Anda di halaman 1dari 13

Macam Antibiotika Dan Fungsinya ( Bagian 1 )

Berdasarkan struktur kimianya, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut:


a) Golongan Aminoglikosida
Diantaranya amikasin, dibekasin, gentamisin, kanamisin, neomisin, netilmisin, paromomisin,
sisomisin, streptomisin, tobramisin.
b) Golongan Beta-Laktam
Diantaranya golongan karbapenem (ertapenem, imipenem, meropenem), golongan
sefalosporin (sefaleksin, sefazolin, sefuroksim, sefadroksil, seftazidim), golongan beta-
laktam monosiklik, dan golongan penisilin (penisilin, amoksisilin).
c) Golongan Glikopeptida
Diantaranya vankomisin, teikoplanin, ramoplanin dan dekaplanin.
d) Golongan Poliketida
Diantaranya golongan makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin, roksitromisin),
golongan ketolida (telitromisin), golongan tetrasiklin (doksisiklin, oksitetrasiklin,
klortetrasiklin).
e) Golongan Polimiksin
Diantaranya polimiksin dan kolistin.
f) Golongan Kinolon (fluorokinolon)
Diantaranya asam nalidiksat, siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin, levofloksasin, dan
trovafloksasin.
g) Golongan Streptogramin
Diantaranya pristinamycin, virginiamycin, mikamycin, dan kinupristin-dalfopristin.
h) Golongan Oksazolidinon
Diantaranya linezolid dan AZD2563.
i) Golongan Sulfonamida
Diantaranya kotrimoksazol dan trimetoprim.
j) Antibiotika lain yang penting, seperti kloramfenikol, klindamisin dan asam fusidat.
Berdasarkan mekanisme aksinya, yaitu mekanisme bagaimana antibiotik secara selektif meracuni
sel bakteri, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut:
a) Mengganggu sintesa dinding sel, seperti penisilin, sefalosporin, imipenem, vankomisin,
basitrasin.
b) Mengganggu sintesa protein bakteri, seperti klindamisin, linkomisin, kloramfenikol,
makrolida, tetrasiklin, gentamisin.
c) Menghambat sintesa folat, seperti sulfonamida dan trimetoprim.
d) Mengganggu sintesa DNA, seperti metronidasol, kinolon, novobiosin.
e) Mengganggu sintesa RNA, seperti rifampisin.
f) Mengganggu fungsi membran sel, seperti polimiksin B, gramisidin.
Antibiotik dapat pula digolongkan berdasarkan organisme yang dilawan dan jenis infeksi.
Berdasarkan keefektifannya dalam melawan jenis bakteri, dapat dibedakan antibiotik yang
membidik bakteri gram positif atau gram negatif saja, dan antibiotik yang berspektrum luas,
yaitu yang dapat membidik bakteri gram positif dan negatif.

Resistensi Antibiotik
Salah satu perhatian terdepan dalam pengobatan modern adalah terjadinya resistensi antibiotik.
Bakteri dapat mengembangkan resistensi terhadap antibiotik, misalnya bakteri yang awalnya
sensitif terhadap antibiotik, kemudian menjadi resisten.
Resistensi ini menghasilkan perubahan bentuk pada gen bakteri yang disebabkan oleh dua proses
genetik dalam bakteri:
1) Mutasi dan seleksi (atau evolusi vertikal)
Eolusi vertikal didorong oleh prinsip seleksi alam. Mutasi spontan pada kromosom bakteri
memberikan resistensi terhadap satu populasi bakteri. Pada lingkungan tertentu antibiotika
yang tidak termutasi (non-mutan) mati, sedangkan antibiotika yang termutasi (mutan)
menjadi resisten yang kemudian tumbuh dan berkembang biak.
2) Perubahan gen antar strain dan spesies (atau evolusi horisontal)
Evolusi horisontal yaitu pengambil-alihan gen resistensi dari organisme lain. Contohnya,
streptomises mempunyai gen resistensi terhadap streptomisin (antibiotik yang dihasilkannya
sendiri), tetapi kemudian gen ini lepas dan masuk ke dalam E. coli atau Shigella sp.

