Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PERKEMBANGAN ILMU TAFSIR


PADA JAMAN TABIIN
Dosen Pengampu Okrisal Eka Putra, Lc., M.Ag.





Disusun oleh :
Frida Setya Ayu Wulandari
11240134


JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH
UNIVERITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
2012
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Al-Quran diturunkan sebagai petunjuk bagi ummat manusia, penjelasan-
penjelasan mengenai petunjuk itu, serta pemisah antara yang hak dan yang batil demi
kebahagiaan hidup manusia di dunia maupun diakhirat. Realitas sejarah memaparkan
bahwa sampai hari ini urgensi al-Quran masih menempati posisi sentral dalam
kehidupan manusia, bahkan tidak henti-hentinya menjadi inspirator, pemandu dan
pemadu berbagai gerakan ummat Islam sepanjang empat belas abad sejarah pergerakan
ummat ini.
Sebagai petunjuk, tentunya al-Quran harus dipahami, dihayati, dan diamalkan,
oleh manusia yang beriman kepada petunjuk itu. Namun, dalam kenyataannya, tidak
semua orang bisa dengan mudah memahami al-Quran, bahkan sahabat-sahabat nabi
sekalipun yang secara umum menyaksikan turunnya wahyu, mengetahui konteksnya,
serta memahami secara alamiah struktur bahasa dan makna kosa katanya. Tidak jarang,
mereka berbeda pendapat atau bahkan keliru memahami maksud firman Allah yang
mereka dengar atau mereka baca itu. Oleh karena itu , Rasulullah mengemban tugas
untuk menjelaskan (mubayyin).
Di zaman Rasulullah masih hidup, ummat Islam tidak banyak menemukan
kesulitan dalam memahami petunjuk guna mengarungi kehidupannya, sebab
mengarungi kehidupannya, sebab mana kala mereka menemukan kesulitan dalam satu
ayat, misalnya mereka langsung bertanya kepada Rasulullah. Kemudian beliau
menjelaskan kandungan maksud ayat tersebut. Akan tetapi sepeninggal Rasulullah,
ummat Islam banyak menemukan kesulitan, karena meskipun mereka mengerti bahasa
arab al-Quran terkadang mengandung isyarat-isyarat yang belum bisa dijangkau oleh
pikiran orang-orang arab. Oleh sebab itu, mereka pun membutuhkan tafsir yang bisa
membimbing dan menghantarkan mereka untuk memahami isyarat-isyarat seperti itu.
Langkah pertama yang mereka ambil ialah menengok pada hadits Rasulullah.
Karena mereka berkeyakinan bahwa beliaulah satu-satunya orang yang paling banyak
mengetahui makna-makna wahyu Allah. Disamping itu, mereka mengambil langkah-
langkah dengan cara menafsirkan satu ayat dengan ayat lainnya dan gaya penafsiran.
Langkah selanjutnya mereka tempuh ialah menanyakannya kepada sahabat yang terlibat
langsung serta memahami konteks posisi ayat tersebut. Dan manakala mereka tidak
menemukan jawaban dalam keterangan Nabi (hadits) atau sahabat, yang memahami betul
konteks posisi ayat itu, mereka terpaksa melakukan ijtihad dan lantas berpegang pada
ijtihad dan lantas berpegang pada pendapatnya sendiri. Setelah berakhir masa para
sahabat maka muncul kelompok yang dikenal dengan tabiin kelompok yang bersama
dengan para sahabat.
Tentunya segala urusan yang terjadi pada masa sahabat berganti alih kepada masa
Tabiin. Begitu juga mengenai hal ilmu-ilmu yang telah berkembang pada masa itu yang
tentunya diteruskan oleh para Tabiin sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Khususnya juga dalam hal ilmu tafsir yang akan dibahas pada makalah ini. Dalam hal
penafsiran yang pada masa ke masa telah mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Hal ini dikarenakan penafsiran pada masa sahabat diterima baik oleh para ulama dari
kaum Tabiin di berbagai daerah kawasan Islam. Dan pada akhirnya mulai muncul
kelompok-kelompok ahli tafsir di Makkah, Madinah, dan di daerah lainnya yang
merupakan tempat penyebaran agama Islam pada masa Tabiin. Masa ini terjadi kira-kira
dari tahun 100 H/723 M-181 H/812 M yang ditandai dengan wafatnya Tabiin terakhir,
yaitu Khalaf bin Khulaifat (w.181 H), sedangkan generasi Tabiin berakhir pada tahun
200H.



















