Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Stroke merupakan masalah bagi negara-negara berkembang. Di dunia penyakit
stroke meningkat seiring dengan modernisasi. Di Amerika Serikat, stroke menjadi
penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan kanker. Diperkirakan ada
700.000 kasus stroke di Amerika Serikat setiap tahunnya, dan 200.000 diantaranya
dengan serangan berulang. Menurut WHO, ada 15 juta populasi terserang stroke setiap
tahun di seluruh dunia dan terbanyak adalah usia tua dengan kematian rata-rata setiap
10 tahun antara 55 dan 85 tahun. (Goldstein,dkk 2006; Kollen,dkk 2006; Lyoyd-Jones
dkk,2009).
Di Indonesia sendiri walaupun data studi epidemiologi stroke secara komprehensif
dan akurat belum ada, dengan meningkatnya harapan hidup tendensi peningkatan
kasus stroke akan meningkat di masa yang akan datang. Menurut Survey Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, stroke merupakan salah satu penyebab kematian
dan kecacatan yang utama yang harus ditangani dengan segera, tepat dan cermat
(Kelompok Studi Serebrovaskular dan Neurogeriatri Perdossi,1999). Oleh karena
tingginya kejadian stroke dan adanya kecenderungan untuk meningkat karena berbagai
sebab, menyebabkan usaha pemerintah dalam menekan angka kematian dan derajat
kecacatan akibat stroke lebih ditujukan pada penanganan saat pasien stroke dirawat di
rumah sakit.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pelayanan stroke yang terorganisir dalam
unit stroke akan menurunkan angka kematian, menurunkan angka kecacatan, dan
memperbaiki status fungsional pasien stroke. Unit stroke direkomendasikan sebagai
unit terpadu multidisiplin yang menangani pasien-pasien stroke. Kajian sistematis dari
berbagai penelitian terdahulu memperlihatkan efektivitas unit stroke dalam
memberikan pelayanan stroke. (Gomanns dkk, 2008, Seenan dkk, 2007, Stroke Unit
Trialists Collaboration).
Di Indonesia penelitian berskala cukup besar dilakukan oleh survey ASNA (Asean
Neurologic Association) di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia, pada penderita stroke
akut yang dirawat di rumah sakit dan dilakukan survey mengenai faktor-faktor resiko,
lama perawatan, mortalitas dan morbiditasnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun
cukup banyak yaitu 11,8%, usia 45-64 tahun berjumlah 54,7% dan diatas usia 65
tahun sebanyak 33,5% (Misbach, 2007).
Stroke juga merupakan penyebab utama gangguan fungsional, dimana 20%
penderita yang bertahan hidup masih membutuhkan perawatan di institusi kesehatan
setelah 3 bulan dan 15-30% penderitanya mengalami cacat permanen. Stroke
merupakan kejadian yang mengubah kehidupan dan tidak hanya mempengaruhi
penderitanya namun juga seluruh keluarga dan pengasuh. Akibat gangguan fungsional
ini menyebabkan penderita stroke harus mengeluarkan biaya yang besar.
untuk perawatan rehabilitasi disamping juga kehilangan produktivitasnya.(Goldstein
dkk, 2006, Bilic I dkk, 2008).
Stroke merupakan masalah kesehatan di beberapa negara akibat tingginya
angka morbiditas dan mortalitas penderitanya. Sehingga mengharuskan para peneliti
membuat strategi untuk mengurangi angka kejadian stroke sebagai tindakan
pencegahan yang efektif dengan mengenal dan mengontrol semua etiologi dan faktor
resiko yang dapat di modifikasi. Seperti yang dilakukan oleh Kim J.T dkk (2006) dari
1267 orang pasien stroke didapati bahwa penyebab stroke dari terbanyak adalah large
artery atherosclerosis ( LAA, 42%) diikuti oleh small vessel occlussion (SVO, 27%),
cardiogenic embolism (CE, 15%), penyebab yang tidak dapat ditentukan 15% dan
penyebab lain yang dapat ditentukan sebanyak 1,5%. dengan faktor resiko hipertensi
(71%), merokok (35 %), DM (30%), hiperkolesterolemia (11%) dan riwayat stroke
sebelumnya (22%).