Macam-macam antibiotika , dosis dan mekanisme kerjanya (bagian 2)
Antimikroba yang Menghambat Sintesis Protein Mikroba
Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah golongan aminoglikosid, makrolid, linkomisin,
tetrasiklin dan kloramfenikol. Untuk kehidupannya, sel mikroba perlu mensintesis berbagai
protein. Sintesis protein berlangsung di ribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada
bakteri, ribosom terdiri atas atas dua subunit, yang berdasarkan konstanta sedimentasi dinyatakan
sebagai ribosom 30S dan 50S. untuk berfungsi pada sintesis protein, kedua komponen ini akan
bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 70S.
1. Aminoglikosid
Aminoglikosid adalah suatu golongan antibiotic bakterisid yang asalnya didapat dari
berbagai species Streptomyces dan memiliki sifat-sifat kimiawi antimikroba, farmakologis
dan toksik yang karakteristik. Golongan ini meliputi Streptomycin, neomycin, kanamycin,
amikacin, gentamycin, tobramycin, sisomycin, netilmycin, dsb
A. Sifat Kimiawi dan Fisik
Amiinoglikosid mempunyai cincin Hexose yaitu streptidine (pada streptomycin),atau 2-
deoxystreptamine (pada aminoglikosid lain), dimana berbagai gula amino dikaitkan oleh
ikatan glikosid. Agen-agen ini larut air, stabil dalam larutan dan lebih aktif pada pH alkali
dibandingkan pH asam.
B. Mekanisme Kerja
Aminoglikosida merupakan penghambat sintesis protein irreversible, namun mekanisme
pasti bakteriosidnya tidak jelas. Begitu memasuki sel, ia akan mengikat protein subunit-
30S yang spesifik (untuk streptomycin S12).
Aminoglikosid menghambat sintesis protein dengan 3 cara:
Agen-agen ini mengganggu kompleks awal pembentukan peptide
Agen-agen ini menginduksi salah baca mRNA, yang mengakibatkan
penggabungan asam amino yang salah ke dalam peptide, sehingga
menyebabkan suatu keadaan non fungsi atau toksik protein
Agen-agen ini menyebabkan terjadinya pemecahan polisom menjadi
monosom non- fungsional.
C. Mekanisme Resistensi
Telah ditentukan 3 mekanisme prinsip yaitu
Mikroorganisme memproduksi suatu enzim transferase atau enzim-enzim yang
menyebabkan inaktivitas aminoglikosid, melalui adenilasi, asetilasi, atau
fosforilasi
Menghalangi masuknya aminoglikosida ke dalam sel
Protein reseptor sub unit ribosom 30S kemungkinan hilang atau berubah sebagai
akibat dari mutasi.
D. Farmakokinetika
Aminoglikosid diabsorbsi sangat buruk pada saluran gastrointestinal yang utuh. Setelah
suntikan intramuscular, aminoglikosid diabsorbsi dengan baik dan mencapai konsentrasi
puncak dalam darah antara 30-90 menit. Aminoglikosid biasanya diberikan secara
intravena 30-60 menit. Secara tradisional aminoglikosid diberikan dalam 2 atau 3 dosis
terbagi perhari bagi pasien-pasien dengan fungsi ginjal normal.
Aminoglikosid merupakan senyawa yang sangat polar dan tidak dapat langsung
memasuki sel. Sebagian besar aminoglikosid tidak dapat masuk ke mata dan SSP.
Aminoglikosid dibersihkan di ginjal, dan ekskresinya berbanding langsung dengan
klirens kreatinin. Waktu paruh normal dalam serum adalah 2-3 jam, namun meningkat
dalam 24-48 jam pada pasien dengan kerusakan fungsi ginjal yang signifikan.
Aminoglikosid hanya mengalami klirens secara sebagian dan tidak beraturan melalui
hemodialisis (misalnya 40-60% untuk gentamicyn), dan lebih efektif jika klirens melalui
dialysis peritoneal.
Penyesuaian dosis harus dilakukan untuk menghindari akumulasi obat dan toksisitas pada
pasien-pasien dengan insufisiensi fungsi ginjal. Bisa jadi dosis obat dibiarkan konstan
dan interval antar dosis dinaikkan, atau interval dibiarkan konstan sementara dosisnya
dikurangi. Berbagai monogram dan formula telah dikembangkan untuk menghubungkan
kadar serum kreatinin dalam dengan penyesuaian pada regimen pengobatan.
Dosis harian Aminoglikosid dihitung dengan cara mengalikan dosi harian maksimum
dengan rasio perbandingan klirens kreatinin yang diperkirakan terhadap klirens normal
yaitu 120 mg/min, yang merupakan nilai tipikal untuk pria dewasa normal dengan bobot
70 kg. Untuk wanita berusia 60 tahun dengan bobot 60 kg dan serum kreatinin 3 mg/dL,
dosis tepat untuk gentamicyn adalah sekitar 50 mg/hari.
Terdapat variasi individual yang patut dipertimbangkan dalam kadar serum
Aminoglikosid diantara pasien-pasien dengan nilai klirens kreatinin yang diperkirakan
sama. Oleh sebab itu, adalah wajib untuk mengukur kadar serum obat untuk menghindari
toksisitas berat khususnya apabila dosis tinggi diberikan selama lebih dari beberapa hari
atau jika fungsi ginjal berubah dengan cepat. Untuk regimen tradisional dengan
pemberian dosis dua atau tiga kali sehari, konsentrasi serum puncak harus ditentukan dari
sampel darah yang diambil sekitar 30-60 menit setelah pemberian satu dosis dan
konsentrasi trough dari sampel yang diambil sebelum pemberian dosi berikutnya.
E. Efek-efek yang Tidak Diinginkan
Semua Aminoglikosid bersafat ototoksik dan nefrotoksik. Ototoksisitas dan
nefrotoksisitas cenderung ditemukan saat terapi dilanjutkan hingga lebih dari 5 hari, pada
dosis yang lebih tinggi, pada orang-orang lanjut usia dan dalam kondisi insufisiensi
fungsi ginjal. Penggunaan bersama diuretic loop (misalnya furosemid) atau agen
antimikroba nefrotoksik lain (missal vanomicyn atau amphotericyn) dapat meningkatkan
nefrotoksisitas dan sedapat mungkin dihindarkan.
F. Penggunaan Klinis
Aminoglikosid paling sering digunakan melawan bakteri enteric gram-negatif, khusunya
ketika isolatnya resisten obat dan ketika dicurigai sepsis. hampir selalu digunakan dalam
kombinasi dengan antibiotic beta-laktam dalam upaya untuk memperluas cakupan
meliputi patogen-patogen gram positif yang potensial dan untuk mendapatkan
keuntungan sinergisme kedua klas obat ini. Pemilihan aminoglikosid dan dosisnya
sebaiknya tergantung pada infeksi yang sedang dihadapi dan kerentanan dari isolate
tersebut.

