Anda di halaman 1dari 12

PENDAHULUAN

Sumber daya perusahaan terdiri dari asset tangible resources (sumber daya nyata), asset
intangible resources (sumber daya tidak nyata), dan aseet human resources (sumber daya
manusia). Sumber daya nyata diidentifikasi dan dievaluasi seperti kamampuan keuangan dan
aseet-asset yang tercermin dalam neraca perusahaan. Hanya dengan melihat keuangan dan
asset-asset yang dimiliki, keunggulan suatu perusahaan sudah bisa diketahui dengan
membandingkannya dengan perusahaan pesaing.
Sumber daya tidak nyata biasanya dicatat sebagai good will seperti reputasi, teknologi,
pengalaman, hak paten, informasi, dan budaya organisasi. Sumber daya yang tak kalah
pentingnya, yaitu sumber daya manusia. Keunggulan sumber daya nyata dan tidak nyata
artinya bagi perusahaan tanpa mempunyai sumber daya manusia (SDM) yang baik dan
berkualitas. Sveiby (1999), mengatakan bahwa masa depan perusahaan akan sangat
ditentukan oleh sejauh mana kualitas sumber daya manusianya sehingga bisa memnfaatkan
sumber daya nyata dan tidak nyata. Kualitas sumber daya manusia dapat dilhat dari tingkat
profesiaonalitas melalui penguasaan pengetahuan dan keterampilan, kemampuan
berkomunikasi dan berinteraksi, serta motivasi dalam bekerja. Kemampuannya ini terus diasah
oleh perusahaan dari waktu ke waktu dan perusahaan terus mengembangkan keahliannya
sebagai pilar perusahaan agar selalu memiliki keunggulan kompetitif.
Setiap langkah perusahaan untuk mengambangkan diri dapat dengan mudah ditiru oleh
perusahaan lain sehingga tidak dipertahankan menjadi competitive advantage secara terus
menerus (Fishwick, 1993). Tetapi sebaliknya SDM merupakan eumber keunggulan kompetitif
yang potensial karena kompetensi yang dimilikinya berupa intelektualitas, sifat, ketrampilan,
karakter personal, srta proses intelektual dan kognitif, tidak dapat ditiru oleh perusahaan lain
(Hamel dan Prahalad, 1990). Didalam lingkup industri tertentu yang kompetitif akan diwarnai
dengan bajak- membajak DM untuk memacu keunggulan kompetitif perusahaan.
Sangat pentingnya kontribusi SDM sebagai salah satu faktor pendukung kesuksesan
perusahaan sangat disadari oleh para pemimpin puncak organisasi. Sehingga perusahaan
dituntut untuk melakukan pengembangan berkesinambungan terhadap kuantitas dan kualitas
stock pengetahuan melalui pelatihan kepada SDM atau merangsang SDM-nya agar learning
by doing dimana sebuah semangat yang terdapat inspirasi didalam learning organization
(Hanel dan Prahalad, 1990). Membangun kemampuan SDM yang didasari oleh kapasitas
perusahaan untuk mempertahankan karyawan, merupakan langkah awal dalam menciptakan
asset SDM strategis. Penciptaan asset SDM yang strategis tersebut tergantung pada proses
organisasi untuk mencetak SDM yang kompeten dan kemampuan perusahaan untuk merekrut
individu-individu terbaik.
Dalam mendapatkan asset yang terbaik maka perusahaan dapat melakukan pendekatan
CBHRM (competency based human resource management) atau dalam bahasa indonesia
dikenal dengan manajemen SDM berbasis kompetensi. Inti dari CBHRM pada perilaku ini
menjadi patokan buku yang menggerakan program SDM untuk mengebangkan gugus kerja
yang lebih efektif. Kompetensi ini diintegrasikan dalam sisten SDM.
Standar perilak karyawan yang paling bagus kinerjanya terbukti mendukung strategi
perusahaan menjadi dasar untuk kebijakan pengelolaan SDM, sperti rekrutmen, seleksi,
imbalan, manajemen kinerja, promosi, dan pengetahuan. Melalui cara ini berarti telah dikaitkan
antara strategi dan manajemen SDM dengan manajemen SDM dengan strategi dan
manajemen korporat.
Pendekatan model kompetensi lainnya adalah pendekatan prganizational yang berarti model
kompetensi ditekankan dalam organisasi dengan tipe organisasi tertentu (Hamel dan Prahalad,
1990). Dalam organisasi yang masih menjunjung tinggi hirarki, kompetensi individu tidak dapat
direalisasikan tanpa adanya faktor-faktor tertentu yang harus di perbaiki. Dengan kata lain,
elemen-elemen dari pendekatan ini mencakup kompetensi terkini dan potensial berkaitan
dengan kapasitas kognitif, memberi nilai tinggi pada pekerjaan, dan jiga mempunyai
kepribadian yang selaras dengan budaya perusahaan.
Sedangkan dalam learning organization yang penuh dengan kedinamisan, setiap individu harus
mempunyai karakteritik yang menjaga tumbuhnya peluang-peluang baru, kepemimpinan dari
pemimpin yang melayani komunitasnya, belajar melalui kinerja dan praktek, serta tidak
memisahkan proses dengan isinya (Civelli, 1997). Terciptanya hubungan perusahaan yang
alami dengan pemasok, pelanggan dan karyawan merupakan merupakan keunggulan kompetitif
tersendiri. Praktek-praktek manajemen SDM harus dilihat tidak hanya sebagai pola perilaku
yang membantu kemampuan SDM.
Kemampuan perusahaan dalam mempertahankan karyawan merupakan konsp kualitatif yang
mendukung berkembangnnya kemampuan SDM. Perusahaan dapat mempertahankan
karyawan yang berkinerja bagus dan memudahkan karyawan yang berkinerja biasa-biasa saja
untuk memperbaiki diri sendiri. Disanping itu, usaha pengembangan pelatihan dilakukan melalui
rewarding system, job security, pengembangan [elatihan dan karir, pemberdayaan dan
memupuk sense of belonging (Spencer & Spencer, 1993).
Strategi perusahaan jangka panjang mengenai SDM, didasari oleh pemikiran bahwa
perusahaan dan kemampuan SDM memberikan arah dasar bagi strategi perusahaan.
Kompetensi SDM yang terintegrasi dengan core competencies perusahaan merupakan sumber
dari value pembelajaran kolektif yang memudahkannya untuk memberikan core products atau
service yang utama melalui SDM (Doz, 1997).






