephritides granulomatous atas dan bawah.
2. Penyakit kolagen - vaskular (misalnya , lupus eritematosus sistemik [ SLE ]) - ini
menyebabkan glomerulonefritis melalui deposisi ginjal kompleks imun).
3. Hipersensitivitas vaskulitis - ini mencakup sekelompok heterogen gangguan
menampilkan kapal kecil dan penyakit kulit .
4. Cryoglobulinemia - Hal ini menyebabkan jumlah abnormal cryoglobulin dalam plasma
yang mengakibatkan episode berulang dari purpura meluas dan ulserasi kulit pada
kristalisasi .
5. Poliarteritis nodosa - ini menyebabkan nefritis dari vaskulitis yang melibatkan arteri
ginjal.
6. Henoch - Schnlein purpura - ini menyebabkan vaskulitis umum mengakibatkan
glomerulonefritis.
7. Sindrom Goodpasture - ini menyebabkan sirkulasi antibodi untuk mengetik IV kolagen
dan sering mengakibatkan gagal ginjal oliguri progresif cepat (minggu ke bulan).
Penyakit ginjal primer yang dapat menyebabkan GN akut adalah sebagai berikut:
1. Glomerulonefritis membranoproliferatif (MPGN) - Hal ini disebabkan ekspansi dan
proliferasi sel mesangial sebagai konsekuensi dari pengendapan komplemen. Tipe I
merujuk pada deposisi granular dari C3, tipe II mengacu pada proses yang tidak teratur.
2. Penyakit Berger (IgG - immunoglobulin A [ IgA ] nefropati) - ini menyebabkan GN
sebagai hasil dari deposisi mesangial difus IgA dan IgG. " Murni " mesangial proliferatif
GN [ 1 ]
3. Idiopathic cepat progresif glomerulonefritis - Bentuk GN ditandai dengan adanya
crescent glomerulus. Tiga jenis telah dibedakan: Tipe I adalah penyakit membran
basement antiglomerular, tipe II dimediasi oleh kompleks imun, dan tipe III diidentifikasi
dengan antibodi sitoplasmik antineutrofil (ANCA).
Penyebab tidak menular lainnya GN akut adalah sebagai berikut:
1. Sindrom Guillain - Barr
2. Iradiasi tumor Wilms
3. Difteri - pertusis - tetanus ( DPT ) Vaksin
4. serum sickness
17

5. Aktivasi reseptor faktor pertumbuhan epidermal dan mungkin untuk inhibitor cetuximab
nya


LO. 3.3. Klasifikasi Glomerulonefritis Akut
Penyakit Kemungkinan Presentasi Klinis Ginjal
Postinfectious glomerulonephritis
(riwayat infeksi Streptococcus) Sindrom nefritik, hematuria, proteinuria
Nefropati IgA
Sindrom Nefritik, Hematuria
makroskopik/mikroskopik
Purpura Henoch-Schnlein
Sindrom nefritik, hematuria, proteinuria, Sindrom
nefrotik
Wegeners granulomatosis, microscopik
polyangiitis, idiopatik crescentic
glomerulonephritis Glomerulonefritis progresif cepat, sindrom nefritik
Antiglomerular basement membrane disease Glomerulonefritis progresif cepat, sindrom nefritik
Tipe I MCGN, idiopathik. Berasosiasi
dengan endocarditis infektif, abses viseral,
infeksi arteriovenosa
Sindrom nefritis Sindrom nefrotik, hematuria,
proteinuria
Hepatitis C associated type I MCGN

Type II MCGN (sometimes seen in
association with partial lipodystrophy)

SLE
Sindrom nefritik, hematuria, proteinuria, Sindrom
nefrotik

Tabel 2. Klasifikasi glomerulonefritis akut oleh penyakit dan presentasi ginjal(di mana sindrom nefritik adalah
presentasi relatif jarang, presentasi klinis lebih biasa diberikan dalam huruf tebal).
Sumber: http://pmj.bmj.com/content/79/930/206.full
LO. 3.4. Patofisiologi Glomerulonefritis Akut
Faktor host
Penderita yang terserang infeksi kuman streptokokus grup A strain nefritogenik, hanya 10-15%
yang berkembang menjadi GNAPS, mengapa hal ini demikian masih belum dapat diterangkan,
tetapi diduga beberapa faktor ikut berperan. GNAPS menyerang semua kelompok umur dimana
kelompok umur 5-15 tahun (di Indonesia antara umur 2.5 15 tahun, dengan puncak umur 8.4
tahun) merupakan kelompok umur tersering dan paling jarang pada bayi.5,6 Anak laki-laki
18