2. Makrolid

Macrolide merupakan suatu kelompok senyawa yang berhubungan erat, dengan ciri suatu
cincin lakton (biasanya terdiri dari 14 atau 16 atom) di mana terkait gula-gula deoksi. Obat
prototipnya adalah Eritromycin, yang terdiri dari dua belahan gula yang terkait pada cincin
lakton 14-atom, diambil dari Streptomyces erytheus pada tahun 1952. Clartromycin dan
artitromycin merupakan turunan semisintesis eritromycin.
A. Eritromicyn
Kimia
Struktur umum dari ertromycin ditunjukkan diatas cincin makrolida dan gula-gula
desosamin dan kladinose. Obat ini sulit larut dalam air (0,1%) namun dapat langsung
larut pada zat-zat pelarut organik. Larutan ini cukup satabil pada suhu 4oC, namun dapat
kehilangan aktivitas dengan cepat pada suhu 20oC dan pada suhu asam. Ertromycin
biasanya tersedia dalam bentuk berbagai ester dan garam.

Aktivitas Antimikroba
Eritromycin efektif terhadap organisme-oragnisme gram positif, terutama
pneumokokkus, sterptokokkus, dan corynebacteria, dalam konsentrasi plasma sebesar
0,02 mg/mL. Selain itu mycoplasma, legionella, Chlamydia trachomatis, C psittaci, C
pneumonia, helicobacter, listeria, dan mycobacteria tertentu, juga rentan terhadap
ertromycin. Demikian pula organism-organisme gram negative, seperti spesies neisseria,
Bordetella pertussis, Batonella henselae, dan B quintana (agen-agen penyebab pada
penyakit catscratch dan angiomatosis basiler), beberapa spesies rickettise, Tropenome
pallidum, serta spesies campylobacter. Sekalipun demikian, Haemophilus influenza agak
kurang rentan. Hambatan sintesis protein terjadi melalui ikatan ke RNA ribosom 50S.
Sintesis protein terhambat karena reaksi-reaksi translokasi aminoasil dan hambatan
pembentuk awal.

Resistensi

Resistensi terhadap ertromycin biasanya dikode oleh plasmid. Terdapat 3 mekanisme
yang telah dikenal :
Penurunan permeabilitas membrane sel atau pengaliran keluar (efflux) yang aktif
Produksi esterase (oleh enterobacteriaceae) yang menghidrolisi makrolida
Modifikasi situs ikatan ribosom (disebut juga preoteksi ribosom) oleh mutasi
kromosom atau oleh metilase pengganti atau penginduksi makrolida.
Farmakokinetika
Ertromycin basa dihancurkan oleh asam lambung dan harus diberikan dengan salut
enteric. Stearat dan ester cukup tahan pada keadaan asam dan diabsorbsi lebih baik.
Garam lauryl dan ester propionil ertromycin merupakan preprata oral yang paling baik
diabsorbsi. Dosis oral sebesar 2 g/hari menghasilkan konsentrasi basa ertromycin serum
dan konsentrasi ester sekitar 2 mg/mL. Akan tetapi, yang aktif secara mikrobiologis
adalah basanya, sementara konsentrasinya cenderung sama tanpa memperhitungkan
formulasi. Waktu paruh serum adalah 1,5 jam dalam kondisi normal dan 5 jam pada
pasien dengan anuria. Penyesuaian untuk gagal ginjal tidak diperlukan. Ertromycin tidak
dapat dibersihkan melalui dialysis. Jumlah besar dari dosis yang diberikan diekskresikan
dalam empedu dan hilang dalam fases, hanya 5% yang diekskresikan dalam urine. Obat
yang telah diabsorbsi didistribusikan secara luas, kecuali dalam otak dan cairan
serebrospinal. Ertromycin diangkut oleh leukosit polimorfonukleus dan makrofag. Oabt
ini melintasi sawar plasenta dan mencapai janin.
Penggunaan Klinis Eritromycin merupakan obat pilihan dalam:
a. Infeksi-infeksi corynebacterial (diphtheria, corynebacterial sepsis, erythasma)
b. Infeksi kuman Chlamydia pada pernafasan, neonates, okuler, atau genital
c. Mengobati pneumonia dalam komunitas.
d. Sebagai penggenti untuk individu yang alergi terhadap Penisiln, dalam infeksi yang
disebabkan oleh stapilokokkus, streptokokkus, dan pneumokokkus.
e. Sebagai profilaksis terhadap endokarditis dalam prosedur-prosedur dental pada
individu penyakit jantung valvular, sekalipun Clindamycin yang ditoleransi dengan
baik telah banyak menggantikannya.