KERANGKA TEORI
Definisi Kompetensi
Suharti (2005) menguraikan bahwa secara umum pengertian kompetensi dapat dilihat dalam
dua perspektif yang luas. Perspektif yang pertama menggambarkan kompetensi dari sudut
pandang organisasi, yang mana kompetensi digambarkan sebagai pengetahuan, kepakaran
dan kemampuan suatu organisasi yang dapat menjadikan organisasi tersebut memiliki
keunggulan dibandingkan pesaing-pesaingnya. Perspektif yang kedua mengarah pada
kompetensi kompetensi yang dimiliki oleh individu. Dalam konteks ini, kompetensi diartikan
sebagai karakteristik-karakteristik yang dapat diidentifikasi dari seseorang yang melakukan
pekerjaan secara efektif. Karakteristik tersebut dapat meliputi motif, sifat, keterampilan citra diri,
peranan sosial dan pengetahuan yang dimiliki. Kompetensi individu ini sering juga diberi label
kompetensi manajerial yang menggambarkan kompetensi yang dimiliki manajer yang sukses.
Kompetensi manajerial dipercayai menyubang erhadap kinerja seseorang dalam pekerjaannya
(Suharti, 2005). Menurut Avraham et al (2001) dalam suharti (2005) menyebutkan bahwan
kompetensi organisasi dan kompetensi manajerial individu erat terkait, dalam pengertian bahwa
kompetensi inti seseorang dapat diturunkan atau diperoleh dari nilai dan kompetensi inti
organisasi.
Berikut ini akan disajikan definisi kompetensi yang dikumpulkan dari berbagai sumber.
SUMBER/PENULIS DEFINISI