menderita 2 kali lebih sering dibandingkan anak wanita. Rasio anak laki-laki dibanding anak
wanita adalah 76.4%:58.2% atau 1.3:1.6 GNAPS lebih sering dijumpai di daerah tropis dan
biasanya menyerang anak-anak dari golongan ekonomi rendah. Di Indonesia 68.9% berasal dari
keluaga sosial ekonomi rendah dan 82% dari keluarga berpendidikan rendah. Keadaan
lingkungan yang padat, higiene sanitasi yang jelek, malnutrisi, anemia, dan infestasi
parasit,merupakan faktor risiko untuk GNAPS, meskipun kadang-kadang outbreaks juga terjadi
dinegara maju. Faktor genetik juga berperan, misalnya alleles HLA-DRW4, HLA-DPA1 dan
HLA-DPB1 paling sering terserang GNAPS.

Faktor kuman streptokokus
Proses GNAPS dimulai ketika kuman streptokokus sebagai antigen masuk kedalam tubuh
penderita,yang rentan, kemudian tubuh memberikan respon dengan membentuk antibodi. Bagian
mana dari kuman streptokokus yang bersifat antigen masih belum diketahui. Beberapa penelitian
pada model binatang dan penderita GNAPS menduga yang bersifat antigenik adalah: M protein,
endostreptosin, cationic protein, Exo-toxin B, nephritis plasmin-binding protein dan
streptokinase.3 Kemungkinan besar lebih dari satu antigen yang terlibat dalam proses ini,
barangkali pada stadium jejas ginjal yang berbeda dimungkinkan akibat antigen M protein dan
streptokinase.3,7

Protein M adalah suatu alpha-helical coiled-coil dimer yang terlihat sebagai rambut-rambut pada
permukaan kuman. Protein M menentukan apakah strain kuman tersebut bersifat rematogenik
atau nefritogenik. Strain nefritogenik dibagi menjadi serotype yang berkaitan dengan faringitis
(M 1, 4, 12, 25) dan serotipe infeksi kulit (M 2, 42, 49, 56, 57, 60).2,3,8 Streptokinase adalah
protein yang disekresikan oleh kuman streptokokus, terlibat dalam penyebaran kuman dalam
jaringan karena mempunyai kemampuan memecah plasminogen menjadi plasmin. Streptokinase
merupakan prasarat terjadinya nefritis pada GNAPS.3

Saat ini penelitian lebih menitikberatkan terhadap protein M yang terdapat pada streptokokus
sebagai tipe nefritogenik yang dapat menyebabkan kerusakan glomerulus. Selain itu penelitian-
penelitian terahir menemukan adanya dua fraksi antigen, yaitu nephritis associated plasmin
receptor (NAPlr) yang diidentifikasi sebagal glyceraldehide 3-phosphate dehydrogenase
(GAPDH) dan streptococcal pyrogenic exotoxin B (SPEB) sebagai fraksi yang menyebabkan
infeksi nefritogenik. NAPlr dan SPEB didapatkan pada biopsi ginjal dini dan menyebabkan
terjadinya respon antibodi di glomerulus. Penelitian terbaru pada pasien GNAPSmemperlihatkan
deposit SPEB di glomerulus lebih sering terjadi daripada deposit NAPlr.9,10

Mekanisme terjadinya jejas renal pada GNAPS
GNAPS adalah suatu penyakit imunologik akibat reaksi antigen-antibodi yang terjadi dalam
sirkulasi atau in situ dalam glomerulus.8,9 Mekanisme terjadinya inflamasi yang mengakibatkan
terjadinya jejas renal didahului oleh proses sebagai berikut:
1. Terbentuknya plasmin sebagai akibat pemecahan plasminogen oleh streptokinase yang akan
menaktivasi reaksi kaskade komplemen.
2. Terperangkapnya kompleks Ag-Ab yang sudah terbentuk sebelumnya kedalam glomerulus.
19

3. Antibodi antistreptokokus yang telah terbentuk sebelumnya berikatan dengan molekul tiruan
(molecul mimicry) dari protein renal yang menyerupai Ag Streptokokus (jaringan glomerulus
yang normal yang bersifat autoantigen).
Proses terjadinya jejas renal pada GNAPS diterangkan pada gambar dibawah ini:

Gambar 8. Patofisiologi GNAPS
Sumber:http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Pustaka_Unpad_Diagnosis_-Dan_-Penatalaksanaan_-
Glomerulonefritis_-Akut.pdf.pdf