Efek Samping
a. Efek-efek gastrointestinal : Anoreksia, mual, muntah dan diare sesekali menyertai
pemberian oral. Intoleransi ini disebabkan oleh stimulitas langsung pada motilitas
usus.
b. Toksisitas hati : dapat menimbulkan hepatitis kolestasis akut (demam, ikterus,
kerusakan fungsi hati), kemungkinan sebagai reaksi hepersensitivitas.
c. Interaksi-interaksi obat : menghambat enzim-enzim sitokrom P450 dan
meningkatkan konsentarsi serum sejumlah obat, termasuk teofilin, antikoagulan oral,
siklosporin, dan metilprednisolon. Meningkatkan konsentrasi serum digoxin oral
dengan jalan meningkatkan bioavailabilitas.

B. Claritromycin
Kimia
Claritromycin diturunkan dari eritromycin dengan penambah satu kelompok methyl, serta
memiliki satbilitas asam dan absorbi oral yang lebih baik dibandingkan dengan
eritromycin.

Aktivitas Antimikroba
Mekanisme kerja claritromycin sama dengan eritromycin, kecuali bahwa claritromycin
lebih aktif terhadap kompleks mycobacterium avium. Claritromycin juga mempunyai
aktivitas terhadap M leprae dan Toxoplasma gondii. Streptokokkus dan stapilokokkus
yang resisten terhadap eritromycin juga resisten terhadap claritromycin.

Farmakokinetika
Dosis 500 mg menghasilkan konsentrasi serum sebesar 2-3 mg/mL. Waktu paruh
claritromycin (6 jam) yang lebih panjang dibandingkan dengan eritromycin
memungkinkan pemberian dosis 2 kali sehari. Claritromycin dimetabolisme dalam hati.
Metabolit utamanya adalah 14-hidroksiclaritromycin, yang juga mempunyai aktivitas
antibakteri. Sebagian dari obat aktif dan metabolit utama ini dieliminsai dalam urine, dan
pengurangan dosis dianjurkan bagi pasien-pasien dengan klirens kreatinin dibawah 30
mL/menit.

Penggunaan Klinis
Keuntungan claritromycin dibandingkan eritromycin adalah lebih rendahnya frekuensi
intoleransi gastrointestinal dan lebih jarangnya frekuensi pemberian dosis.

C. Azitromycin

Kimia
Azitromycin merupakan senyawa dengan cincin makrolida lakton 15-atom yang
diturunkan dari eritromycin dengan penambahan suatu nitrogen yang dimetilasi ke dalam
cincin laktone eritromycin.

Aktivitas Antimikroba dan Penggunaan Klinis
Spektrum aktivitas dan penggunaan klinis identik dengan claritromycin. Azitromycin
aktif terhadap kompleks M avium dan T gondii. Azitromycin sedikit kurang aktif
dibandingkan eritromycin dan claritromycin terhadap satpilikokkus dan sterptokokkus,
namun sedikit lebih aktif terhadap H influenzae. Azitromycin sangat aktif terhadap
klamidia.

Farmakokinetik
Azitromycin berbeda dengan eritromycin dan claritromycin terutama dalam sifat
farmakokinetika. Satu dosi Azitromycin 500 mg dapat menghasilkan konsentrasi serum
yang lebih rendah, yaitu sekitar 0,4 g/mL. Akan tetapi Azitromycin dapat melakukan
penetrasi kesebagian besar jaringan dapat melebihi konsentrasi serum sepuluh hingga
seratus kali lipat. Obat dirilis perlahan dalam jaringan-jaringan (waktu paruh jaringan
adalah 2-4 hari) untuk menghasilkan waktu paruh eliminasi mendekati 3 hari. Sifat-sifat
yang unik ini memungkinkan pemberian dosis sekali sehari dan pemendekan durasi
pengobatan dalam banyak kasus.

Azitromycin diabsorbsi dengan cepat dan ditoleransi dengan baik secara oral. Obat ini
harus diberikan 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan. Antasida aluminium dan
magnesium tidak mengubah bioavaibilitas, namun memperlama absorbsi dan dengan 15
atom (bukan 14 atom), maka Azitromycin tidak menghentikan aktivitas enzim-enzim
sitokrom P450, dan oleh karena itu tidak mempunyai interaksi obat seperti yang
ditimbulkan oleh eritromycin dan claritmycin.