Boyatzis (1982) dalam Suharti (2005) An underlying characteristics of a person, it could be, motive, trait,
skill, aspects of ones self image or social role or body of
knowledge which he or she uses.
Albanese (1989) Suharti (2005) A skill an/or person characteristics that contributed to effective
managerial performance.
Nordhaug & Gronhaug (1994) dlam
Suharti (2005)
Work related knowledge, skill and abilities
Arthur Andersen dalam Anthony Dio
Martin (2003)
Kompetensi merupakan karakteristik dasar yang terdiri dari
kemampuan (skill), pengetahuan (knowledge), serta atribut
personal (personal atributes) lainnya yang mampu membedakan
seseorang dengan perfom dan tidak perfom.
Pickett (1998) Suharti (2005) The sum of one experience and the knowledge, skill, values and
atitudes that need to be acquired during his/her lifetime.
Bratton (1998) dalam Suharti (2005) Any knowledge, skill, trait, motive, attitude, value or other personal
characteristics essential to perform a job.
Restaudi (2002) Kompetensi berhubungan dengan kamampuan personal dalan
melakukan pekerjaan mereka untuk mencapai hasil atau
melakukan tugas dengan berhasil. Kompetensi dapat berupa
pengetahuan, keahlian, sikap, nilai atau karakteristik personal.
H.M. Moerad Baso (2003) Kompetensi adalah suatu uraian ketrampilan, pengetahuan dan
sikap yang utama diperlukan untuk mencapai kinerja yang efektif
dalam pekrjaan.
Suharti (2005) Kompetensi adalah karakteristik-karakteristik tertentu,
kamampuan, ketrampilan, perilaku, motif, sifat, kapasitas dan
kualitas individual yang diperlukan manajer untuk melaksanakan
aktivitas manajerial tertentu agar mencapai kinerja pekerjaan
dengan sukses.


Dengan merajuk pada berbagai macam definisi tentang kompetensi diatas, maka penulis
menggunakan definisi yang dikemukakan oleh Suharti (2005) bahwa kompetensi adalah
karakteristik-karakteristik tertentu, kemampuan, petrampilan, perilaku, motif, sifat, kapasitas dan
kualitas individual yang dipergunakan untuk melaksanakan aktivitas manajerial tertentu agar
mencapai kinerja pekerjaan dengan sukses.
Pada dasarnya dari sekian definisi tersebut ada empat makna mengenai kompetensi (Suharti,
2005) yaitu:
1. Kompetensi adalah karakteristik-karakteristik tertentu, kemampuan, ketrampilan,
perilaku, motif, sifat, kapasitas dn kualitas individu yang diperlukan untuk mencapai
kinerja pekerjaan yang sukses.
2. Kompetensi tidak hanya mencerminkan hasil yang diperoleh, tapi juga mencakup
elemen-elemen kemampuan untuk bertindak.
3. Difokuskan pada efektifitas, yaitu mengarah pada perilaku dan hal-hal yang
menyumbang pada kinerja efektif dari pekerjaan manajerial tertentu.
Sejarah kompetensi
Martin (2002)menguraikan sejarah singkat mengenai kompeteni. Meskipun sisten kompetensi
sebenarnya bukanlah produk temuan baru dalam sistem SDM, namun sistem ini tidak banyak
dikenal, apalagi diimplementasikan. Padahal, David McClelland, sang mengahau