Sistem imun humoral dan kaskade komplemen akan aktif bekerja apabila terdapat deposit
subepitel C3 dan IgG dalam membran basal glomerulus. Kadar C3 dan C5 yang rendah dan
kadar komplemen jalur klasik (C1q, C2 dan C4) yang normal menunjukkan bahwa aktivasi
komplemen melalui jalur alternatif.11 Deposisi IgG terjadi pada fase berikutnya yang diduga
oleh karena Ab bebas berikatan dengan komponen kapiler glomerulus, membran basal atau
terhadap Ag Streptokokus yang terperangkap dalam glomerulus. Aktivasi C3 glomerulus
memicu aktivasi monosit dan netrofil. Infiltrat inflamasi tersebut secara histologik terlihat
sebagai glomerulonefritis eksudatif. Produksi sitokin oleh sel inflamasi memperparah jejas
glomerulus. Hiperselularitas mesangium dipacu oleh proliferasi sel glomerulus akibat induksi
oleh mitogen
lokal.3

Mekanisme cell-mediated turut terlibat dalam pembentukan GNAPS. Infiltrasi glomerulus oleh
sel limfosit dan makrofag, telah lama diketahui berperan dalam menyebabkan GNAPS.
Intercellular leukocyte adhesion molecules seperti ICAM-I dan LFA terdapat dalam jumlah yang
banyak di glomerulus dan tubulointersisial dan berhubungan dengan intensitasinfiltrasi dan
inflamasi.12 Hipotesis lain yang sering disebut adalah adanya neuraminidase yang dihasilkan
20

oleh Streptokokus, mengubah IgG menjadi autoantigenic sehingga terbentuk autoantibodi
terhadap IgG itu sendiri. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun,
ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik pada mesangium, subendotel,
dan epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau
granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen
komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini.

Hasil penelitian-penelitian pada binatang dan penderita GNAPS menunjukkan adanya
kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab, diantaranya sebagai berikut:2,3
1. Terperangkapnya kompleks antigen-antibodi dalam glomerulus yang kemudian akan
merusaknya.
2. Proses auto-imun kuman Streptokokus yang bersifat nefritogenik dalam tubuh menimbulkan
badan autoimun yang merusak glomerulus.
3. Streptokokus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang
sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis glomerulus.

Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang dideposit. Bila
deposit pada mesangium respon mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan mesangiopatik
berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapat meluas diantara sel-sel endotel dan
membran basalis, serta menghambat fungsi filtrasi glomerulus. Jika kompleks terutama terletak
di subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonephritis difusa,
seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus deposit komplek imun di subepitel, maka
respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis glomerulus
berangsur-angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam membran basalis
glomerulus.14,15

Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks imun
dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari kompleks
tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung
menembus membran basalis kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding
kapiler di bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian
mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke dalam mesangium.14

LO. 3.5. Manifestasi Klinis Glomerulonefritis Akut
Lebih dari 50 % kasus GNAPS adalah asimtomatik.11 Kasus klasik atau tipikal diawali dengan infeksi
saluran napas atas dengan nyeri tenggorok dua minggu mendahului timbulnya sembab. Periode laten
ratarata10 atau 21 hari setelah infeksi tenggorok atau kulit.
Hematuria dapat timbul berupa gross hematuria maupun mikroskopik. Gross hematuria terjadi pada
30-50 % pasien yang dirawat.
Variasi lain yang tidak spesifik bisa dijumpai seperti demam, malaise, nyeri, nafsu makan menurun,
nyeri kepala, atau lesu.
Pada pemeriksaan fisis dijumpai hipertensi pada hampir semua pasien GNAPS, biasanya ringan atau
sedang. Hipertensi pada GNAPS dapat mendadak tinggi selama 3-5 hari. Setelah itu tekanan darah
menurun perlahan-lahan dalam waktu 1-2 minggu.
Edema bisa berupa wajah sembab, edem pretibial atau berupa gambaran sindrom nefrotik. Asites
dijumpai pada sekitar 35% pasien dengan edem.
21

Bendungan sirkulasi secara klinis bisa nyata dengan takipne dan dispne.
Gejala gejala tersebut dapat disertai oliguria sampai anuria karena penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG).

LO. 3.6. Diagnosis Glomerulonefritis Akut

Tes Urine. Urinalisis dapat menunjukkan sel-sel
darah merah dan silinder sel darah merah dalam
urin, indikator kemungkinan kerusakan glomerul .
Hasil urinalisis juga dapat menunjukkan sel-sel
darah putih, indikator umum dari infeksi atau
peradangan, dan peningkatan protein, yang
mungkin menunjukkan kerusakan nefron. Indikator
lain, seperti peningkatan kadar kreatinin atau urea,
adalah tanda bahaya.
Tes darah. Ini dapat memberikan informasi
tentang kerusakan ginjal dan gangguan glomeruli
dengan mengukur tingkat produk limbah, seperti
kreatinin dan urea nitrogen darah.
Tes Pencitraan. Jika dokter mendeteksi bukti
kerusakan, dapat direkomendasikan studi
diagnostik yang memungkinkan visualisasi ginjal,
seperti ginjal X - ray, pemeriksaan USG atau
computerized tomography (CT) scan.
Biopsi ginjal . Prosedur ini melibatkan
penggunaan jarum khusus untuk mengambil
potongan-potongan kecil jaringan ginjal untuk
pemeriksaan mikroskopis untuk membantu
menentukan penyebab dari peradangan . Biopsi
ginjal hampir selalu diperlukan untuk
mengkonfirmasi diagnosis glomerulonefritis .