PEMBAHASAN
A.Perkembangan dan Penafsiran pada Masa Tabiin
Dalam mempelajari Al-Quran dan memahami maksud yang terkandung di dalam
ayat-ayatnya serta tafsirnya, para Tabiin berlandaskan pada ayat Al-Quran, hadits-
hadits yang diriwayatkan Nabi saw, dan tafsir yang diberikan oleh para sahabat Nabi saw
serta cerita-cerita dari para ahli kitab yang bersumber dari isi kitab mereka. Di samping
itu mereka berijtihad atau menggunakan pertimbangan naluri, baik bersandaran pada
kaidah-kaidah bahasa Arab maupun ilmu-ilmu pengetahuan lain sebagaimana yang telah
dianugerahkan oleh Allah .
Secara umum kitab-kitab tafsir menginformasikan bahwa pendapat-pendapat
Tabiin tentang tafsir yang mereka hasilkan melalui penalaran dan ijtihad yang
independen. Artinya, penafsiran mereka ini sedikitpun tidak berasal dari Rosulullah atau
dari Sahabat. Pada pembahasan sebelumnya disebutkan bahwa tafsir yang dinukil dari
Rosulullah saw dan para Sahabat tidak mencakup semua ayat Al-Quran. Mereka hanya
menafsirkan bagian-bagian yang sulit dipahami bagi orang-orang yang semasa dengan
mereka. Kemudian kesulitan ini semakin meningkat secara bertahap disaat manusia
bertambah jauh dari masa Nabi Muhammad saw dan Sahabat. Maka para Tabiin yang
menekuni bidang tafsir perlu untuk menyempurnakan sebagian kekurangan itu. Hal ini
juga terjadi pada masa-masa selanjutnya. Untuk menyempurnakan penafsiran
sebelumnya mereka mengandalkan pada pengetahuan mereka dengan cara dalam bahasa
Arab maupun cara bertutur kata, dan juga peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa
turunnya Al-Quran yang mereka pandang belum valid.
Secara garis besar, ada tiga sumber utama yang dirujuk oleh para sahabat dalam
menafsirkan al-Quran yaitu:
a.Al-Quran itu sendiri, terkadang satu masalah yang dijelaskan secara global
disatu tempat, dijelaskan secara lebih terperinci di ayat lain.
b.Disaat Rasulullah SAW masih hidup, para sahabat dapat bertanya langsung
kepada beliau SAW tentang makna suatu ayat yang tidak mereka pahami, atau
mereka berselisih paham tentangnya.
c.Ijtihad dan pemahaman mereka sendiri, karena mereka adalah orang-orang Arab
asli yang sangat memhami mekna perkataan dan mengetahui aspek kebahasannya.
Tafsir yang bersal dari para sahabat, dinilai mempunyai nilai tersendiri menurut
menurut jumhur ulama karena disandarkan pada rasulullah, terutama pada
masalah asbabul Nuzul. Sedangkan pada hal yang dapat dimasuki rayi, maka
statusnya terhenti pada sahabat itu sendiri selama tidak disandarkanpada
Rasulullah SAW.
Adapun sumber-sumber yang lain penafsiran pada masa tabiin yaitu :
a.Hadis-hadis Rasulullah SAW
b.Tafsir dari para sahabat
c.Cerita-cerita dari para ahli kitab
d.Rayu
Para sahabat yang terkenal banyak menafsirkan al-Quran antara lain: Abu Bakar,
Umar, Ali, Ibnu Masud, Ibnu Abbas, Ubay bin Kaab, Zaid bin Tsabit, Abu Musa Al-
Asyari, Abdullah bin Zubair . pada masa ini belum terdapat satu pun pembukuan tafsir
dan masih bercampur dengan hadis.
Setelah generasi sahabat, datanglah generasi Tabiin yang belajar Islam melalui
para sahabat di wilayah masing-masing. Ada tiga utama sebagai pusat pengajaran Al-
Quran yang masing-masing melahirkan madrasah atau mazhab tersendiri. Menurut Ibn
Taimiyah, , orang-orang Makkah memiliki pengetahuan mendalam tentang tafsir. Mereka
adalah para Sahabat, seperti Ibn Abbas,Mujahid, Atha` bin Abi Rayyan dan Ikrimah
maula ibn Abbas. Di Kufah, mufassir Sahabat yang terkemuka antara lain adalah
Abdullah ibn Masud, sedangkan yang di Madinah adalah murid-murid Zaid ibn Aslam,
termasuk di antaranya Malik Ibn Anas
Penafsiran pada masa ini mengambil sumber dari al-Quran, sunnah, Sahabat, dan
tabiin atau dikenal dengan tafsir bil matsur. Karakter tafsir di zaman ini adalah sebagai
berikut:
1) Masuknya Israiliyat sebab banyaknya ahlul kitab dari kaum Yahudi dan Kristen yang
masuk Islam.
2) Ditransmisikan melalui jalur riwayat.
3) Munculnya corak mazhab tertentu dalam tafsir.
4) Banyaknya perbedaan antar tabiin mengenai tafsir yang diriwayatkan dari sahabat,
namun perbedaan tersebut masih dalam koridor tanawwu dan bukan tadld. Walaupun
