Museum Tsunami
Museum Tsunami
Rakyat
Oleh Herman RN
Ya, usai gelumbang dahsyat, banyak hal yang membuat rakyat jua
pejabat lupa ingat bahwa segala kebangkitan di tanah ini bermula
dari rakyat, baik yang selamat maupun yang terjerambab dalam
amuk ie peukat. Kemudian dari yang selamat mengirim surat ke
pusat dan luar pusat hingga dibalas sumbangan ‘demi rakyat’.
Rumah-rumah melebat, gedung dijadikan bertingkat, mobil kembali
mengkilat, lembaran dolar yang jadi rupiah tambah berlipat, jalan-
jalan ditambat, semua disedekahkan untuk rakyat sehingga
sebagian masyarakat menyebutnya itu “uang takziah” dari dalam
dan luar daerah.
Wahai rakyat, kini usai sudah panteue tsunami itu didirikan. Pun
serah-terima dan peresmian juga telah dilakukan 23 Februari silam.
Sayangnya, rakyat biasa yang hendak melihat-lihat ke dalam
dilarang, dengan alasan pengelolaan. Di lain sisi, tak ada isi sama
sekali di dalamnya. Para pihak yang disebut-sebut punya hak dan
tanggung jawab pun mulai saling ‘lempar handuk’ dalam hal
pengelolaan. Si induk semang “rumah aib” (baca: BRR) berlantang
pukang bahwa ia sebatas mendirikan, sedang pengelolaan,
pemerintah daerah jadi patokan, dalam hal ini diserahkan kepada
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Tukang
omong (jubir) BRR mengatakan bahwa kunci panteue tsunami itu
sudah diserahkan kepada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi
negeri ini. Kelihatan jelas bahwa ini bagian dari melepas kepiawaian.
Sedang dalamnya penuh sampah berserakan, kunci malah
dilemparkan.