Heterogenitas outcome pasien stroke yang sangat besar memicu berbagai
penelitian yang berupaya mengidentifikasi faktor-faktor prediktor outcome. Sejumlah
prediktor telah diteliti pada berbagai studi sebelumnya mencakup usia, skor NIHSS
(National Institute Of Health Stroke Scale) awal, tipe stroke, riwayat stroke, diabetes,
disabilitas sebelumnya, penyakit jantung, demensia, status sosioekonomik, penanda
keparahan stroke, demam, undernutrition, hiperglikemia, tempat rawatan (stroke unit
vs ruangan biasa), dan variabel imejing. (Appelros dkk, 2003; Davis dkk, 2004; Greer
dkk, 2008; Johnston dkk, 2002; Paul dkk, 2005; Rudd dkk, 2005; Yong dkk, 2008).
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi prediktor pemulihan
fungsional, sebab pemulihan bervariasi pada tiap pasien. Umur, jenis kelamin, status
perkawinan, riwayat stroke sebelumnya, inkontinensia urine, kesadaran saat onset,
keparahan kelumpuhan, saat Functional Independence Measurement (FIM) saat
masuk, usia dan onset interval masuk diidentifikasi sebagai faktor prognostik yang
mempengaruhi outcome. (Savas dkk, 2007). Paciaroni M dkk (2003) melakukan
penelitian terhadap 1182 pasien stroke iskemik untuk melihat keterlibatan perbedaan
territori vaskular yang tampak pada CT scan didapati persentasi terbanyak setelah
dilakukan CT Scan 3-7 hari dari onset stroke adalah territori karotis 74,6% dan
territori vertebrobasiler 23,5%. Dari territori karotis didapati territori MCA 98,7%,
territori ACA 1,2% dan dari territori vertebrobasiler yang terlibat 53,2% pada
brainstem, 20,5% pada serebellum dan 23,6% pada PCA. The Oxfordshire
Community Stroke Project telah membagi stroke iskemik berdasarkan distribusi
anatomi teritorri vaskular, oleh karena itu para peneliti mencoba mengevaluasi
etiologi, faktor resiko dan outcome stroke berdasarkan pembagian tersebut, seperti
yang dilakukan oleh Somay dkk (2005) dan didapati bahwa yang paling sering terlihat
adalah infark lakunar dengan proporsi laki-laki terbanyak, sedangkan wanita sering
terkena pada sirkulasi posterior. Hipertensi dan penyakit jantung iskemik adalah
terbanyak pada daerah sirkulasi anterior dan TIA pada daerah sirkulasi posterior.
Pires L.A dkk (2008) dalam penelitiannya mendapati bahwa kejadian infark
didaerah Anterior Cerebral Artery (ACA) hanya 0,3% - 4,4% dari infark serebri
dengan usia terbanyak adalah 58 tahun. Etiologi terbanyak pada penderita stroke
didaerah ACA 63% adalah emboli kardiogenik dan artery-to-artery embolism. Faktor
resiko utama untuk infark didaerah ACA : hipertensi pada 58% pasien, Diabetes
mellitus pada 29%, hiperkolesterolemia pada 25%, merokok pada 19%, atrial fibrillasi
pada 19% dan infark miokardiak pada 6%.
Arboix dkk (2009) melakukan penelitian pada 2407 pasien stroke iskemik pada
daerah ACA, MCA dan PCA untuk menilai tingkat kematian dan lama rawatan di
rumah sakit didapati rata-rata tingkat kematian pasien stroke iskemik daerah ACA di
rumah sakit sebanyak 7,8%, MCA 17,3% dan daerah PCA sebanyak 3,9%. Lama
rawatan penderita stroke iskemik didaerah ACA 10-24 hari, MCA 9-23 hari dan PCA
8-22 hari. Dari 51 penderita stroke iskemik daerah ACA didapati 42 orang dengan
nilai MRS 3-5. Lee J.H dkk, (2001) melakukan penelitian untuk membandingkan
outcome pasien stroke daerah ACA dengan MCA, dan didapati hasil outcome pasien
daerah ACA lebih baik daripada MCA dengan adanya peningkatan motorik dan total
Functional Independence Measure (FIM) saat keluar.
