Anda di halaman 1dari 13

Nadia Anisha

1102011186

1

1. Memahami dan Menjelaskan Penyakit Jantung Rematik
1.1. Menjelaskan Definisi Penyakit Jantung Rematik
DR merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non supuratif yang digolongkan pada kelainan
vascular kolagen atau kelainan jaringan ikat. Proses reumatik ini merupakan reaksi peradangan yang
dapat mengenai vanyak organ tubuh terutama jantung, sendi dan system syaraf pusat.
Manifestasi Klinis dari DR ini akibat kuman Steptokikus Group-A (SGA) beta hemolitik pada
tonsilofaringitis dengan masa laten 1- 3 minggu. Sedangkan yang dimaksud PJR adalah kelainan
jantung yang terjadi akibat DR, atau kelainan karditis reumatik. (Sudoyo,2009)
Penyakit jantung rematik (rheumatic heart disease = RHD) : suatu keadaan dimana katup jantung
mengalami kerusakan akibat demam rematik (American heart association, 2010).

1.2. Menjelaskan Epidemiologi Penyakit Jantung Rematik
DR dapat ditemukan diseluruh dunia, dan mengenai semua umur, tapi 90% dari serangan pertama
terdapat pada umur 5 1 5 tahun, sedangkan yang terjadi dibawha umur 5 tahun jarang sekali.
(Sudoyo,2009)
Insidensi demam rematik maupun penyakit jantung rematik telah menurun di Amerika Serikat dan
negara maju lainnya. Prevalensi penyakit jantung rematik di Amerika Serikat kurang dari 0,05 per 1.000
populasi. Penurunan insidensi dipengaruhi oleh penemuan penisilin atau perubahan virulensi dari
kuman Streptococcus.
Sebaliknya dengan negara-negara maju, insidensi demam rematik dan penyakit jantung rematik
belum menurun di negara berkembang. Perkiraan di seluruh dunia sekitar 5-30 juta anak-anak dan
dewasa muda mengalami penyakit jantung rematik dan 90.000 pasien meninggal akibat penyakit ini
setiap tahunnya.
Morbiditas dan mortalitas : penyakit jantung rematik merupakan penyebab utama morbiditas dari
demam rematik dan insufisiensi/stenosis mitral di Amerika Serikat dan dunia. Beratnya gangguan katup
dipengaruhi oleh jumlah serangan demam rematik, jangka waktu permulaan penyakit dan pemulaan
terapi, dan jenis kelamin (wanita lebih sering dari pria).
Jenis kelamin : pria sama dengan wanita namun prognosis lebih buruk pada wanita
daripada pria.
Usia : usia anak-anak, rata-rata usia 10 tahun, bisa juga terjadi pada orang dewasa (20%).
(Thomas K Chin, 2006)

1.3. Menjelaskan Klasifikasi Penyakit Jantung Rematik




Nadia Anisha
1102011186

2

1.4. Menjelaskan Etiologi Penyakit Jantung Rematik
Infeksi Streptococcus beta-hemoliticus grup A.
Kuman SGA adalah kuman yang terbanyak menimbulakan tonsilofarongitis, dimana juga
menyebabkan demam reumatik. Hampir semua Steptokikus Group-A (SGA) adalah beta hemolitik.
Streptococcus -hemolyticus dikelompokkan menjadi beberapa kelompok serologis berdasarkan antigen
polisakarida dinding sel. Kelompok serologis grup A (Streptococcus pyogenes) dapat dikelompokkan
lagi menjadi 130 jenis M types, dan bertanggung jawab terhadap sebagian besar infeksi pada manusia.

1.4.1. Morfologi dan identifikasi
Kuman berbentuk bulat atau bulat telur, kadang menyerupai batang, tersusun berderet seperti
rantai. Panjang rantai bervariasi dan sebagian besar ditentukan oleh faktor lingkungan. Rantai
akan lebih panjang pada media cair dibanding pada media padat. Pada pertumbuhan tua atau
kuman yang mati sifat gram positifnya akan hilang dan menjadi gram negatif Streptococcus
terdiri dari kokus yang berdiameter 0,5-1 m. Dalam bentuk rantai yang khas, kokus agak
memanjang pada arah sumbu rantai. Streptococcus patogen jika ditanam dalam perbenihan
cair atau padat yang cocok sering membentuk rantai panjang yang terdiri dari 8 buah kokus
atau lebih. Streptococcus yang menimbulkan infeksi pada manusia adalah gram positif, tetapi
varietas tertentu yang diasingkan dari tinja manusia dan jaringan binatang ada yang gram
negatif. Pada perbenihan yang baru kuman ini positif gram, bila perbenihan telah berumur
beberapa hari dapat berubah menjadi negatif gram. Tidak membentuk spora, kecuali beberapa
strain yang hidupnya saprofitik. Geraknya negatif. Strain yang virulen membuat selubung
yang mengandung hyaluronic acid dan M type specific protein.