D. Tetrasiklin
Antibiotika golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah klortetrasiklin kemudian
ditemukan oksitetrasiklin. Tetrasiklin sendiri dibuat secara semisintetik dari
klortetrasiklin, tetapi juga dapat diperoleh dari species Streptomyces lain. Demeklosiklin,
doksisiklin dan minosiklin juga termasuk antibiotic golongan tetrasiklin.

Mekanisme kerja
Golongan tetrasiklin menghambat sintesis protin bakteri pada ribosomnya. Paling sedikit
terjadi 2 proses dalam masuknya antibiotik ke dalam ribosom bakteri gram negatif;
pertam yang disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua ialah sistem transport
aktif. Setelah masuk maka antibiotik berikatan dengan ribosom 30S dan menghalangi
masuknya tRNA-asam amino pada lokasi asam amino.

Efek Antimikroba
Pada umumnya spektrum golongan tetrasiklin sama (sebab mekanismenya sama), namun
terdapt perbedaan kuantitatif dan aktivitas masing-masing drivat terhadap kuman tertentu.
Hanya mikroba yang cepat membelah yang dipengaruhi obat ini.
Golongan tetrasiklin termasuk antibiotik yang terutama bersifat bakteriostatik dan bekerja
dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Spektrum antimikroba Tetrasiklin
memperlihatkan spektrum antibakteri luas yang meliputi kuman gram-positif dan negatif,
aerobik dan anaerobik. Selain itu juga aktif terhadap spiroket, mikoplasma, riketsia,
klamidia, legionela dan protozoa tertentu. Pada umunya tetrasiklin tidak digunakan untuk
pengobatan infeksi oleh streptokokus karena lebih efektif dengan penisilin G, eritromisin,
sefalosporin; kecuali doksisiklin yang digunakan untuk pengobatn sinusitis pada orang
dewasa yang disebabkan oleh Str. pneumoniae dan Str.pyogenes. banyak strai S.aureus
yang resisten terhadap tetrasiklin.

Tetrasiklin dapat digunakan sebagai pengganti penisilin dalam pengobatan infeksi batang
gram-positif seperti B.anthracis, Erysipel, Iothrix rhusiopathiae, Clostridium tetani dan
Listeria monocytogenes.

Farmakokinetik

Absorpsi Sekitar 30-80% tetrasiklin diserap dalam salura cerna. Doksisiklin dan
minosiklin iserap lebih dari 90%. Absorpsi sebagian besar berlangsung di lambung dan
usus halus. Adanya makanan dalam lambung menghambat penyerapan, kecuali
minosiklin dan doksisiklin. Absorpsi dihambat dalam derajat tertentu oleh pH tinggi dan
pembentukan kelat yaitu kompleks tetrasiklin dengan suatu zat lain yang sukar diserap
seperti aluminium hidroksid, garam kalsium dan magnesium yang biasanya terdapat
dalam antasida, dan juga ferum. Tetrasiklin diberikan sebelum makan atau 2 jam sesudah
makan.

Distribusi Dalam plasma semua jenis tetrasiklin terikat oleh protein plasma dalam
jumlah yang bervariasi. Dalam cairan cerebrospinal (CSS) kadar golongan tetrasiklin
hanya 10-20% kadar dalam serum. Penetrasi ke CSS ini tidak tergantung dari adanya
meningitis. Penetrasi ke cairan tubuh lain dan jaringan tubuh cukup baik. Obat golongan
ini ditimbun di hati, limpa dan sumssum tulang serta di sentin dan email gigi yang belum
bererupsi. Golongan tetrasiklin menembus sawar uri dan terdapat dalam ASI dalam kadar
yang relatif tinggi. Dibandingkan dengan tetrasiklin lainnya, doksisiklin dan minosiklin
daya penetrasinya ke jaringan lebih baik.

Ekskresi Golongan tetrasiklin diekskresi melalui urin dengan filtrasi glomerolus dan
melalui empedu. Pemberiaan per oral kira-kira 20-55% golongan tetrasiklin diekskresi
melalui urin. Golongan tetrasiklin yang diekskresi oleh hati ke dalam empedu mencapai
kadar 10 kali kadar dalam serum. Sebagian besar obat yang diekskresi ke dalam lumen
usus ini mengalami sirkulasi enterohepatik; maka obat ini masih terdapat dalam darah
untuk waktu lama setelah terapi dihentikan. Bila terjadi obstruksi pada saluran empedu
atau gangguan faal hati obat ini akan mengalami kumulasi dalam darah. Obat yang tidak
diserap diekskresi melalui tinja.

Efek samping
Gangguan lambung. Penekanan epigastrik biasanya disebabkan iritasi ari mukosa
lambung dan sering kali terjadi pada penderita yang tidak patuh yang diobati dengan obat
ini.