Kumral E dkk (2002) dalam penelitiannya untuk membandingkan klinis, faktor
resiko dan etiologi pada daerah ACA dengan MCA, didapati bahwa klinis dan etiologi
stroke pada daerah ACA menunjukkan kemiripan dengan daerah MCA. Heinsius dkk,
1999 dalam penelitiannya menggunakan data dari Lausanne Stroke registry, yang
meneliti 208 penderita stroke di daerah arteri serebri media dengan bantuan CT Scan
kepala, dengan 3 subterritori yaitu anterior, posterior dan deep territory, didapati
bahwa penyebab terbanyak adalah kardioembolisme (54%), oklusi arteri karotid
interna dan diseksi arteri karotid interna. Ng Yee Sien dkk (2005) melakukan
penelitian terhadap 89 penderita stroke daerah Posterior Cerebral Artery untuk menilai
demografik, klinis dan outcome penderitanya, didapati bahwa penderita stroke daerah
PCA sering dengan faktor resiko hipertensi (68%), CA (35%), DM (30%), AF(23%)
dan merokok (20%). Tingginya nilai FIM, lama rawatan, usia muda dan laki-laki
berhubungan dengan tingginya nilai outcome fungsional pasien PCA. Pada New
England Medical Center Posterior Circulation Registry dikumpulkan data dari 30 hari
setelah onset stroke melalui modified Rankin Scale didapati 28% pasien tanpa
disabilitas, 50,7% dengan disabilitas minor dan 17,7% dengan disabilitas yang berat.
Saat menilai dari segi territori vaskular yang terlibat adalah outcome buruk terjadi
pada daerah MCA (RR : 1,88, 95%CI, 1,28 2,79), PCA (RR : 3,12, 1,92 5,07),
territori basilar arteri juga menunjukkan perburukan outcome (RR :3,64, 1,90 6,97)
(LR Caplan dkk, 2005)
Thajeb dkk, 2007 melakukan penelitian untuk menilai outcome terutama
evaluasi fungsi kognitif 28 pasien stroke iskemik yang melibatkan daerah
mesensephalon, didapati bahwa penderita laki-laki lebih banyak terkena stroke, onset
usia 65 dan 70 tahun dengan faktor resiko terbanyak adalah hipertensi, hiperlipidemia,
DM dan atrial fibrillasi, hampir 71% pasien menderita demensia setelah 1 tahun
bertahan. Kelly P.J dkk (2001) dalam penelitiannya terhadap 49 penderita stroke
iskemik daerah serebellar didapati bahwa hampir 2/3 penderitanya dapat pulang
dengan nilai FIM >92 yang berarti dapat melakukan kegiatannya tanpa tergantung
dengan orang lain.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian penelitian terdahulu seperti yang telah
diuraikan di atas dirumuskanlah masalah sebagai berikut :
Bagaimanakah hubungan outcome fungsional dengan teritori vaskular
pada pasien stroke iskemik.


3. Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan :
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan outcome fungsional dengan territori vaskular
pada pasien stroke iskemik.
b. Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui distribusi rerata nilai outcome fungsional pada
pasien stroke iskemik saat masuk RS dan saat keluar RS
2) Untuk mengetahui distribusi rerata nilai outcome fungsional pasien
stroke iskemik saat masuk RS dan saat keluar RS berdasarkan territori
vascular
3) Untuk mengetahui hubungan outcome fungsional saat masuk RS dan
saat keluar RS dengan perbedaan territori vaskular pada pasien stroke
iskemik .
4) Untuk melihat gambaran demografi dan karakteristik pasien stroke
iskemik pada territori vaskular yang berbeda.
4. Hipotesis
Ada hubungan antara outcome fungsional dengan territori vaskular pada pasien
stroke iskemik.
5. Manfaat Penelitian
Dengan mengetahui adanya hubungan outcome fungsional pasien stroke
iskemik dengan perbedaan territori vaskular, maka kita dapat mengetahui gambaran
derajat keparahan atau disabilitas pasien yang disebabkan stroke iskemik
berdasarkan territori vaskularnya dan memberi
penjelasan mengenai tingkat kecacatan pasien, sehingga dapat diupayakan
penatalaksanaan yang lebih optimal

Anda mungkin juga menyukai