Gambar 2.1 Streptococcus
1.4.2. Faktor risiko
a. Usia (5-15 tahun)
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam
rematik/penyakit jantung rematik. Penyakit ini sering pada anak umur 5-12 tahun, dengan
puncak sekitar 8 tahun.
b. Genetik (antigen HLA, kembar monozigot)
Nadia Anisha
1102011186

3

Adanya antigen limfosit manusia (HLA) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik
menunjukkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi
monoklonal dengan status reumatikus.
c. Golongan etnik dan ras.
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam
rematik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibandingkan kulit putih. Tetapi
perlu ditinjau kembali mengenai faktor lingkungannya.
d. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel
streptokokus hemolitik grup A dengan glikoprotein dalam katup jantung.
e. Keadaan sosial ekonomi yang buruk.
Ini mungkin faktor terpenting untuk terjadinya demam rematik/penyakit jantung rematik.
Insidens di negara maju, jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan
sosial ekonomi yang buruk sanitasi lingkungan yang buruk, rumah hunian padat,
rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita
sakit yang sangat kurang. Pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan
kurang.
f. Iklim dan geografi
Penyakit terbanyak didapatkan di daerah iklim sedang, tetapi data terakhir menunjukkan
daerah tropis juga insidensnya tinggi
g. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insiden infeksi saluran nafas
bagian atas meningkat.

1.5. Menjelaskan Patogenesis Penyakit Jantung Rematik
Hubungan antara infeksi Streptococcus -hemolyticus grup A dan perkembangan penyakit jantung
rematik telah dipastikan. PJR adalah respon imun yang tertunda terhadap faringitis yang disebabkan
Streptococcus grup A dan manifestasi klinis pada individu ditentukan oleh kerentanan host, genetik,
virulensi dari kuman, dan lingkungan yang kondusif. Meskipun Streptococcus dari serogrup B, C, G dan
F dapat menyebabkan faringitis dan memicu respon imun host, mereka belum terkait dengan etiologi
demam rematik atau penyakit jantung rematik (PJR). Geografis berpengaruh pada variasi prevalensi
serogrup dari Streptococcus -hemolitik. Di negara tropis sampai 60-70% isolat dari tenggorokan anak-
anak tanpa gejala menunjukan serogrup C dan G. Sebaliknya, di daerah beriklim sedang, serogrup A
isolat dominan (50-60. Sekule non supuratif, seperti RF dan RHD, terlihat hanya setelah Streptococcus
grup A menginfeksi saluran pernapasan bagian atas. Meskipun RF telah dinyatakan sebagai penyakit
autoimun, mekanisme pathogenesis yang tepat belum dapat dijelaskan. Bukti baru menunjukkan bahwa
limfosit T memainkan peran penting dalam patogenesis PJR. Sebuah postulat juga manyatakan bahwa
Nadia Anisha
1102011186