Biopsi ginjal
Pada GNAPS biopsi ginjal tidak diindikasikan. Biopsi dipertimbangkan bila:
Tabel 3. Diagnosis GNA
Sumber: http://archinte.jamanetwork.com/article.aspx?articleid=646977
22

Gangguan fungsi ginjal berat khususnya bila etiologi tidak jelas (berkembang menjadi gagal
ginjal atau sindrom nefrotik).
Tidak ada bukti infeksi streptokokus
Tidak terdapat penurunan kadar komplemen
Perbaikan yang lama dengan hipertensi yang menetap, azotemia, gross hematuria setelah 3
minggu, kadar C3 yang rendah setelah 6 minggu, proteinuria yang menetap setelah 6 bulan dan
hematuria yang menetap setelah 12 bulan.

LO. 3.7. Diagnosis Banding Glomerulonefritis Akut
4 sindrom ginjal berikut biasanya meniru tahap awal glomerulonefritis akut (GNA):
anafilaktoid purpura dengan nefritis
GN kronis dengan eksaserbasi akut
hematuria Idiopathik
nefritis Familial
Postinfectious GN harus dibedakan dari kondisi berikut:
Immunoglobulin A ( IgA ) nefritis - Periode laten antara infeksi dan timbulnya nefritis adalah
1-2 hari, alternatif, nefritis mungkin bersamaan dengan infeksi saluran pernapasan atas (yaitu,
"nefritis synpharyngitic" berbeda dengan "nefritis postpharyngitic" terlihat di poststreptococcal
GN [ PSGN ], yang terjadi 1-3 minggu kemudian).
membranoproliferatif GN (MPGN), jenis I dan II - Ini adalah penyakit kronis, tetapi dapat
terwujud dengan gambar nephritic akut dengan hypocomplementemia.
Lupus nefritis - Gross hematuria tidak biasa dalam lupus nephritis .
GN infeksi kronis - ini dapat bermanifestasi sebagai nefritis akut . Tidak seperti PSGN, di mana
infeksi mungkin telah diselesaikan pada saat nefritis terjadi, pasien dengan nefritis infeksi kronis
memiliki infeksi aktif pada saat nefritis menjadi jelas.
Vaskulitis - Nefritis methicillin-resistant S aureus (MRSA) dapat dikaitkan dengan lesi
vaskulitis dari ekstremitas bawah.
Penyakit Terutama nonglomerular - trombotik thrombocytopenic purpura ( TTP ), hemolitik
uremik sindrom - (HUS), penyakit ginjal atheroembolic, dan hipersensitivitas nefritis interstitial
akut dapat hadir dengan fitur sindrom nefritik akut dan harus dibedakan .
Masalah lain yang harus dipertimbangkan adalah sebagai berikut :
Etiologi bakteri, virus, dan jamur
GN kronis
Idiopatik hematuria
23

nefropati IgA
Iradiasi tumor Wilms
Trauma
LO. 3.8. Tatalaksana Glomerulonefritis Akut
Penanganan pasien adalah suportif dan simtomatik. Perawatan dibutuhkan apabila dijumpai
penurunan fungsi ginjal sedang sampai berat ( klirens kreatinin <60 ml/1 menit/1,73 m2), BUN
>50 mg, anak dengan tanda dan gejala uremia, muntah, letargi, hipertensiensefalopati, anuria
atau oliguria menetap.

Pasien hipertensi dapat diberi diuretik atau anti hipertensi. Bila hipertensi ringan (tekanan darah
sistolik 130 mmHg dan diastolik 90 mmHg) umumnya diobservasi tanpa diberi terapi. Hipertensi
sedang (tekanan darah sistolik > 140 150 mmHg dan diastolik > 100 mmHg) diobati dengan
pemberian hidralazin oral atau intramuskular (IM), nifedipin oral atau sublingual. Dalam
prakteknya lebih baik merawat inap pasien hipertensi 1-2 hari daripada memberi anti hipertensi
yang lama. Pada hipertensi berat diberikan hidralazin 0,15-0,30 mg/kbBB intravena, dapat
diulang setiap 2-4 jam atau reserpine 0,03-0,10 mg/kgBB (1-3 mg/m2) iv, atau natrium
nitroprussid 1-8 m/kgBB/menit. Pada krisis hipertensi (sistolik >180 mmHg atau diastolik > 120
mmHg) diberi diazoxid 2-5 mg/kgBB iv secara cepat bersama furosemid 2 mg/kgBB iv. Plihan
lain, klonidin drip 0,002 mg/kgBB/kali, diulang setiap 4-6 jam atau diberi nifedipin sublingual
0,25-0,5 mg/kgBb dan dapat diulang setiap 6 jam bila diperlukan.