Efek terhadap kalsifikasi jaringan. Deposit dalam tulang dan pada gigi timbul selama
kalsifikasi pada anak yang berkembang. Hal ini menyebabkan pewarnaan dan hipoplasi
pada gigi dan menganggu pertumbuhan sementara.
Hepatotoksisitas fatal. Efek samping ini telah diketahui timbul bila obat ini diberikan
pada perempuan hamil dengan dosis tinggi terutama bila penderita tersebut juga pernah
mengalami pielonefritis.

interaksi obat
Bila tetrasiklin diberikan dengan metoksifluoran maka dapat menyebabkan nefrotoksisk.
Bila dikombinasikan dengan penisilin maka aktivitas antimikrobanya dihambat. Bila
tetrasiklin digunakan bersamaan dengan produk susu maka akan menurunkan
absorpsinya karena membentuk khelat tetrasiklin dengan ion kalsium yang tidak dapat
diabsorpsi.

E. Kloramfenikol
Kloramfenikol diisolasi pertama kali dari Streptomyces venezuelae. Karena daya anti
mikrobanya yang kuat, maka penggunaannya meluas hingga tahun 1950, dan diketahui
obat ini dapt menimbulkan anemia aplastik yang fatal. Karena toksisitasnya, penggunaan
obat ini dibatasi hanya untuk mengobati infeksi yang mengancam kehidupan dan tidak
ada alternatif lain.

Mekanisme kerja
kloramfenikol bekerja dengan mengikat sub unit 50S ribosom bakteri dan menghambat
sintesis protein kuman. Yang dihambat ialah enzim peptidil trasferase yang merupakan
katalisator untuk pembentukan ikatan-ikatan peptida pada proses sintesis protein kuman.
Karena kemiripan ribosom mitokondria mamalia dengan bakteri, sintesis protein pada
organela ini dihambat dengan kadar klorafenikol tinggi yang dapat menimbulkan
toksisitas sumsum tulang. Efek toksiknya pada sel mamalia terutama terlihat pada sistem
hemopoetik dan diduga berhubungan dengan mekanisme kerja obat ini.

Spektrum antibakteri
Spektrum antibakterinya meliputi D.pneumoniae, Streptomyces pyogenes,
Streptomycesviridans, Neiserria, Haemophilus, Bacillus sp, Listeria, Bartonella, Brucella,
P.multocida, C.diphtheriae, Chlamydia, Mycoplasma, Rickettsia, Treponema, dan
kebanyakan kuman anaerob.
Bebrapa strain D.pneumoniae, H.influenzae dan N.meningitidis brsifat resisten; S.aureus
umunya sensitif, sedang Enterobactericeae banyak yang telah resisten.
Obat ini juga efektif terhadap kebanyakan strain E.coli, K.pneumoniae dan Pr.mirabilis .
Kebanyakan strain Serratia, Providencia, dan Proteus rettgerii resisten, juga kebanyakan
strain Pseudomonas aeruginosa danstrain tertentu Salmonella typhi.

Farmakokinetik
Setelah pemberiaan oral, kloramfenikol diserap dengan cepat. Kadar punck dalam darah
tercapai dalam 2 jam. Untuk anak diberikan ester kloramfenikol palmitat atau stearat
yang tidak pahit. Bentuk ester ini akan terhidrolisis di usus dan membebaskan
kloramfenikol. Masa paruh eliminasi pada orang dewasa kurang lebih 3 jam, pada bayi
umur kurang 2 minggu sekitar 24 jam. Kira-kira 50% kloramfenikol dalam darah terikat
dengan albumin. Obat ini diditribusikan secara baik ke berbagai jaringan tubuh, termasuk
otak, cairan cerebrospinal dan mata. Dalam hati kloramfenikol mengalami konyugasi
dengan asam glukoronat oleh enzim glukuronil transferase. Dalam waktu 24 jam, 80-90%
kloramfenikol yang diberikan per oral telah diekskresi melalui urin, hany 5-10% dalam
bentuk aktif. Sisanya terdapat dalam bentuk glukuronat atau hidrolisat lain yang tidak
aktif. Bentuk aktif kloramfenikol diekskresi terutam melalui filtrat glomerulus sedangkan
metabolitnya dengan sekresi tubulus.

Efek samping
Reaksi hematologik. Terdapat dalam 2 bentuk. Pertama yaitu reaksi toksik dengan
manifestasi depresi sumsum tulang. Kelainan darah yng terlihat yaitu anemia,
retikulositopenia, peningkatan serum ion dan iron binding capacity serta vakuolisasi seri
eritrosit bentuk muda. Bentuk kedua prognosinya sangat buruk karena anemia yang
timbul bersifat irreversibel. Bentuk yang hebat bermanifestasi sebagai anemia aplastik
dengan pansitopenia.

Reaksi alergi
Kloramfenikol dapat menimbulkan kemerahan kulit, angioudem, urtikaria dan
anafilaksis. Kelainan menyerupai reaksi Herxheimer dapat terjadi pada pengobatan
demam tifoid walaupun jarang dijumpai.
Reaksi saluran cerna. Bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, glositis, diare dan
enterokolitis.