4

Streptococcus grup A M types bersifat potensial reumatogenik. Serotipe tersebut biasanya sangat
bersimpai, dan berukuran besar, koloni berlendir yang kaya M-protein. Karakteristik ini meningkatkan
kemampuan bakteri untuk melekat ke jaringan, serta untuk melawan fagositosis pada host manusia.
Streptococcus M-protein
M-protein adalah salah satu cara terbaik untuk menentukan virulensi bakteri. M-protein terdapat pada
permukaan sel kuman sebagai alphahelical coiled coil dimer, dan memiliki struktur yang homolog
dengan miosin jantung dan molekul alpha-helical coiled coil, seperti tropomyosin, keratin, dan laminin.
Disimpulkan bahwa homologi ini bertanggung jawab pada proses patologis PJR.
laminin adalah protein matriks ekstraselular yang disekresi oleh sel endotelial yang melapisi katup
jantung and merupakan struktur katup. Laminin juga merupakan target untuk antibodi polireaktif yang
mengenali protein M, miosin.
Streptococcus superantigen
Superantigen adalah glikoprotein yang disintesis oleh bakteri dan virus yang dapat menjembatani
kompleks molekul histokompatibiliti mayor kelas II dan rantai b nonpolimorfik V pada reseptor sel T,
menstimulasi pengikatan antigen, sehingga terjadi pelepasan sitokin atau limfosit T teraktivasi menjadi
sel sititoksik. Pada kasus PJR, proses terjadi terutama pada aktivitas superantigen-like dari fragmen
protein M (PeP M5).
Aktivasi superantigen tidak terbatas pada sel T saja. Toksin eritrogenik Streptococcus juga
berperan sebagai superantigen terhadap sel B, menyebabkan produksi antibodi autoreaktif. Aktivitas
dari GRAB (alpha-2 macroglobulin-binding protein) yang dihasilkan oleh Streptococcus pyogenes,
streptococcal fibronectin-binding protein 1 (sfb1), yang memediasi perlekatan dan invasi kuman ke sel
epitel manusia, streptococcal C5a peptidase (SCPA), yang mengaktivasi komplemen C5a dan
membantu perlekatan kuman pada jaringan, semuanya itu berperan dalam patogenesis PJR.
Peran host dalam perkembangan demam rematik dan penyakit jantung reumatik
Penelitian Pedigree menyatakan bahwa respon kekebalan dikendalikan secara genetik, dengan
responsivitas tinggi terhadap antigen dinding sel Streptococcus yang diwariskan melalui gen resesif
tunggal, dan respon yang rendah melalui gen dominan tunggal. Data lebih lanjut menunjukkan bahwa
gen pengendali respon level rendah terhadap antigen Streptococcus terkait erat dengan antigen leukosit
manusia kelas II, HLA.
Interaksi host dan patogen
Infeksi oleh Streptococcus dimulai dengan pengikatan permukaan bakteri dengan reseptor spesifik pada
sel inang, dan kemudian melibatkan kolonisasi dan invasi. Pengikatan permukaan bakteri reseptor
peristiwa permukaan sel host merupakan yang paling penting dalam kolonisasi, dan peristiwa ini
diperantarai oleh fibronektin dan oleh protein pengikat fibronektin kuman. asam lipoteichoic dan protein
M juga memainkan peran penting dalam perlekatan bakteri. Respon host terhadap infeksi Streptococcus
meliputi produksi antibodi tipe spesifik, opsonisasi dan fagositosis.
Peranan faktor lingkungan dalam RF dan RH
Nadia Anisha
1102011186

5

Keadaan lingkungan seperti kondisi ekonomi sosial yang buruk, kepadatan penduduk dan akses ke
perawatan kesehatan sangat menentukan perkembangan dan komplikasi RF. Penularan penyakit sangat
dipengaruhi oleh kepadatan penduduk, kontak antar individu. Variasi musiman kejadian RF (insiden
tinggi yaitu pada awal musim gugur, akhir musim dingin dan awal musim semi) sangat menyerupai
variasi infeksi Streptococcus. Variasi ini sangat signifikan di daerah beriklim sedang, tetapi tidak
signifikan dalam tropis (WHO, 2001).

Gambar 2.2 Proses Infeksi oleh S.Pyogenes
(http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/404/basics/pathophysiology)

Morfologi
Lesi yang patognomonik DR adalah Badan Aschoff sebagai diagnostik histopatologik. Sering ditemukan
juga pada saat tidak adanya tanda-tanda keaktifan kelainan jantung, dan dapat bertahan lama setelah tanda-
tanda gambaran klinis menghilang, atau masih ada keaktifan laten. Badan Aschoff ini umumnya terdapat
pada septum fibrosa intervaskular, di jaringan ikat perivaskular dan di daerah subendotelial. Pada PJR
biasanya terkena ketiga lapisan endokard miokard dan perikard secara bersamaan atau sendiri-sendiri atau
kombinasi.
Pada endokard yang terkena utama adalah katup-katup jantung dan 50% mengenai katup mitral. Pada
keadaan dini DR akut katup-katup yang terkena ini akan merah, edema dan menebal dengan vegetasi yang
disebut sebagai Verruceae. Setelah agak tenang katup-katup yang terkena menjadi tebal, fibrotik, pendek
dan tumpul yang menimbulkan stenosis.
Nadia Anisha
1102011186