demikian, jumlah perbedaan tafsir di periode tabiin lebih sedikit dibanding perbedaan
yang terjadi akhir-akhir ini.
Faktor yang menyebabkan perbedaan tersebut antara lain:
1) Setiap mufassir mengartikan maksud sebuah ayat dengan redaksi yang berbeda akan
tetapi merujuk pada satu person.
2) Para mufassir menyebutkan sebagian contoh yang terkandung dalam kata umum untuk
permisalan.
3) Kata yang punya beberapa artian, baik karena bersinonim atau memang mempunyai
dua kemungkinan artian, seperti dlamr.
4) Penafsiran dengan kata yang berdekatan maknanya, akan tetapi tidak bersinonim.
5) Terdapat dua kiraat dalam satu ayat.
Ada pula pusat-pusat pengajian tafsir pada masa tabiin, karena hampir sepertiga
luas peta Bumi kita ini adalah Negara islam. Oleh karena itu para Sahabat dan Tabiin
serta Tabiit Tabiin tidak menetap pada suatu daerah saja. Di daerah itu sebagian dari
mereka ada yang menjadi guru, hskim, dan sebagainya. Mereka datang dengan membawa
ilmu pengetahuan dan keahlian masing-masing, terutama hadits-hadits dan tafsir yang
mereka terima dari Nabi Muhammad saw.
Karena semakin banyaknya penuntut ilmu, kemudian berdirilah pusat kajian Islam
seperti madrasah diniyyah yang mengajarkan tafsir Al-Quran. Pusat kajian tersebut
diantaranya:
a.Di Makkah pusat kajian dipimpin oleh sahabat Abdullah bin Abbas (w. 63 H).
b.Di Madinah pusat kajian dipimpin oleh Ubay bin Kaab yang banyak
mengajarkan tafsir Al-Quran. Tokoh-tokohnya diantaranya, Zaid bin Aslam (w.
136H),AbulAliyah(w.90H),MuhammadbinKaab(w.118H)
c. Di Iraq pusat kajian dipimpin oleh Abdullah ibn Masud. Meskipun di sana ada
guru tafsir dari Sahabat-sahabat yang lain, Ibn Masud lah yang dianggap sebagai
guru tafsir pertama di Iraq dan di Kuffah.
Secara garis besar , para Tabiin melakukan ijtihad dengan 2 cara, yaitu :
a. Mereka mengutamakan pendapat seorang Sahabat dari pendapat Sahabat yang
lain, bahkan kadang-kadang mengutamakan pendapat seorang Tabiin dari
pendapat seorang Sahabat. Hal ini jika pendapat yang diutamakan itu menurut
ijtihad lebih dekat dengan Al-Quran dan As-Sunnah.
b. Mereka sendiri berijtihad, bahkan menurut mereka bahwa pembentukan hokum
Islam sesungguhnya secara professional dimulai pada masa Tabiin ini.
Kegiatan melakukan ijtihad pada masa ini semakin, setiap kota memiliki mujtahid
yang menjadi panutan dan memberikan sumbangan pada perkembangan ijtihad di daerah
bersangkutan.
Ciri-ciri Tafsir Tabiin yaitu :
1. Memuat banyak cerita Israiliyat. Hal ini disebabkan banyak ahli kitab yang
masuk Islam, padahal mereka masih terikat oleh pemikiran lamayang tidak
menyangkut soal hokum syariat.
2.Terdapat kebiasaan menerima riwayat dari orang-orang tertentu atau yang hanya
meriwayatkan tafsir dari orang yang disenangi, seperti Mujahid yang hanya
meriwayatkan tafsir dari Ibn Abbas, demikian pula dengan ahli tafsir lainnya yng
mengkhususkan gurunya tertentu.
3. Mulai tumbuh benih-benih fanatisme madzhab sehingga sebagian tafsir Tabiin
ada yang cenderung mempertahankan pendapat ulama madzhabnya secara
kelebihan.
Keistimewaan Tafsir Tabiin
Secara umum keistimewaan tafsir di masa tabiin diwarnai dengan 3 macam warna
yang menjadi tolak ukur perbedaan dengan Tafsir lainnya, yaitu diantaranya:
a. Masuknya cerita israiliyat yang dibawa oleh ahli Kitab Yahudi dan Nasrani yang telah
masuk Islam,
b. Periwayatan terjadi antar tokoh madrasah tafsir di suatu kota dengan murid-muridnya
c. Terjadi perbedaan pendapat madzhabiyah yang timbul karena perbedaan pemahaman
para tabiin.
Kedudukan Tafsir Tabiin
Mengenai kualitas daripada penafsiran pada masa Tabiin, para ulama berbeda pendapat.
Terdapat pula tokoh-tokoh ahli tafsir pada masa Tabiin :
Di bawah ini mereka Tabiin yang ahli tafsir al-quran yang tentunya telah begitu
besar pengorbanannya dalam mengembangkan ilmu tafsir pada saat itu, mereka adalah :
Muhammad bin Kaab
Abil Aliyah
Hasan Bashri
Qatadah
Al Rabiin Anas
Ad Dhahhak bin Muzaahim,
Imam Abu Malik
Dan lain-lain
Mereka itulah para ulama ahli tafsir di masa sesudah para shabat Nabi Muhammad saw
dan mereka itulah oleh para ulama Islam dikenal sebagai para tafsir yang terdahulu dan
menjadi bahan rujukan pada masa-masa selanjutnya.