Gray baby sindrom. Efek ini terjadi pada neonatus bila regimen dosis kloramfenikol tidak
disesuaikan secara akurat. Neonatus memiliki kapasitas rendah dalam mengglukuronidasi
antibiotika dan fungsi ginjalnya belum sempurna sehingga kemampuannya untuk
mengekskresi obat menurun, yang menumpuk sampai tingkat yang mengganggu fungsi
ribosom mitokondria. Hal ini menyebabkan masuknya makanan terganggu, menekan
pernafasan, kardiovaskular kolaps, sianosis (karena itu disebut grey baby) dan
kematian.

Reaksi neurologik. Terlihat dalam bentuk depresi, bingung, delirium, dan sakit kepala.
Neuritis perifer atau neuropati optik dapat juga timbul terutama setelah pengobatan lama.

Interaksi obat Kloramfenikol mampu menghambat fungsi penggabungan oksidase
hepatik sehingga dapat menghambat metabolisme obat seperti warfarin, fenitoin,
tolbutamid dan klopropamid, sehingga meningkatkan konsentrasi dan efeknya.


F. Klindamisin
Mekanisme kerja
Mekanisme kerja klindamisin sama dengan eritromisin yaitu mengikat secara ireversibel
pada tempat sub unit 50S ribosom bakteri, sehingga menghambat langkah translokasi
sintesis protein.

Spektrum antibakteri
Spektrum antibakterinya menyeruapai linkomisisn hanya in vitro klindamisin lebih aktif.
Obat ini aktif terhadap S.aureus, D.pneumoniae, Str.pyogenes, Str.anaerobic, Str.viridans
dan Actinomyces israelli. Obat ini juga aktif terhadap Bacteroides fragilis dan kuman
anaerob lainnya.

Farmakokinetik
Klindamisin diserap hampir lengkap pada pemberiaan oral. Adanya makanan dalam
lambung tidak banyak mempengaruhi absorpsi obat ini. Klindamisin palmitat yang
digunakan sebagai preparat oral pediiatrik, tidak aktif secara in vitro. Tetapi setelah
mengalami hidrolisis akan dibebakan klindamisin yang aktif. Klindamisin didistribusi
dengan baik, ke berbagai cairan tubuh, jaringan dan tulang, kecuali CSS walaupun
sedang terjadi meningitis. Dapat menembus sawar uri dengan baik. Kira-kira 90%
klindamisin dalam serum terikat dengan albumin. Hanya sekitar 10% klindamisin
diekskresi dalam bentuk asal melalui urin. Sejumlah kecil klindamisin ditemukan dalam
feses. Sebagian besar obat dimetabolisme menjadi N-demetilklindamisin dan klindamisin
sulfoksid untuk selanjutnya diekskresi melalui urin dan empedu.

Efek samping
selain kulit kemerahan, efek samping yang paling serius yang dapat berakibat fatal yaitu
kolitis pseudomembranosa yang disebabkan pertumbuhan berlebihan Clostridium
difficile yang mengeloborasi toksin nekrotik. Reaksi lain yang jarang terjadi ialah
sindrom stevens-johnson, peningkatan SGPT dan SGOT sementara, granulisitopenia,
trombositopenia dan reaksi anfilaksis. Tromboflebitis dapat terjadi karena pemberian iv.

Penggunaan klinik
Walaupun beberapa infeksi kokus gram positif dapat diobati dengan klindamisin,
pengobatan ini harus dipertimbangkan baik-baik karena mungkin menimbulkan kolitis.
Klindamisin terutam bermanfaat untuk infeksi kuman anaerobik, terutama B.fragilis.
untuk pengobatan abses paru, pemberiaan klindamisin 3 kali 600 mg secara iv lebih
efektif daripada penisilin 1 juta unit tiap 4 jam. Peranan obat ini untuk pneumonia
aspirasi, pneumonia pasca obstruksi atau abses paru belum dipastikan, tetapi didapat
kesan bahwa klindamisin merupakan alternatif yang baik untuk penisilin.

Antagonis Folat
1) Sulfonamida
Semua sulfonamida yang digunakan dalam klinik adalah analog struktural p-
aminobenzoat (PABA) sintetik.Sulfadiazin perak, suksinilsulfatiazol, sulfasetamid,
sulfadiazin, sulfametoksazol, sulfasalazin, sulfisoksazol.