6

1.6. Menjelaskan Manifestasi Klinis Penyakit Jantung Rematik
1.6.1 Manifestasi demam rematik yang berhubungan dengan jantung
Pancarditis adalah komplikasi kedua tersering pada demam rematik (50%) dan merupakan
komplikasi yang serius. Pasien mengeluh dyspnea, rasa tidak nyaman pada dada dari ringan
hingga sedang, pleuritic chest pain, edema, batuk, atau orthopnea. Pada pemeriksaan fisik,
carditis dapat dideteksi dengan terdengarnya murmur yang sebelumnya tidak ada dan
takikardia yang tidak berhubungan dengan demam. Murmur baru atau berubahnya bunyi
murmur berhubungan dengan terjadinya rheumatic valvulitis. Gejala yang berasal dari jantung
meliputi gejala gagal jantung dan pericarditis.
1. Murmur baru atau berubahnya bunyi murmur
Terdengarnya murmur pada demam rematik akut berhubungan dengan insufisiensi katup.
Murmur yang dapat terdengar pada demam rematik akut adalah :
a. Apical pansystolic murmur
Dengan karakteristik bernada tinggi, blowing-quality murmur yang disebabkan oleh
regurgitasi mitral. Bunyi murmur ini tidak dipengaruhi oleh respirasi atau posisi
pasien. Intensitas murmur biasanya 2/6 atau lebih besar.
b. Apical diastolic murmur
Dikenal dengan Carey-Coombs murmur. Mekanisme dari murmur ini adalah
terjadinya mitral stenosis, yang disebabkan karena volume yang sangat besar saat
pengisian ventrikel dikarenakan aliran regurgitasi dari katup mitral. Murmur ini dapat
terdengar lebih jelas dengan menggunakan sisi bel dari stetoskop dan pada saat pasien
dengan posisi miring ke kiri dan pasien menahan napas saat ekspirasi.
c. Basal diastolic murmur
Murmur awal diastolic dari regurgitasi aorta, dengan karakteristik murmur bernada
tinggi, decrescendo, terdengar lebih jelas pada bagian kanan atas dan midsternal pada
ekspirasi dalam.
Derajat mur-mur :
a. Derajat 1 : bising yang sangat lemah
b. Derajat 2 : bising yang lemah tetapi mudah terdengar
c. Derajat 3 : bising agak keras tetapi tidak disertai getaran bising
d. Derajat 4 : bising cukup keras dan disertai getaran bising
e. Derajat 5 : bising sangat keras yang tetap terdengar bila stetoskop ditempelkan
sebagian saja pada dinding dada
f. Derajat 6 : bising paling keras dan tetap terdengar meskipun stetoskop diangkat dari
dinding dada


Nadia Anisha
1102011186

7

2. Gagal jantung kongestif
Gagal jantung dapat terjadi sekunder karena insufisiensi katup yang berat atau
myocarditis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda gagal jantung seperti
takipnoe, orthopnea, peningkatan JVP, ronchi basah karena edema paru, gallop, edema
pada ekstremitas.
3. Pericarditis
Terdengarnya pericardial friction rub menandakan terdapatnya pericarditis.
Meningkatnya bunyi dull pada perkusi jantung, ictus cordis yang tidak terlihat, dan
terdengarnya bunyi jantung yang lebih teredam dapat menunjukkan terdapatnya
pericarditis. Pada keadaan darurat, jika terdapat efusi pericardial dilakukan
pericardiocentesis.