B.Perkembangan dan Penafsiran pada Masa Kodifikasi
Pada dasarnya masa kodifikasi terhadap tafsir telah terjadi pada masa akhirnya
Bani Umayyah yang diiringi bangkitnya masa Bani Abbasiyah. Pada masa itu mulailah
ahli tafsir berfikir untuk segera memasukan tafsir ke dalam salah satu bab dalam buku-
buku hadits. Namun yang dikodifikasikan pada masa itu masih sangat sedikit, terutama
yang berkaitan dengan sebab nuzul sejumlah ayat atau keutamaan sejumlah surat dan
ayat. Sampai saat itu belum ada karya khusus tentang tafsir Al-Quran, baik secara
keseluruhan maupun sebagiannya.







PENUTUP
Dari berbagai ulasan dan pemaparan perkembangan dan penafsiran tafsir masa
Tabiin dan masa kodifikasi, perlu kami garis bawahi gambaran umum kesimpulan dan
inti dalam makalah kami dengan mengambil beberapa kesimpulan di bawah ini:
1. Dalam hal memahami Kitabullah, para mufassir dari kalangan Tabiin
berpegang pada al-Al-Quran itu, keterangan yang mereka riwayatkan dari para sahabat
yang berasal dari Rosulullah saw, penafsiran para sahabat, ada juga yang mengambil dari
ahli kitab yang bersumber dari isi kitab mereka. Di samping itu mereka berijtihad atau
menggunakan pertimbangan naluri.
2. Setelah masa kodifikasi berlangsung masa perkembangan tafsir semakin
berkembang dengan munculnya tafsir bir Rayi yang mengalahkan tafsir bil matsur yang
dahulunya dipakai sebagai corak oleh para Tabiin dalam hal menfsirkan ayat-ayat Al-
Quran dan Hadits.
3. Secara umum corak tafsir yang digunakan pada masa Tabiin dan masa
kodifikasi adalah menggunakan tafsir bil matsur dan tafsir bir rayi.





DAFTAR PUSTAKA
Al-Aridh, Sejarah dan Metodologi Tafsir, oleh Ahmad Akrom, Jakarta: Raja Press 1992,
Al-Dzahabi,Muhammad Husein, al-Tafsir wa Al-Mufassirin, Juz I, Mesir: Dar al-Maktub al-Haditsah,
1976.
Al-Shiddieqy, Muhammad Hasby, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Quran/Tafsir, Cet.XIV; Jakarta: PT
Bulan Bintang, 1992.
http://fastion.multiply.com/journal/item/9?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem

Anda mungkin juga menyukai