Retensi cairan ditangani dengan pembatasan cairan dan natrium. Asupan cairan sebanding
dengan invensible water loss (400-500 ml/m2 luas permukaan tubuh/hari ) ditambah setengah
atau kurang dari urin yang keluar.

Bila berat badan tidak berkurang diberi diuretik seperti furosemid 2mg/kgBB, 1-2 kali/hari.
Pemakaian antibiotik tidak mempengaruhi perjalanan penyakit. Namun, pasien dengan biakan
positif harus diberikan antibiotic untuk eradikasi organisme dan mencegah penyebaran ke
individu lain. Diberikan antimikroba berupa injeksi benzathine penisilin 50.000 U/kg BB IM
atau eritromisin oral 40 mg/kgBB/hari selama 10 hari bila pasien alergi penisilin.

Pembatasan bahan makanan tergantung beratnya edem, gagal ginjal, dan hipertensi. Protein tidak
perlu dibatasi bila kadar urea N kurang dari 75 mg/dL atau 100 mg/dL. Bila terjadi azotemia
asupan protein dibatasi 0,5 g/kgBB/hari. Pada edem berat dan bendungan sirkulasi dapat
diberikan NaCl 300 mg/hari sedangkan bila edem minimal dan hipertensi ringan diberikan 1-2
g/m2/ hari. Bila disertai oliguria, maka pemberian kalium harus dibatasi. Anuria dan oliguria
yang menetap, terjadi pada 5-10 % anak. Penanganannya sama dengan GGA dengan berbagai
penyebab dan jarang menimbulkan kematian.

Perjalanan Penyakit / Pemantauan
Fase awal glomerulonefritis akut berlangsung beberapa hari sampai 2 minggu. Setelah itu anak
akan merasa lebih baik, diuresis lancar, edem dan hipertensi hilang, LFG kembali normal.
Penyakit ini dapat sembuh sendiri, jarang berkembang menjadi kronik. Kronisitas dihubungkan
24

dengan awal penyakit yang berat dan kelainan morfologis berupa hiperselularitas lobulus.Pasien
sebaiknya kontrol tiap 4-6 minggu dalam 6 bulan pertama setelah awitan nefritis.

Pengukurantekanan darah, pemeriksaan eritrosit dan protein urin selama 1 tahun lebih
bermanfaat untuk menilai perbaikan. Kadar C3 akan kembali normal pada 95% pasien setelah 8-
12 minggu, edem membaik dalam 5-10 hari, tekanan darah kembali normal setelah 2-3 minggu,
walaupun dapat tetap tinggi sampai 6 minggu.

Gross hematuria biasanya menghilang dalam 1-3 minggu, hematuria mikroskopik menghilang
setelah 6 bulan, namun dapat bertahan sampai 1 tahun. Proteinuria menghilang 2-3 bulan
pertama atau setelah 6 bulan. Pearlman dkk, di Minnesota menemukan 17% dari 61 pasien
dengan urinalisis rutin abnormal selama 10 tahun pemantauan. Ketidaknormalan tersebut
meliputi hematuria atau proteinuria mikroskopik sendiri-sendiri atau bersama-sama. Dari 16
spesimen biopsi ginjal tidak satupun yang menunjukkan karakteristik glomerulonefritis kronik.

Penelitian Potter dkk, di Trinidad, menjumpai 1,8% pasien dengan urin abnormal pada 4 tahun
pertama tetapi hilang 2 tahun kemudian dan 1,4% pasien dengan hipertensi. Hanya sedikit urin
dan tekanan darah yang abnormal berhubungan dengan kronisitas GNAPS. Nissenson dkk,
mendapatkan kesimpulan yang sama selama 7-12 tahun penelitian di Trinidad. Hoy dkk,
menemukan mikroalbuminuria 4 kali lebih besar pada pasien dengan riwayat GNAPS,
sedangkan Potter dkk di Trinidad, menemukan 3,5% dari 354 pasien GNAPS mempunyai urin
abnormal yang menetap dalam 12 -17 tahun pemantauan. Penelitian White dkk, menemukan
albuminuria yang nyata dan hematuria masing-masing pada 13% dan 21% dari 63 pasien selama
6-18 tahun pemantauan. Kemungkinan nefritis kronik harus dipertimbangkan bila dijumpai
hematuria bersama-sama proteinuria yang bertahan setelah 12 bulan.