1.6.2. Manifestasi demam rematik yang tidak berhubungan dengan jantung
Gejala noncardiac termasuk polyarthritis, chorea, erythema marginatum, dan nodul subkutan,
selain itu nyeri abdomen, arthralgia, epistaksis, demam juga dapat didapatkan.
1. Polyarthritis
Gejala yang sering dan gejala awal yang didapatkan pada demam rematik akut (pada 70-75%
pasien). Karakteristik dari arthritis adalah biasanya dimulai dari sendi-sendi besar di
ekstremitas bagian bawah (lutut dan pergelangan kaki), yang kemudian menjalar ke sendi-
sendi besar lainnya di ekstremitas atas (siku dan pergelangan tangan). Terdapat nyeri pada
sendi yang terkena, bengkak, hangat, kemerahan pada kulit karena proses inflamasi dan
didapatkan keterbatasan gerak pada sendi yang terkena. Arthritis ini mencapai nyeri
maksimal pada 12-24 jam, yang menetap selama 2-6 hari (sangat jarang nyeri bertahan lebih
dari 3 minggu), nyeri akan berkurang dengan pemberian aspirin.
2. Sydenham chorea
Tterjadi pada 10-30% pasien dengan demam rematik. Keluhan pasien adalah kesulitan dalam
menulis, gerakan-gerakan wajah, tangan dan kaki tanpa tujuan, kelemahan yang menyeluruh,
dan emosional yang labil. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hyperextended joints,
hipotonia, fasikulasi lidah, dan gerakan tidak bertujuan. Gejala ini akan mengalami resolusi
dalam 1-2 minggu dan akan sembuh sempurna dalam 2-3 bulan.
3. Erythema marginatum
Ditemukan pada kira-kira 5% pasien demam rematik, berlangsung berminggu-minggu dan
berbulan, tidak nyeri dan tidak gatal. Lesi eritematous dengan warna pucat pada bagian
tengah dan disekelilingnya, dengan tepi yang bergelombang.
Nadia Anisha
1102011186

8


Gambar 2.3 Erythema marginatum
(Binotto, 2002)
4. Subcutaneous nodules
Terjadi pada 0-8% pasien dengan demam rematik. Jika terdapat nodul, maka nodul
didapatkan pada daerah siku, lutut, pergelangan kaki dan pergelangan tangan, prosesus
spinosus dari vertebra. Nodul ini teraba keras, ukuran 1-2 cm, tidak melekat pada jaringan
sekitarnya, dan tidak ada nyeri tekan. Nodul subkutan terjadi beberapa minggu dan
mengalami resolusi dalam satu bulan. Nodul ini sangat berhubungan dengan rematik carditis,
jika pada pasien tidak didapatkan gejala carditis, maka terdapatnya nodul subkutan harus
dipikirkan kemungkinan lain.

Gambar 2.4 Subcutaneous nodules
(Binotto, 2002)
1.6.3. Manifestasi Penyakit jantung rematik
Kelainan katup, tromboembolisme, dan atrial aritmia adalah gejala yang sering didapatkan.
1. Stenosis mitral terjadi pada 25% pasien dengan penyakit jantung rematik, mitral
regurgitasi juga dapat terjadi pada penyakit jantung rematik.
2. Stenosis aorta pada penyakit jantung rematik berhubungan dengan aorta insufisiensi.
Pada saat auskultasi, dapat hanya terdengar bunyi S2 saja, karena katup aorta menjadi
tidak dapat bergerak sehingga tidak memproduksi suara saat katup menutup. Murmur
sistolik dan murmur diastolic karena stenosis katup aorta dan insufisiensi katup dapat
terdengar lebih jelas pada basis jantung.
3. Aorta regurgitasi
Nadia Anisha
1102011186

9

4. Fibrosis (penebalan dan kalsifikasi katup) dapat terjadi yang disebabkan karena pelebaran
dari atrium kiri dan terdapatnya thrombus pada ruangan jantung tersebut. Pada auskultasi,
S1 terdengar meningkat tetapi akan meredup jika penebalan katup semakin parah. P2
akan meningkat, dan didapatkan splitting dari S2 dan bunyinya terdengar menurun jika
terjadi pulmonary hypertension.
5. Thromboembolism terjadi sebagai akibat komplikasi dari mitral stenosis. Terjadi karena
atrium kiri berdilatasi, cardiac output menurun, dan pasien dengan atrial fibrilasi.
Kejadian thromboembolism dapat menurun dengan pemberian antikoagulan.
6. Aritmia atrial berhubungan dengan pelebaran dari atrium kiri (karena kelainan katup
mitral).