Mekanisme kerja
Menjadi impermeabel terhadap asam folat, banyak bakteri harus tergantung pada
kemampuannya untuk mensintesis asam folat dari PABA, pteridin dan glutamat.
Sebaliknya, manusia tidak dapat mensintesis asam folat dan folat didapat dari
vitamin dan makanannya.
Karena strukturnya mirip PABA, sulfonamida berkompetisi dengan substrat ini
untuk sintetase enzim dihidropteroat.
Hal ini menghilangkan kofaktor esensial sel terhadap purin, pirimidin dan sintesis
asam amino.
Spektrum Bakteri
Golongan sulfa termasuk kotrimoksasol (sulfametoksasol plus trimetoprim)
bersifat bakteriostatik.
Obat-obat ini aktif terhadap enterobakteria, klamidia, pneumocytis dan nokardia.
Resistensi
Resistensi secara umum bersifat irreversibel dan mungkin disebabkan oleh tiga
kemungkinan.
Perubahan enzim : Dihidropteroat sintetasi bakteri dapat mengalami mutasi atau
ditransfer melalui plasmid yang menimbulkan penurunan afinitas sulfa.
Penueunan masukan : Permeabilitas terhadap sulfa mungkin menurun pada
beberapa starin yang resisten.
Meningkatnya sintesis PABA
Farmakokinetik
a) Pemberian: Kebanaykan obat sulfa diabsorpsi secara baik setelah pemberian
oral. Karena resiko sensitasi sulfa biasanya tidak diberikan secara topikal.
b) Distribusi: Gol. Sulfa didistribusikan ke seluruh cairan tubuh dan penetrasinya
baik ke dalam cairan serebrospinal. Obat ini juga dapat melewati sawar
plasenta dan masuk ke dalam ASI. Sulfa berikatan dengan albumin serum
dalam sirkulasi.
c) Metabolisme: Sulfa diasetilasi pada N4, terutama di hati. Produknya tanpa
aktivitas antimikroba, tetapi masih bersifat potensial toksik pada PH netral
atau asam yang menyebabkan kristaluria dan karena itu, dapat menimbulkan
kerusakan ginjal.
d) Ekskresi: Eliminasi sulfa yaitu melalui filtrasi glomerulus.
e) Efek Samping
Kristaluria: Nefrotoksisitas berkembang karena adanya kristaluria. Hidrasi
dan alkalinasi urin yang adekuat mencegah masalah tersebut dengan
menurunkan konsentrasi obat dan menimbulkan ionisasinya.

2) Rifampicin
Rifampisin adalah derivate semisintetik rifampisin B yaitu satu anggota kelompok
antibiotic makrosiklik yang disebut rifamisin. Kelompok zat ini dihasilkan oleh
Streptomyces mediterranei. Obat ini merupakan zwitter, larut dalam pelarut organic
dan air yang pH nya asam.

Aktivitas antibakteri
Rifampisin menghambat pertumbuhan berbagal kuman gram-positif dan gram-
negatif. Terhadap kuman gram-positif kerjanya tidak sekuat penisilin G tetapi sediklt
lebih kuat daripada eritromisin, linkomisin, sefalotin. Terhadap kuman gram-negatif
kerjanya lebih lemah daripada tetrasiklin, kloramfenikol, kanamisin dan kolistin.
Antibiotik Ini sangat aktif terhadap N meningitis ; kadar hambat minimalnya berkisar
0,1-0,8 g/ml. Obat ini dapat menghambat pertumbuhan beberapa jenis virus.
In vivo, rifampisin meningkatkan aktivitas streptomisin dan isoniazid terhadap
M.tubercolosis, tetapi tidak bersifat aditif terhadap etambutol.

Farmakokinetik


Pemberian rifampisin per oral menghasilkan kadar puncak dalam plasma 2-4
jam; dosis tunggal sebesar 600 mg menghasilkan kadar sekitar 7 g/ml.
T : 1,5 5 jam
Ekskresi : empedu
Pemberian PAS bersama rifampisin akan menghambat absorpsi rifampisin
sehingga kadarnya dalam darah tidak cukup.
Rifampisin merupakan pemacu metabolisme obat yang cukup kuat, sehingga
berbagai obat hipoglikemik oral, kortikosteroid, dan kontrasepsi oral akan
berkurang efektivitasnya bila diberikan bersama rifampisin.
Mungkin dapat terjadi kehamilan pada pemberian bersama kontrasepsi oral.
Rifampisin mungkin menganggu metabolisme vitamin D sehingga dapat
menimbulkan kelainan tulang berupa osteomalasia.
Disulfiram dan probenesid dapat menghambat ekskresi rifampisin melalui
ginjal. Rifampisin tampaknya meningkatkan hepatotokslsltas INH terutama
pada asetilator lambat
Efek-efek yang tidak diinginkan
penyakit kuning (ikterus)
gangguan saluran cerna seperti mual, muntah, sakit ulu hati, kejang perut dan
diare, begitu pula gejala gangguan SSP dan reaksi hipersensitasi.
Sediaan
Kapsul 150 mg dan 300 mg Tablet 450 mg dan 600 mg Suspensi yang
mengandung 100 mg/5 ml rifampisin.
Dosis
Dewasa dengan berat badan kurang dari 50 kg ialah 450 mg/ hari dan untuk berat
badan lebih dari 50 kg ialah 1000 mg/hari. anak-anak 10-20 mg/kg BB per hari
dan dengan dosis maksimum 600 mg/ hari.

Anda mungkin juga menyukai