Merupakan sistem pengolahan air limbah dengan menerapkan penggunaan membrane yg
terendam dalam bioreactor. Membran menggantikan fungsi tangki pengendap untuk memisahkan solid dan cairan pada teknologi konvensional. Membrane bioreactor mengkombinasikan proses biologis dengan proses membrane. Membrane bioreactor dikelompokkan menjadi tiga membrane untuk pemisahan biomassa, membrane aerasi dan membrane ekstraktif yang digunakan sesuai dengan jenis-jenis limbah. Teknologi ini muncul akibat adanya kebutuhan untuk mendaur ulang air limbah serta adanya peraturan lingkungan yang lebih ketat. Seperti diketahui air limbah yang dihasilkan oleh industri dalam jumlah banyak dapat mencemari lingkungan. Teknologi MBR merupakan salah satu solusi untuk mengolah limbah cair yang dapat bermanfaat untuk pengelolaan kawasan industri, terutama industri-industri yang menghasilkan limbah cair. Selain itu konsep reklamasi air juga mendasari munculnya teknologi ini. Krisis air bersih mendorong manusia untuk menemukan teknologi yang dapat mendaur ulang air sehingga dapat dimanfaatkan kembali. Bahkan penggunaan menggeser anggapan limbah sebagai cost menjadi profit. Di beberapa Negara maju manajemen air limbah sangat menguntungkan karena hasil olahan dari MBR dapat digunakan sebagai sumber air (Singapura) dan irigasi. Selain itu , proses MBR menghasilkan limbah untuk didaur ulang dengan aman dan dibuang ke perairan lokal (pesisir dan sungai). Sumber : Li, Norman N, dkk (2008) Gambar di atas merupakan perbedaan dari proses pengolahan air limbah secara konvensional dan proses MBR. Pada proses konvensional pemisahan solid dilakukan dengan menggunakan gaya gravitasi di dalam tangki pengendap, sedangkan pada proses MBR pemisahan solid dilakukan dengan membran sehingga tidak membutuhkan tangki pengendap, dan air sudah dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan lainnya. Beberapa keuntungan lain selain tidak membutuhkan bak pengendap antara lain : a. Waktu pengolahan air limbah lebih cepat b. Hemat biaya operasional (air,listrik, bahan kimia, dll) c. Hemat lahan karena tidak menggunakan bak pengendap d. Pembuangan lumpur dapat dilakukan langsung dalam reactor e. Kualitas air hasil pengolahan tinggi sehingga dapat digunakan kembali f. Kelestarian lingkungan terjaga
Negara yang telah menggunakan teknologi MBR adalah Singapura. Singapura merupakan Negara maju dengan keterbatasan SDA (Sumber Daya Alam). Singapura memiliki luas hanya 620 Km 2 , sementara pertumbuhan terus terjadi sehingga keterbatasan lahan menjadi salah satu permasalahan di Singapura. Selain itu Singapura juga terbatas dari segi ketersediaan air bersih. Namun, sebagai Negara maju penerapan teknologi menjadi salah satu bentuk penyelesaian masalah ketersediaan SDA di Singapura. Penerapan teknologi MBR yang hemat lahan dan menghasilkan air yang dapat di gunakan kembali dirasa cocok dengan Singapura. Pada tahun 2012, dalam acara Singapore International Water Week, Singapores National Water Agency mengupgrade Changi Water Reclamation Plant dengan teknologi MBR. Teknologi ini merupakan masterplan untuk keberlanjutan air selama 100 tahun ke depan. Dengan diupgrade nya reklamasi air Changi diharapkan dapat menyuplai kebutuhan air di Singapura. Teknologi ini mampu memisahkan partikel, bakteri dan virus pada air kotor sehingga air dapat diminum kembali. Sehingga banyak dijumpai kran air siap minum di Singapura yang menjadi bagian dari jaringan air bersih. (sumber www.ge.com)
Changi Water Reclamation Plant menggunakan teknologi MBR Tempat Pembuangan Sampah Khusus Industri Sampah industri merupakan sampah yang berasal dari daerah industri terdiri dari sampah umum dan limbah berbahaya baik cair atau padat. Namun berdasarkan jenisnya, sampah-sampah yang dihasilkan di daerah industri terdiri dari sampah organik, sampah anogranik. Untuk masing-masing jenis sampah yang dihasilkan, berbeda pula teknologi yang digunakan. a. Sampah Organik Dalam pengolahan sampah organic, teknologi yang dapat digunakan adalah teknologi vermicomposting. Teknologi vermicomposting adalah proses pembuatan kompos melalui budidaya cacing (vermes). Pada awalnya, vermicomposting digunakan untuk menangani limbah padat organic dari peternakan. Namun pada perkembangannya, teknologi ini tidak terbatas pada limbah peternakan, namun dapat juga digunakan untuk menangani sampah organic rumah tangga, sampah kota, dan sampah industri seperti industri makanan yang membuang sampah organic. Penggunaan cacing dalam teknologi ini disebabkan karena cacing merupakan mesin biologis alat pengkomposan. Tahapan vermicomposting antara lain :
Teknologi vermicomposting - Fase persiapan yang terdiri dari 1) Penentuan lokasi, yang diharapkan sedekat mungkin dengan sumber sampah 2) Pemilihan sistem (terdiri dari sistem rak bertingkat, sistem larikan dan sistem bak atau lubang) 3) Pembuatan bangunan, sebaiknya tidak terkena cahaya dan air hujan secara langsung 4) Pengadaan alat - Fase pelaksanaan : 1) Pembuatan media, dapat dari sampah basah dicampur dengan kotoran lemak 2) Pembuatan pakan 3) Pengadaan bibit 4) Penanaman 5) Pengontrolan media, pengontrolan hama 6) Pemanenan Beberapa Negara yang telah menerapkan teknologi ini adalah Kanada, Australia, Kuba dan India. Namun penerapan teknologi di Negara tersebut lebih kepada sampah-sampah industri rumah tangga (dilakukan sendiri) maupun dilakukan oleh para gardener. b. Sampah Anorganik Sampah anorganik berasal dari sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui seperti mineral, minyak bumi atau dari proses industri, termasuk juga plastic dan alumunium. Sebagian besar zat organic tidak dapat diuraikan oleh alam, sedangkan lainnya dapat diuraikan namun melalui proses yang sangat lama. Salah satu teknologi pengelolaan sampah adalah teknologi Waste To Energy (WTE), teknologi ini mampu mengolah dua juta ton sampah menjadi energy panas yang dialirkan kepada 810 ribu rumah dan energy listrik ke 250 rumah penduduk. Beberapa sampah anorganik yang dapat didaur ulang akan didaur ulang, sedangkan yang tidak dapat didaur ulang akan dibakar di incinerator. Incinerator akan menghasilkan panas yang kemudian disalurkan melalui pipa ke perumahan dan gedung-gedung lainnya.
(incinerator) Teknologi ini digunakan oleh masyarakat Swedia. Swedia bahkan mengimpor 800 ribu ton sampah per tahun dari Norwegia untuk didaur ulang menjadi energy. Swedia memiliki sistem pengelolaan sampah yang yang sangat efektif, hanya 4% saja yang dibuang ke landfill. Sedangkan sampah dibedakan menjadi 14 jenis sampah. Untuk sampah yang tidak dapat didaur ulang akan digunakan untuk teknologi WTE dalam memenuhi kebutuhan energy penduduknya.