1.7. Menjelaskan Pemeriksaan Penyakit Jantung Rematik
1. Kultur tenggorok
Dengan hapusan tenggorok pada saat akut. Biasanya kultur Streptococcus Grup A negatif pada fase
akut. Bila positif belum pasti membantu dalam menegakkan diagnosis sebab kemungkinan akibat
kekambuhan kuman Streptococcus Grup A atau infeksi Streptococcus dengan strain yang lain.
2. Rapid antigen test
Pemeriksaan antigen dari Streptococcal Grup A. Pemeriksaan ini memiliki angka spesifitas lebih
besar dari 95%, tetapi sensitivitas hanya 60-90%, sehingga pemeriksaan kultur tenggorok sebaiknya
dilakukan untuk menegakkan diagnosis.
3. Antistreptococcal antibodi
Antibodi Streptococcus lebih dapat menjelaskan adanya infeksi oleh kuman tersebut, dengan
adanya kenaikan titer ASTO dan anti-DNA se B. Terbentuknya antibodi ini sangat dipengaruhi oleh
umur dan lingkungan. Titer ASTO positif bila besarnya 210 Todd pada orang dewasa dan 320 Todd
pada anak-anak. Pemeriksaan titer ASTO memiliki sensitivitas 80-85%.
Titer pada DNA-se 120 Todd untuk orang dewasa dan 240 Todd pada anak-anak dikatakan positif.
Pemeriksaan anti DNAse B lebih sensitive (90%). Antobodi ini dapat dideteksi pada minggu kedua
sampai ketiga setelah fase akut demam rematik atau 4-5 minggu setelah infeksi kuman
Streptococcus Grup A di tenggorokan.
4. Protein fase akut
Pada fase akut dapat ditemukan lekositosis, LED yang meningkat, C reactive protein positif; yang
selalu positif pada saat fase akut dan tidak dipengaruhi oleh obat antirematik.
5. Pemeriksaan Imaging
a. Pada foto rontgen thorax dapat ditemukan adanya cardiomegali dan edema paru yang
merupakan gejala gagal jantung.
b. Doppler-echocardiogram
Nadia Anisha
1102011186

10

Pemeriksaan ini dapat mendeteksi kelainan katup dan ada tidaknya disfungsi ventrikel. Pada
keadaan carditis ringan, mitral regurgitasi dapat ditemukan saat fase akut, yang kemudian
akan mengalami resolusi dalam beberpa minggu sampai bulan. Pasien dengan carditis
sedang sampai berat mengalami mitral dan atau aorta regurgitasi yang menetap.
Pada penyakit jantung rematik kronik, pemeriksaan ini digunakan untuk melihat progresivitas
dari stenosis katup, dan dapat juga untuk menentukan kapan dilakukan intervensi
pembedahan. Didapatkan gambaran katup yang menebal, fusi dari commisurae dan chordae
tendineae. Peningkatan echodensitas dari katup mitral dapat menunjukkan adanya kalsifikasi.
6. Kateterisasi jantung
Pada penyakit jantung rematik akut, pemeriksaan ini tidak diindikasikan. Pada kasus kronik,
pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengevaluasi katup mitral dan aorta dan untuk melakukan
balloon pada mitral stenosis.
7. EKG
Pada panyakit jantung rematik akut, sinus takikardia dapat diperoleh.
8. Pemeriksaan histologi
Aschoff bodies (focus eosinofil yang dikelilingi oleh limfosit, sel plasma, dan makrofag) dapat
ditemukan di pericardium, myocardium, dan endocardium.

Gambar : Aschoff bodies
(Binotto, 2002)

1.8. Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Penyakit Jantung Rematik
Diagnosis penyakit jantung rematik dapat ditegakkan setelah diagnosis demam rematik ditegakkan.
Kriteria untuk menegakkan diagnosis demam rematik adalah Kriteria Jones. Kriteria Jones dikatakan
positif jika didapatkan minimal 2 gejala mayor atau 1 gejala mayor dan 2 gejala minor.
Gejala mayor Gejala minor
Carditis Demam
Polyarthritis Arthralgia
Chorea
Riwayat pernah menderita demam rematik /
penyakit jantung rematik
Nadia Anisha
1102011186

11

Nodul subkutan Terdapat peningkatan protein fase akut
Erythema marginatum PR interval memanjang pada EKG
C-reaktif protein positif
Lekositosis
Peningkatan titer streptococcal antibody
Kriteria untuk menegakkan diagnosis tersebut tidak absolut, sebab diagnosis dari demam rematik dapat
ditegakkan pada pasien dengan gejala chorea saja dan diperoleh group A streptococcal pada
pemeriksaan.
Setelah diagnosis demam rematik ditegakkan, jika didapatkan gejala gagal jantung seperti sesak
napas, intoleransi terhadap latihan, takikardia merupakan indikasi telah terjadinya carditis dan penyakit
jantung rematik.
Pada pemeriksaan fisik pasien dengan demam rematik didapatkan gejala yang berhubungan
dengan jantung (cardiac symptoms) dan gejala yang tidak berhubungan dengan jantung (noncardiac
symptoms). Pada beberapa pasien, manifestasi klinik dari jantung baru tampak pada keadaan penyakit
jantung rematik kronis.