LO. 3.9. Komplikasi Glomerulonefritis Akut

Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari, terjadi sebagai akibat berkurangnya
filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, dan
hiperfosfatemia. Walau oliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal
ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.

Hipertensi ensefalopati, didapatkan gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan
kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung dan
meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan
juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma.

Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan
di miokardium. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik
yang menurun.


LO. 3.10. Prognosis
25


Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami perjalanan penyakit yang
memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada epitel glomerulus. Diuresis akan menjadi
normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan menghilangnya sembab dan
secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin)
membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Komplemen serum
menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan sedimen urin akan tetap terlihat
selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian besar pasien.2,3,5 Beberapa
penelitian lain menunjukkan adanya perubahan histologis penyakit ginjal yang secara cepat
terjadi pada orang dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih dan hematuria mikroskopis
belum menghilang, pasien hendaknya diikuti secara seksama oleh karena masih ada
kemungkinan terjadinya pembentukan glomerulosklerosis kresentik ekstra-kapiler dan gagal
ginjal kronik.


LO. 3.11. Pencegahan Glomerulonefritis Akut
Tidak ada cara untuk mencegah kebanyakan bentuk glomerulonefritis. Namun, berikut adalah
beberapa langkah yang mungkin bermanfaat:
Carilah pengobatan yang tepat dari infeksi Streptococcus menyebabkan sakit tenggorokan atau
impetigo.
Untuk mencegah infeksi yang dapat menyebabkan beberapa bentuk glomerulonefritis, seperti
HIV dan hepatitis, ikuti pedoman seks aman dan menghindari penggunaan narkoba suntikan.
Kontrol tekanan darah yang mengurangi kemungkinan kerusakan ginjal dari hipertensi.
Kontrol gula darah untuk membantu mencegah nefropati diabetik.

LO. 3.12. Epidemiologi Glomerulonefritis Akut
GNAPS (Glomerulonefritis Akut Post Streptococcus) dapat terjadi secara sporadik ataupun
epidemik. Biasanya kasus terjadi pada kelompok sosioekonomi rendah, berkaitan dengan higiene
yang kurang baik dan jauh dari tempat pelayanan kesehatan. Risiko terjadinya nefritis 5% dari
infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A yang menyerang tenggorokan sampai 25%
yang menyerang kulit (pioderma), sedangkan tanpa melihat tempat infeksi risiko terjadinya
nefritis 10-15%. Rasio terjadinya GNAPS pada pria dibanding wanita adalah 2:1.

Penyakit ini terutama menyerang kelompok usia sekolah 5-15 tahun, pada anak < 2 tahun
kejadiannya kurang dari 5%. Kejadian glomerulonefritis pasca streptokokus sudah mulai
menurun pada negara maju, namun masih terus berlanjut pada negara berkembang, penurunan
kejadian GNAPS berkaitan banyak faktor diantaranya penanganan infeksi streptokokus lebih
awal dan lebih mudah oleh pelayanan kesehatan yang kompeten. Di beberapa Negara
berkembang, glomerulonefritis pasca streptokokus tetap menjadi bentuk sindroma nefritik yang
26

paling sering ditemui. Attack rate dari glomerulonefritis akut terlihat memiliki pola siklus, yaitu
sekitar setiap 10 tahun.





LI. 4. Memahami dan Menjelaskan Thaharah, Hadas, dan Najis Urin

THAHARAH

Kisah Di Zaman Rasulullah
Diriwayatkan bahwa Ketika Rasulullah sedang melintasi kuburan, Beliau mendengar ada
tangisan dan jeritan dari sebuah kuburan, lantas Rasulullah mendekati kuburan itu, kemudian
bertanya Wahai Fulan, kenapa kamu menjerit dan disiksa seperti ini, hal apa saja yang engkau
lakukan ketika di dunia?

Lalu orang yang di dalam kubur itu menjawab Yaa Rasulullah, aku adalah seorang alim
(orang yang berilmu), dan aku juga ahli ibadah, aku mengerjakan sholat dengan rajin, membaca
Al-Quran dan ibadah lainnya aku kerjakan dengan baik.

Rasulullah bertanya kembali Lalu mengapa engkau di siksa?

Orang yang di dalam kubur itu berkata tapi ada satu hal yang sering aku lakukan, yaitu ketika
aku kencing, aku tidak pernah tiris (tuntas), pasti ada beberapa tetes air kencing yang terkena
celanaku karena aku kencing berdiri, maka dari itu aku disiksa seperti ini

Lalu Rasulullah mengambil sebuah batang pohon kemudian menancapkannya ke kubur orang
tersebut dan berkata Selama pohon ini masih hidup, ia akan terus mendoakanmu karena
kesholehanmu.