Pendahuluan
Menurut Noe (2000 dalam Khoiriyah, 2001), ada empt tantangan yang dihadapi oleh setiap
perusahaan sebagai pelaku bisnis termasuk juga bagi perusahaan retail. Keempat tantangan
yang dimaksudkan adalah: tantangan yang berkenan dengan kualitas, tantangan global,
tantangan social dan tantangan sistim kerja berkinerja tinggi.
Tantangan kualitas (quality challenge) adalh tantangan perusahaan yang berkaitan dengan
upaya memenuhi upaya kebutuhan konsumen akan produk maupun pelayanan yang
berkualitas. Tantangan global (global challenge) merupakan tantangan yang dihadapi
perusahaan dalam rangka perluasan pasar global. Tantangan social (social challengen)
meliputi tantangan perusahaan tentang bagaimana perusahaan me-manage karyawan yang
beragam, terjadinya perubahan komposisi tenaga kerja, dan tantangan meningkatkan
ketrampilan atau kemampuan kay=ryawan. Tantangan sistim kerja berkinerja tinggi (high
performance work system challenge) meliputi tantangan yang dihadapi perusahaan dalam
rangka menyatukan teknologi baru dengan desain kerja.
Dengan adanya tantangan bersaing tersebut, sumber daya manusia yang diupayakan untuk
mampu menghadapi keempat tantangan itu. Salah satu upaya dalam mempersiapkan dan
membekali sumber daya manusia dalam menghadapi tantangan bersaing adalah pelatihan
(Khoitiyah, 2001).
Perusahaan perlu memberikan pelatihan terhadap pengelolaan sumber daya manusia melalui
pelatihan bagi karyawan, baik karyawan baru maupun yang lama. Karyawan harus dibekali
dengan pengetahuan yang mendukung pekerjaannya agar kualitas karyawan meningkat
sehingga dapat melakukan pekerjaannya dengan baik dan tujuan yang diharapkan perusahaan
yang tercapai.
Suatu perusahaan perlu menyadari perlunya pelatihan karyawan agar menjadi tenaga kerja
yang produktif sehingga nantinya akan meningkatkan kualitas dan kuatintas produk dalam
meningkatkan produktivitas kerja karyawan menjadi salah satu aspek penting untuk dilakukan
perusahaan (Rahardjo, 2004).
Pentingnya perusahaan melakukan pelatihan, menurut Rainbird (1994) dalam Santoso, (2000)
karena adanya perbaikan dalam organisasi terutama melalui karyawannya dapat menjadikan
perusahaan mempunyai keunggulan kompetitif. Pelatihan dipertimbangkan sebagai salah satu
proses yang sangat signifikan dalam fungsi manajemen sumbar saya manusia di organisasi.
pelatihan memainkan peran yang kritis dalam memelihara dan mengembangkan kamapuan
karyawan sebagai individu dalam organisasi secara keseluruhan dan dalam kontribusi epada
proses perubahan organisasional (Santoso, 2000).

Teori
Terdapat sejumlah definisi tentang pelathan, diantaranya sebagai berikut:
1. Pelatihan adalah proses sistematik perubahan perilaku karyawan dalam suatu arah
guna meningkatkan tujuan-tujuan organisasional (Simamora, 1997).
2. Pelatihan adalah proses mengajarkan karyawan baru atau yang ada sekarang
ketrampilan dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekrjaan mereka (Dessler,
1997).
Istilah pelatihan (training) sering disamakan dengan istilah pengembangan (development),
namun sebenarnya ada perbedaan diantara keduanya. Perbedaannya terletak pada fokus,
dmana pelatihan (training) difokuskan khususnya untuk menambah skill karyawan dan
difatnya latihan sedangkan pengembangan (development) difokuskan untuk meningkatkan
self-knowledge (pengembangan diri) karyawan. Pelatihan (training)lebih cenderung
digunakan untuk melatih karyawan operasional sedangkan pengembangan (development)
digunakan untuk karyawan manajerial, para eksekutif misalnya (Edelstein and Armstrong
1993 dalam santoso, 2000).
Sebelum pelatihan dapat diselenggarakan, kebutuhan akan hal itu perlu dianalisis terlebih
dahulu. Hal demikian disebut sebagai langkah/tahapan penilaian dari proses pelatihan.
Adapun tahapan proses pelatihan ditujukan pada gambar 2.1 berikut ini (Dessler, 1984)




















Berdasarkan gambar 2.1 diatas, berikut penjabaran dari masing-masing langkah dari
proses pelatihan:

ANALISA
Apakah masalahnya terletak pada
ketidakmampuan atau ketidakmauan
PENYUSUNAN TUJUAN TRAINING
Tujuan hendaknya dapat diamati dan
dapat diukur
TRAINING
Teknik-teknik yang tercakup dalam
training pekerjaan, belajar terprogram
EVALUASI
Mengukur reaksi proses belajar, perilaku,
atau hasil
1. Analisa kebutuhan training
Langkah pertama dalam training adalah menentukan jenis training yang diperlukan.
Terdapat dua teknik utama dalam menentukan kebutuhan training yaitu analisis tugas
dan analisis prestasi. Analisis tugas merupakan cara yang tepat untuk menetukan
kebutuhan training yang belum mengenal pekerjaannya. Dengan demikian analisis
tugas lebih ditujuakn bagi karyawan baru. Analisis prestasi merupakan upaya
memverifikasi fakta adanya kemunduran prestasi yang cukup berarti dan kemudian
menentukan apakah kemunduran itu harus diatasi melalui training atau dengan cara lain
(seperti mengganti mesin atau memindahkan pegawai yang bersangkutan). Dengan
demikian analisis tugas lebih ditujuakn bagi karyawan lama.
2. Penyusuanan tujuan training
Penyusunan tujuan training yang jelas dan dapat diukur merupakan lini dasar sebagai
hasil dari penentuan kebutuhan training.
3. Training
Setelah menetukan kebutuhan training dan menetapkan tujuan training, selanjutnya
training dapat diselenggarakan.
4. Evaluasi
Setelah training dilakukan, tahap terakkhir adalah melakukan evaluasi terhadap
pelaksanan kegiatan training tersebut untuk mengetahui sejauhmana tujuannya telah
dicapai.

Tujuan pelatihan (training)
Setiap usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau seuatu organisasi selalu
mempunyai tujuan. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan pelatihan adalah
(Rahardjo, 2004):

1. Pekerjaan dilakukan lebih cepat dan lebih baik
Dengan pelatihan, karyawan diajarkan dan dilatih bagaimana melaksanakan
pekerjaannya sev=cara lebih cepat dan lebih baik dari sebelumnya. Dengan pekerjaan
yang lebih cepat ini maka perusahan mengharapkan penurunan biaya untuk tenaga
kerja
2. Penghematan dalam penggunaan bahan
Dengan pelatihan sebenarnya para karyawan tidak hanya diajarkan bagaimana bekerja
lebih cepat dan lebih baik, tetapi juga bagaimana menghemat bahan buku dan bahan
pendukung, dengan harapan sisa bahan yang terbuang menjadi berkurang, kerusakan
bahan menjadi lebih kecil serta penggunaan bahan menjadi sesuai dengan yang telah
ditetapkan secara realistis dan ekonomis.
3. Penggunaan peralatan dan mesin menjadi lebih tahan lama
Dalam pelatihan juga diajarkan bagaimana menggunakan peralatan mesin sehingga
dapat mengurangi kerusakan akibat katidaktahuan pemakaian akan memperpanjang
umur peralatan dan mesin tersebut. Dengan adanya pelatihan untuk menggunakan
peralatan dan memelihara serta memperbaiki mesin secara cepat dan tepat, berarti
mengurangi resiko kerusakan-kerusakan yang berat dari peralatan yang memerlukan
investasi modal yang sangat besar tersebut. Disamping itu, dengan jarangnya timbul
kerusakan maka berarti kelangsungan perusahaan untuk selalu dapat bekerja dengan
lebih terjamin. Tanpa adanya pelatihan maka dapat menimbulkan terjadinya kerusakan-
kerusakan yang selain menimbulkan biaya lebih besar juga dapat mengganggu
kelancaran jalannya perusahaan.
4. Angka kecelakaan diharapkan lebih kecil
Dengan mengajarkan cara-cara bekerja sesuai dengan keselamatan kerja, diharapkan
angka kecelakaan menjadi lebih kecil. Dalam praktek, kecelakaan yang terjadi dapat
disebabkan oleh beberap hal, antara lain: a) pekerja tidak mengetahui cara bekerja
yang sesuai dengan ketentuan keselamatan kerja, b) mengetahui cara bekerja yang
sesuai dengan ketentuan keselamatan kerja, tetapi kurang menyadari arti pentingnya
ketentuan tersebut dipatuhi, c) karena kelalaian pekerja itu sendiri mungkin karena sifat
yang kurang hati-hati, kurang disiplin dan sebagainya. Hal itu semua dapat dikurangi
bila perusahaan melaksanakan pelatihan secara efektif.
5. Tanggungjawab diharapkan lebih besar
Dari pelatihan yang diberikan maka diharapkan karyawan dapat meningkatkan rasa
tanggungjawab dan bertingkah laku sesuai dengan keinginan peruahaan.

Anda mungkin juga menyukai