1.9. Menjelaskan Penatalaksanaan Penyakit Jantung Rematik
Penatalaksanaan demam reumatik aktif atau reaktivasi kembali diantaranya adalah :
a. Tirah baring dan mobilisasi (kembali ke aktivitas normal) secara bertahap sesuai keadaan jantung
b. Eradikasi terhadap kuman streptokokus dengan pemberian penisilin benzatin 1,2 juta unit IM bila
berat badan > 30 kg dan 600.000-900.000 unit bila berat badan < 30 kg, atau penisilin 2x500.000
unit/hari selama 10 hari. Jika alergi penisilin, diberikan eritromisin 2x20 mg/kg BB/hari untuk 10
hari. Untuk profilaksis diberikan penisilin benzatin tiap 3 atau 4 minggu sekali. Bila alergi
penisilin, diberikan sulfadiazin 0,5 g/hari untuk berat badan < 30 kg atau 1 g untuk yang lebih
besar. Jangan lupa menghitung sel darah putih pada minggu-minggu pertama, jika leukosit < 4.000
dan neutrofil < 35% sebaiknya obat dihentikan. Diberikan sampai 5-10 tahun pertama terutama bila
ada kelainan jantung dan rekurensi.
c. Antiinflamasi (antiperadangan). Antiperadangan seperti Salisilat biasanya dipakai pada demam
rematik tanpa karditis, dan ditambah kortikosteroid jika ada kelainan jantung. Pemberian salisilat
dosis tinggi dapat menyebabkan intoksikasi dengan gejala tinitus dan hiperpnea. Untuk pasien
dengan artralgia saja cukup diberikan analgesik.
Pada artritis sedang atau berat tanpa karditis atau tanpa kardiomegali, salisilat diberikan 100
mg/kg BB/hari dengan maksimal 6 g/hari, dibagi dalam 3 dosis selama 2 minggu, kemudian
dilanjutkan 75 mg/kg BB/hari selama 4-6 minggu kemudian. Kortikosteroid diberikan pada pasien
dengan karditis dan kardiomegali. Obat terpilih adalah prednison dengan dosis awal 2 mg/kg
BB/hari terbagi dalam 3 dosis dan dosis maksimal 80 mg/hari. Bila gawat, diberikan
metilprednisolon IV 10-40 mg diikuti prednison oral. Sesudah 2-3 minggu secara berkala
Nadia Anisha
1102011186

12

pengobatan prednison dikurangi 5 mg setiap 2-3 hari. Secara bersamaan, salisilat dimulai dengan
75 mg/kg BB/hari dan dilanjutkan selama 6 minggu sesudah prednison dihentikan. Tujuannya
untuk menghindari efek rebound atau infeksi streptokokus baru.
(www.jantung.klikdokter.com & www.fourseasonnews.blogspot.com)

Hubungan MK dan Pengobatan
Manifestasi klinis Pengobatan
Atralgia Salisilat saja
Artritis saja dan atau karditis tanpa kardiomegali Salisilat 100 mg/kgBB/ hari sela,a 2 minggu &
diteruskan dengan 75 mg/Kgbb/hr selama 4-6
minggu
Karditis dengan kardiomegali atau gagal jantung Prednison 2mg/kgbb/hari selama 2 minggu dan
tapering selama 2 minggu dg ditambahkan salisilat
75mg/kgbb/hari untuk 6 minggu

1.10. Menjelaskan Komplikasi Penyakit Jantung Rematik
Komplikasi yang dapat terjadi berupa:
a. Mitral stenosis
b. Mitral regurgitasi
c. Stenosis aorta dan regurgitasi aorta
d. Congestive heart failure (CHF)
e. Rekurensi paling sering terjadi pada tahun 1-5 setelah serangan akut sembuh (Parillo, 2010; Meador
2009).