Dari kisah ini kita dapat mengambil hikmah untuk selalu bersih dalam membersihkan kemaluan.


Istibra
Istibra dalam bahasa Arab berarti menuntut kebersihan. Istilah istibra digunakan pada masalah
pernikahan dan masalah thaharah. Istibra yang kita bahas kali ini adalah istibra dalam bab
thaharah. Istibra dilakukan setelah selesai buang air kecil untuk meyakinkan bahwa tidak ada air
kencing yang tersisa di saluran kencing (urethra).

Dalil Istibra
"...Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bersih." [At-Taubah ayat 108]

Sucikanlah dirimu dari air kencing, karena sesungguhnya sebagian besar siksa kubur itu
27

disebabkan olehnya. (Hadits Riwayat Abu Daruquthni)

Sehubungan dengan ayat dan hadits diatas, beberapa ulama mewajibkan melakukan istibra.
Terutama jika ada perasaan was-was (ragu) setelah buang air kecil.


Tata Cara Istibra
Banyak cara beristibra untuk membersihkan sisa urin di urethra, mendehem, menggoyangkan
badan, berjalan kecil dikamar mandi, jongkok berdiri jongkok, melompat kecil, dan sebagainya.
Beragam cara tersebut bisa membersihkan sisa urin, tetapi tidak optimal.

Cara yang paling baik melakukan istibra adalah dengan cara mengurut perineum, pangkal penis
(proksimal) hingga ujung penis (distal), dan kepala penis (gland penis). Cara ini mengikuti
struktur anatomis saluran kencing, sehingga diharapkan bisa membersihkan sisa urin:
1. Mengurut dengan kuat antara lubang anus dan penis (perineum) sebanyak tiga
kali.
2. Meletakkan telunjuk di bawah batang penis dan ibu jari di atas batang penis, lalu
mengurut dengan kuat dari pangkal hingga ujung penis sebanyak tiga kali.
3. Menekan kepala penis (gland penis) sebanyak tiga kali.
4. Terakhir, basuh kemaluan dengan air yang suci sebanyak dua kali

Gambar 9. Tata Cara Istibra
28

Sumber: http://www.argaaditya.com/2012/09/setetes-air-yang-membatalkan-sholat_14.html

Setelah Istibra
Apabila kita tidak beristibra setelah buang air kecil, lalu disaat wudhu atau sholat terasa ada
cairan yang keluar, maka wudhu atau sholatnya batal karena cairan yang keluar dianggap najis.

Dan apabila kita telah istibra, lalu pada saat wudhu atau sholat terasa ada cairan yang keluar,
cairan yang keluar dianggap suci dan tidak membatalkan wudhlu atau shalat.

Cairan yang keluar setelah istibra dianggap suci karena terjadi diluar kehendak kita. Kita sudah
berusaha maksimal dengan istibra untuk membersihkan diri dan Allah tidak membebani
seseorang di luar batas kemampuannya:

"Allah ingin memberikan kemudahan untuk kalian dan manusia tercipta dalam kondisi lemah."
[An-Nisa ayat 28]


HADITS
Ummi Qais binti Mihshan r.a. membawa bayinya kepada Nabi saw. sedang bayi itu belum
makan kecuali susu, maka diletakkan di pangkuan Nabi saw. tiba-tiba kencing di baju Nabi saw.
Maka Nabi saw. minta air dan disiramkan di atas bekas kencing itu dan tidak dibasuh. (Bukhari,
Muslim).

HADAS DAN NAJIS

Pengertian Hadas dan Najis
Hadas adalah keadaan pada diri seseorang yang dianggap bernajis, seperti haid, nifas dan
lainnya, sehingga menyebabkan seseorang tidak dibenarkan untuk melakukan shalat. Atau
dengan ungkapan lain, Hadas adalah keadaan yang menyebabkan seorang menjadi tidak
suci.Sedangkan Najis adalah Kotoran (hubus) yang tak tampak.

Najis Haqiqi
Najis haqiqi atau Najis 'Aini atau Najis Hissi menurut bahasa adalah najis yang mempunyai
wujud, rasa, rupa, dan bau seperti darah, tinja, kencing dan sebagainya. dan menurut istilah
Syar'i, najis haqiqi adalah kotoran yang dapat menghalangi sahnya shalat dimana hal tersebut
tidak dapat dimaafkan (Tidak Ada Rukhsosh).