1.11. Menjelaskan Pencegahan Penyakit Jantung Rematik
Pencegahan demam rematik meliputi pencegahan primer (primary prevention) untuk mencegah
terjadinya serangan awal demam rematik dan pencegahan sekunder (secondary prevention) nuntuk
mencegah terjadinya serangan ulang demam rematik.
a. Primary prevention: eradikasi Streptococcus dari pharynx dengan menggunakan benzathine
peniciline single dose IM.
b. Secondary prevention: AHA menyarankan pemberian 1,2 juta unit benzathine peniciline setiap 4
minggu, atau setiap 3 minggu untuk pasien berisiko tinggi (pasien dengan penyakit jantung atau
berisiko mengalami infeksi ulangan).
c. Pemberian profilaksis secara oral dapat berupa penisilin V, namun efek terapinya tidak sebaik
benzathine penisilin.
d. AHA merekomendasikan pengobatan profilaksis selama minimal 10 tahun. Penghentian pemberian
obat profilaksis bila penderita berusia di sekitar dekade ke 3 dan melewati 5 tahun terakhir tanpa
Nadia Anisha
1102011186

13

serangan demam rematik akut.Namun pada penderita dengan risiko kontak tinggi dengan
Sterptococcus maka pemberian antibiotik dapat dipertimbangkan untuk seumur hidup ( Meador,
2009; Abdulah Siregar, 2008 ).

1.12. Menjelaskan Prognosis Penyakit Jantung Rematik
Demam rematik akut akan sembuh dalam waktu sekitar 3 bulan setelah serangan akut. Hanya minoritas
pasien mengalami penyembuhan yang lebih lama. Karditis akan sembuh sempurna pada 65-75% pasien.
Karditis tidak akan menimbulkan sekuele pada pasien yang awalnya tidak memiliki kelainan jantung
(Parillo, 2010; Meador 2009).

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Siregar. 2008. Demam Rematik dan Penyakit Jantung
Rematik.http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/ppgb/2008/ppgb_2008_afif_siregar.pdf diunduh pada rabu, 2 Januari 2012 pukul
8.28 wib

Akbar. A, 2012. Macam macam bunyi jantung. http://akhlisnurse.blogspot.com/2012/01/macam-macam-bunyi-jantung.html
diunduh pada rabu, 2 Januari 2012 pukul 8.44 wib

Aru Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus, Marcellus, Siti Setiati. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Binotto MA, Guilherme L, Tanaka .2002. Rheumatic Fever. http://www.sahha.gov.mt/pages.aspx?page=511 diunduh pada rabu,
2 Januari 2012 pukul 09.28 wib
Chin, Thomas K. 2006. Emedicine : Rheumatic Heart Disease.
http://faculty.ksu.edu.sa/Jarallah/Pediatric%20Cardiology/Rheumatic%20heart%20diseases.pdf diunduh pada rabu, 2 Januari
2012 pukul 09.08 wib
Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, et al. 2008. Valvular Heart Disease in Harrisons Internal Medicine. 17
th

edition.
Ganesja Harimurti. 1996. Demam Rematik. Buku Ajar Kardiologi. Balai penerbit FKUI: Jakarta
Gray H, Dawkins K, Morgan J, Simpson I.2005. Penyakit Katup Jantung dalam Lecture Notes Kardiologi. Edisi Keempat.
Jakarta : Erlangga
http://fourseasonnews.blogspot.com/2012/07/penatalaksanaan-penyakit-jantung.html diunduh pada rabu, 2 Januari 2012 pukul
09.01 wib
http://jantung.klikdokter.com/subpage.php?id=2&sub=71 diunduh pada rabu, 2 Januari 2012 pukul 08.55 wib
Meador R., 2009., Acute Rheumatic Fever., Texas Health Science center; San
Antoniohttp://emedicine.medscape.com/article/333103
Parillo S., 2010., Rheumatic Fever; Philadelphia http://emedicine.medscape. com/article/808945
Poestika Sastroamidjojo., Sarodja RM., 1998. Demam Rematik Akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Balai penerbit FKUI:
Jakarta
Sudoyo. A, Setiyohadi. B, Alwi. I, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jilid II. Ed V. Jakarta : Interna Publishing

Anda mungkin juga menyukai