Pembagian Najis Haqiqi
Menurut Madzhab Hanafi, bahwa najis haqiqi adalah semua benda yang dinilai kotor oleh
syara'. contohnya adalah najis anjing, babi, atau yang dilahirkan dari keduanya, dan najis yang
timbul dari kencing bayi anak-anak yang baru minum ASI
Sedangkan Syafi'i menambahkan macam-macam najis haqiqi menjadi tiga, yaitu Najis
Muthawasittah, yaitu kencing anak perempuan yang baru minum ASI, jadi beliau membedakan
antara kencing laki-laki yang baru minum ASI dan kencing bayi perempuan.
29



Macam-Macam Najis Haqiqi

Adapun macam-macam najis haqiqi, Wahbah az Zuhaili menukil pendapat para fuqaha' bahwa
macam-macam najis tersebut diatas kenajisannya ada yang disepakati (muttafaq) dan ada yang
masih diperselisihkan (mukhtalaf). Adapun contoh sesuatu yang disepakati kenajisannya adalah
sebagai berikut:
1. Daging Babi
2. Liur Anjing
3. Darah
4. Kencing, Kotoran dan Muntah Manusia
5. Mazi dan Wadi
6. Bangkai Binatang Darat yang Darahnya Mengalir

E. Persamaan Dan Perbedaan Hadas dan Najis

Persamaan Hadas dan Najis adalah Kedua hal tersebut dapat menyebabkan shalat, thawaf dan
beberapa ibadah lainnya menjadi Tidak Sah.
Sedangkan perbedaan dari keduanya adalah :
1. Mensucikan Najis yakni dengan cara membuang dan membersihkan benda najis itu dari
tempatnya. sedangkan mensucikan Hadas selain dengan menghilangkan benda Najisnya
(bila ada), tetapi juga harus dengan wudlu atau mandi janabah.
2. Mensucikan najis tidak perlu niat, sedangkan mensucikan Hadas harus dengamn niat
3. membersihkan hadas termasuk masalah ta'abuddi, sedangkan membersihkan najis bisa
dilakukan sesuai kondisi
4. Najis yang jumlahnya sedikit dapat dimaafkan, sedangkan hadas tidak ada pemaafan.



















30





DAFTAR PUSTAKA
Aditya, Arga. 2012. Setetes Air yang Membatalkan Shalat para Pria. Available at:
http://www.argaaditya.com/2012/09/setetes-air-yang-membatalkan-sholat_14.html
Definisi Glomerulonefritis Akut. Available at: http://kamuskesehatan.com/arti/glomerulonefritis-
akut/
Lilmutaqqin, April. 2014. Pengertian Hadas dan Najis dalam Pandangan Agama Islam. Available
at: http://aprililmuttaqin.blogspot.com/2014/01/pengertian-hadas-dan-najis-dalam_10.html

Lumbanbatu, Sondang Maniur. 2003. Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus pada Anak.
Sari Pediatri, Vol. 5, No. 2. Available at: http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/5-2-4.pdf
Madaio MD, Michael P. & John T. Harrington, MD. The Diagnosis of Glomerular
Diseases: Acute Glomerulonephritis and the Nephrotic Syndrome. Arch Intern Med.
2001;161(1):25-34. doi:10.1001/archinte.161.1.25. Available at:
http://archinte.jamanetwork.com/article.aspx?articleid=646977
Mayo Clinic Staff. 2011. Diseases and Conditions Glomerulonephritis: Tests and Diagnosis.
Available at: http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/glomerulonephritis/basics/tests-
diagnosis/con-20024691
Mayo Clinic Staff. 2011. Diseases and Conditions Glomerulonephritis: Prevention. Available
at: http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/glomerulonephritis/basics/prevention/con-
20024691
Parmar MB, MS, FRCP(C), FACP, Malvinder S. 2013. Acute Glomerulonephritis. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/239278-overview#aw2aab6b2b3aa
Rachmadi, Dedi. 2013. Diagnosis dan Penatalaksanaan Glomerulonefritis Akut. Available at:
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Pustaka_Unpad_Diagnosis_-Dan_-
Penatalaksanaan_-Glomerulonefritis_-Akut.pdf.pdf
Raksadipa, Rakean B. M. 2009. Kitab: Ath Thaharah/Bersuci; Bab: Hukum Kencing Bayi Laki
dan Cara Menyucikannya. Available at: http://bukharimuslim.wordpress.com/2009/11/17/kitab-
ath-thaharah-bersuci-bab-hukum-kencing-bayi-laki-dan-cara-menyucikannya/
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC
31

Sofwan MKes PA, Dr. H. Achmad. 2014. Systema Urogenitale (Apparatus Urogenitalis).
Jakarta: FKUY.
Tim Penyusun. 2014. Penuntun Praktikum Mahasiswa Blok Ginjal & Saluran Kemih. Jakarta:
FKUY.
Vinen, CS dan D B G Oliveira. 2003. Acute Glomerulonephritis. Postgrad Med J 2003;79:206-
213 doi:10.1136/pmj.79.930.206. Available at: http://pmj.bmj.com/content/79/930/206.full

Anda mungkin juga menyukai